• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan di Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan dan Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor, selama 7 bulan mulai bulan Desember 2006 sampai dengan Juni 2007.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama isolasi larva cacing (stadium infektif) dari sampel ikan untuk mengumpulkan/koleksi larva cacing Anisakidae pada ikan kembung (Rastrelliger spp.) yang diperoleh dari pelabuhan rakyat Muara Angke Jakarta, serta tahap kedua uji ketahanan hidup larva dalam filet ikan kembung yang diawetkan dengan pembekuan dan penggaraman (Tabel 2).

Pada tahap pertama dilakukan pemeriksaan keberadaan larva Anisakidae terhadap 104 ekor sampel ikan kembung yang didapatkan dari nelayan di pelabuhan rakyat Muara Angke Jakarta. Pemeriksaan larva cacing dilakukan dengan membedah ikan dan memeriksa organ pencernaan dan rongga abdomennya. Larva yang ditemukan pada setiap sampel diisolasi dan dicatat lokasi/habitatnya. Selanjutnya larva disimpan dalam NaCl 0.9% sebelum digunakan untuk penelitian tahap kedua.

Dalam uji ketahanan hidup larva dibuat sebanyak 36 filet ikan kembung yang bebas larva cacing. Di dalam masing-masing filet dimasukkan 3 – 5 ekor larva Anisakidae hidup dan aktif yang dikoleksi dari percobaaan tahap pertama. Larva tersebut ditempatkan sepanjang bagian filet atau diantara filet secara horisontal.

Selanjutnya filet-filet tersebut secara acak dibagi menjadi 3 perlakuan yaitu penyimpanan dalam suhu pembekuan -2 oC dan -20 oC selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 168 jam serta penggaraman 25% selama 6 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam. Pada setiap akhir periode perlakuan dilakukan pengamatan terhadap kondisi larva yang diklasifikasikan sebagai larva hidup dan larva mati.

Pada saat yang sama dilakukan pengamatan terhadap pH filet ikan menurut metode Lukman et al. (2007) yaitu sebelum pengukuran, pH meter dikaliberasi dengan menggunakan larutan standar ber pH 4.0 dan pH 7.0. Sebanyak 5 gram contoh daging ikan ditambahkan 50 ml aqudest steril kemudian diblender dalam stomacher selama 1 menit (60 detik). Kemudian gelas elektrode dimasukkan di dalam ekstrak tersebut, setelah elektrode pH meter dimasukan ke dalam contoh, dibiarkan beberapa waktu sampai nilai pH terbaca konstan. Pengukuran pH dilakukan tiga kali pada tempat daging ikan yang berbeda.

Nilai pH diperoleh dari rata-rata ketiga hasil pengukuran. Setiap selesai pencelupan atau pengukuran pada daging ikan, gelas elektrode dibilas secara seksama dengan akuades, kemudian dikeringkan dengan kertas tisue. Kemudian larva yang telah diamati difiksasi dalam alkohol 70% untuk diidentifikasi lanjutan terhadap spesies larva.

Tabel 2 Penyimpanan larva Anisakidae pada suhu pembekuan dan penggaraman berdasarkan lama penyimpanan

Cara Penyimpanan Larva Anisakidae

Suhu Pembekuan Penggaraman

Lama Penyimpan an Fillet Ikan -2 oC -20 oC Lama Penyimpan an Fillet Ikan Penggaraman 25%

