• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan lahan di Nusa Penida dapat dikelompokkan menjadi kawasan budidaya pertanian dan kawasan non budidaya pertanian yang meliputi kawasan hutan, pemukiman dan kawasan perlindungan. Kawasan budidaya pertanian terdiri atas budidaya pertanian tanaman pangan lahan kering dan tanaman perkebuan. Pertanian tanaman pangan lahan kering terdapat di daerah perbukitan yang telah diteras dengan jenis tanaman jagung, ketela pohon, dan kacang-kacangan. Budidaya tanaman perkebunan berupa kebun campuran dilakukan di daerah pesisir utara pulau Nusa Penida dengan jenis tanaman utama kelapa yang diasosiasikan dengan pisang, mangga, jeruk, dan tanaman lainnya. Selain tanaman kelapa, tanaman jambu mente juga dijadikan tanaman utama di daerah perbukitan yang diasosiasikan dengan tanaman pangan.

Kawasan hutan terdapat di puncak-puncak bukit yang tersebar secara sporadis di pulau Nusa Penida, sedangkan hutan bakau terdapat di bagian timur dan selatan pulau Nusa Lembongan dan sebagian kecil di sisi utara pulau Nusa Ceningan.

Kawasan perlindungan meliputi sempadan pantai yang terdapat di bagian utara pulau Nusa Penida dan bagian barat pulau Nusa Lembongan. Kawasan taman wisata alam laut terdapat di perairan Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan bagian barat Nusa Penida.

Nusa Penida dikenal sebagai daerah marginal karena sebagian lahannya berbatu kapur dan ketersediaan sumber air yang terbatas. Beranjak dari gambaran wilayah tersebut, maka identifikasi potensi pengembangan bahan bakar nabati difokuskan kepada kesesuaian lahan dan iklim untuk pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas, L.). Hasil penelitian yang detail mengenai kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman jarak pagar masih sangat terbatas, namun dari penyebarannya di berbagai negara bahwa tanaman ini bersifat toleran terhadap kondisi lahan. Menurut Heller( 1996) dan Arivin et al. (2006), tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik. Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun.

4.3.1. Karakteristik Lahan

Hasil identifikasi contoh tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida menunjukkan adanya variasi kandungan berbagai jenis unsur hara pada tiga lokasi pengambilan contoh. Yang menonjol dari hasil analisis kandungan hara tersebut adalah kandungan kalsium yang sangat tinggi. Hasil analisis kandungan hara disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Contoh Tanah di Nusa Penida

Nilai Per Lokasi Contoh Karakteristik

Kimia Tanah Tanglad Kriteria Batumadeg Kriteria Mundi Kriteria % C 1,93 Rendah 2,45 Sedang 5,53 Sangat

Tinggi % N 0,19 Rendah 0,28 Sedang 0,56 Tinggi P tersedia (ppm) 1,45 0,69 1,07 CEC me/100g tanah 28,55 Tinggi 45,57 Sangat Tinggi 37,92 Tinggi EC

K 0,83 Tinggi 0,38 Sedang 0,20 Rendah Na 0,37 Rendah 0,46 Sedang 0,40 Sedang Mg 1,88 Sedang 1,45 Sedang 1,54 Sedang Ca 28,53 Sangat Tinggi 53,28 Sangat Tinggi 46,64 Sangat Tinggi % Kejenuhan basa 111,50 Sangat Tinggi 121,94 Sangat Tinggi 128,64 Sangat Tinggi

pH-H2O 6,50 Sedang 7,10 Sedang 6,90 Sedang pH-KCl 5,26 Sedamg 6,37 Tinggi 6,32 Tinggi Fe (%) 2,43 2,44 2,07

