• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung selama 10 bulan, mulai dari bulan April 2004 sampai Januari 2005, bertempat di Laboratorium Bahan Alam Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut-pelarut teknis dan p.a. antara lain metanol, etil asetat, n-butanol, dimetilsulfoksida, HCl, kloroform, H2SO4, anhidrida asetat, FeCl3, pereaksi Mayer’s, pereaksi Dragendorff, logam Mg,

Na2CO3, α-glukosidase (Saccharomyces sp., Oriental Yeast Co., Ltd.), p-nitrofenil α-

D-glukopiranosa (Wako Pure Chemical Industries, Ltd.), buffer fosfat (pH 7,0), bovine serum albumin (Wako Pure Chemical Industries, Ltd.), tablet Glucobay, larva udang Artemia salina Leach., air laut, sukrosa, glukosa strip tes, glukosa meter, akuades, kertas saring.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator merk Buchii, spektrofotometer UV-Vis, pH meter, neraca analitik, mikropipet merk Socorex dan eppendorf, penangas air, oven, alat sentrifuse, lampu UV, kotak bersekat, vial uji, sonde oral, timbangan tikus, jarum suntik dan alat-alat gelas seperti tabung reaksi, erlenmeyer, beaker glass, labu bulat, pengaduk, corong pisah, gelas ukur.

Sampel

Buah tua dan buah muda mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] yang telah diiris tipis dan dikeringkan dibawah matahari, diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, Jawa Tengah. Buah tua dan buah muda kering, selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender.

Model Hewan Coba

Model hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar, sehat dan mempunyai aktivitas normal, berusia 6 bulan dengan bobot badan 250-350 gram.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap seperti diperlihatkan pada diagram alir penelitian (Gambar 13) yang terdiri dari tahap pertama fraksinasi dan ekstraksi dari buah tua dan buah muda mahkota dewa, tahap kedua penapisan fitokimia terhadap berbagai ekstrak buah tua dan buah muda mahkota dewa, tahap ketiga uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro dari berbagai ekstrak buah tua dan buah muda mahkota dewa, tahap keempat uji toksisitas dengan Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dan tahap kelima uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dari ekstrak buah tua mahkota dewa dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) terhadap model hewan coba tikus putih jantan galur Wistar.

Gambar 13. Diagram alir penelitian

Fraksinasi dan Ekstraksi

Sebanyak 200 gram serbuk daging buah muda mahkota dewa diekstraksi dengan pelarut metanol sebanyak 1,5 liter, secara maserasi selama empat hari pada suhu ruang dengan pengulangan sebanyak empat kali, kemudian disaring dan diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 40oC hingga diperoleh

ekstrak metanol yang pekat. Ekstrak metanol buah tua diperoleh dengan cara yang sama dengan merendam 200 gram serbuk daging buah tua dalam 1,5 liter metanol.

Fraksinasi dan ekstraksi buah tua dan buah muda

mahkota dewa

Penapisan fitokimia

Uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro

Uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dengan tes toleransi glukosa oral pada hewan coba tikus

Ekstrak metanol dari buah tua dan buah muda mahkota dewa selanjutnya difraksinasi dengan campuran pelarut etil asetat-air (1:1) menghasilkan fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi air yang diperoleh difraksinasi kembali dengan n-butanol menghasilkan fraksi air dan fraksi n-butanol. Masing-masing fraksi dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40oC hingga diperoleh ekstrak fraksi etil asetat,

ekstrak fraksi n-butanol dan ekstrak fraksi air yang pekat. Bagan fraksinasi dan ekstraksi dari buah tua dan buah muda mahkota dewa dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pada penelitian ini, untuk memperoleh ekstrak air, selain dilakukan dengan cara fraksinasi, juga dilakukan dengan cara merebus 20 gram serbuk daging buah tua dan buah muda mahkota dewa dengan aquadest sebanyak 300 ml, kemudian disaring dan diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak air hasil rebusan.

