• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK DARI EKSTRAK

BUAH MAHKOTA DEWA [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]

SEBAGAI INHIBITOR ALFA-GLUKOSIDASE

in vitro DAN in vivo PADA TIKUS PUTIH

OLEH :

SRI SUGIWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SRI SUGIWATI. Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl.] sebagai Inhibitor Alfa-Glukosidase in vitro

dan in vivo pada Tikus Putih. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan L. BROTO S. KARDONO.

Inhibitor alfa-glukosidase merupakan obat antidiabetes oral yang digunakan untuk mengobati Diabetes Mellitus (DM) tipe II. Kerja antihiperglikemik dari inhibitor alfa glukosidase berasal dari inhibisi reversibel, kompetitif terhadap enzim hidrolase alfa amilase pankreatik dan enzim-enzim pencernaan di usus halus seperti isomaltase, sukrase dan maltase yang berperan pada hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan monosakarida lainnya. Pada penderita DM, inhibisi terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa sehingga menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu fraksinasi dan ekstraksi buah tua dan buah muda mahkota dewa, penapisan fitokimia, uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro dan uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) terhadap berbagai ekstrak buah tua dan buah muda mahkota dewa, yang dilanjutkan dengan uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dari ekstrak buah tua mahkota dewa dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) pada model hewan coba tikus.

Percobaan uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro dilakukan dengan menggunakan enzim alfa-glukosidase dan p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat.Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak fraksi n-butanol dari buah tua dan buah muda mahkota dewa memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi diikuti ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak metanol dan ekstrak air hasil rebusan, sedangkan ekstrak air hasil fraksinasi hampir tidak memiliki aktivitas inhibisi.

Pada uji toksisitas dengan metode BSLT diamati tingkat mortalitas larva udang Artemia salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak buah mahkota dewa. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode Sam berdasarkan perhitungan jumlah larva yang mati dan hidup. Berdasarkan nilai LC50 dari hasil uji toksisitas

dengan BSLT, ekstrak buah muda mahkota dewa lebih toksik daripada ekstrak buah tua, dengan toksisitas paling tinggi adalah ekstrak metanol diikuti ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak air hasil rebusan dan ekstrak fraksi n-butanol.

(3)

Acarbose sebagai kontrol positif dengan dosis 1,00 x 10-3 mg/ g BB tikus.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak fraksi n-butanol buah muda dan buah tua mahkota dewa memiliki aktivitas antihiperglikemik in vitro

tertinggi terhadap inhibisi enzim alfa-glukosidase dan pada percobaan in vivo

(4)

SRI SUGIWATI. Antihyperglycemic Activity of the Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.] Fruit Extracts as Alpha-Glucosidase Inhibitor by in vitro

and in vivo Experiments in the White Rats. Under the direction of MARIA

BINTANG and L. BROTO S. KARDONO.

Alpha-glucosidase inhibitor is an oral antidiabetes for use in the management of type 2 diabetes mellitus. The antihyperglycemic activity of alpha-glucosidase inhibitor resulted from a competitive, reversible inhibition of hydrolase enzymes, pancreatic alpha-amylase and intestinal digestion enzymes (i.e., isomaltase, sucrase and maltase) which hydrolyzed dietary carbohydrates to glucose and other monosaccharides. In diabetic patients, inhibition of these enzymes result in a delayed glucose absorption and a lowering of postprandial hyperglycemia. The purpose of this research is to study the antihyperglycemic activity of the fruit extracts of Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. as alpha glucosidase inhibitor by in vitro and in vivo

experiments.

The research is performed in several steps: fractionation and extraction of the ripe and unripe fruits, phytochemistry test of the fruit extracts, alpha-glucosidase inhibition test by in vitro experiment, toxicity test of the fruit extracts by using BSLT method and antihyperglycemic activity test by in vivo experiment with Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) in the white rats.

