• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIV

huringiens

(PIPE

lomia pavo

DEPAR

INS

VITAS CA

sis DAN E

ERACEAE

onana (F.)

NIA

RTEMEN

FAKULT

STITUT P

AMPURAN

EKSTRAK

E) TERHA

) (LEPIDO

A AZIZA

PROTEK

TAS PERT

ERTANIA

2011

N FORMU

K Piper ret

ADAP LAR

OPTERA:

H

KSI TANA

TANIAN

AN BOGO

ULASI

trofractum

RVA

: CRAMB

AMAN

OR

m VAHL.

BIDAE)

NIA AZIZAH. Aktivitas Campuran Formulasi Bacillus thuringiensis dan Ekstrak

Piper retrofractum Vahl. (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

(F.) (Lepidoptera: Crambidae). Dibimbing oleh DJOKO PRIJONO.

Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas campuran formulasi Bacillus

thuringiensis (Bt) dan ekstrak Piper retrofractum (Pr) dengan tiga macam

perbandingan konsentrasi terhadap tingkat mortalitas dan perkembangan larva

Crocidolomia pavonana di laboratorium. Ekstraksi buah P. retrofractum

dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat, sementara formulasi Bt yang digunakan ialah Bactospeine WP (bahan aktif δ-endotoksin 16,000 IU/mg). Uji toksisitas formulasi Bt dan ekstrak Pr serta campurannya dilakukan pada enam taraf konsentrasi ditambah kontrol, masing-masing enam ulangan, dengan metode celup daun. Campuran Bt dan Pr diuji pada tiga macam perbandingan konsentrasi (w/w) yaitu 1:5 (C1), 1:10 (C2), dan 1:20 (C3). Hasil pengujian menunjukkan bahwa LC50 Bt dan Pr serta tiga macam campurannya (C1, C2 dan C3) pada 96

jam sejak awal perlakuan (JSAP) berturut-turut 0,01%, 0,17%, 0,03%, 0,11%, dan 0,04% dan LC95 masing-masing 0,028%, 0,35%, 0,13%, 0,7%, dan 0,17%.

Kematian larva uji pada perlakuan dengan campuran Bt dan Pr terjadi lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan Bt secara terpisah. Campuran C1 dan C3 bersifat sinergistik lemah pada taraf LC50, sedangkan pada taraf LC95 bersifat aditif kecuali

pada 48 JSAP bersifat antagonistik, sedangkan campuran C2 bersifat antagonistik pada semua pengamatan, baik pada LC50 maupun LC95. Pada konsentrasi

tertinggi formulasi Bt dan ekstrak Pr serta ketiga campurannya, tidak satupun larva uji mencapai instar IV pada 96 JSAP, sedangkan larva kontrol yang telah mencapai instar IV sekitar 92-96%. Campuran Bt + Pr 1:5 dan 1:20 (w/w) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pengendalian hama

Crocidolomia pavonana.

ABSTRACT

NIA AZIZAH. Joint Action of Bacillus thuringiensis Formulation and Piper

retrofractum Vahl. (Piperaceae) Extract against Crocidolomia pavonana (F.)

(Lepidoptera: Crambidae) Larvae. Supervised by DJOKO PRIJONO.

The objective of this study was to determine the joint action of Bacillus

thuringiensis (Bt) formulation and Piper retrofractum (Pr) fruit extract at three

different concentration ratios on mortality and development of Crocidolomia

pavonana larvae in the laboratory. P. retrofractum fruit was extracted with ethyl

acetate whereas Bt formulation used was Bactospeine WP (δ-endotoxins 16,000 IU/mg). Toxicity of Bt formulation, Pr extract and their mixtures were tested at six concentration levels plus the control, six replicates each, by using a leaf dip method. The mixtures of Bt and Pr were tested at three different concentration ratios (w/w), i.e. 1:5 (C1), 1:10 (C2), and 1:20 (C3). The results showed that LC50 of Bt and Pr as well as their mixtures (C1, C2 and C3) at 96 hours since the

beginning of treatment (HAT) was 0.01%, 0.17%, 0.03%, 0.11%, and 0.04% respectively and LC95 was 0.028%, 0.35%, 0.13%, 0.7%, and 0.17% respectively.