1 5 ekor 5 ekor 1 5 ekor

2 5 ekor 5 ekor 2 5 ekor

24 Jam

3 5 ekor 5 ekor

6 Jam

3 5 ekor

Jumlah 15 ekor 15 ekor Jumlah 15 ekor

1 5 ekor 5 ekor 1 5 ekor

2 5 ekor 5 ekor 2 5 ekor

48 Jam

3 5 ekor 5 ekor

12 Jam

3 5 ekor

Jumlah 15 ekor 15 ekor Jumlah 15 ekor

1 5 ekor 4 ekor 1 5 ekor

2 5 ekor 4 ekor 2 5 ekor

72 Jam

3 5 ekor 4 ekor

24 Jam

3 3 ekor

Jumlah 15 ekor 12 ekor Jumlah 13 ekor

1 5 ekor 5 ekor 1 5 ekor

2 5 ekor 4 ekor 2 5 ekor

168 Jam

3 5 ekor 3 ekor

48 Jam

3 4 ekor

Jumlah 15 ekor 12 ekor Jumlah 14 ekor

17

17 Koleksi dan Identifikasi Larva

Ikan yang akan diperiksa ditimbang beratnya dan diukur panjang serta tebalnya lalu dibedah dengan membuat sayatan pada bagian ventral ikan. Sayatan dimulai dari kloaka ke arah anterior sampai operkulum untuk memaparkan organ pencernaan dan insang. Selanjutnya tubuh ikan disayat dari depan sampai ekor. Sayatan dibuat sedemikian rupa sampai pisau menyentuh tulang-tulangnya agar sisi daging yang telah tersayat itu nantinya dapat dibuka sehingga bentuk ikan menjadi satu lembar. Dengan menggunakan kaca pembesar dilakukan pengamatan untuk menemukan adanya larva di rongga abdomen dan organ pencernaan. Dengan menggunakan metode Adams et al. (1999), organ pencernaan dan peritoneum serta otot ikan di sekitar abdomen dikeluarkan dari dalam tubuh dengan cara memisahkan antara usus, lambung, hati dan insang sebelum dimasukkan dalam cawan petri berisi NaCl 0.9%. Organ pencernaan dibuka dan dilakukan pengerokan mukosa dan otot sebelum diperiksa dengan mikroskop dissecting untuk menemukan larva Anisakidae.

Larva Anisakidae yang ditemukan dicuci dan disimpan cawan petri berisi NaCl 0.9%. Kondisi larva diperiksa dibawah mikroskop dan hanya larva yang masih hidup, aktif serta kondisi morfologinya sempurna yang akan digunakan untuk percobaan tahap kedua. Mengetahui apakah larva masih hidup larva cacing Anisakidae diberikan rangsangan dengan sentuhan pinset. Larva hidup memberikan reaksi terhadap rangsangan pinset atau forsep sedangkan larva mati tidak memberikan reaksi atau kaku.

Identifikasi spesies larva yang telah digunakan dalam uji ketahanan hidup selanjutnya diawetkan dalam etanol 70%. Larva yang telah diawetkan diwarnai dengan minyak cengkeh. Pewarnaan KOH-minyak cengkeh dilakukan dengan prosedur yaitu spesimen direndam dalam larutan KOH 1% (bubuk KOH dilarutkan dalam akuades) selama 1-3 menit sampai kutikula/lapisan luar spesimen terlihat agak melunak dan tembus pandang. Kemudian larva dipindahkan ke dalam minyak cengkeh selama 1–3 menit sampai organ-organ tubuh terlihat berwarna lebih jelas. Selanjutnya dilakukan dehidrasi spesimen dengan alkohol bertahap (70%, 85%, 95%) sediaan dilekatkan (mounting)dengan entellan pada kaca obyek.

Identifikasi spesies larva Anisakidae menurut deskripsi Health Canada’s (1995) berdasarkan pada ciri warna, ukuran dan morfologi pencernaan yaitu larva tiga (L3) Anisakis simplex berwarna putih kecil dengan panjang 9-36 mm, struktur pencernaan terdiri dari usofagus, ventrikulus, dan usus halus. Larva stadium tiga (L3) Pseudoterranova berwarna coklat dengan panjang 9-58 mm dan pada bagian anteriornya mempunyai intestinal caecum. Sedangkan larva stadium tiga (L3) Contracaecum berwarna hijau kecoklat-coklatan dengan panjang 7-30 mm pada bagian anterior ada intestinal caecum dan pada bagian posterior nampak ventrikulus appendix.

Pembekuan

Filet ikan yang akan dibekukan dikemas dalam kantung plastik kecil sebelum disimpan. Pada penyimpanan -2 oC ikan dimasukan ke dalam freezer dari lemari pendingin rumah tangga. Pengawetan ikan dengan pembekuan -20 oC menggunakan mesin pembeku freezer biomedical model MDF – 436.