The alpha-glucosidase inhibition test in vitro is performed by using alpha-glucosidase enzyme and substrate p-nitrophenyl α-D-glucopyranosa. The result of these experiment showed that n-butanol fraction extract of the ripe and unripe fruits have the highest activity followed by ethyl acetate fraction extract, methanol extract and water extract from the boiled of the ripe and unripe fruits. The water fraction extract of ripe and unripe fruits do not have any significant inhibition activity.

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method used the shrimp larvas of

Artemia salina Leach to study the mortality effect that caused by the fruit extracts of

phaleria macrocarpa. The data obtained was analyzed by using Sam’s method. Based on the LC50 value from the result of BSLT method, the unripe fruit extracts are more toxic than the ripe fruit extracts, with the highest toxicity is methanol extract followed by ethyl acetate fraction extract, boiled water extract and n-butanol fraction extract.

(5)
(6)

Nama : Sri Sugiwati

NRP : G135010011

Program Studi : Biokimia

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS L. Broto S. Kardono, Apt. Ph.D, APU

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Biokimia 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Norman R. Azwar Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(7)

Berangkat dari suatu perasaan dari lubuk hati yang terdalam,

yang tak terungkap dengan kata-kata tentang keikhlasan hati dari orang-orang terdekat, yang selalu setia dan penuh kasih sayang menemani dan membimbingku dalam menapaki jalan menuju cita. Kupersembahkan karya utama ini kepada

Ibu dan Bapak tercinta

Kakak-Kakak dan Adik-Adikku tersayang Suami dan belahan hatiku terkasih

Di awal kata tak akan pernah kulupa, untuk memanjatkan puji syukur yang

terdalam kehadirat Alloh SWT Yang Maharohman dan Maharohim sehingga penulis

dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Aktivitas Antihiperglikemik dari

Ekstrak Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai

Inhibitor Alfa-Glukosidase in vitro dan in vivo pada Tikus Putih”.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada

Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS sebagai pembimbing I dan Bapak Leonardus

Broto Sugeng Kardono, Apt. Ph.D, APU sebagai pembimbing II, yang telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dukungan dan semangat bagi

penulis sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan

baik.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada seluruh

staf Laboratorium Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia Terapan LIPI, PUSPIPTEK

Serpong, terutama kepada Ibu Dra. Puspa Dewi, MSc atas bantuan sarana dan

(8)

Kepada Bapak dan Ibundaku tercinta, terima kasih yang tak terhingga atas

segala doa dan bimbingannya yang tiada pernah putus-putusnya diberikan kepada

penulis dengan penuh kasih dan sayang.

Kepada suamiku, mas Hari Satria dan belahan hatiku, Opik dan Lulu, terima

kasih yang amat sangat atas segala doa, pengorbanan, dukungan dan pengertiannya

selama ini.

Kepada kakak-kakak dan adik-adikku, mbak Wiwik, Kak Almutholib, Ani,

Didi, Herningwang, Parno, keponakan-keponakanku Indri, Arif, Opang, Ilham,

Jajang, terima kasih yang tulus atas segala doa dan dukungannya. Mbak Tati dan Mas

Suryo, terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya tak akan pernah kulupa.

Kusweni, terima kasih atas ketulusan dan keikhlasan menjaga dan menemani

anak-anakku.

Teman-teman Program Pasca Sarjana Biokimia, FMIPA-IPB, Purbowati,

Yosie dan Yuzda, semoga persahabatan yang telah terjalin akan terus berlanjut.

Terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu di dalam penelitian

dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang telah dapat

diselesaikan ini masih jauh dari sempurna dan oleh sebab itu segala saran dan kritik

membangun yang diberikan terhadap karya ilmiah ini sangat bermanfaat bagi penulis

(9)

Bogor, 2 Juli 2005

Sri Sugiwati

(10)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1970 sebagai anak ketiga

dari lima bersaudara, dari pasangan H. Suwarno dan Hj. Sutari.

Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia.