The larval mortality in the treatment with Bt and Pr mixtures occured faster than in the Bt treatment alone. C1 and C3 mixtures were weakly synergistic at LC50

level, while at the LC95 level were additive except at 48 HAT which was

antagonistic, whereas the C2 mixture was antagonistic at all observations, both at LC50 and LC95 levels. At the highest concentrations of Bt formulation and Pr

extract and their mixtures, none of the test larvae reached instar IV at 96 HAT, while 92-96% of control larvae had reached instar IV. Mixtures of Bt + Pr 1:5 and 1:20 (w/w) are potential to be used as an alternative for the control of

Latar Belakang

Ulat krop kubis, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae), merupakan hama penting pada tanaman sayuran Brassicaceae. Hama tersebut dapat menyerang tanaman sebelum membentuk krop hingga hampir panen dan dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 65,8% (Uhan 1993). Pada musim kemarau, kerusakan akibat serangan hama tersebut bersama Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) dapat mencapai 100% bila tidak dikendalikan (Sastrosiswojo & Setiawati 1993).

Upaya pengendalian hama pada tanaman kubis, termasuk C. pavonana, dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) telah dianjurkan sejak 1989 (Sastrosiswojo et al. 2000). Sistem PHT mendahulukan cara-cara nonkimia, terutama cara-cara bercocok tanam dan pemberdayaan musuh alami, untuk mengatasi serangan hama (Untung 1992). Cara-cara nonkimia yang dapat diterapkan untuk mengendalikan hama C. pavonana antara lain pengendalian secara kultur teknis dengan menggunakan tanaman perangkap dan pengaturan waktu tanam, pengendalian secara mekanis dengan mengumpulkan kelompok telur, dan melestarikan musuh alami termasuk parasitoid larva Eriborus

argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Sturmia sp.

(Diptera: Tachinidae) (Sastrosiswojo & Setiawati 1993). Namun demikian, cara- cara nonkimia tersebut umumnya tidak dapat menekan serangan hama C.

pavonana hingga tingkat yang tidak merugikan, sehingga petani bergantung pada

penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama tersebut (Rauf et al. 2005). Gusfi (2002) melaporkan bahwa 95,5% petani sayuran di Jawa Barat bergantung pada penggunaan pestisida sintetik dalam pengendalian hama dan penyakit. Hasil survei oleh Rauf et al. (2005) terhadap petani kubis di Jawa Barat pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 25% petani telah mendapat pelatihan PHT, tetapi aplikasi insektisida sintetik masih sering dilakukan, yaitu sampai 15 kali per musim tanam, dan hanya 5-10% petani yang menerapkan konsep PHT.

Penggunaan insektisida sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu praktis, mudah didapat, mudah diaplikasikan, mempunyai spektrum yang luas, dan

2

 

membunuh hama sasaran dengan cepat. Namun, penggunaan insektisida sintetik secara terus-menerus dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti resistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya organisme bukan sasaran termasuk musuh alami, keracunan pada manusia dan ternak, kontaminasi residu bahan beracun pada hasil panen, tanah, sumber air, sungai, danau, laut, dan udara (Perry

et al. 1998). Pada pertanaman kubis khususnya, penggunaan insektisida sintetik

dapat membunuh parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae), musuh alami utama hama P. xylostella yang merupakan salah satu pilar PHT kubis. Parasitoid tersebut dapat menekan populasi hama P.

xylostella hingga 86% bila insektisida sintetik tidak digunakan (Sastrosiswojo &

Sastrodiharjo 1986) sehingga penggunaan insektisida sintetik yang berlebihan dapat mengganggu keberhasilan PHT pada tanaman kubis. Karena itu, untuk mendukung PHT kubis perlu digunakan insektisida yang efektif terhadap hama sasaran tetapi kompatibel dengan komponen lain PHT.