Penggaraman

Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam dapur (NaCl) yang dibeli dari pasar tradisional di pelabuhan rakyat Muara Angke dan paling banyak digunakan oleh masyarakat dalam pengawetan ikan. Proses penggaraman ikan menggunakan sistem penggaraman kering 25% dengan menggunakan keranjang yang tembus air, agar nantinya air yang berasal dari penggaraman dapat terkuras sampai tuntas dengan langkah-langkah Irawan (1995) yaitu menyiapkan filet ikan yang hendak digarami. Kemudian ikan diletakan satu persatu di atas landasan kayu, satu persatu pula garam digosokan ke seluruh tubuh ikan jadi seluruh tubuh ikan baik bagian luar dilumuri dengan garam. Selanjutnya memberi lapisan garam pada dasar keranjang kemudian meletakan ikan-ikan yang telah dilumuri garam di atas lapisan garam yang ada di dasar keranjang kemudian di atasnya kembali diberi lapisan garam dan perlakuan dengan penggaraman 25% dan dijemur dibawah sinar matahari serta diamati ketahanan hidup larvanya selama 6 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam.

19

19 Analisis Statistika

Analisis untuk identifikasi larva dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menyajikannya dalam bentuk tabel dan grafik sedangkan untuk analisis ketahanan hidup larva menggunakan regresi linear sederhana. Suhu, penggaraman dan lama penyimpanan sebagai variabel independen dan persentase ketahanan hidup larva sebagai variabel dependen dengan minitab 14 pada tingkat kepercayaan 95% (F < 0.05 ).

Gambar 3 Prosedur identifikasi larva dengan menggunakan pewarnaan minyak cengkeh (A) bahan-bahan yang digunakan (B) sediaan dilekatkan (mounting) dengan entellan pada kaca obyek (C) mikroskop video mikro meter untuk identifikasi

A

B

21

21 Gambar 4 Sampel ikan yang dipersiapkan untuk dicobakan pada perlakuan

penyimpanan suhu pembekuan dan penggaraman (A) sampel ikan yang dibedah dari kloaka ke arah anterior (B) persiapan filet yang akan dimasukan larva hidup (C) filet ikan yang akan dicobakan pada beberapa metode penyimpanan

B

C A

Identifikasi Larva

Dari pemeriksaan terhadap sampel ikan kembung (Rastrelliger spp.) yang didapatkan dari nelayan di Pantai Jakarta ditemukan adanya infeksi larva Anisakidae dengan prevalensi 58.7%. Rataan intensitas infeksi 3 larva per ekor ikan dengan kisaran jumlah larva cacing yang ditemukan pada setiap ekor ikan antara 1 – 7 ekor.

Dari 191 larva Anisakidae yang diteliti telah berhasil diidentifikasi setidaknya tiga spesies yaitu Anisakis simplex (70.8%), Pseudoterranova sp. (16.7%) dan Contracaecum sp. (12.5%) sebagaimana yang terlihat pada Gambar 5. Temuan ini sejalan dengan temuan Sakanari dan McKerrow (1989) dan Miyazaki (1991) yang menyatakan bahwa famili Anisakidae sering disebut juga sebagai kelompok cacing anisakis yang sebenarnya terdiri dari beberapa spesies.

Sejauh ini spesies-spesies yang sudah dilaporkan menginfeksi manusia adalah Anisakis simplex, Pseudoterranova sp. dan Contracaecum sp. Kadang-kadang spesies Contracaecum disebut juga sebagai spesies Hysterothylscium. Identifikasi spesies larva Anisakidae menurut deskripsi Health Canada’s (1995) berdasarkan pada ciri warna, ukuran dan morfologi pencernaan (Gambar 6).

70.8 16.7 12.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 P rev al e n si l a rv a (% )

23

23 Gambar 6 Larva Anisakidae berdasarkan spesiesnya (A) Anisakis simplex, (B)

Pseudoterranova sp.(C) Contracaecum sp (Pembesaran 40x). A

B

Tabel 3 Jumlah larva Anisakidae menurut lokasi parasit pada organ ikan kembung (Rastrelliger spp.)

Lokasi Jumlah Larva

Anisakidae

Prevalensi (%) Hati

Rongga abdomen

Mesenterium dan dinding viseral Usus 57 30 91 13 29.8 15.7 47.6 6.9 Total 191 100

Tingginya angka prevalensi larva anisakis simplex dalam penelitian ini yang mencapai 70.8% dibandingkan dengan spesies-spesies yang lain merupakan suatu indikasi bahwa hal ini perlu mendapatkan perhatian karena dari ketiga spesies dari famili Anisakidae yang paling banyak menginfeksi manusia adalah Anisakis simplex (Miyazaki 1991).