Pada tahun 1998, penulis menikah dengan Hari Satria Setiawan dan telah

dikaruniai seorang putra Muhamad Taufiq Irsyad dan seorang putri Lulu Alya

Setyowati.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Keperawatan Dasar dan

Dasar Keperawatan (DKKD) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sejak

tahun 1997 hingga sekarang. Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Biokimia.

(11)

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK DARI EKSTRAK

BUAH MAHKOTA DEWA [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]

SEBAGAI INHIBITOR ALFA-GLUKOSIDASE

in vitro DAN in vivo PADA TIKUS PUTIH

OLEH :

SRI SUGIWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SRI SUGIWATI. Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl.] sebagai Inhibitor Alfa-Glukosidase in vitro

dan in vivo pada Tikus Putih. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan L. BROTO S. KARDONO.

Inhibitor alfa-glukosidase merupakan obat antidiabetes oral yang digunakan untuk mengobati Diabetes Mellitus (DM) tipe II. Kerja antihiperglikemik dari inhibitor alfa glukosidase berasal dari inhibisi reversibel, kompetitif terhadap enzim hidrolase alfa amilase pankreatik dan enzim-enzim pencernaan di usus halus seperti isomaltase, sukrase dan maltase yang berperan pada hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan monosakarida lainnya. Pada penderita DM, inhibisi terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa sehingga menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu fraksinasi dan ekstraksi buah tua dan buah muda mahkota dewa, penapisan fitokimia, uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro dan uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) terhadap berbagai ekstrak buah tua dan buah muda mahkota dewa, yang dilanjutkan dengan uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dari ekstrak buah tua mahkota dewa dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) pada model hewan coba tikus.

Percobaan uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro dilakukan dengan menggunakan enzim alfa-glukosidase dan p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat.Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak fraksi n-butanol dari buah tua dan buah muda mahkota dewa memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi diikuti ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak metanol dan ekstrak air hasil rebusan, sedangkan ekstrak air hasil fraksinasi hampir tidak memiliki aktivitas inhibisi.

Pada uji toksisitas dengan metode BSLT diamati tingkat mortalitas larva udang Artemia salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak buah mahkota dewa. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode Sam berdasarkan perhitungan jumlah larva yang mati dan hidup. Berdasarkan nilai LC50 dari hasil uji toksisitas

dengan BSLT, ekstrak buah muda mahkota dewa lebih toksik daripada ekstrak buah tua, dengan toksisitas paling tinggi adalah ekstrak metanol diikuti ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak air hasil rebusan dan ekstrak fraksi n-butanol.

(13)

Acarbose sebagai kontrol positif dengan dosis 1,00 x 10-3 mg/ g BB tikus.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak fraksi n-butanol buah muda dan buah tua mahkota dewa memiliki aktivitas antihiperglikemik in vitro

tertinggi terhadap inhibisi enzim alfa-glukosidase dan pada percobaan in vivo

(14)

SRI SUGIWATI. Antihyperglycemic Activity of the Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.] Fruit Extracts as Alpha-Glucosidase Inhibitor by in vitro

and in vivo Experiments in the White Rats. Under the direction of MARIA

BINTANG and L. BROTO S. KARDONO.

Alpha-glucosidase inhibitor is an oral antidiabetes for use in the management of type 2 diabetes mellitus. The antihyperglycemic activity of alpha-glucosidase inhibitor resulted from a competitive, reversible inhibition of hydrolase enzymes, pancreatic alpha-amylase and intestinal digestion enzymes (i.e., isomaltase, sucrase and maltase) which hydrolyzed dietary carbohydrates to glucose and other monosaccharides. In diabetic patients, inhibition of these enzymes result in a delayed glucose absorption and a lowering of postprandial hyperglycemia. The purpose of this research is to study the antihyperglycemic activity of the fruit extracts of Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. as alpha glucosidase inhibitor by in vitro and in vivo

experiments.

