• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Percobaan dan Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan perlakuan split plot dengan rancangan lingkungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) yang menggunakan dua faktor (petak utama dan anak petak) dengan tiga ulangan. Kedua faktor yang dicobakan adalah :

- Faktor lintasan roda traktor (L) sebagai petak utama terdiri atas empat taraf yaitu :

L0 : tanpa lintasan traktor L2 : dua kali lintasan traktor L4 : empat kali lintasan traktor L6 : enam kali lintasan traktor

- Faktor bahan organik berupa kompos (K) sebagai anak petak terdari dari tiga dosis yaitu :

K0 : tanpa kompos ( 0 ton/ha) K4 : dosis kompos 4 ton/ha K6 : dosis kompos 6 ton/ha

- Tanaman indikator yang digunakan adalah kacang tanah vaeritas gajah

Dengan demikian akan terdapat sejumlah 3 x 4 = 12 perlakuan, dan 12 perlakuan x 3 ulangan = 36 petak percobaan, tata letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 4 Alat-alat penelitian : penetrometer SR-2 (a), pengambil ring sampel tanah (b), load cell (c), handy strain meter (d), pita ukur (e), kabel handy strain meter (f).

a d c b f e

Gambar 5 Bahan organik kompos “tumaritis”.

Sesuai rancangan yang digunakan maka model linear aditifnya adalah : Yijk = μ + Ai + ik + Bj + (AB)ij + ijk

Dimana :

Yijk = nilai pengamatan (respons) pada ulangan ke-k, petak utama ke-i dan perlakuan anak petak ke-j

μ = rataan umum

Ai = pengaruh petak utama ke-i

ik = pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor A (lintasan) dalam ulangan ke-k sering juga disebut galat petak utama

Bj = pengaruh anak petak ke-j (faktor kompos)

(AB)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A (lintasan) dan taraf ke-j faktor B (kompos).

ijk = pengaruh galat pada ulangan ke-k, yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, sering juga disebut galat anak petak.

D. PERLAKUAN PENELITIAN Prosedur Penelitian

Persiapan bahan Organik Bahan organik berupa kompos sampah organik yang diperoleh dari perusahaan pengomposan sampah organik “Tumaritis” di

Lahan percobaan dibersihkan, membuat petakan sebanyak 12 buah dengan ukuran 2 x 12 m. Untuk memudahkan maka perlakuan lintasan roda traktor yang sama diletakkan pada satu baris.

Kompos ditebar pada masing-masing petak percobaan setelah tanah diolah dengan bajak, dengan perlakuan dosis yaitu 0, 4, dan 6 ton/ha. Tanah kemudian diolah dengan bajak rotari dua kali, selanjutnya areal dibiarkan selama 2 minggu agar kompos dapat terdekomposisi. Setelah itu dilakukan penanaman kacang tanah varietas gajah dengan jarak tanam 30 x 20 cm.

Perlakuan pemadatan dengan 6 lintasan roda didasarkan pada asumsi bahwa dalam penanaman sampai pemanenan menggunakan mekanisasi penuh yaitu dalam penanaman, pemupukan, penyiangan I, pemberantasan hama penyakit, penyiangan II, dan pemanenan sedangkan untuk perlakuan 4 lintasan roda, mekanisasi dilakukan pada penanaman, pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan pemanenan. Sedangkan perlakuan pemadatan dengan 2 lintasan roda didasarkan pada asumsi mekanisasi hanya pada proses penanaman dan pemanenan.

Proses pemadatan tanah dengan lintasan roda traktor dilakukan pada penanaman (hari ke-1), pemupukan pada hari ke-20 setelah tanam, penyiangan I dan II masing-masing pada minggu ke-2 dan minggu ke-4 setelah tanam, pemberantasan hama penyakit pada hari ke-50 setelah tanam dan pemanenan pada hari ke-100.

Penelitian yang dilakukan di laboratorium adalah pengujian pemadatan tanah dengan menggunakan Standart Proctor Test.

Pengukuran sifat fisik dan mekanik tanah dilakukan setelah panen meliputi parameter: kadar air tanah, bulk density tanah, tahanan penetrasi tanah, kebutuhan draft aktual pengolahan tanah, dan slip roda traktor. Pengumpulan data keragaan tanaman kacang tanah dilakukan setelah panen yaitu jumlah polong kacang per pohon.

