• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Alat dan Bahan

2. Bahan

b. Susunan Bahan Bakar

Brown and Davis (1973), menyatakan susunan bahan bakar adalah faktor yang utama dari perilaku api karena transfer panas dengan radiasi, konduksi dan konveksi

berhubungan dengan variabel jarak. Susunan terbagi menjadi dua, yaitu vertikal dan horisontal. Susunan bahan bakar secara vertikal dapat menyebabkan kebakaran tajuk. c. Muatan Bahan Bakar

Menurut Chandler et al. (1983), muatan bahan bakar adalah berat kering bahan bakar setelah di oven per unit area. Muatan bahan bakar sangat sulit untuk diklasifikasikan dan diukur dalam berbagai cara. Bahan bakar halus dan kering seperti serasah, daun yang jatuh dari tanaman kayu keras dan rumput yang mati dapat diklasifikasikan secara nyata dengan berat kering ton/acre.

Menurut Chandler et al. (1983), potensi bahan bakar adalah jumlah dari material yang dapat dikonsumsi dalam intensitas api yang tinggi yang dapat diharapkan untuk membentuk lokasi yang spesifik. Potensial muatan bahan bakar adalah nilai maksimum, sebenarnya semua kebakaran hutan akan mengkonsumsi sebagian dari muatan bahan bakar. Muatan bahan bakar yang tersedia adalah jumlah dari bahan bakar yang diharapkan dapat terbakar di bawah kondisi spesifik cuaca api. Muatan bahan bakar dinyatakan dalam hubungan dari berat per unit area, biasanya kg/m2 atau ton/ha.

D. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor alam dan faktor manusia baik disengaja atau pun tidak disengaja (Direktorat Perlindungan Hutan, 1983). Secara alami kebakaran hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor alami yang saling berkaitan, antara lain kemarau panjang, letusan gunung berapi, petir, dan daya alam lainnya. Jenis tanaman yang biasanya mudah terbakar antara lain pinus, atau tanaman yang banyak mengandung resin, sedangkan tipe vegetasi yang mudah terbakar antara lain padang alang-alang, hutan belukar, hutan tanaman tertentu, dan bahan-bahan sisa vegetasi (serasah), humus, ranting dan lain-lain. Secara buatan (faktor manusia), kasus kebakaran hutan menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini faktor sosial ekonomi penduduk tampaknya menjadi pendorong utama atas terjadinya kebakaran hutan.

Penyebab terjadinya kebakaran hutan sangat beragam, tetapi menurut Suratmo (1985), lebih dari 90 % kebakaran hutan disebabkan oleh manusia. Kebakaran hutan pada hutan alam juga disebabkan oleh kelalaian manusia yang didorong oleh adanya musim kemarau yang panjang, sehingga potensi bahan bakar meningkat.

Penyebab dan lamanya kebakaran perlu dipelajari melalui data statistik pada seluruh sejarah kebakaran hutan yang pernah terjadi untuk menentukan strategi yang tepat dalam pengendalian kebakaran hutan. Klasifikasi kebakaran hutan menurut FAO (1953) adalah sebagai berikut :

1. Api dari kilat 2. Api dari korek api 3. Api dari penebang pohon 4. Api dari perkemahan

5. Sisa-sisa api dari perladangan

6. Pembakaran oleh orang yang tidak bertanggung-jawab

Sebab-sebab dari kebakaran hutan penting untuk diketahui agar dapat dimanfaatkan dalam merencanakan dan menentukan cara-cara pencegahan dan cara-cara pemadaman kebakaran hutan (Show dan Clarke, 1953).

E. Dampak Kebakaran Hutan

Akibat dari kebakaran hutan ada yang segera terlihat dan ada yang dampaknya terlihat setelah beberapa saat. Sedangkan besarnya derajat kerusakan terutama dipengaruhi oleh tipe kebakaran, lamanya kebakaran, keadaan tegakan hutan dan keadaan cuaca atau iklim (Brown dan Davis, 1973).

Sedangkan menurut Hamzah dan Wibowo (1985), dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah terutama disebabkan oleh terbukanya tajuk, humus dan serasah ikut terbakar, struktur tanah memburuk dan akhirnya rentan terhadap erosi. Pada sifat kimia tanah kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat di dalam abu atau arang sehingga dapat menaikan pH tanah dan menambah nilai hara tanah, tetapi pengaruh ini tidak berlangsung lama karena dengan terbukanya tajuk pencucian menjadi lebih intensif.