The research is performed in several steps: fractionation and extraction of the ripe and unripe fruits, phytochemistry test of the fruit extracts, alpha-glucosidase inhibition test by in vitro experiment, toxicity test of the fruit extracts by using BSLT method and antihyperglycemic activity test by in vivo experiment with Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) in the white rats.

The alpha-glucosidase inhibition test in vitro is performed by using alpha-glucosidase enzyme and substrate p-nitrophenyl α-D-glucopyranosa. The result of these experiment showed that n-butanol fraction extract of the ripe and unripe fruits have the highest activity followed by ethyl acetate fraction extract, methanol extract and water extract from the boiled of the ripe and unripe fruits. The water fraction extract of ripe and unripe fruits do not have any significant inhibition activity.

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method used the shrimp larvas of

Artemia salina Leach to study the mortality effect that caused by the fruit extracts of

phaleria macrocarpa. The data obtained was analyzed by using Sam’s method. Based on the LC50 value from the result of BSLT method, the unripe fruit extracts are more toxic than the ripe fruit extracts, with the highest toxicity is methanol extract followed by ethyl acetate fraction extract, boiled water extract and n-butanol fraction extract.

(15)
(16)

Nama : Sri Sugiwati

NRP : G135010011

Program Studi : Biokimia

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS L. Broto S. Kardono, Apt. Ph.D, APU

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Biokimia 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Norman R. Azwar Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(17)

Berangkat dari suatu perasaan dari lubuk hati yang terdalam,

yang tak terungkap dengan kata-kata tentang keikhlasan hati dari orang-orang terdekat, yang selalu setia dan penuh kasih sayang menemani dan membimbingku dalam menapaki jalan menuju cita. Kupersembahkan karya utama ini kepada

Ibu dan Bapak tercinta

Kakak-Kakak dan Adik-Adikku tersayang Suami dan belahan hatiku terkasih

Di awal kata tak akan pernah kulupa, untuk memanjatkan puji syukur yang

terdalam kehadirat Alloh SWT Yang Maharohman dan Maharohim sehingga penulis

dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Aktivitas Antihiperglikemik dari

Ekstrak Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai

Inhibitor Alfa-Glukosidase in vitro dan in vivo pada Tikus Putih”.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada

Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS sebagai pembimbing I dan Bapak Leonardus

Broto Sugeng Kardono, Apt. Ph.D, APU sebagai pembimbing II, yang telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dukungan dan semangat bagi

penulis sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan

baik.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada seluruh

staf Laboratorium Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia Terapan LIPI, PUSPIPTEK

Serpong, terutama kepada Ibu Dra. Puspa Dewi, MSc atas bantuan sarana dan

(18)

Kepada Bapak dan Ibundaku tercinta, terima kasih yang tak terhingga atas

segala doa dan bimbingannya yang tiada pernah putus-putusnya diberikan kepada

penulis dengan penuh kasih dan sayang.

Kepada suamiku, mas Hari Satria dan belahan hatiku, Opik dan Lulu, terima

kasih yang amat sangat atas segala doa, pengorbanan, dukungan dan pengertiannya

selama ini.

Kepada kakak-kakak dan adik-adikku, mbak Wiwik, Kak Almutholib, Ani,

Didi, Herningwang, Parno, keponakan-keponakanku Indri, Arif, Opang, Ilham,

Jajang, terima kasih yang tulus atas segala doa dan dukungannya. Mbak Tati dan Mas

Suryo, terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya tak akan pernah kulupa.

Kusweni, terima kasih atas ketulusan dan keikhlasan menjaga dan menemani

anak-anakku.

Teman-teman Program Pasca Sarjana Biokimia, FMIPA-IPB, Purbowati,

Yosie dan Yuzda, semoga persahabatan yang telah terjalin akan terus berlanjut.

Terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu di dalam penelitian

dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang telah dapat

diselesaikan ini masih jauh dari sempurna dan oleh sebab itu segala saran dan kritik

membangun yang diberikan terhadap karya ilmiah ini sangat bermanfaat bagi penulis

(19)

Bogor, 2 Juli 2005

Sri Sugiwati

(20)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1970 sebagai anak ketiga

dari lima bersaudara, dari pasangan H. Suwarno dan Hj. Sutari.

Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia.

Pada tahun 1998, penulis menikah dengan Hari Satria Setiawan dan telah

dikaruniai seorang putra Muhamad Taufiq Irsyad dan seorang putri Lulu Alya

Setyowati.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Keperawatan Dasar dan

Dasar Keperawatan (DKKD) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sejak

tahun 1997 hingga sekarang. Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Biokimia.

(21)

Halaman

Glikolisis, Jalur Metabolisme Utama Glukosa, Fruktosa dan Galaktosa ... 8

Hormon-Hormon yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah …………. 14

Diabetes Mellitus (DM) ………. 17

Klasifikasi DM ……….. 18

Diagnosis DM ……… 20

Komplikasi DM ………. 21

Pengobatan DM ………. 23

Mekanisme Kerja Obat sebagai Inhibitor Reaksi Enzim ………... 26

Uji Inhibisi Alfa-Glukosidase ……… 28

Penentuan Kadar Glukosa Darah dengan Glucose Test Strip ……… 29

Model Hewan Percobaan DM ………... 30

Fraksinasi dan Ekstraksi ……… 33

Penapisan Fitokimia ……….. 34

Uji Inhibisi Alfa-Glukosidase ……… 36

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan Larva Udang Artemia salina Leach. ………. 38

(22)

Uji Inhibisi Alfa-Glukosidase ………... 47

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan Larva Udang

Artemia salina Leach. ……….. 52

Uji Aktivitas Antihiperglikemik dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dari Ekstrak Buah Tua Mahkota Dewa pada Hewan Coba Tikus ………. 55

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ……… 63

Saran ……….. 64

DAFTAR PUSTAKA ……….. 65

(23)

Halaman 1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 2 ml …….. 37

2 Persen rendemen hasil ekstraksi buah mahkota dewa dengan pelarut

metanol ……… 43

3 Persen rendemen hasil fraksinasi dari ekstrak metanol buah muda

mahkota dewa ………. 44

4 Persen rendemen hasil fraksinasi dari ekstrak metanol buah tua

mahkota dewa ………. 44

5 Persen rendemen hasil ekstraksi buah mahkota dewa yang diperoleh

dengan cara rebusan ……… 45

6 Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT terhadap berbagai ekstrak

(24)

Halaman 1 Tanaman mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl.] …….. 5

2 Pencernaan bertahap dari amilopektin atau glikogen oleh α-amilase dan α(1→6)-glucosidase. α-Amilase pada saliva memutus ikatan glikosida α(1→4) diantara unit maltosa dari amilopektin (atau glikogen), tetapi tidak dapat memutus ikatan glikosida α(1→6) yang terdapat pada titik percabangan (gambar atas). α(1→6) Glukosidase di usus halus memutus ikatan glikosida α(1→6) pada titik percabangan, yang membuka inti amilosa untuk pencernaan lebih lanjut oleh amilase

(gambar bawah) ……….. 9

3 Jalur glikolisis ………. 10

4 Jalur masuk fruktosa ke dalam jalur glikolisis ……… 12

5 Perubahan galaktosa menjadi glukosa ……… 13

6 Pengontrolan kadar glukosa darah oleh hormon yang disekresi pankreas,

insulin dan glukagon ………... 14

7 Pengontrolan metabolisme glikogen. Fosforilasi menginaktifkan glikogen sintase dan mengaktifkan fosforilase, yang menyebabkan

peningkatan glikogenesis dan penghambatan sintesis glikogen ……….. 16

8 Struktur kimia Acarbose ………. 25

9 Inhibisi reversibel kompetitif; inhibitor dan substrat berkompetisi pada sisi aktif enzim. E = enzim; S = substrat; I = inhibitor; ES = kompleks

enzim substrat; EI = kompleks enzim inhibitor; P = produk ... 27

10 Inhibisi reversibel non-kompetitif; inhibitor dan substrat terikat secara bersama-sama. E = enzim; S = substrat; I = inhibitor; ES = kompleks enzim substrat; EI = kompleks enzim inhibitor; ESI = kompleks enzim

substrat inhibitor; P = produk ... 28

11 Persamaan reaksi enzimatik α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-

(25)