Larva Anisakidae ditemukan dan diisolasi pada organ pencernaan dan rongga abdomen yang meliputi hati, peritoneum, mesenterium dan dinding organ viseral serta dalam usus. Sebaran larva di setiap organ bervariasi yaitu mesenterium dan dinding viseral (47.6%), kemudian hati (29.8%), rongga abdomen (15.7%) dan usus 6.9% (Tabel 3). Pada rongga abdomen larva menempel pada peritoneum. Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya larva cacing Anisakidae dalam otot/filet, namun seringkali larva Anisakidae ini terlihat menempel membentuk seperti kista pada permukaan otot disekitar rongga abdomen atau organ peritoneum.

Hasil penelitian ini yang tidak menemukan adanya larva dalam otot sejalan dengan temuan larva anisakis yang relatif sedikit dalam otot pada ikan Barracouta oleh Wharton et al. (1999) yaitu 0.3% dan ikan horse-mackerel oleh Roepstorff et al. (1993) dan Adroher et al. (1995) yaitu 1.8%. Temuan yang terbanyak pada mesenterium dan peritoneum yaitu 88.3%. Kemudian jika membandingkan keberadaan larva pada otot hypaxial dan epiaxial ditemukan hanya ada satu anisakis sp. dan satu pseudoterranova sp. di dalam otot epiaxial selebihnya terdapat pada otot hypaxial (Hereas et al. 2000 ; Levsen et al. 2004).

Tingginya jumlah larva pada mesenterium dan dinding viseral dibandingkan dalam organ pencernaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Schopf et al. (2002) mungkin disebabkan oleh kondisi sistim pertahanan inang (IL-4 dan IL-10)

25

25 yang menyebabkan larva Anisakidae bermigrasi ke luar saluran cerna dan memilih jaringan lemak di mesenterium usus dan dinding viseral untuk bertahan hidup dan tumbuh.

Lokasi mesenterium berdekatan dengan daging (otot) di sekeliling abdomen sehingga larva ditemukan pada otot di sekitar abdomen sesuai juga dengan hasil penelitian Hurst (1984) Sakanari dan McKerrow (1989) melaporkan bahwa dalam tubuh ikan larva cacing Anisakidae ini terlihat melingkar dalam suatu kista yang mengandung jaringan ikan dan menempel pada permukaan organ-organ perut.

Meskipun sebagian besar larva ditemukan pada rongga abdomen dan lebih sedikit ditemukan pada otot daging kondisi ini cukup mempengaruhi kualitas dan keamanan pangan bersumber dari ikan (Gambar 7). Oleh karena itu penanganan yang tepat dengan cara mengeluarkan insang dan organ pencernaan serta membersihkan rongga abdomen dan di sekelilingnya sebelum diolah untuk konsumsi. Bagi sebagian orang yang mengkonsumsi ikan mentah atau kurang masak sebaiknya tidak mengkonsumsi daging di sekitar rongga abdomen untuk menghindari risiko zoonosis.

Parasit yang masuk ke tubuh manusia adalah larva stadium ketiga yang masuk bersama daging ikan yang dimakan. Dalam tubuh manusia larva akan hidup dan pada umumnya tetap sebagai larva stadium ketiga, namun kadang-kadang juga berkembang hingga larva stadium keempat atau larva yang sedang berganti kulit. Dalam hal ini manusia berperan sebagai hospes paratenik. Kebanyakan larva menyerang sub mukosa namun bisa juga mencapai organ-organ di rongga abdomen (Miyazaki 1991).

Gambar 7 Sejumlah larva berdasarkan lokasi pada organ ikan yaitu pada rongga abdomen (A), hati (B) dan permukaan organ pencernaan (C)

B

C A

27 27 2.6 2.6 2.6 4.1 4.0 2.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 15 - 15.5 16 - 16.5 17 - 17.5 18 - 18.5 19 - 19.5 > 20 Panjang Ikan (cm) R a ta -r a ta in te n sita s

Gambar 8 Rata-rata intensitas larva Anisakidae pada ikan kembung (Rastrelliger spp.) menurut panjang ikan

Hasil pengamatan terhadap panjang dan berat badan ikan menunjukkan bahwa intensitas infeksi larva Anisakidae tertinggi ditemukan pada ikan kembung dengan kisaran panjang badan 18 – 19.5 cm dengan rata-rata intensitas 4 ekor larva dalam tiap ekor ikan (Gambar 8). Intensitas infeksi sedikit lebih rendah pada ikan-ikan dengan panjang badan yang lebih tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa intensitas infeksi tampaknya tidak terkait dengan ukuran tubuh ikan kembung.

