BAGIAN PERTAMA BAGIAN PERTAMA BAGIAN PERTAMA
JAR JAR JAR
JARI<I<I<I<MAH MAH MAH H{UDU<D MAH H{UDU<D H{UDU<D H{UDU<D
BAB I BAB I BAB I BAB I
JAR JAR JAR
JARI<I<I<I<MAH MAH MAH AZ MAH AZ AZ----ZIN AZ ZIN ZIN ZINA< A< A< A<
1.
1.
1.
1. Pengertian Pengertian Pengertian Pengertian AzAzAzAz----ZinZinZinZinā
Pengertian zina menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif (
ﻥﻮﻧﺎﻘﻟﺍ
) berbeda. Hukum pidana Islam memandang setiap persetubuhan yang diharamkan dan diancam dengan hukuman (h}add), baik pelaku sudah nikah maupun belum menikah. Sedangkan menurut hukum pidana positif tidak memandang semua persetubuh-an ypersetubuh-ang diharamkpersetubuh-an, pada umumnya ypersetubuh-ang dipersetubuh-anggap zina, hpersetubuh-anyalah hubungan kelamin (persetubuhan) yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam status bersuami atau beristeri saja,1 seperti hukum positif Mesir dan Indonesia.Para ulamā’ maŜhab bersepakat bahwa zina ialah persetubuhan yang diharamkan yang dilakukan secara sengaja yang memenuhi 2 unsur-unsur jarīmah yaitu, persetubuhan yang diharamkan dan ada-nya kesengajaan atau niat yang melawan hukum, baik yang
1 ‘Audah, ‘Abd al-Qādir, 2011, At-Tasyrī‘ al-Jināī, Jilid II, Beirūt-Libanon:
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah,hlm. 285.
lakukan oleh orang laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah (muh}s}an) maupun belum menikah (gairu muh}s}an).2
2222. . . . UnsurUnsurUnsurUnsur----unsur unsur unsur unsur JarJari>i>i>i>mah AzJarJarmah Azmah Azmah Az----ZinZinZina>a>a>a>Zin a.
a.
a.
a. PPPPersetubuhan yang diharamkanersetubuhan yang diharamkanersetubuhan yang diharamkanersetubuhan yang diharamkan
Persetubuhan yang disebut zina adalah persetubuhan ke dalam farji (kemaluan), dimana alat kelamin laki-laki (Ŝakar) masuk ke dalam alat kelamin perempuan (farji), sebagaimana alat mencelak mata dimasukkan ke dalam tempat celak mata. Ukurannya adalah jika kepala kemaluan laki-laki (h}asyafah) telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Dianggap zina juga walaupun ada penghalang an-tara Ŝakar dan farji selama penghalangnya tidak menghalangi perasa-an dperasa-an kenikmatperasa-an dalam bersetubuh, dperasa-an juga persetubuhperasa-an yperasa-ang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Akan tetapi, jika persetubuhan pada miliknya meskipun diharamkan, seperti persetubuhan pada waktu isteri sedang haid}, nifas dan berpuasa Ramad}ān, maka tidak dianggap zina.3
b.
b.
b.
b. AdaAdaAdaAda niatniatniatniat dari pelaku yang melawan hukumdari pelaku yang melawan hukumdari pelaku yang melawan hukumdari pelaku yang melawan hukum
Unsur ini terpenuhi, jika pelaku melakukan persetubuhan pada-hal ia tahu bahwa perempuan yang disetubuhinya itu adalah perem-puan yang diharamkan baginya. Jika seseorang tidak tahu bahwa perbuatannya itu dilarang, maka tidak dapat dikenai hukuman h}add, seperti, seseorang yang menikah dengan seorang perempuan yang masih beristeri, tetapi dirahasiakan kepadanya.4
2Ibid., hlm, 288.
3Ibid., hlm. 288-289.
4Ibid., hlm. 307-308.
3.
3.
3.
3. SyaratSyaratSyarat----ssssyarat Syarat yarat yarat Pezinayarat PezinaPezinaPezina
Syarat-syarat pezina yang dapat dijatuhi hukuman:
1) Orang yang berzina berakal sehat;
2) Sudah dewasa (balig);
3) Merdeka (tidak dipaksa/diperkosa);
4) Orang yang berzina tahu bahwa zina diharamkan. Dengan demikian, hukuman zina tidak dapat dijatuhkan terhadap anak kecil, orang gila atau orang yang dipaksa untuk me-lakukan perbuatan zina.5
4.