13 Diagram alir penelitian ……… 33

14 Persen inhibisi terhadap enzim alfa-glukosidase dari ekstrak metanol, ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak fraksi n-butanol dan ekstrak fraksi air

dan ekstrak air hasil rebusan dari buah tua mahkota dewa ………. 48

15 Persen inhibisi terhadap enzim alfa-glukosidase dari ekstrak metanol, ekstrak fraksi etil asetat, ekstrak fraksi n-butanol, ekstrak fraksi air

dan ekstrak air hasil rebusan dari buah muda mahkota dewa …………. 50

16 Kurva TGO pada penentuan kadar larutan sukrosa yang akan dicekok ke tikus. Kelompok I dicekok larutan sukrosa 40% b/v; kelompok II =

60% b/v dan kelompok III = 80% b/v ………. 57

17 Kurva TGO kelompok A1 (kelompok kontrol positif yang diperlakukan sebagai kontrol negatif) dibandingkan dengan kelompok A2 (kelompok

kontrol positif) ………. 58

18 Kurva TGO kelompok B2 dan B3 (kelompok perlakuan yang dicekok ekstrak rebusan buah tua dengan dosis masing-masing 6,20 x 10-4 mg/g BB tikus dan 1,24 x 10-3 mg/ g BB tikus) dibandingkan dengan kelompok B1 (kelompok perlakuan B sebagai kontrol negatif) dan

kelompok A2 (kelompok kontrol positif) ……… 60

19 Kurva TGO kelompok C2 dan C3 (kelompok perlakuan yang dicekok ekstrak fraksi n-butanol buah tua dengan dosis masing-masing

1,81 x 10-3 mg/ g BB tikus dan 3,62 x 10-3 mg/ g BB tikus)

dibandingkan dengan kelompok C1 (kelompok perlakuan C sebagai

(26)

Halaman

1 Gambar buah mahkota dewa ……….. 68

2 Bagan fraksinasi dan ekstraksi buah tua dan buah muda mahkota

dewa ………. 70

3 Hasil penapisan fitokimia pada berbagai ekstrak buah tua dan buah

muda mahkota dewa ……… 71

4 Data absorbansi dan persen inhibisi hasil uji inhibisi terhadap enzim alfa-glukosidase secara in vitro dari berbagai ekstrak buah tua

dan buah muda mahkota dewa ……… 72

5 Data hasil uji BSLT dan nilai LC50 dari ekstrak buah tua dan buah muda

mahkota dewa ………. 77

6 Histogram persentase mortalitas larva udang Artemia salina Leach. pada uji toksisitas dengan metode BSLT dari berbagai ekstrak buah

mahkota dewa ………. 82

7 Diagram alir percobaan uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dari ekstrak buah tua mahkota dewa dengan Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO) pada model hewan coba tikus ……….. 83

8 Perhitungan dosis obat Acarbose (Glucobay tablet) yang dicekokkan

pada hewan coba tikus ……… 84

9 Perhitungan dosis ekstrak air hasil rebusan buah tua mahkota dewa

yang dicekokkan pada hewan coba tikus ……… 85

10 Perhitungan dosis ekstrak fraksi n-butanol buah tua mahkota dewa yang dicekokkan pada hewan coba tikus ……… 86

11 Data hasil pengukuran kadar glukosa darah pada percobaan penentuan

kadar larutan sukrosa yang dicekokkan ke hewan coba tikus ... 87

(27)

14 Data hasil pengukuran kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan yang dicekok ekstrak fraksi n-butanol buah tua mahkota dewa

(kelompok C) ……….. 91

15 Hasil Analisis Ragam Faktorial 2x2 RAL kadar glukosa darah kelompok hewan coba tikus pada uji aktivitas antihiperglikemik dengan

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ……….. 93

16 Uji lanjut Duncan pada percobaan uji aktivitas antihiperglikemik

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada

seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal

(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Dalimartha 2003). DM merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia.