Keberadaan larva pada ikan mungkin lebih dipengaruhi oleh pola migrasi mamalia laut sebagai inang definitif larva. Pada beberapa ikan kembung yang diamati terdapat kelimpahan parasit yang lebih banyak jika menemukan udang sebagai makanan ikan dalam saluran pencernaan ikan terutama pada lambung dan usus. Hal ini terkait dengan siklus hidup larva yaitu telur cacing Anisakidae yang keluar bersama tinja mamalia laut seperti ikan Lumba-lumba dan Paus akan menetas di air (Sakanari dan McKerrow 1989). Larva stadium kedua yang keluar dari telur akan ditelan oleh hospes perantara pertama lalu berkembang menjadi larva stadium ketiga awal. Hospes perantara pertamanya adalah udang Thysanoessa dan Euphausia. Bila hospes perantara ini dimakan oleh hospes perantara kedua, di dalam tubuhnya larva berkembang menjadi larva stadium

ketiga lanjut. Hospes perantara kedua dan hospes parateniknya meliputi ikan laut, cumi-cumi dari berbagai jenis, dan membentuk rantai penularan satu dengan yang lain sedemikian kompleksnya. Kedua kategori hospes ini (hospes perantara kedua dan paratenik) agak sulit dibedakan, namun keduanya memegang peranan penting sebagai sumber infeksi pada manusia.

Ketahanan Hidup Larva dengan Suhu Pembekuan

Untuk menganalisis ketahanan hidup larva, ikan yang dicobakan dipilih dari ukuran atau karakteristik yang hampir sama (Lampiran 1). Hasil uji ketahanan hidup larva Anisakidae dalam filet ikan kembung yang disimpan dalam kondisi suhu pembekuan -2 oC disajikan dalam Tabel 4.

Semua larva Anisakidae masih dapat bertahan hidup setelah disimpan dalam freezer dari lemari pendingin pada suhu -2 oC selama 24 jam. Selanjutnya persentase larva yang hidup semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan yaitu rata-rata 93.3% (48 jam) dan rata-rata 87% (72 jam). Pada akhir percobaan sebanyak rata-rata 40% larva masih hidup setelah disimpan selama 168 jam .

Tabel 4 Hasil pengamatan larva Anisakidae pada penyimpanan -2 oC berdasarkan lama penyimpanan

Cara Penyimpanan larva Anisakidae Lama

Penyimpanan Fillet Ikan -2 oC Jumlah larva hidup %

1 5 ekor 5 ekor 100

2 5 ekor 5 ekor 100

24 Jam

3 5 ekor 5 ekor 100

Jumlah 15 ekor 15 ekor 100

1 5 ekor 5 ekor 100

2 5 ekor 4 ekor 80

48 Jam

3 5 ekor 5 ekor 100

Jumlah 15 ekor 14 ekor 93.3

1 5 ekor 5 ekor 100

2 5 ekor 4 ekor 80

72 Jam

3 5 ekor 4 ekor 80

Jumlah 15 ekor 13 ekor 87

1 5 ekor 2 ekor 40

2 5 ekor 3 ekor 60

168 Jam

3 5 ekor 1 ekor 20

Jumlah 15 ekor 6 ekor 40

29

29 Persentase ketahanan hidup larva Anisakidae di dalam fillet ikan kembung (Rastrelliger spp.) setelah penyimpanan beku -2 oC menurun secara linear, dengan waktu pembekuan 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 168 jam (Gambar 9). Persamaan regresi yang menggambarkan persentase ketahanan hidup (y dalam %) dan lama penyimpanan (x dalam jam) yakni y=113 - 0.428x dengan nilai (R2=0.82, P<0.05).

Semua larva Anisakidae masih dapat bertahan hidup setelah disimpan dalam freezer pada suhu -20 oC selama 24 jam. Selanjutnya persentase larva yang hidup semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan sebagaimana tergambar dalam Tabel 5 yaitu rata-rata 93.3% (48 jam) dan rata-rata 75% (72 jam). Pada akhir percobaan semua larva telah mati, sedangkan pada penelitian lain Adams et al. (2005) melaporkan bahwa ketahanan hidup larva Anisakis simplex dengan pembekuan -20 oC selama 60 jam dapat membunuh semua larva .