Salah satu kelompok insektisida yang dapat digunakan dalam PHT kubis ialah insektisida berbahan bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) (Sastrosiswojo & Setiawati 1993). Bakteri tersebutmenghasilkan kristal proteinδ-endotoksin yang beracun terhadap serangga hama dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, dan Diptera (Garczynski et al. 1991; Dubois & Dean 1995). Formulasi insektisida Bt telah banyak digunakan sebagai insektisida hayati untuk mengendalikan larva Lepidoptera (Baum et al. 1999). Pada tahun 2010, di Indonesia terdapat sembilan formulasi insektisida Bt yang terdaftar untuk mengendalikan hama C. pavonana (Anonim 2010).

Bakteri Bt memiliki beberapa kelemahan, di antaranya efikasinya tidak konsisten, persistensinya singkat, dan kinerjanya beragam bergantung pada jenis hama sasaran (Heimpel 1967; Apple & Schultz 1994; Farrar et al. 1996). Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja Bt ialah dengan mencampurkan bahan lain yang dapat menghasilkan efek sinergistik. Benz (1971) dan Salama et al. (1984) melaporkan bahwa pencampuran insektisida Bt dengan insektisida kimia golongan organofosfat pada konsentrasi rendah memberikan efek sinergistik. Campuran spora Bt dan toksin Bt dapat meningkatkan aktivitas protoksin dalam

mengendalikan ulat P. xylostella yang resisten terhadap toksin tunggal Bt (Liu et al. 1984).

Bahan lain yang berpotensi dapat meningkatkan toksisitas suatu insektisida ialah ekstrak cabai jawa (Piper retrofractum Vahl., Piperaceae). Buah cabai jawa dilaporkan mengandung lebih dari 20 senyawa amida tak jenuh (Ahn et al. 1992; Kikuzaki et al. 1993; Parmar et al. 1997; Banerji et al. 2002). Beberapa senyawa di antaranya, seperti guininsin, piperisida, piperin, dan retrofraktamida A telah dilaporkan bersifat insektisida (Miyakado et al. 1989; Parmar et al. 1997; Scott et al. 2008). Senyawa-senyawa tersebut memiliki gugus metilendioksifenil sehingga selain bersifat insektisida juga berpotensi bersifat sinergis bila dicampurkan dengan bahan insektisida lain. Senyawa yang memiliki gugus metilendioksifenil dapat menggantikan insektisida lain sebagai substrat pada enzim monooksigenase polisubstrat, sehingga bahan aktif insektisida atau ekstrak lain yang dicampurkan tidak terurai dan dapat tetap bekerja (Scott et al. 2008).

Moar & Trumble (1987) melaporkan bahwa perlakuan dengan campuran formulasi Bt, avermektin, dan mimba mengakibatkan kematian lebih cepat pada larva Spodoptera exigua karena permeabilitas sel-sel dinding mesenteron larva meningkat akibat peracunan oleh racun Bt, sehingga aliran senyawa lain melintasi mesenteron meningkat. Ekstrak buah P. retrofractum memiliki senyawa aktif isobutilamida tak jenuh dengan aktivitas insektisida yang kuat dan bekerja sebagai racun saraf sehingga efek mematikannya berlangsung relatif cepat (Scott et al. 2008), sedangkan endotoksin dari Bt menyebabkan kelumpuhan yang cepat pada mesentron larva (Heimpel 1967). Gabungan kedua sifat tersebut diharapkan dapat mempercepat kematian larva C. pavonana bila kedua insektisida alami tersebut diaplikasikan dalam bentuk campuran.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan sifat aktivitas campuran formulasi B.

thuringiensis dan ekstrak etil asetat buah P. retrofractum dengan tiga macam

perbandingan konsentrasi (1:5; 1:10; dan 1:20, w/w) terhadap tingkat mortalitas dan perkembangan larva C. pavonana di laboratorium.

4

 

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi campuran formulasi B. thuringiensis dan ekstrak etil asetat buah P. retrofractum dengan perbandingan tertentu untuk digunakan sebagai alternatif pengendalian hama C. pavonana.

 

Dokumen terkait