Gambar 6 Bagan alir penelitian

Mulai

Pembuatan Petak Percobaan dan diolah dengan bajak piring

Pengolahan lahan dan Pencampuran Bahan Organik + tanah dengan bajak rotari

Masa Inkubasi

Pemadatan Tanah / Proses Mekanisasi

Pengukuran Kondisi Tanah

Pengukuran Draft Penaburan Bahan organik

Penyiapan Lahan dan Bahan Organik

Penanaman Tanaman

Gambar 7 Tata letak areal percobaan

Gambar 8 Traktor deutz D7206.

E. PENGUMPULAN DATA

a. Pengukuran sifat fisik dan mekanik tanah. Pengukuran sifat fisik dan mekanik tanah dilakukan setelah panen meliputi parameter sebagai berikut :

- Perhitungan Kadar Air Tanah

Perhitungan kadar air tanah dapat dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan, kemudian ditimbang dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105°. Perhitungan kadar air dilakukan pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan 25 cm. Kadar air tanah dihitung dengan persamaan : % 100 × ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = Wb Wb Wa KA ...(2)

Dimana :

KA = kadar air tanah (%)

Wa = berat sampel tanah basah (gr) Wb = berat sampel tanah kering (gr) - Perhitungan bulk density tanah

Bulk density atau bobot isi tanah dapat dihitung dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan yang dihitung dengan persamaan :

Vt Bk BD= ... (3) Dimana : BD = bulk density (gr/cm3) Bk = berat kering (gr) Vt = volume total (cm3)

Perhitungan nilai bulk density dilakukan pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan 25 cm.

- Perhitungan tahanan penetrasi tanah

Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan sebelum dan sesudah panen dengan menggunakan penetrometer SR-2 pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan 25 cm. Perhitungan tahanan penetrasi untuk tiap tekanan menggunakan persamaan : Ak Fp Tp= ... (4) Dimana : Tp = tahanan penetrasi (kgf/cm2)

Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer (kgf) Ak = luas penampang kerucut (cm2)

- Pengukuran Pemadatan Tanah di Laboratorium

Uji pemadatan dilakukan di laboratorium dengan tanah maximum 1000 cm3 (V) dengan cara menjatuhkan penumbuk seberat 2.5 kg (w) dari ketinggian 30 cm (H) sebanyak 25 kali (n) untuk uji Proctor standar.

- Pengukuran Kebutuhan Draft Aktual pengolahan Tanah

Pengukuran draft pengolahan dengan bajak piring menggunakan load cell yang dihubungkan dengan handystrain meter. Traktor uji yang menarik implement bajak digandengkan dengan traktor penarik (Gambar 9). Traktor penarik dihubungkan dengan traktor uji melalui rantai penghubung yang dipasangkan load cell untuk mengukur gaya tariknya. Draft pembajakan adalah selisih dari gaya tarik ketika bajak dioperasikan dengan gaya tarik ketika bajak tidak dioperasikan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung draft aktual adalah :

α cos 1000 8 . 9 ) ( × ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − × = Ds Do aktual D ... (5) Dimana :

D aktual = draft aktual (kN)

Ds = nilai draft yang terbaca pada handystrain meter saat bajak beroperasi (kgf)

Do = nilai draft yang terbaca pada handystrain meter saat bajak tidak beroperasi (kgf)

α = sudut tarik - Pengukuran Slip Roda Traktor

Slip putaran roda traktor dihitung dengan persamaan :

% 100 (%)= × So Si So Slip ... (6) Dimana :

So = jarak putaran roda tanpa beban pada permukaan rata (m) Si = jarak putaran roda traktor dengan beban (m)

Gambar 9. Sistem Pengukuran Draft di Lapangan.