Lama Penyimpanan (Jam)

K et ah an an H id up ( % ) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 100 80 60 40 20

Gambar 9 Ketahanan hidup larva pada penyimpanan suhu pembekuan -2 oC terhadap waktu 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 168 jam.

y=113-0.428x R2

Tabel 5 Hasil pengamatan larva Anisakidae pada penyimpanan -20 oC berdasarkan lama penyimpanan

Cara Penyimpanan larva Anisakidae Lama

Penyimpanan Fillet Ikan -20 o

C Jumlah larva hidup % 1 5 ekor 5 ekor 100 2 5 ekor 5 ekor 100 24 Jam 3 5 ekor 5 ekor 100

Jumlah 15 ekor 15 ekor 0

1 5 ekor 5 ekor 100

2 5 ekor 4 ekor 80

48 Jam

3 5 ekor 5 ekor 100

Jumlah 15 ekor 14 ekor 93.3

1 4 ekor 2 ekor 50

2 4 ekor 3 ekor 75

72 Jam

3 4 ekor 4 ekor 100

Jumlah 12 ekor 9 ekor 75

1 5 ekor 0 0 2 4 ekor 0 0 168 Jam 3 3 ekor 0 0 Jumlah 12 ekor 0 0 Total 54 ekor

Persentase ketahanan hidup larva Anisakidae di dalam fillet ikan kembung (Rastrelliger spp.) setelah penyimpanan beku -20 oC menurun secara linear pada waktu penyimpanan beku 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 168 jam (Gambar 10). Persamaan regresi yang menggambarkan persentase ketahanan hidup (y dalam persen) dan waktu penyimpanan (x dalam jam) yakni y=124 - 0.724x dengan nilai (R2=0.92, P<0.05).

31

31 Lama Penyimpanan (Jam)

K et ah ana n H idu p (% ) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 120 100 80 60 40 20 0

Gambar 10 Ketahanan hidup larva pada penyimpanan suhu pembekuan -20 oC terhadap waktu 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 168 jam.

Kematian larva dalam proses pembekuan terjadi akibat kerusakan struktur internal larva yang diperlihatkan pada kerusakan usofagus dan usus dari larva. Menurut Deardorff dan Throm (1988) hal ini terjadi karena pembekuan mengakibatkan perubahan bentuk cairan intraseluler larva menjadi kristal es. Kerusakan lain juga terjadi pada membran larva yang mengakibatkan berkurangnya cairan pada larva sebagai akibat meningkatnya konsentrasi cairan terlarut pada larva (Gambar 11 A dan B).

Proses pembekuan yang disebabkan penurunan suhu ditandai oleh dengan semakin meningkatnya suhu pembekuan maka mempercepat pembentukan es sehingga air akan ditarik dalam cairan sel daging ikan yang mengandung kadar air antara 60–80% dan cairan itu akan semakin menjadi kental dan dapat merubah cairan tubuh ikan menjadi kristal-kristal es sehingga kegiatan larva cacing akan terganggu dan sulit menyerap makanan.

Larva Anisakidae lebih sensitif terhadap kondisi pembekuan (freezing) dibandingkan dengan Trichinella dimana kondisi suhu dan lama penyimpanan yang diperlukan untuk membunuh larva Trichinella spiralis yaitu -24 oC selama 20 hari dan -29 oC selama 12 hari (Rieman dan Bryan 1979).

y=124-0.724x R2

Menurunnya ketahanan hidup larva setelah penyimpanan 72 jam dan 168 jam terjadi setelah dalam proses pembekuan pada ikan kembung yakni panas terenyahkan dari ikan, mengakibatkan suhu menurun hingga jauh di bawah 0 oC. Menurut Ilyas (1983) proses pembekuan pada ikan melalui tiga tahap yaitu pertama berlangsung cepat mencapai sedikit di bawah 0 oC kedua tahap penahanan panas antara -1 oC hingga -6 oC (wilayah kritikal) bagian terbesar air (80–90%) diubah jadi kristal es ketiga penurunan suhu relatif cepat mencapai titik pembekuan akhir yang sama dengan suhu penyimpanan beku (-18 oC atau lebih rendah) suhu turun cepat karena sisa air atau panas pada ikan tinggal sedikit.