Kebakaran dipengaruhi oleh frekuensi kebakaran, intensitas panas, lama kebakaran, vegetasi yang tumbuh dan jenis tanah (Davis, 1959). Selanjutnya akibat kebakaran terhadap tanah (Chandler et al. 1983), antara lain merusak sifat fisik dan kimia tanah, menurunkan pH tanah serta menurunkan produktifitas tanah.

Menurut Saharjo (2000), beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan adalah :

1. Dampak merugikan

Beberapa dampak kebakaran yang merugikan adalah akibat panas yang ditimbulkan mampu menghanguskan vegetasi alam, tanaman pertanian, satwa liar, bakteri dan jamur yang membantu proses dekomposisi, merangsang untuk timbulnya erosi. Akibat lain berupa asap tebal yang ditimbulkan, dapat mempengaruhi transportasi darat, laut maupun udara, serta mengakibatkan dampak kesehatan yang tidak kecil karena penduduk terpaksa menghirup partikel yang berbahaya sebagai hasil pembakaran, serta mengganggu aktifitas sehari-hari masyarakat.

2. Dampak menguntungkan

Abu hasil pembakaran sangat kaya akan mineral sehingga menjadi salah satu sasaran pokok dalam penyiapan lahan menggunakan api. Penyiapan lahan menggunakan api sangat menghemat waktu dan biaya. Dengan adanya kebakaran hutan maka diversivikasi jenis vegetasi lebih beragam dan mencegah sistem monokultur.

F. Tanah

1. Definisi Tanah

Menurut Hakim et al.(1986), tanah didefinisikan sebagai tubuh alam yang memiliki tiga fase, tersusun dari air, udara, dan bagian padat yang terdiri dari bahan-bahan mineral dan organik serta jasad hidup, yang karena berbagai faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu menyebabkan berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri yang khas, yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi alam, perbandingan udara dan air selalu berubah-ubah, tergantung kepada faktor iklim dan lainya.

Lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah bagian bawahnya. Karena akumulasi bahan organik maka lapisan atas tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga merupakan bagian tanah yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan tanah ini disebut lapisan tanah atas (top soil) atau disebut juga lapisan olah dan mempunyai kedalaman 20 cm. Lapisan tanah dibawahnya, yang disebut lapisan tanah bawah (sub soil) berwarna lebih terang dan bersifat kurang subur. Hal ini bukan

berarti bahwa lapisan tanah bawah tidak penting peranannya bagi produktifitas tanah, karena walaupun mungkin akar tanaman tidak dapat mencapai lapisan tanah bawah, permeabilitas dan sifat-sifat kimia tanah lapisan bawah akan berpengaruh terhadap lapisan tanah atas dalam peranannya sebagai media pertumbuhan tanaman (Sutejo et al.

1990). Tanah-tanah di Indonesia didominasi oleh podsolik merah kuning, tanah gambut (histosol, organosol), latosol alluvial dan lain-lain.

2. Sifat-Sifat Tanah Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman a. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah meliputi bulk density, porositas, ketersediaan air tanah, tekstur, struktur, konsistensi, warna tanah, dan lain sebagainya. Sifat fisik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu batuan induk, iklim, vegetasi, topografi, dan waktu (Hardjowigeno, 1989).

1) Kerapatan Limbak (Bulk Density)

Kerapatan Limbak (Bulk density) merupakan cara untuk menyatakan bobot tanah, dalam hal ini jumlah ruangan dalam tanah (ruang yang ditempati padatan, air dan gas) turut diperhitungkan (Soepardi, 1983). Bobot isi adalah bobot kering suatu volume yang terisi bahan padat dan volume ruangan (ruang pori tanah) yang dinyatakan dalam gr/cm3 (Haridjaja et al. 1983). Semakin tinggi bobot isinya, maka tanah tersebut akan semakin padat.

Bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman ini mencerminkan derajat kepadatan tanah. Tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah (Foth dan Turk, 1972).

Tanah yang mempunyai bobot isi besar akan sulit meneruskan air atau sukar ditembus oleh akar tanaman, sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah, akar tanaman akan lebih mudah berkembang (Hardjowigeno, 1989).

2) Ruang Pori Tanah

Ruang pori tanah adalah bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan udara, sedang ruang pori total terdiri atas ruang diantara partikel pasir, debu

dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Soepardi, 1983). Pada tanah liat porositasnya sangat beragam karena perubahan pengembangan dan pengerutan, agregasi, dispersi, dan pemadatan. Dengan demikian porositas dipengaruhi oleh tekstur, struktur tanah dan bahan organik (Baver et al. 1972).