F. ANALISIS DATA

Untuk mengetahui nyata tidaknya pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam pada taraf uji 5 persen. Sedangkan untuk melihat perbedaan antar taraf perlakuan yang berlaku digunakan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK LAHAN PERCOBAAN

Lahan tempat penelitian yang digunakan merupakan tanah dengan permukaan datar yang banyak ditumbuhi semak dan rumput liar. Sebelum dilakukan percobaan, lahan dibersihkan dari rumput. Tanah pada laboratorium lapang Leuwikopo Darmaga merupakan tanah jenis latosol dengan sifat fisik dan kimia tanah seperti tertera pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2 Beberapa sifat fisik dan kimia tanah pada areal leuwikopo

Parameter Nilai

Kadar air batas Plastis (%) 49.89 Kadar air batas Cair (%) 79.40 Kadar air indeks Plastisitas (%) 30.51 Bahan Organik C (%) 3.06 Bahan Organik N (%) 0.16

Pasir (%) 9.68

Debu (%) 26.96

Liat (%) 63.36

Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan bahan organik unsur C dan unsur N dari lahan yang digunakan sedikit ( 3.06 % dan 0.16 %). Hal ini mengindikasikan bahwa tanah di laboratorium lapang Leuwikopo tergolong kurang subur. Walaupun menurut Singer dan Munns (1987) sebagian besar tanah mengandung bahan organik kurang dari 5 % dengan mayoritas penyusunnya adalah karbon (C), namun jumlah kandungan bahan organik pada laboratorium lapang Leuwikopo yang hanya 3.06 % relatif masih kecil jika dibanding dengan kondisi tanah secara umum (jumlah kandungan bahan organik sekitar 5 %) dan tanah ini digolongkan ke dalam golongan tanah yang kurang subur. Berdasarkan perbandingan liat, debu dan pasir, tanah tersebut merupakan tanah yang bertekstur liat berdasarkan sistem USDA dan mempunyai karakteristik akan mengkerut bila kering dan membentuk pasta bila basah. Sifat ini akan mempengaruhi kekerasan tanah tersebut. Tekstur liat merupakan tanah yang memiliki kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi. Hal ini disebabkan karena luas partikel liat yang besar (Hardjowigeno 2003). Menurut Soepardi (1983) bahwa terdapatnya liat yang tinggi, tanah akan menjadi berat diolah karena sifat liat bila

terlalu kering akan menggumpal dan keras, pada keadaan basah nilai kelengketan pada roda traktor dan alat pengolah tanah akan semakin tinggi.

Kandungan liat yang besar (>20 %) pada Tabel 2 mengindikasikan tanah ini termasuk tanah plastis (Bainer et al. 1978). Batas plastis yang tinggi (>46 %) merupakan batas antara tanah dalam keadaan semi plastis dengan keadaan plastis. Batas cair yang sangat tinggi (>71 %) dimana kandungan air mulai bersifat setengah cair.

Keadaan permukaan tanah sebelum diolah merupakan tanah yang datar dan terletak di daerah yang lapang. Keadaan ini menyebabkan tingginya nilai evaporasi. Penguapan tertinggi akan terjadi pada lapisan permukaan. Tingginya rata-rata kadar air pada awal perlakuan yaitu sebesar 47.4 % (Tabel 3) disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan waktu pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 6 sampai pukul 7, sehingga evaporasi pada permukaan tanah belum terjadi, dengan rata-rata tahanan penetrasi sebesar 8.26 kg/cm2 (Tabel 4).

Tabel 3 Nilai kadar air setiap kedalaman pada awal perlakuan

Kedalaman (cm) Kadar air (%) L0K0 L0K4 L0K6 L2K0 L2K4 L2K6 L4K0 L4K4 L4K6 L6K0 L6K4 L6K6 1-10 39.6 45.6 40.4 45.1 45.6 46.4 47.8 48.9 47.3 50.4 53.6 48.5 10-20 45.3 46.7 46 45.5 49.2 47.3 46.8 48.5 47.6 54.2 55.2 51.4 20-30 42.9 44 44.7 46.1 45.6 44.9 49.2 51 45.9 49.4 52.3 49

