• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Bacaan Pengembangan Ekonomi

Pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama.

Salah satu Implementasi Tri Matra Pembangunan Desa kepada Desa adalah mendorong desa untuk mendirikan BUM Desa sebagai penopang perekonomian di Desa. BUM Desa dapat menjadi representasi Desa dalam mengelola sumber daya yang dimiliki Desa. Di samping itu, permasalahan keterbatasan desa untuk mengakses pasar dapat diatasi oleh BUM Desa. Dengan menerapkan strategylinkage antar BUM Desa (BUM Desa bersama dan BUMADes) penghasil bahan baku perantara dengan industri yang bergerak di sektor hilir. Dalam skema ini, BUM Desa berfungsi sebagai penyedia input bagi industri pengolahan akhir.

BUM Desa

Geliat pengembangan ekonomi perdesaan dapat dipicu melalui lembaga ekonomi yang dimiliki oleh desa, yaitu BUM Desa. BUM Desa secara jelas diatur pada Permendesa No.4 Tahun 2015. Pendirian BUM Desa bertujuan :

1. Meningkatkan perekonomian Desa;

2. Mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa; 3. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa;

4. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga; 5. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum

warga;

6. Membuka lapangan kerja;

7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan

8. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.

Pendirian BUM Desa hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Desa. Pokok bahsan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa meliputi: (a) Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat; (b) Organisasi pengelola BUM Des; (c) Modal usaha BUM Desa; dan (d) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa

Hasil kesepakatan Musyawarah Desa menjadi pedoman bagi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa. BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum yang berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. BUM Desa juga dapat membentuk unit usaha meliputi :

a. Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan perundangundangan tentang Perseroan Terbatas; dan

b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro. Sumberdaya yang ada di desa harus dikelola dengan ekonomis dan berkelanjutan. Selain itu, diversifikasi jenis usaha BUM Desa dapat dilakukan untuk memperluas segmen pasar. Pengembangan potensi usaha ekonomi desa dapat dilakukan melalui BUM Desa, antara lain :

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 57 a. Bisnis Sosial (Social Business) Sederhana

Memberikan pelayanan umum (serving) kepada masyarakat dan memeperoleh keuntungan finansial. Contoh : air minum desa, lumbung pangan, dan usaha listrik Desa

b. Bisnis Penyewaan Barang

Melayani kebutuhan masyarakat desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah. Contoh : alat transportasi, gedung pertemuan, dan rumah toko

c. Usaha Perantara

Memberikan jasa pelayanan kepada warga. Contoh : Jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk masyarakat dan jasa pelayanan lainnya

d. Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang

Menyediakan barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas. Contoh : pabrik es, hasil pertanian, sarana produksi pertanian dan kegiatan produktif lainnya

e. Bisnis Keuangan

Memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa. Contoh : memberikan akses kredit dan peminjaman masyarakat desa f. Usaha Bersama

Sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun kawasan perdesaan. Contoh : dapat berdiri sendiri serta diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUM Desa agar tumbuh menjadi usaha bersama dan dapat pula menjalankan kegiatan usaha bersama seperti desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat

Namun, segala upaya ini harus didasari oleh aksi kolektif pemerintah desa dan masyarakat. Sehingga BUM Desa memiliki nilai transformasi sosial, ekonomi dan budaya. Hal inilah yang menjadikan BUM Desa sebagai salah satu lembaga ekonomi rakyat yang berperan sebagai pilar demokrasi ekonomi.

BUM Desa bersama

Dalam rangka kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih. Pendirian BUM Desa bersama disepakati melalui Musyawarah antar Desa yang difasilitasi oleh badan kerjasama antar Desa yang terdiri dari : (a) Pemerintah Desa; (b) Anggota Badan Permusyawaratan Desa; (c) Lembaga Kemasyarakatan Desa; (d) Lembaga Desa lainnya; dan (e) Tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. BUM Desa bersama ditetapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian BUM Desa bersama.

BUM Desa Antar-Desa

BUM Desa dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih. Kerjasama antar 2 ( dua) BUM Desa atau lebih dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota. Kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih harus mendapat persetujuan masing-masing Pemerintah Desa. Kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama. Naskah perjanjian kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih paling sedikit memuat :

a. Subyek kerjasama; b. Obyek kerjasama; c. Jangka waktu; d. Hak dan kewajiban; e. Pendanaan;

f. Keadaan memaksa; g. Pengalihan aset; dan h. Penyelisaian perselisihan

Naskah perjanjian kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih ditetapkan oleh Pelaksana Operasional dari asing-masing BUM Desa yang bekerjasama. Kegiatan kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih dipertanggungjawabkan kepada Desa masing-masing sebagai pemilik BUM Desa. Dalam hal kegiatan kerjasama antar unit usaha BUM Desa yang berbadan hukum diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.