Mn (ppm) 1351 1193 1054 Cu (ppm) 51 36 25 Zn (ppm) 77 67 63

Berdasarkan hasil identifikasi lahan dapat digambarkan sebagai berikut :

pH Tanah. Hasil analisis pH terhadap contoh tanah yang diambil dari Desa Tanglad, Batumadeg, dan Puncak Mundi, yang merupakan daerah pengembangan tanaman jarak pagar menunjukkan kisaran pH (H2O) 6,50-7,10 dan pH (KCl) 5,26-6,37. Kisaran pH tanah di lahan pengembangan jarak pagar di Nusa Penida termasuk ke dalam kisaran yang sesuai untuk pengembangan tanaman jarak pagar. Heller (1996), menyatakan bahwa bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin, terbaik pada pH tanah 5.5-6.5. Berdasarkan kriteria karakteristik kimia tanah (Tabel 4.8), nilai pH tersebut termasuk ke dalam kriteria sedang, mengindikasikan bahwa tanah di lokasi pengembangan bereaksi netral. Menurut Hanafiah (2007), kriteria nilai pH tanah dapat dijadikan indikator

kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. pH optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada pH tersebut semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan. Pada pH <6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn dan Fe, sedangkan pada pH>7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, dan Mg serta toksisitas B dan Mo.

Tabel 4.8 Kisaran nilai karakteristik kimia tanah

Kisaran Nilai Karakteristik

Kimia Tanah Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi % C <1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 >5,00 % N <0.10 0.10-0.20 0.21-0,50 0,51-0.75 >0,75 P2O5 HCl 25% mg/100g <10 10-20 21-40 41-60 >60 Bray 1 mg/kg <10 10-15 16-25 26-35 >35 Olsen mg’kg <10 10-25 26-45 46-60 >60 K2O HCl 25% mg/100g <10 10-20 21-40 41-60 >60

CEC me/100g tanah <5 5-16 17-24 25-40 >40

EC K <0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0 Na <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0 Mg <0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 >8,0 Ca <2 2,5 6-10 11-20 >20 % Kejenuhan basa <20 20-35 36-50 51-70 >70 % Kejenuhan Al <10 10-20 21-30 31-60 >60 EC <1 1-2 2-3 3-4 >4 pH-H2O <4,0 4,0-5,5 5,5-7,5 7,5-8,0 >8,0 pH-KCl <2,5 2,5-4,0 4,0-6,0 6,0-6,5 >6,5 Sumber : Sulistyono, 2001

Nisbah C/N. Hasil analisis tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida menunjukkan nisbah C/N 9,88-10,16. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah tersebut terjadi proses mineralisasi N. Menurut Hanafiah (2007), nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi-immobilisasi N oleh mikrobia dekomposer bahan organik. Nisbah C/N bahan organik tanah berkisar antara 8:1 – 15:1 (umumnya antara 10:1 – 12:1), terkait dengan curah hujan dan suhu, mikrobia yang terlibat, dan nisbah C/N vegetasi diatasnya. Nisbah C/N di daerah kering lebih rendah dari pada daerah basah, demikian pula di wilayah panas lebih rendah dari

pada daerah dingin. Apabila nisbah C/N <20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila C/N>30 berarti terjadi immobilisasi N, sedangkan jika 20>C/N>30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi N.

Tekstur Tanah. Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand)(berdiameter 2,00-0,20 mm), debu (silt) (berdiameter 0,20-0,002 mm), dan liat (clay) (< 0,002 mm). Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas seperti pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Proporsi (%) fraksi tanah

Kelas Tekstur Tanah Pasir Debu Liat

Pasir >85 <15 <10

Pasir berlempung 70-90 <30 <15

Lempung berpasir 40-87,5 <50 <20

Lempung 22,5-52,5 30-50 10-30

Lempung liat berpasir 45-80 <30 20-37,5

Lempung liat berdebu <20 40-70 27,5-40

Lempung berliat 20-45 15-52,5 27,5-40 Lempung berdebu <47,5 50-87,5 <27,5 Debu <20 >80 <12,5 Liat berpasir 45-62,5 <20 37,5-57,5 Liat berdebu <20 40-60 40-60 Liat <45 <40 >40 Sumber : Hanafiah, 2007