Penapisan Fitokimia Uji Alkaloid

Sebanyak lebih kurang 10 ml ekstrak ditambahkan 1,5 ml asam klorida 2%. Selanjutnya, larutan dibagi menjadi tiga sama banyak dalam tabung reaksi. Tabung reaksi I sebagai pembanding. Tabung reaksi II ditetesi dengan 2 sampai 3 tetes pereaksi Dragendorff. Tabung reaksi III ditetesi dengan 2 sampai 3 tetes pereaksi Mayer. Adanya senyawa alkaloid ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan atau endapan jingga kecoklatan untuk pereaksi Dragendorff dan endapan putih kekuningan untuk pereaksi Mayer (Depkes 1987).

Uji Flavonoid

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak dilarutkan dalam 1 ml etanol 95%, ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukkan adanya flavonoid (Depkes 1995).

Uji Fenol

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak ditetesi dengan 3 tetes larutan besi (III) klorida. Apabila terjadi warna hijau, ungu, biru sampai hitam, menunjukkan adanya senyawa fenolik terutama fenol-fenol bebas (Depkes 1987).

Uji Saponin

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak diencerkan dengan air volume sama dan dituangkan dalam tabung reaksi, kemudian dikocok selama 15 menit. Terbentuknya buih yang stabil menunjukkan adanya saponin (Depkes 1987).

Uji Tanin

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak diencerkan dengan 2 ml air. Pada larutan ditambahkan 3 tetes larutan besi(III) klorida. Adanya tanin ditunjukkan oleh adanya perubahan warna larutan menjadi biru kehitaman atau hijau kehitaman (Depkes 1987).

Uji Steroid-Triterpenoid/Uji Lieberman-Burchard

Sebanyak lebih kurang 50 mg ekstrak ditambahkan 5 tetes asam asetat anhidrid dan dikocok. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan 2 tetes H2SO4 pekat, kocok dan

diamati. Terbentuknya warna hijau biru menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah/ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Juwati et al. 1998).

Uji Molish

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak ditambahkan 1 tetes pereaksi Molish segar kemudian dikocok. Selanjutnya, ditambahkan H2SO4 pekat lewat dinding tabung dan

tidak dikocok sehingga membentuk dua lapisan. Terbentuknya warna ungu antara kedua lapisan tersebut menunjukkan adanya karbohidrat (Juwati et al. 1998).

Uji Biuret

Sebanyak lebih kurang 2 ml ekstrak dicampur dengan 2 ml NaOH 10%, kemudian ditambahkan 2 tetes larutan CuSO4 0,5% lalu dikocok. Terbentuknya warna merah

muda atau ungu menunjukkan adanya protein (Munandar et al. 2001). Uji Ninhidrin

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak dicampur dengan 1 ml pereaksi Ninhidrin 0,2% dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan selama beberapa menit dalam air mendidih. Terbentuknya warna biru atau ungu menunjukkan adanya asam amino (Munandar et al. 2001).

Uji Inhibisi Alfa-Glukosidase (Sutedja 2003)

Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1,0 mg α-glukosidase dalam 100 ml buffer fosfat (pH 7,0) yang mengandung 200 mg bovin serum albumin. Sebelum digunakan, sebanyak 1 ml larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7,0). Campuran reaksi terdiri dari 250 μl 20 mM p-nitrofenil α-D- glukopiranosa sebagai substrat, 490 μl 100 mM buffer fosfat (pH 7,0) dan 10 μl larutan sampel dalam DMSO. Setelah campuran reaksi diinkubasi pada 37oC selama

5 menit, 250 μl larutan enzim ditambahkan dan selanjutnya diinkubasi selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 1000 μl 200 mM natrium karbonat dan p-nitro fenol yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada 400 nm.

Sistem reaksi enzim selengkapnya untuk satu sampel dengan volume total 2 ml dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 2 ml. Blanko μl Kontrol μl So μl S1 μl Sampel - - 10 10 DMSO 10 10 - - Buffer 490 490 490 490 Substrat 250 250 250 250

Inkubasi penangas air 37oC, 5 menit

Buffer 250 - 250 -

Enzim - 250 - 250

Inkubasi penangas air 37oC, 15 menit

Na2CO3 1000 1000 1000 1000

Sampel yang digunakan adalah ekstrak metanol, ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak fraksi n-butanol dan ekstrak air dengan variasi konsentrasi 1%, 0,5%, 02,5% dan 0,125% dengan pelarut DMSO. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi yang sama dengan larutan sampel, dengan melarutkan tablet Acarbose (Glucobay) dalam

aquadest dan HCl 2N kemudian disentrifus, selanjutnya supernatan digunakan untuk membuat larutan standar.