4.
4.
4. Pembuktian Pembuktian Pembuktian Pembuktian uuuuntuk ntuk ntuk ntuk JarJarJarJarīmah mah mah mah AzAzAz----ZinAzZinZinZinā
Untuk menetapkan pembuktian Jarīmah az-zinā didasarkan atas;
1) KesaksianKesaksianKesaksianKesaksian, berdasarkan QS. an-Nisā’ (4):15 dan an-Nūr (24): 4 dan 13.
Adapun syarat-syarat kesaksian secara umum ialah balig, berakal, kuat ingatannya, dapat berbicara, dapat melihat, adil, Islam dan tidak ada penghalang dalam kesaksian (hubungan kerabat, permusuhan, dan ada keuntungan (tuh}mah).
Sedangkan syarat-syarat kesaksian secara khusus ialah laki-laki, harus melihat dengan mata kepala sendiri (
ﺔﻟﺎﺻﻷﺍ
),pe-ristiwa zina belum kedaluwarsa, persaksian harus pada satu tempat, jumlah saksi harus 4 orang, dan persaksian harus meyakinkan, diterima, dan dianggap sah oleh hakim.6
2) PengakuanPengakuanPengakuanPengakuan, berdasarkan Rasūlullāh saw. pernah menetapkan hukuman rajam kepada Māiz bin Mālik, karena ia mengakui sendiri perbuatannya.
5Ibid., hlm. 185-186.
6Ibid., hlm. 325-352.
Adapun syarat-syarat pengakuan, yaitu;
a) Pengakuan harus dinyatakan 4 (empat) kali menurut Abū H{anifah, sedangkan cukup satu kali menurut Mālik dan Syāfi’ī.
b) Pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang ha-kekat perbuatan, sehingga tidak ada syubhāt dalam zina tersebut.
c) Pengakuan harus sah dan benar yang datang dari orang berakal dan merdeka.
d) Pengakuan harus dinyatakan di dalam sidang pengadilan menurut Abū Hanifah, dan menurut Mālik, Syāfi’ī dan Ah}mad tidak mensyaratkannya.7
3) QQQQarinaharinaharinaharinah (bukti kehamilannya).
Qarinah atau tanda sebagai alat bukti kehamilan bagi wanita yang tidak bersuami, tidak ada pemerkosaan, dan tidak waṭi’ syubhāt. Disamakan hukumnya dengan wanita yang kan-dungannya lahir sebelum 6 bulan, berdasarkan QS. al-Ah}qāf (46): 15).8
4) LLLLiiii’’’’anananan, berdasarkan QS. an-Nūr (24): 6-7.
Menurut Mālik, jika kelihatan hamilnya tidak bersuami, maka wajib dijatuhi hukuman (h}add), tanpa membutuhkan pengakuan darinya. Akan tetapi, jika kehamilannya karena di-paksa atau waṭi’ syubhāt, maka tidak dijatuhi hukuman (h}add).
9
7 Ibid., hlm. 357-363.
8 Ibid., hlm. 363-364.
9Ibid., hlm. 364.
5555. . . . Hukuman JarHukuman JarHukuman Jarīmah AzHukuman Jarmah Azmah Az----Zinmah AzZinZinZinā menurutmenurutmenurut Ulama’ SalafmenurutUlama’ SalafUlama’ SalafUlama’ Salaf....
1) Pada permulaan Islam, hukuman untuk tindak pidana zina adalah dipenjara di dalam rumah dan disakiti, baik dengan pukulan di badannya maupun dengan dipermalukan, berdasarkan QS. an-Nisā’ (4): 15-16;
ÉL≈©9$#uρ
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji (zina, homoseks), hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya), kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, ke-mudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah Maha Pe-nerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Depag RI, 1971: (Depag RI, 1971: (Depag RI, 1971: (Depag RI, 1971:
118) 118) 118) 118)
2) Setelah Islam mulai mapan, maka terjadi perkembangan dan perubahan dalam hukuman zina, yaitu dengan turunnya QS. an-Nūr (24): 2;