Selain itu ruang pori tanah juga dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah dan kedalaman tanah (Soepardi, 1983). Ruang pori pada tanah lapisan bawah menurun dengan diolahnya lapisan tanah atas, tetapi penurunannya tidak sebesar pada tanah lapisan atas. Tanah mempunyai ruang pori makro dan mikro, pori makro memperlancar gerakan udara dan air, sedangkan pori mikro menghambat gerakan udara dan air pada gerakan kapiler (Soepardi, 1983). 3) Permeabilitas Tanah

Permeabilitas merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam keadaan jenuh. Permeabilitas ini sangat penting peranya dalam pengolahan tanah dan air (Haridjaja et al.1983). Selanjutnya Russel (1956) menyatakan bahwa permeabilitas tanah menyatakan kecepatan air melalui tanah dalam keadaan jenuh pada periode tertentu dan dinyatakan dalam satuan cm/jam. Permeabilitas merupakan sifat fisik tanah yang langsung dipengaruhi pengolahan tanah (Baver, 1961).

Beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain tekstur, porositas tanah serta distribusi ukuran pori, stabilitas agregat, struktur tanah dan kandungan bahan organik (Hillel, 1980).

4) Air Tersedia

Air tanah merupakan sebagian fase cair tanah yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori tanah. Air tanah berperan penting dari segi pedogenesis maupun dalam hubunganya dengan pertumbuhan tanaman. Hancuran iklim, pertukaran kation, dekomposisi bahan organik, pelarutan unsur hara dan kegiatan jasad-jasad mikro hanya akan berlangsung dengan baik apabila tersedia air dan udara yang cukup (Haridjaja et al. 1983).

Kadar air yang terdapat pada daun dan ranting kecil (hanya bagian dari tumbuhan yang hidup yang dapat berperan penting dalam perilaku kebakaran hutan) dibentuk dari proses fisiologi. Penurunan air secara internal dalam tanaman dapat dikontrol oleh kecepatan air masuk kedalam akar dan hilang

melalui proses transpirasi. Transpirasi dikontrol oleh lingkungan (sinar matahari, suhu, dan kelembaban udara) selain itu oleh struktur daun dan derajat pembukaan stomata. Penyerapan dikontrol oleh faktor tanah seperti aerasi, suhu tanah, tekanan kadar air tanah dan konsentrasi larutan yang berhubungan dengan ukuran dan sistem distribusi dari akar. Pada saat cuaca cerah, lokasi dengan aliran air yang baik, kadar air daun akan menurun pada sore hari dan akan kembali lagi dengan cepat setelah matahari terbit. Perubahan jumlah kadar air dihubungkan lebih dekat dengan perubahan suhu daripada fluktuasi kelembaban dan kadar air tanah.

Bahan bakar hutan yang mati bersifat higroskopik, dimana bahan bakar dapat mengisi (melepaskan ) kadar air dari sekitar atmosfer sampai nilai kadar air di dalam bahan bakar seimbang dengan kadar air di atmosfer. Titik keseimbangan kandungan kadar air dari bahan bakar disebut keseimbangan kadar air. Hal ini dikontrol oleh kelembaban relatif atmosfer dan suhu dan oleh beberapa bahan baku internal dari bahan bakar itu sendiri.

Air ditahan dalam pori tanah dengan daya ikat yang berbeda-beda tergantung dari jumlah air yang ada dalam pori tanah. Air bersama-sama dengan garam-garam yang larut dalam air akan membentuk larutan tanah yang merupakan sumber hara bagi tumbuhan (Soepardi, 1983).

Selain dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kandungan bahan organik, jumlah air yang dapat digunakan oleh tanaman juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah dan sistem perakaran tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

b. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah adalah semua peristiwa yang bersifat kimia yang terjadi pada tanah, baik pada permukaan maupun di dalamnya. Rentetan peristiwa kimia inilah yang akan menentukan ciri dan sifat tanah yang akan terbentuk atau akan berkembang.

1) Keasaman Tanah (pH tanah)

Keasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat hubungan antara pH dan semua pembentukan tanah serta sifat-sifat tanah.

Sejumlah organisme memiliki toleransi yang agak kecil terhadap variasi pH, tetapi beberapa organisme lain dapat toleran terhadap kisaran pH yang lebar. Penelitian-penelitian telah memperlihatkan bahwa konsentrasi aktual H+ dan OH- tidak begitu penting, kecuali dalam lingkungan yang ekstrim. Hal ini merupakan kondisi yang berkaitan dari suatu nilai pH tertentu yang terpenting (Foth, 1988).