Tabel 4 Nilai tahanan penetrasi setiap kedalaman pada awal perlakuan

Kedalaman (cm) Tahanan Penetrasi (kg/cm2) L0K0 L0K4 L0K6 L2K0 L2K4 L2K6 L4K0 L4K4 L4K6 L6K0 L6K4 L6K6 1-10 1.83 1.33 1.5 6.67 4.5 5 5.5 4 5.67 4 4.67 3.83 10-20 5.5 3.33 5.83 11.5 9.5 8.83 9.83 10 10.3 11.7 10.8 11 20-30 12.5 9.83 12.2 12.3 11.3 11.8 12 11.7 12.3 12.2 11 11.7

B. PENGARUH LINTASAN DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK TANAH

1. Uji Pemadatan Tanah Di Laboratorium

Hasil pengujian pemadatan tanah di laboratorium dengan menggunakan beban 2.5 kg, ketinggian beban 30 cm dengan 25 kali jumlah tumbukan untuk tiap lapisan dan dilakukan sampai tiga lapisan. Pengukuran pemadatan di laboratorium

kepadatan tanah. Kadar air kritis pemadatan tanah di laboratorium ini bervariasi untuk setiap perlakuan kompos. Hasil yang dicapai pada pengujian di laboratorium untuk perlakuan tanpa kompos menghasilkan kepadatan maksimum 1.76 gr/cm3 pada kadar air 37.42 %, perlakuan kompos 4 ton/ha menghasilkan kepadatan maksimum 1.76 gr/cm3 pada kadar air 39.00 % dan untuk kompos 6 ton/ha menghasilkan kepadatan maksimum 1.75 gr/cm3 pada kadar air 37.40 % (Lampiran 13).

Pada perlakuan bahan organik kompos dosis 6 ton/ha, kompos dapat meredam terjadinya pemadatan tanah hal ini ditunjukkan dengan nilai kepadatan maksimum yang lebih kecil jika dibanding dengan perlakuan tanpa kompos dan kompos 4 ton/ha. Pada perlakuan kompos 4 ton/ha didapat nilai kepadatan maksimum yang lebih besar dibanding perlakuan kompos 6 ton/ha hal ini dikarenakan oleh nilai kadar air optimum lebih besar dibanding perlakuan 6 ton/ha. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (1998) menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan bahan organik maka kemampuan tanah untuk mengikat air semakin tinggi dan tanah akan semakin sulit untuk melepas sehingga menyebabkan kandungan air cenderung tinggi.

Hasil uji pemadatan di laboratorium ini menunjukkan hasil yang hampir sama dengan pengukuran tahanan penetrasi dan bulk density di lapang, dimana perlakuan dosis kompos 6 ton/ha menghasilkan efek pemadatan yang lebih kecil dibanding dengan 2 perlakuan kompos lainnya pada perlakuan intensitas lintasan yang sama.

Uji laboratorium menunjukkan pada tingkat tekanan tertentu berat isi kering (Dry bulk density) tanah bertambah dengan naiknya kadar air tanah dan mencapai puncak yang disebut berat isi kering maksimum pada nilai kadar air yang optimum. Selanjutnya berat isi kering menurun dengan meningkatnya kadar air tanah. Hasil penelitian Surawijaya (1995) menunjukkan bahwa peningkatan pemadatan tanah (bulk density) disebabkan oleh terisinya rongga udara di antara partikel tanah sehingga porositas menurun dan pemadatan tanah meningkat terhadap kenaikan kadar air. Jika rongga udara di antara partikel tanah sudah hampir semua terisi maka tanah akan mencapai pemadatan maksimum dan kadar air yang lebih tinggi akan mengakibatkan pemadatan tanah menurun.

Hillel (1980) mengatakan, pada suatu pemadatan tanah yang tetap, bulk density tanah merupakan fungsi dari kadar air tanah. Bulk density tanah meningkat mulai dari meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak pada kadar air yang disebut kadar air tanah optimum. Selanjutnya menurun dengan meningkatnya kadar air tanah. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 grafik pemadatan tanah yang menunjukkan adanya tiga fase perubahan kadar air tanah, yaitu fase perubahan positif, fase transisi dan fase perubahan negatif. Menurut Nichols dalam Bainer et al. (1978), fase perubahan positif terjadi pada selang kadar air tanah lebih rendah dari kadar air tanah optimum yang menyebabkan tanah bersifat adhesif. Pada kondisi tersebut peningkatan kepadatan tanah sejalan dengan peningkatan nilai kadar air tanah. Selanjutnya terjadi fase transisi dimana pada fase ini terjadi pemadatan maksimum. Kadar air tanah pada fase transisi disebut kadar air tanah optimum pemadatan tanah. Sedang fase perubahan negatif terjadi pada kadar air tanah lebih tinggi dari kadar air tanah optimum yang menyebabkan sifat pelumas pada tanah. Fase ini merupakan kebalikan dari kondisi adhesif. Nilai kadar air optimum di atas digunakan sebagai nilai kadar air patokan dalam pengolahan tanah di lapang dan dapat digunakan pula sebagai pembanding hasil pengukuran di lapang terhadap perubahan tingkat kepadatan tanah.