Strategi Pengembangan BUM Desa

Secara umum strategi pembangunan BUMDesa dapat dilakukan melalui tiga skema berikut. Pertama, strategi replika. Skema ini memiliki arti bahwa strategi pembangunan yang pernah berhasil (succes story) diimplementasikan BUM Desa akan digunakan sebagai konsep pemberdayaan BUM Desa lainnya. Strategi ini menempatkan partisipasi oleh masyarakat desa sebagai aktor yang paling penting. Dikarenakan kesadaran dan rasa memiliki (sense of belonging) BUM Desa dari masyarakat itu sendirilah yang dapat membantu tumbuh kembangnya BUM Desa tersebut.

Kedua, linkage strategy. Maksudnya, pembangunan dilakukan satu lini dengan pembangunan desa tetangga, sama halnya dengan strategi replikasi, desa bukan bagian keseluruhan dari wilayah pemerintah daerah. Oleh karena itu, penghubung strategi itu bukan hanya lintas pemerintah desa tetapi juga masih dalam lingkup satu pemerintahan daerah. Secara umum, linkage strategy di desa-desa tetangga lebih mudah dilakukan, karena kemauan politik yang lebih mudah untuk diakomodasi. Misalnya, jika pembangunan di desa menempatkan intensifikasi penangkapan ikan tertentu, maka daerah lain di wilayah

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 59 pemerintah daerah yang sama harus disiapkan pasar yang memadai. Dengan begitu, setiap penawaran barang yang muncul akan langsung diterima oleh pasar.

Ketiga, strategi otonomi. Dalam beberapa hal, Pemerintahan desa memiliki sumber daya yang memadai untuk dimaksimalkan. Namun, dalam implementasinya sumber daya yang ada tersebut belum digali secara maksimal, sehingga berbagai potensi yang seharusnya bisa hadir belum menyeruak. Ini bisa terjadi karena selain regulasi yang ada memberikan kewenangan bagi pemerintahan desa untuk memaksimalkan potensi yang ada, juga disebabkan semangat desentralisasi memberikan pondasi bagi pemerintahan desa untuk berlomba menjadi lebih baik dari wilayah lain. Makna lain dari strategi ini adalah pembangunan hanya cocok dilakukan apabila suatu desa memiliki infrastruktur ekonomi, sosial dan politik yang memadai sehingga secara mandiri dapat melakukan proses pembangunan tanpa harus melakukan replikasi maupun keterkaitan dengan desa lain[.]

BUM DESA: “DESA MEMANDANG EKONOMI”

Setelah pelantikan sebagai Menteri Desa, Eko Putro Sanjoyo melakukan kunjungan ke Jawa Tengah dan bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (Sindonews, 1/8/2016). Komunikasi politik kebijakan berdesa ini patut diapresiasi, terutama langsung membahas isu ekonomi desa yang penting, yakni pengelolaan badan usaha milik desa (BUM Desa).

Provinsi Jawa Tengah dan sekitarnya dikenal dengan prakarsa BUM Desa yang sukses. BUM Desa Bleberan di Gunung Kidul berbasis desa wisata berupa Gua Rancang Kencono dan air terjun Sri Gethuk. BUM Desa Ponggok Klaten mengelola revitalisasi umbul yang dijadikan wisata masyarakat setempat dan pengunjung dari daerah lain. “BUM Desa Bersama” Karangsambung Kebumen bergerak di unit usaha konveksi dan potensial melakukan ekspor. Fondasi kebijakan BUM Desa sebelumnya telah dicanangkan pada masa Menteri Desa Marwan Jafar, melalui penerbitan Peraturan Menteri Desa No 4/2015 yang mengatur BUM Desa. Isu kebijakan kali ini dinyatakan Menteri Desa Eko Putro Sanjoyo, meliputi pendirian BUM Desa sesuai potensi Desa, manajemen BUM Desa, dan kerja sama BUM Desa dengan pihak ketiga.

Tragedi

Teori ekonomi yang menekankan investasi untuk pertumbuhan ekonomi selalu mengalami kegagalan ketika dibawa ke desa. Kebenaran statistika pertumbuhan belum tentu diikuti dengan pengukuran yang tepat bagi kesejahteraan (Stiglitz, Sen, Fitoussi: 2009). Mesin pertumbuhan (engine of growth) tidak cukup menolong usaha masyarakat desa. Tambang timah bertaburan di Belitung Timur, tapi saat ini mulai menurun kekuatannya sebagai mesin pertumbuhan. Masyarakat desa masih menjadi “penonton”, termarjinalisasi sehingga sulit mengakses pundi-pundi itu.