Reaksi asam-basa suatu tanah sangat dipengaruhi tingkat penguraian mineral dan bahan organik, pembentukan material liat, aktivitas jasad renik, ketersediaan hara bagi tanaman, dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Soil Science Network, 1991).

2) Bahan organik

Pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara N, P, S, dan unsur mikro menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme. Bahan organik, umumnya ditemukan di permukaan tanah, jumlahnya tidak besar hanya 3 % - 5 % saja tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah sangat besar (Hardjowigeno, 1995).

Sumber dari bahan organik adalah jaringan tumbuhan, dalam keadaan alami bagian diatas tanah, akar pohon, semak-semak, rumput, dan tanaman tingkat rendah lainya yang tiap tahunnya menyediakan sejumlah besar sisa-sisa organik. Karena bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak organisme tanah, hasilnya akan menjadi horison dibawahnya.

3) Nitrogen (N)

Nitrogen berada dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, dan unsur N. Tanaman dapat menyerap unsur ini dalam bentuk NO3-, namun bentuk lain yang juga dapat diserap yaitu NH4+.

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainya adalah berasal dari aktifitas kehidupan di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik, khususnya terdapat pada tanaman jenis

Leguminoseae dengan bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainya setelah mengalami dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah (BKS. PTN, 1991).

Dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi, sedangkan bahan organik mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut bersama dengan panen, sebagian kembali sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfier dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang karena tererosi atau bertambah karena pengendapan (BKS. PTN, 1991).

Menurut White at al. dalam De Bano et al. (1998) pada saat terjadinya kebakaran nitrogen akan menguap ke udara apabila suhu kebakaran lebih dari 200OC, hilang secara total (100%) pada suhu di atas 500OC.

4) Fosfor (P)

Fosfor memainkan peranan yang sangat penting untuk semua aktifitas biokimia dalam sel hidup. Masalah utama dalam pengambilan fosfor dari tanah oleh tanaman adalah kelarutan yang rendah dari sebagian besar campuran fosfor dan konsentrasi fosfor yang dihasilkan sangat rendah dalam lapisan tanah pada setiap waktu tertentu (Foth, 1988).

Sebagian P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Salah satu sifat dari unsur ini adalah tingkat kestabilanya di dalam tanah yang tinggi, sehingga kehilangan akibat pencucian relatif tidak pernah terjadi. Hal ini pula yang menyebabkan kelarutan P dalam tanah sangat rendah sehingga ketersediaan untuk tanah relatif sangat sedikit. Dengan demikin ketersediaan P tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah (BKS. PTN, 1991).

Ketersediaan P dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat diekstraksikan oleh air dan asam sitrat. Penambahan unsur ini diharapkan berasal dari pupuk fosfat, pelapukan mineral-mineral fosfat, dan residu hewan serta tanaman. Sedangkan kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman tercuci dan tererosi (BKS. PTN, 1991).

5) Kalium (K)

Kalium adalah unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif nitrat, fosfat atau unsur lainya (BKS. PTN, 1991).

Kalium tanah berasal dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan kehilangan unsur K ini dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Di dalam tanah dikenal empat bentuk kalium, yaitu mineral, terfiksasi, dipertukarkan dan K-larutan. Tetapi untuk kepentingan pertumbuhan tanaman, kalium tanah dibedakan berdasarkan ketersediaanya bagi tanaman, dan digolongkan ke dalam kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia, dan kalium segera tersedia. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium larut, langsung, dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (BKS. PTN, 1991).

Menurut Foth (1988), pada dasarnya kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion diadsorbsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman.

6) Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan kation utama pada kompleks pertukaran. Unsur magnesium biasanya dihubungkan dengan masalah kemasaman tanah, karena merupakan kation yang paling cocok untuk mengurangi kemasaman dan menaikan pH tanah. Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg2+ yang berasal dari bentuk dapat ditukar dan atau bentuk larut air (BKS. PTN, 1991). Defisiensi magnesium berakibat pada suatu perubahan warna khusus pada daun (Foth, 1988).

G. Pengaruh Kebakaran Terhadap Sifat-Sifat Tanah 1. Pengaruh Kebakaran Terhadap Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah adalah sifat yang bertanggung-jawab atas peredaran udara, bahan, air dan zat terlarut melalui tanah. Beberapa sifat fisik tanah dapat dan memang mengalami perubahan karena penggarapan tanah. Banyak sifat fisik tanah memburuk akibat pengolahan tanah, membuat tanah jadi kurang lulus air dan lebih mudah hilang karena limpasan dan pengikisan (Sanchez, 1992).