Uji Kepadatan Laboratorium

1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 10 20 30 40 50 Kadar Air (%) B u lk De ns it y ( g r/ cm 3) T anpa Kompos Kompos 4 ton/ha Kompos 6 ton/ha

2. Bulk Density (Bobot Isi Tanah)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan intensitas lintasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai bulk density tanah pada taraf α = 0.05 (Lampiran 8), sedangkan perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bulk density pada taraf α = 0.05. Hal ini dapat dilihat pada tabel Lampiran 14, dimana nilai bulk density terkecil adalah 0.93 gr/cm3 pada perlakuan tanpa lintasan dengan dosis kompos 4 ton/ha pada kedalaman 0-10 cm. Sedangkan nilai bulk density yang terbesar adalah 1.2 gr/cm3 pada perlakuan 6 lintasan dengan dosis kompos 4 ton/ha juga di kedalaman 0-10 cm. Dari hasil di tersebut terlihat bahwa tanah setelah dilintasi roda cenderung memperlihatkan kenaikan nilai yang menandakan terjadinya pemadatan tanah.

1) Pengaruh Intensitas Lintasan Traktor Terhadap Bulk Density (Bobot Isi Tanah)

Perlakuan intensitas lintasan pada kedalaman 0-10 cm (Gambar 11) memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai bulk density (bobot isi) tanah baik pada petak yang diberi kompos maupun tidak diberi kompos, dimana semakin meningkat intensitas lintasan roda traktor maka nilai bulk density cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh berat mesin yang digunakan dalam proses pemeliharaan tanaman kacang. Pada tabel Lampiran 16, terlihat nilai bulk density tertinggi terdapat di daerah permukaan pada perlakuan 6 lintasan dengan kompos 4 ton/ha yaitu sebesar 1.20 gr/cm3 dengan kadar air 30.50 % (Lampiran 12) sedangkan nilai bulk density terendah sebesar 0.93 gr/cm3 juga di daerah permukaan pada perlakuan tanpa lintasan dengan kompos 4 ton/ha dengan kadar air 34 % (Lampiran 12). Selain karena berat mesin, nilai bulk density juga dipengaruhi oleh kadar air tanah di lapang pada saat mesin beroperasi. Tabel pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa persentase kadar air semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya intensitas lintasan sehingga nilai bulk density

cenderung meningkat pula, terutama pada daerah permukaan (kedalaman 0-10 cm).

Hasil penelitian Kasim (1992) menunjukkan bahwa pengaruh terbesar terhadap perubahan nilai bulk density tanah dihasilkan oleh pembebanan dan

intensitas lintasan. Hal ini sesuai yang dikemukakan Raghavan et al. (1977) diacu dalam Mc Kyes (1985) bahwa faktor tekanan pembebanan dan lintasan roda traktor menentukan besarnya tingkat pemadatan tanah yang terjadi. Semakin besar tekanan pembebanan dan intensitas lintasan roda traktor maka semakin besar tingkat pemadatan tanah yang dihasilkan, sedangkan kadar air tanah pada saat pelintasan traktor menentukan pemadatan maksimum yang terjadi.

