• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODA

3.1 Deskripsi Area 3.1.1 Letak dan Luas a. Kawasan Marike

Secara geografis Kawasan Marike terletak di 03°50’39.6” LU 097°46’23.5” BT.

Marike merupakan Desa dari Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat. Menurut BPS Kabupaten Langkat (2010), Marike luasnya 17,72 km².

b. Kawasan Sikundur Kecil

Secara geografis Sikundur Kecil terletak di 03°56’20.9” LU 098°03’44.9” BT.

Kondisi lokasi Aras Napal/Sikundur merupakan dusun dari desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat adalah dusun yang berbatasan langsung dengan TNGL.

3.1.2 Potensi Kawasan 1. Flora

a. Kawasan Marike

Merupakan areal perkebunan dan hutan primer dataran tinggi. Menurut BPS Kabupaten Langkat (2010), perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) luasnya ±12 Ha dan Karet (Havea brasiliensis) ± 1.802 Ha. Marike juga merupakan hutan dataran tinggi dengan kondisi sangat baik. Bertopografi perbukitan dengan tingkat kemiringan berkisar 40%-80%, dibeberapa bagian wilayahnya terdapat lereng-lereng yang terjal.

Sebagai hutan primer dengan kondisi baik, lokasi ini memiliki tutupan vegetasi/canopy 70%-90%. Ketinggian lokasi penelitian berkisar 550 mdpl–1260 mdpl. Jalur transek yang dibentuk mengacu pada elevasi rendah ke elevasi tinggi.

b. Kawasan Sikundur Kecil

Hasil utama disektor pertanian adalah Tananan Coklat (Theobroma cacao) dan Kelapa Sawit (Elais guineensis), di samping itu juga terdapat tanamam keras lainnya seperti Pinang (Arenga pinata), Durian (Durio zibethinus), Kelapa (Cocos nucifera), dll.

Untuk tanamam palawija pada umumnya adalah Padi (Oriza sativa), Sawah dan Jagung (Zea mays). Suatu hal yang menarik di lokasi ini adalah banyak ditemuinya sejenis pohon palem yang oleh masyarakat setempat disebut pohon Sang (Johanesmania altiform). Pohon Sang merupakan jenis endemik yang hanya ditemui di lokasi ini. Secara umum kondisi hutan di jalur transek adalah sekunder tua dengan perkiraan tutupan hutan 50% - 70%. Sebagai hutan bekas tebangan, vegetasi di lokasi ini di dominasi oleh tumbuhan makaranga (Makaranga sp.). Pada area yang terbuka atau bekas jalan logging banyak ditumbuhi oleh tumbuhan pakis. Di bagian bawah hutan banyak ditumbuhi oleh pohon Sang (Johanesmania altiform), Rotan (Calamys spp.), dan tanaman merambat lainnya dan anakan pohon.

2. Fauna

Kawasan hutan di sekitar Stasiun pengamatan Orangutan Marike dan Sikundur Kecil juga merupakan habitat beberapa jenis hewan seperti: Siamang (Hylobates sindactylus), Kedih (Presbytis thomasii), Owa (Hylobates lar), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Jelarang (Ratufa bicolor), Beruang madu (Helarctos

malayanus), Burung rangkong (Buceros bicolor) dan beberapa jenis Reptil, Amfibi.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan yang dimulai bulan Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011, di Marike dan Sikundur Kecil Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

3.3 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: Peta areal penelitian, Alat tulis, Tabulasi data, tali, Kamera digital, Meteran, Parang, Sarung tangan, Plastik packing ukuran 10 kg, Teropong binokuler, Global Positioning System (GPS), Kompas, tali plastik berwarna, Headlamp, Range finder.

3.4 Metoda Penelitian

Dalam penelitian ini, metoda yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai estimasi kepadatan orangutan adalah metode line transect yang didasarkan atas sensus sarang secara random sampling. Semua sarang yg dijumpai dicatat (lokasi, nama pohon, jarak sarang ke jalur/ transek, kelas sarang, ketinggian, posisi sarang) diberi tanda dengan pita dan posisi sarang diambil GPS-nya. Disetiap lokasi setidaknya 6 kali kunjungan/monitor (1 kali kunjungan/bulannya). Setiap kunjungan setiap sarang yang sudah ditandai didata kembali kondisi terakhirnya (apakah masih ada, sudah pindah kelas, sudah rusak, atau sudah hilang sama sekali) (UNESCO-PanEco/YEL, 2009).