Disamping merusak terhadap tegakan, kebakaran juga dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah. Dengan terbukanya tajuk, mengakibatkan lantai hutan tidak memiliki pelindung yang akan memberi peluang terhadap aliran air permukaan jika hujan turun dan akan mengakibatkan erosi permukaan yang tidak terkendali. Lebih jauh dampak yang dialami ialah porositas dan kecepatan infiltrasi tanah menurun serta bulk density tanah meningkat disebabkan agregat tanah terdispersi oleh pukulan butir-butir air hujan dan tertutupnya pori-pori tanah oleh partikel abu pembakaran sehingga menurunkan basarnya ruang pori tanah, infiltrasi dan aerasi tanah ( Raltson dan Hatchel, 1971 dalam Pritchett, 1979).

2. Pengaruh Kebakaran Terhadap Sifat Kimia Tanah

Dampak kimia yang paling langsung dari kebakaran hutan menurut Davis (1959) adalah pembebasan unsur mineral yang tercuci dan masuk ke dalam tanah. Banyak penelitian menunjukan peningkatan zat hara sesudah kebakaran. Kalsium, kalium, asam fosfat dan zat-zat lainya yang mudah dijangkau tumbuh-tumbuhan, dalam waktu singkat sesudah terjadinya kebakaran menjadi lebih banyak dan dapat meningkatkan daya tumbuh vegetasi, asal zat-zat ini tidak tercuci atau terbawa erosi sebelum dimanfaatkan oleh tumbuhan. Pada tanah-tanah berpasir kehilangan hara-hara karena pencucian terjadi cepat sekali, dengan demikian penambahan zat hara yang terjangkau langsung sistem perakaran sesudah kebakaran hanya sedikit saja pengaruhnya terhadap daya tumbuh vegetasi.

Selanjutnya Erison (1985) menyimpulkan bahwa kebakaran hutan akan meningkatkan unsur karbon dalam tanah berupa karbonat, dan karbon dari CO2 akan dilepaskan ke udara dalam bentuk gas. Kemudian unsur fosfat meningkat disebabkan adanya penambahan unsur fosfor dari penguraian bahan-bahan organik akibat kebakaran.

Daubenmire (1968), melaporkan bahwa jumlah nitrogen dan sulfur akan diuapkan selama terjadi kebakaran.

Sifat kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Setiap kelompok jenis tanaman membutuhkan pH tertentu untuk pertumbuhan dan produksinya yang maksimum.

Unsur hara terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur makro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh tanaman, antara lain C, H, N, O, P, K, Ca, S, dan Mg. Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, dan Cl. Dari 16 unsur hara esensial tersebut, unsur C, H dan O diambil oleh tumbuhan dari udara dan air dalam jumlah yang banyak, karena merupakan penyusun 94 % – 96% bahan organik tumbuhan (Hakim et al.1986).

Unsur hara mempunyai banyak fungsi dalam pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur hara esensial adalah unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Kekurangan unsur hara esensial akan menyebabkan defisiensi pada tumbuhan. Nilai pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan N, P, K, Ca, dan Mg dan unsur mikro serta kelarutan unsur beracun seperti Al dan Mn. Selain itu juga mempengaruhi kehidupan jasad mikro dalam tanah (Hakim et al. 1986).

H. Padang Rumput (Grassland)

1. Definisi dan Karakteristik Padang Rumput

Menurut Euwiseu (1990), ekosistem padang rumput merupakan bagian dari ekosistem sabana, yang biasanya pada lahan tersebut hanya ditumbuhi beberapa jenis rumput dan untuk pohon berkayu sangat terbatas jumlahnya. Untuk pohon biasanya banyak terdapat di sepanjang aliran sungai.

Lebih lanjut berdasarkan strukturnya spesies pohon tumbuh terpencar dan terbuka. Lapisan rumput dapat mencapai tinggi 3 meter atau bahkan lebih. Curah hujan merupakan faktor terpenting yang menentukan batas-batas padang rumput atau sabana. Menurut Euwiseu (1990), curah hujan rata-rata per tahun antara 900 mm -1150 mm. Dan kondisi iklimnya cenderung kering dengan jumlah bulan hujan sangat sedikit.

Keadaan lingkungan lahan padang rumput dicirikan oleh tipografi bergelombang,

Dokumen terkait