Kecenderungan kenaikan nilai bulk density yang seiring dengan banyaknya perlakuan intensitas lintasan disebabkan oleh tekanan yang berasal dari roda traktor mendesak air dan udara sehingga daerah yang dipengaruhi tekanan menjadi lebih padat dan secara langsung dapat meningkatkan nilai bulk density tanah, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Harris (1971) bahwa peningkatan nilai bulk density kemungkinan ada 4 hal yang terjadi yaitu (1) pemampatan partikel padatan (2) pemampatan cairan dan gas di dalam ruang pori (3) perubahan kandungan cairan dan gas di dalam ruang pori dan (4) perubahan susunan partikel padatan.

Pengaruh intensitas lintasan traktor sangat terlihat pada daerah permukaan tanah (0-10 cm). Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan yang tinggi dari nilai bulk density antara petak tanpa lintasan dengan petak 6 lintasan pada dosis kompos 4 ton/ha sebesar 29.03%. Peningkatan tersebut merupakan yang tertinggi dibanding kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm.

Pengaruh intensitas lintasan traktor pada kedalaman 10-20 cm masih terlihat pengaruhnya walau tidak sebesar pada kedalaman 0-10 cm. Gambar 12 memperlihatkan nilai bulk density cenderung naik meski pada perlakuan 4 lintasan sempat turun namun pada perlakuan 6 lintasan nilai bulk density kembali meningkat. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kedalaman maka pengaruh intensitas lintasan semakin kecil, hal ini dapat dilihat pada kedalaman 20-30 cm dimana nilai bulk density cenderung konstan. Gambar 13 menunjukkan nilai bulk density meningkat seiring dengan intensitas lintasan tapi peningkatannya sangat kecil. Rata-rata kenaikan nilai bulk density pada kedalaman ini adalah 3.48 %. Nilai bulk density terkecil pada kedalaman ini adalah 1.03 gr/cm3 pada perlakuan tanpa lintasan, sedangkan yang terbesar adalah 1.12 gr/cm3 pada perlakuan 4 dan

Hasil penelitian Trouse dan Humbert (1961) diacu dalam Kasim (1992) menyatakan bahwa pada jenis tanah low humiclatosol dalam keadaan basah yang dilintasi truk menunjukkan bahwa pada kedalaman 0-20 cm merupakan daerah yang sangat berpengaruh terhadap efek terjadinya pemadatan tanah dan menurut Gill dan Vanden Berg (1962) diacu dalam Kasim (1992) menyatakan bahwa tekanan yang terjadi pada kedalaman lebih besar dari 30 cm lebih kecil 1/5 kali tekanan yang diberikan pada permukaan tanah.

Bulk Density Kedalaman 0-10 cm

0.8 0.9 1 1.1 1.2 0 1 2 3 4 5 Intensitas Lintasan B u lk D e n sity ( g r/ c m 3 ) Tanpa Kompos Kompos 4 ton/ha kompos 6 ton/ha L0 L2 L4 L6

Gambar 11 Grafik pengaruh intensitas lintasan terhadap bulk density pada kedalaman 0-10 cm

Bulk Density Kedalaman 10-20 cm

0.8 0.9 1 1.1 1.2 0 1 2 3 4 5 Intensitas Lintasan B u lk D e n si ty (g r/ c m 3 ) Tanpa Kompos Kompos 4 ton/ha kompos 6 ton/ha L0 L2 L4 L6

Gambar 12 Grafik pengaruh intensitas lintasan terhadap bulk density pada kedalaman 10-20 cm

Bulk Density Kedalaman 20-30 cm 0.8 0.9 1 1.1 1.2 0 1 2 3 4 5 Intensitas Lintasan B u lk D e n si ty (g r/ c m 3 ) Tanpa Kompos Kompos 4 ton/ha kompos 6 ton/ha L0 L2 L4 L6

Gambar 13 Grafik pengaruh intensitas lintasan terhadap bulk density pada kedalaman 20-30 cm

2) Pengaruh Kompos Terhadap Bulk Density (Bobot Isi Tanah)