Persen inhibisi dapat dihitung dari persamaan : [(C - S) / C] x 100; dengan S = absorbansi sampel (S1-So dengan S1 = absorbansi sampel dengan penambahan enzim dan So = absorbansi sampel tanpa penambahan enzim) dan C = absorbansi kontrol (DMSO), tanpa sampel (kontrol-blanko).

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan Larva Udang Artemia salina Leach. Telur udang Artemia salina Leach. ditetaskan di dalam gelas piala ukuran 1 liter yang telah diisi air laut kemudian diletakkan di bawah lampu UV dan diberi aerasi. Setelah 48 jam telur menetas menjadi larva udang (naupili) dan siap untuk diujicobakan.

Larutan uji dibuat dengan konsentrasi 2000 ppm, 200 ppm dan 20 ppm. Larutan uji 2000 ppm dibuat dengan cara melarutkan 4 mg ekstrak dalam 2,0 ml air laut. Larutan uji 200 ppm dibuat dengan cara melarutkan 1 ml larutan uji 2000 ppm dalam 9 ml air laut, sedangkan larutan uji 20 ppm dibuat dengan cara melarutkan 1 ml larutan uji 200 ppm dalam 9 ml air laut. Jika tidak larut ditambahkan DMSO kurang lebih 10 μl.

Uji bioaktivitas dilakukan dengan cara memasukkan 100 μl air laut yang berisi 10-12 ekor larva udang Artemia salina Leach., yang telah berumur 48 jam ke dalam vial uji. Selanjutnya, ke dalam vial uji ditambahkan 100 μl larutan uji untuk masing-masing konsentrasi sehingga konsentrasi akhir pada tiap-tiap lubang vial uji adalah 1000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm, kemudian disimpan di bawah lampu UV. Sebagai kontrol dipakai 1 ml air laut yang berisi 10-12 ekor larva udang tanpa penambahan ekstrak.

Setelah 24 jam jumlah larva udang yang mati dihitung dan dianalisis menggunakan metode Sam (Colegate et al. 1993) berdasarkan perhitungan jumlah larva yang mati dan yang masih hidup, dan tingkat kematian atau mortalitas (%) diperoleh dengan membandingkan antara jumlah yang mati dibagi dengan jumlah

total larva. Nilai LC50 diperoleh dengan cara menghitung menurut rumus y = a + bx.

Harga y yang dimasukkan adalah 50, untuk menyatakan larva udang yang mengalami kematian sejumlah 50% setelah masa inkubasi 24 jam. Nilai a dan b diperoleh dengan perhitungan menggunakan rumus regresi linier berdasarkan data dari tiga titik konsentrasi yang digunakan. Harga x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva.

Uji Aktivitas Antihiperglikemik dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dari Ekstrak Buah Tua Mahkota Dewa pada Hewan Coba Tikus

Pengadaptasian

Sebelum melakukan percobaan, tikus diadaptasikan dahulu selama dua minggu untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya.

Penentuan Dosis Obat Acarbose (Glucobay) dan Dosis Ekstrak yang Dicekokkan pada Hewan Coba Tikus

Penentuan dosis ekstrak yang dicekokkan ke hewan coba tikus didasarkan pada pemakaian tradisional. Dalam penggunaannya sebagai obat tradisional untuk diabetes, sebanyak 5-6 irisan daging buah mahkota dewa kering direbus dengan 5 gelas air sampai hanya tersisa 3 gelas. Air rebusan diminum satu jam sebelum makan pagi, siang dan malam hari masing-masing sebanyak 1 gelas (Winarto et al. 2003). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan dosis konversi yang setara dengan bobot ekstrak 2 irisan daging buah mahkota dewa untuk manusia dengan bobot badan 50 kg. Sedangkan dosis obat Acarbose yang digunakan adalah dosis konversi yang setara untuk manusia dengan bobot badan 50 kg. Perhitungan dosis obat Acarbose,

dosis ekstrak air hasil rebusan dan ekstrak fraksi n-butanol yang dicekokkan pada hewan coba tikus, dapat dilihat pada Lampiran 8, 9 dan 10.