3.5 Prosedur Kerja

Mula-mula dilakukan pembuatan jalur (trail) sepanjang 1 km sampai 2 km dengan panjang jalur total 4 km di setiap kawasan, dilihat sarang di sekitar jalur transek.

Lebar trail diterapkan atas dasar keyakinan bahwa jarak pandang mata masih dapat menjangkau sasaran (target) dengan baik untuk mendeteksi keberadaan sebuah sarang orangutan. Pengukuran terhadap lebar jalur (jarak sarang dari trail) tidak diperlukan apabila sarang diyakini masih kelihatan dari jalur transek dan dapat di ukur dan di catat sebagai data yang diperlukan.

Sensus sarang dilakukan di setiap transek dengan enam kali ulangan transek dengan jarak antara transek yang satu dan yang lain adalah 200 m. Cara kerja dari

sensus sarang dilakukan dengan jalan menyusuri trail secara perlahan-lahan, untuk mengamati kemungkinan adanya sebuah sarang orangutan baik disisi kanan maupun kiri trail yang dijadikan trail. Apabila sarang orangutan ditemukan, catat jarak antara lokasi sarang dengan pengamat, dalam hal ini penghitungan sarang berdasarkan kelas sarang A, B, C dan D agar tidak terjadi bias dalam penghitungan. Untuk mencegah penghitungan sarang berulang, maka ditentukan letak sarang dengan kategori sebagai berikut :

a. Meter di rintis (jarak tertentu yang memungkinkan sarang dapat diamati) b. Derajat arah sarang

c. Jarak sarang dari rintis (jarak sarang dari titik pengamat) d. Kelas sarang dengan kategori sebagai berikut:

- kelas A = segar, sarang baru, semua daun masih hijau

- kelas B = daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang, belum ada lubang yang terlihat dari bawah

- kelas C = sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah

- kelas D = semua daun sudah hilang, sebagian besar hanya tinggal ranting e. ketinggian sarang

f. posisi sarang dengan kategori sebagai berikut:

- Posisi I : posisi sarang yang terletak dekat batang utama

- Posisi II : sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa menggunakan pohon atau percabangan dari pohon lainnya.

- Posisi III : posisi sarang terdapat di puncak pohon

- Posisi IV : posisi sarang yang terletak diantara dua pohon yang berbeda

Menurut IUCN (2007) sarang-sarang tersebut dibagi menjadi 5 kelas berdasarkan kondisi dan umur sarang tersebut dibuat, berikut klasifikasinya :

a. Sarang Kelas Satu merupakan sarang paling baru dengan daunnya masih hijau semua dan umurnya baru seminggu

b. Sarang Kelas Dua, daunnya sebagian hijau dan sebagian sudah kecoklatan c. Sarang Kelas Tiga semua daunnya sudah coklat

d. Sarang Kelas Empat alas sarangnya sudah berlubang dan bentuknya kurang utuh

e. Sarang Kelas Lima biasanya sudah tinggal kerangka, namun masih kelihatan bentuk sarangnya.

Pohon yang ditemukan sarang orangutan, dicatat jenisnya jika memungkinkan. Pohon yang tidak dapat diidentifikasi langsung, diambil bagian daun serta alat generatifnya seperti bunga dan buah untuk diidentifikasi di laboratorium.

3.6 Analisis Data

Untuk menghitung kepadatan orangutan di Kawasan Marike dan Sikundur Kecil, digunakan rumus yang diberikan oleh Van Schaik et al., (1994), yang khusus dimodifikasi untuk menghitung kepadatan orangutan dalam suatu areal berdasarkan perhitungan sarang. Rumus tersebut adalah :

D = N /(2µLp x r x t )

keterangan:

D = kepadatan populasi orang utan (individu/km²) L = panjang jalur/transect (km)

µ = rata-rata jarak antara sarang dengan transect (m) P = proporsi jumlah sarang yang dibangun dalam populasi r = tingkat produksi sarang

t = ketahanan sarang

N = jumlah sarang yang tercatat /ditemukan di sepanjang jalur transect

Nilai yang digunakan pada penelitian ini, bagi semua perhitungan dengan menggunakan rumus diatas adalah :

- panjang transek (L) = 4 km

- proporsi jumlah sarang yang dibangun dalam populasi (p) = 0,9 - tingkat produksi sarang (r) = 1,7

- nilai ketahanan sarang (t) = 180 hari

- rata-rata jarak antara sarang dengan transek (µ = 0.1576) (Stephanie et al., 2010).

BAB 4

Dokumen terkait