Ketahanan hidup larva pada -2 oC sampai dengan 168 jam kemungkinan disebabkan oleh bahwa pada penyimpanan pada -2 oC menurut Ilyas (1983) hanya mampu membekukan cairan yang ada dalam tubuh ikan sebesar 61%. Masih ada 39% cairan yang ada dalam tubuh ikan yang belum diubah menjadi kristal-kristal es yang dapat dijadikan larva sebagai media makanan. Sebaliknya pada penyimpanan -20 oC dapat mengubah 90% cairan dalam tubuh ikan menjadi kristal-kristal es, sehingga larva akan sulit menyerap makanan dalam tubuh ikan untuk kelangsungan hidupnya.

33

33 Gambar 11 Beberapa kerusakan pada kutikula/membran (c/m), usofagus (u),

intestinal (i), pada larva Anisakidae karena proses pembekuan -2 oC (A), -20 oC (B), dan Penggaraman 25% (C) serta tanpa perlakuan (D) (Pembesaran 40x) A B C D c/m i u c/m i u u i c/m i u c/m

Ketahanan Hidup Larva dengan Proses Penggaraman 25%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan waktu penggaraman terhadap ketahanan hidup larva Anisakidae ikan kembung (Rastrelliger spp.) menyebabkan ketahanan hidup larva menurun ditunjukkan dengan persentase kematian yang meningkat. Pada waktu penggaraman 6 dan 12 jam larva Anisakidae pada ikan kembung (Rastrelliger spp.) masih mampu bertahan hidup yakni dengan persentase masing-masing rata-rata 53.3% dan rata-rata 46.7%, sementara untuk waktu penggaraman 48 dan 72 jam, semua larva Anisakidae ikan kembung (Rastrelliger spp.) telah mati sebagaimana terlihat dalam Tabel 6.

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) selama proses penggaraman 25% telah terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan pengeluaran cairan dari dalam tubuh ikan karena terjadi perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan ini dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan.

Tabel 6 Hasil pengamatan larva Anisakidae pada penggaraman 25% berdasarkan lama penyimpanan

Cara Penyimpanan larva Anisakidae Lama

Penyimpanan Fillet Ikan Penggaraman (25%) Jumlah larva hidup % 1 5 ekor 2 ekor 40 2 5 ekor 3 ekor 60 6 Jam 3 5 ekor 3 ekor 60

Jumlah 15 ekor 8 ekor 53.3

1 5 ekor 3 ekor 60

2 5 ekor 2 ekor 40

12 Jam

3 5 ekor 2 ekor 40

Jumlah 15 ekor 7 ekor 46.7

1 5 ekor 0 0 2 5 ekor 0 0 24 Jam 3 3 ekor 0 0 Jumlah 13 ekor 0 0 1 5 ekor 0 0 2 5 ekor 0 0 48 Jam 3 4 ekor 0 0 Jumlah 14 ekor 0 0 Total 57 ekor

35

35 Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan, bahkan akhirnya pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam di dalam tubuh ikan dengan konsentrasi garam di luar tubuh ikan.

Analisis terhadap ketahanan hidup Gambar 12 larva menunjukkan bahwa presentase ketahanan hidup larva Anisakidae di dalam filet ikan kembung (Rastrelliger spp.) setelah proses penggaraman 25% menurun secara linear, dari waktu penggaraman dari 6 jam hingga 48 jam. Persamaan regresi yang menggambarkan persentase ketahanan hidup (x dalam persen) dan waktu penggaraman (y dalam jam) yakni y=54.8 - 1.32x dengan nilai (R2=0.67, P<0.05).

Lama Penyimpanan (Jam)

K et aha n an H idu p (% ) 50 40 30 20 10 60 50 40 30 20 10 0

Gambar 12 Ketahanan hidup larva pada penggaraman 25% terhadap waktu 6 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam.

y=54.8-1.32x R2=0.67, P<0.05

Dengan penggaraman 25% pada ikan kembung ini sampai dengan 48 jam dimana ikan dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai kering untuk membantu menurunkan kadar air sehingga menyebabkan air yang berada di dalam tubuh ikan akan semakin kental dan kadar proteinnya menggumpal serta sel-sel

Dokumen terkait