Hasil identifikasi contoh tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida menunjukkan proporsi pasir (19,86-36,07), debu (20,10-46,64), dan liat (17,29-55,04). Data proporsi untuk 3 daerah pengambilan contoh tanah disajikan pada Tabel 4.10. Berdasarkan pengelompokan kelas tekstur tanah pada Tabel 4.9 maka tekstur tanah di ketiga lokasi pengambilan contoh tanah yang merupakan daerah pengembangan tanaman jarak pagar masing-masing tergolong kelas tekstur Liat untuk lokasi Tanglad, Lempung Liat Berdebu untuk lokasi Batumadeg dan Lempung untuk lokasi Mundi. Kelas tekstur tanah tersebut tidak akan memberikan hasil optimal bagi pengembangan tanaman jarak pagar. Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji lebih tinggi daripada tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa jarak pagar dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal, berkerikil, berpasir, dan berliat, tetapi di tanah yang tererosi berat pertumbuhannya kerdil.

Tabel 4.10 Proporsi fraksi tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida

Proporsi (%) fraksi tanah Lokasi

Pasir Debu Liat

Kelas tekstur

Tanglad 24,86 20,10 55,04 Liat

Batumadeg 19,86 44,53 35,61 Lempung liat berdebu

Mundi 36,07 46,64 17,29 Lempung

Sumber : Data primer (dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor, April 2008)

4.3.2. Karakteristik Iklim

Berdasarkan klasifikasi Koppen, wilayah Nusa Penida termasuk tipe iklim tropis yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban relatif cukup tinggi dan hujan bermusim. Berdasarkan bulan basah dan bulan kering (klasifikasi Schmidth dan Ferguson), wilayah Nusa Penida terkasuk tipe iklim F (kering).

Hasil tabulasi data curah hujan di lokasi Sampalan (Nusa Penida bagian timur) dan Prapat (Nusa Penida bagian barat), menunjukkan rata-rata curah hujan tahunan periode 1991-2003 masing-masing 1.080 mm/th dan 1.215 mm/th, sehingga rata-rata untuk Nusa Penida adalah 1.152,5 mm/th. Dilihat dari distribusi curah hujan pada setiap bulannya, bulan basah hanya terjadi selama dua bulan yaitu bulan Januari dan Pebruari, sedangkan bulan kering berlangsung selama tujuh bulan, April-Oktober. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 264,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 2 mm. Data curah hujan disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Curah hujan bulanan di Nusa Penida, tahun 1991-2003 Bulan

Lokasi Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah

Curah hujan

Sampalan 268 205 128 78 29 29 11 2 11 38 126 156 1080

Prapat 261 250 142 99 56 28 7 2 13 30 144 186 1215

Rata-rata 264,5 227,5 135 88,5 42,5 28,5 9 2 12 34 135 171 1152,5 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar,2006

4.3.3. Kesesuaian Lahan dan Iklim untuk Pengembangan Tanaman Jarak Pagar

Analisis kesesuaian lahan dan iklim untuk pengembangan tanaman jarak pagar mengacu kepada kriteria dan klas kesesuaian iklim sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar Klas kesesuaian Simbol kesesuaian Altitude (m dpl) Curah Hujan Tahunan (mm) (CH) Bulan Kering, ≤ 100 mm (BK) Bulan Basah, ≥ 200 mm (BB)

Unsur Iklim Pembatas

S-1 Sangat sesuai

< 400 1.000 – 2.000 4 ≤BK ≤5 ≤ 4; ≤ 5

2.000 – 3.000 5 ≤BK ≤6 ≤ 6

S-2 Sesuai <400 1000 <CH < 2.000 6 ≤BK ≤8 ≤ 4 Ketersediaan air 2.000 <CH< 3.000 5 - 6 Radiasi agak kurang

S-3 Kurang sesuai

<700 < 1000 BK>8 ≤ 2; 0; ≤ 2 Ketersediaan air

2.000 < CH < 3.000 3 ≤ BK ≤ 4 6 - 8 Radiasi kurang 3.000 < CH < 4.000 = 3 7 - 9 Radiasi sangat kurang

N Tidak sesuai > 700 3.000 ≤ CH ≤ 4.000 ≤ 2 7 - 11 Radiasi sangat kurang

> 4000 ≤ 2 7 - 12 Radiasi sangat kurang

Sumber : Allorerung et al, 2007

Berdasarkan hasil tabulasi data lahan dan curah hujan, dapat dikemukakan karakteristik iklim Nusa Penida yang dijadikan indikator penilaian kesesuaian lahan dan iklim untuk pengembangan tanaman jarak pagar seperti disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Karakteristik iklim Nusa Penida