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pengaruh perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai bulk density (bobot isi) tanah setelah panen, hal ini diduga karena kompos sebagai bahan organik yang diberikan belum terdekomposisi dengan sempurna dalam waktu yang singkat hal ini juga dapat disebabkan oleh tingkat dosis yang diberikan belum mencapai taraf yang mampu memberikan pengaruh yang signifikan, hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Surawijaya (1995) dan Mastrur et al. (1993) yang menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh nilai bulk density (bobot isi) tanah terhadap pemberian bahan organik dan pengolahan tanah pada masa setelah panen. Padahal bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah dan menurunkan bulk density serta membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat sehingga tanah tidak mudah padat oleh lintasan roda (Charles and Jasa 2003). Pada Gambar 14 memperlihatkan bahwa nilai bulk density yang tertinggi adalah 1.2 gr/cm3 terjadi pada daerah permukaan tanah yaitu kedalaman 0–10 cm pada perlakuan 6 lintasan dengan kompos 4 ton/ha. Hal ini seperti yang terjadi pada uji pemadatan di laboratorium yang menghasilkan kepadatan maksimum pada perlakuan dosis bahan organik 4 ton/ha yaitu sebesar 1.76 cgr/cm3 dengan kadar air optimum 39 %.

Peningkatan nilai bulk density dari petak tanpa kompos dengan petak kompos terlihat signifikan pada daerah permukaan tanah (0-10cm). Hal ini ditunjukkan dengan persentase kenaikan nilai bulk density dari petak tanpa kompos ke petak kompos dosis 4 ton/ha dengan 6 lintasan sebesar 9.10 %. peningkatan tersebut tertinggi dibanding kedalaman 10-20 cm (Gambar 15) dan 20-30 cm (Gambar 16). Hal ini disebabkan oleh rata-rata persentase kadar air yang lebih besar pada daerah permukaan tanah (Lampiran 12) dibanding 2 kedalaman lainnya sehingga berat mesin sangat besar pengaruhnya dalam proses pemadatan tanah. Pada Lampiran 12 terlihat rata-rata persentase kadar air untuk kedalaman 0-10 cm adalah 31.38 %, kedalaman 10-20 cm sebesar 31.28 % dan 31.31 % untuk kedalaman 20-30 cm.

Rata-rata nilai kadar air tanah pada akhir perlakuan adalah 31.30 % sedangkan kadar air tanah pada awal perlakuan adalah 47.40 %, hal ini berarti terjadi penurunan kadar air tanah sebesar 33.97 %. Menurut Haris (1971) keadaan tersebut menunjukkan terjadinya perpindahan cairan di dalam ruang pori tanah yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara cairan dengan tanah atau gaya-gaya yang timbul akibat adanya tekanan beban dan gaya gravitasi.

Bulk Density Kedalaman 0-10 cm

0.8 0.9 1 1.1 1.2 0 1 2 3 4

Dosis Kompos (ton/ha)

B u lk D e n sity ( g r/ c m 3 ) Tanpa Lintasan 2 Lintasan 4 Lintasan 6 Lintasan K0 K4 K6

Gambar 14 Grafik pengaruh kompos terhadap bulk density pada kedalaman 0-10 cm

Bulk Density Kedalaman 10-20 cm 0.8 0.9 1 1.1 1.2 0 1 2 3 4

Dosis Kompos (ton/ha)

B u lk D e n si ty (g r/ c m 3 ) Tanpa Lintasan 2 Lintasan 4 Lintasan 6 Lintasan K0 K4 K6 Gambar 15 Grafik pengaruh kompos terhadap bulk density pada kedalaman 10-20 cm

Bulk Density Kedalaman 20-30 cm

0.8 0.9 1 1.1 1.2 0 1 2 3 4

Dosis Kompos (ton/ha)

B u lk D e n si ty (g r/ c m 3 ) Tanpa Lintasan 2 Lintasan 4 Lintasan 6 Lintasan K0 K4 K6 Gambar 16 Grafik pengaruh kompos terhadap bulk density pada kedalaman 20-30 cm

3. Tahanan Penetrasi

Hasil pengukuran tahanan penetrasi setelah panen menunjukkan bahwa perlakuan intensitas lintasan roda traktor menunjukkan pengaruh nyata terhadap tahanan penetrasi tanah tetapi untuk perlakuan pemberian kompos ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (1998) yang menyatakan bahwa perlakuan lintasan secara umum meningkatkan nilai tahanan penetrasi tanah terutama pada kedalaman olah (0-30 cm) baik yang diberi bahan organik maupun tidak.

Dokumen terkait