Ketika penulis memfasilitasi diskusi dengan perwakilan desa di Pemkab Belitung Timur (2016), muncul gagasan pembentukan BUM Desa Bersama yang dimiliki 2 (dua) desa atau lebih untuk mengelola lahan eks-timah, kawasan perdesaan wisata, dan kerja sama antardesa lainnya. Di Karangasem Bali, BUM Desa Bersama dan BKAD (Badan Kerja sama Antar Desa) sudah memutuskan BUM Desa Bersama sebagai mesin pertumbuhan melalui pengelolaan aset dan perguliran dana warisan PNPM-MPd.

Kedudukan BUM Desa dan BUM Desa Bersama tak dapat dilepaskan dengan rencana investasi desa. Terminologi rencana investasi Desa dalam UU Desa bukanlah dibingkai dalam perspektif “ekonomi melihat desa”, tetapi “desa melihat ekonomi”. Adagium “ekonomi melihat desa” adalah “ambil sepuluh bisa, kenapa hanya ambil satu”. Investasi desa model ini hanya memberi ruang pada ekstraksi, akumulasi, dan eksploitasi. Eksploitasi akan mengakibatkan tragedy of commons (Garret Hardin: 2001) terhadap sumber daya desa yang bersta- tus kepemilikan bersama, seperti laut, pesisir, irigasi tersier, bahan tambang, dan seterusnya. Adagium “desa melihat ekonomi” adalah desa mempunyai rasa kebercukupan (nrimo ing pandhum), keseimbangan, dan tradisi lokalitas.

Bagi ekonom yang ber-grand theory, perspektif ini dicap sebagai ekonomi subsisten. BUM Desa Wadas Karawang bergerak di pemenuhan sembako dan elpiji. BUM DESA Bojong Purwakarta mengelola unit usaha pasar Desa. BUM Desa Lempeni Lumajang mengolah limbah sampah, didukung program Jalin Matra Pemprov Jawa Timur. Posisi Kementerian

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 61 Desa dan institusi pemerintah lainnya sudah saatnya kritis atas labelisasi ekonomi subsisten desa, dan beralih ke tradisi lokalitas sebagai mesin pertumbuhannya.

Mesin Pertumbuhan

Kebijakan pendirian, pengelolaan, dan kerja sama BUM Desa dengan pihak lainnya menghadapi pertanyaan institusional, siapa yang menguasai dan mengelola proses ekonomi desa? Pendirian BUM Desa sesuai potensi desa terganggu dengan isu legalitas badan hukum dan miskin pendekatan prakarsa. UU Desa sudah tegas mencantumkan legalitas BUM Desa melalui Peraturan Desa (Perdes), tetapi masih dianggap lemah karena tidak dilegalisasi dengan Perda dan akta notaris (interpretasi atas UU No 32/- 2004 Pemda jo PP No 72/2005 Desa). Pasca terbitnya UU Desa, asas hukum lex posterior derogat legi priori berlaku sehingga rezim regulasi sebelumnya dikesampingkan.

Desa adalah pihak yang ber- kuasa dan berhak mengelola proses ekonomi desa, sepanjang ditujukan untuk common pool resources. Di Kabupaten Bandung, BUM Desa Sukamenak merintis kerja sama dengan BUM Desa Cangkuang untuk pengelolaan air bersih sebagai common pool resources. BUM Desa Bersama Karang Intan, Banjar Baru, Kalsel, bergerak dalam unit sim- pan pinjam, air bersih, pembayaran listrik, pembelian gabah, pakan ternak,wisata desa, karamba ikan, pengasapan karet, dan penggemukan sapi.

Keberhasilan BUM Desa wisata inspiratif bagi pemerintah untuk menciptakan regulasi dan kebijakan yang sederhana, “di desa kami ada gua dan umbul yang menarik, lalu dibuatlah BUM Desa”. BUM Desa dan BUM Desa Bersama menjadi “mesin pertumbuhan”, badan usaha yang bercirikan kesadaran lokalitas desa, sekaligus mencegah tragedi.

Siasat kebijakan Kementerian Desa ke depan sudah saatnya hadir untuk common pool resources dan shareholding secara inkremental. Pertama, pengakuan atas kreasi BUM Desa dan BUM Desa Bersama yang telah eksis. Kedua, kapitalisasi atas aset desa yang dimiliki bersama. Ketiga, kolaborasi BUM Desa atau BUM Desa Bersama dengan perusahaan swasta dalam sistem shareholding yang diamanatkan Nawa Cita dan RPJMN 2015 - 2019. (Anom Surya Putra, Koran SINDO, 5 Agustus 2016. Dikutip dengan sedikit adaptasi).

Pokok Bahasan

3

Dokumen terkait