Altitude (m dpl) Curah HujanTahunan (mm) Bulan Kering, ≤ 100 mm Bulan Basah, > 200 mm <400 1.152,5 7 2

Mengacu kepada kriteria klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar (Allorerung, et al., 2007) dan karakteristik iklim Nusa Penida, maka wilayah Nusa Penida termasuk ke dalam kriteria sesuai (S-2) dengan unsur iklim pembatas ketersediaan air. Keterbatasan ketersediaan air terjadi terutama pada bulan-bulan Agustus, September, dan Oktober yang merupakan puncak musim kemarau. Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat menghambat pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap proses pembuahan. Meskipun sesungguhnya tanaman jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, namun hal tersebut tidak terjadi di Nusa Penida. Menurut informasi masyarakat, jarak pagar yang tumbuh secara alami dan ditanam sebagai pagar di Nusa Penida, pada bulan-bulan tersebut biasanya mengalami

gugur daun, dan pada awal musim hujan yang biasanya jatuh pada bulan Oktober atau Nopember kembali bertunas, lalu berbunga dan berbuah.

Dengan demikian, maka dapat diprediksi bahwa masa produktif (musim berbuah) untuk tanaman jarak pagar di daerah tersebut hanya berlangsung selama 5 bulan pertahun, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juli. Kondisi demikian tentu akan mengurangi produktivitas tanaman bila dibandingkan dengan penanaman yang dilakukan di daerah dengan musim kemarau tidak terlalu panjang.

Disamping kesesuaian berdasarkan karakteristik lahan dan iklim pada Tabel 5.12, karakteristik lahan yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingginya kapasitas pertukaran kalsium pada lokasi pengembangan tanaman jarak pagar, mencapai 28,53-53,28 yang mencerminkan tingginya kandungan kapur (Tabel 4.8). Tekstur tanah di lokasi pengembangan yang tergolong tanah lempung, liat, dan lempung liat berdebu (Tabel 4.10) juga tidak akan memberikan hasil yang optimal bagi pengembangan tanaman jarak pagar yang menghendaki lahan berpasir (Allorerung, et al., 2007).

Program pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Klungkung, PT.PLN Daerah Bali, dan Universitas Udayana mentargetkan wilayah pengembangan seluas 1000 ha (BPP Nusa Penida, komunikasi pribadi), sampai dengan bulan Maret 2008 tertanam 125.250 bbit (51,5 ha pertanaman). Kondisi pertanaman jarak disajikan pada Gambar 4.2.

Jika target areal pengembangan tercapai, pada tingkat produksi optimal 5 ton/ha/th, potensi produksi biji jarak pagar mencapai 5.000 ton dan dengan rendemen minyak 30%, maka potensi produksi minyak jarak pagar mencapai 1.500.000 l/th. Namun demikian mengingat terbatasnya sumber pengairan dan panjangnya musim kemarau di Nusa Penida, dengan asumsi produktivitas 2 ton/ha/th, maka produksi biji jarak pagar mencapai 2.000 ton, ekuivalen dengan 600.000 l minyak/th.

Neraca energi listrik menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan listrik yang dicerminkan oleh keseimbangan antara permintaan dan penyediaan daya listrik di wilayah Kecamatan Nusa Penida. Wilayah kajian meliputi 3 pulau kecil, yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan, dan Nusa Lembongan, terdiri atas 16 desa. Secara formal, pengelolaan listrik di wilayah tersebut dilakukan oleh PT. PLN Unit Jaringan Nusa Penida yang merupakan salah satu unit dibawah kordinasi PLN Jaringan Bali Timur yang berkantor di Klungkung Bali. Permintaan listrik didekati dengan perkembangan beban puncak jaringan Nusa Penida, sedangkan penyediaan listrik didekati dari daya mampu PLTD ditambah dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga alam (angin dan matahari).

Dokumen terkait