Penentuan Kadar Larutan Sukrosa yang Dicekokkan pada Hewan Coba Tikus Pada percobaan ini digunakan 9 ekor tikus putih sehat yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah 3 ekor untuk tiap-tiap kelompok, yaitu kelompok I, II dan III. Tikus pada masing-masing kelompok dipuasakan selama 18 jam. Setelah dipuasakan diambil darah pada masing-masing kelompok dan diukur kadar glukosa darah puasanya. Selanjutnya, pada kelompok I dicekok larutan sukrosa 40%b/v, kelompok II dicekok larutan sukrosa 60%b/v dan kelompok III dicekok larutan sukrosa 80%b/v masing-masing sebanyak 1 ml. Selanjutnya, kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok diukur setelah ½, 1, 2, dan 3 jam.

Uji Aktivitas Antihiperglikemik

Pada percobaan ini digunakan 15 ekor tikus putih sehat yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan dengan jumlah 5 ekor untuk tiap-tiap kelompok, yaitu kelompok A, B, dan C sebagai berikut :

(1) Kelompok perlakuan A (kontrol positif)

Pada kelompok perlakuan A, tikus dicekok obat Acarbose (Glucobay) dengan dosis 1,00 x 10-3 mg/ g BB tikus.

(2) Kelompok perlakuan B

Pada kelompok perlakuan B, tikus dicekok ekstrak air dari rebusan buah tua mahkota dewa dengan dosis 1 x dosis konversi (6,20 x 10-4 mg/ g BB tikus)

(3) Kelompok perlakuan C

Pada kelompok perlakuan C, tikus dicekok ekstrak fraksi n-butanol buah tua mahkota dewa dengan dosis 1 x dosis konversi (1,81 x 10-3 mg/ g BB tikus)

dan 2 x dosis konversi (3,62 x 10-3 mg/ g BB tikus).

Tikus pada masing-masing kelompok dipuasakan selama 18 jam. Setelah dipuasakan diambil darah pada masing-masing kelompok dan diukur kadar glukosa darah puasanya. Selanjutnya, pada kelompok kontrol positif dicekok acarbose, kelompok perlakuan B dicekok ekstrak air rebusan buah tua mahkota dewa dengan dosis 1 x dosis konversi, kelompok perlakuan C dicekok ekstrak fraksi n-butanol buah tua mahkota dewa 1 x dosis konversi. Lima menit kemudian pada masing-masing kelompok dicekok larutan sukrosa 80% b/v sebanyak 1 ml. Kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok diukur setelah ½, 1, 2 dan 3 jam setelah perlakuan. Percobaan untuk dosis 2 x dosis konversi pada kelompok perlakuan B dan C dilakukan dengan cara yang sama.

Pada percobaan ini, sebagai kontrol negatif adalah setiap ekor tikus pada masing-masing kelompok, sebelum perlakuan. Tikus dipuasakan selama 18 jam, diukur kadar glukosa darahnya dan dicekok larutan sukrosa 80% b/v sebanyak 1 ml. Selanjutnya, kadar glukosa darah diukur setelah ½, 1, 2, dan 3 jam setelah perlakuan. Pengukuran Kadar Glukosa Darah dengan Glucose Test Strip

Pengambilan contoh darah tikus dilakukan dengan menusuk ekor tikus yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70%(v/v), dengan jarum suntik (lancet), selanjutnya tetesan darah yang keluar dikenakan pada glucose test strip.

Kadar glukosa darah dapat dibaca pada alat glukosa meter secara digital (Anonim 2004).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari masing-masing kelompok dianalisis secara statistik menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika terdapat perbedaan nyata atau signifikan antara perlakuan yang diberikan, analisis dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf α = 0,05 (Matjik & Sumertajaya 2000).

Dokumen terkait