Menurut laporan terakhir dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2003

penderita DM telah meningkat secara mengkhawatirkan. Global Diabetes Statistic

melaporkan tahun 2003 ada 194 juta orang di dunia yang terkena DM dan

diperkirakan jumlahnya akan meningkat sampai 333 juta orang pada tahun 2025.

Prevalensi DM di Indonesia sekitar 1,2% sampai 2,3% dari jumlah penduduk berusia

di atas 15 tahun (Dalimunthe 2004).

DM merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat menyerang

semua golongan usia, semua tingkat sosial ekonomi, laki-laki maupun perempuan.

Beberapa faktor penyebab penyakit DM adalah faktor keturunan, adanya infeksi virus

dan bakteri, bahan kimia toksik seperti aloksan dan streptozotosin, dan nutrisi

berlebihan. Nutrisi berlebihan (overnutrition) terutama makanan berkolesterol dan

berkadar lemak tinggi, merupakan faktor resiko pertama yang diketahui

menyebabkan DM (Utami et al.2003).

Pada penderita DM menahun yang tidak mengontrol kadar glukosa darahnya,

(29)

darah seperti makroangiopati dan mikroangiopati. Kelainan pembuluh darah kecil

(mikroangiopati) dapat menimbulkan berbagai perubahan pada pembuluh darah

kapiler yang ada pada ginjal, mata, dan kaki. Akibatnya, timbul berbagai komplikasi

seperti pada kapiler glomerulus ginjal yang menyebabkan nefropati diabetik, pada

retina mata menyebabkan retinopati dan berakhir dengan kebutaan. Kelainan pada

pembuluh darah besar (makroangiopati) dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan

pada pembuluh darah jantung yang menyebabkan penyakit jantung koroner.

Penyempitan pada pembuluh darah tungkai bawah dapat menyebabkan ulkus dan

gangren di kaki, sedangkan kelainan pada pembuluh darah otak menyebabkan

penyakit cerebrovaskuler yang mengakibatkan stroke (Dalimartha 2003).

DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol dengan melakukan upaya-upaya seperti perencanaan diet, mempertahankan

bobot badan normal dan melakukan cukup olah raga. Obat hanya perlu diberikan, bila

setelah melakukan berbagai upaya tersebut secara maksimal tidak berhasil

mengendalikan kadar glukosa darah (Ganiswara et al. 1999). Ada dua macam obat

antihiperglikemik, yaitu berupa suntikan insulin dan obat antidiabetik oral yang

meliputi golongan sulfonilurea, biguanid, thiazolidinedion, dan inhibitor

alfa-glukosidase (Silva 2004).

Inhibitor alfa-glukosidase digunakan untuk mengobati DM tipe II. Berbeda

dengan sulfonilurea, obat golongan ini tidak meningkatkan sekresi insulin. Kerja

antihiperglikemik dari inhibitor alfa-glukosidase berasal dari inhibisi reversibel,

kompetitif terhadap enzim hidrolase alfa-amilase pankreatik dan enzim-enzim

(30)

berperan pada hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan monosakarida

lainnya. Pada penderita DM, inhibisi terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan

absorpsi glukosa sehingga menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan (Slagle

2002; Bayer 2004)).

Beberapa jenis tanaman obat tradisional Indonesia yang secara empiris

digunakan sebagai antidiabetes telah diteliti memiliki aktivitas sebagai inhibitor

enzim alfa- glukosidase, diantaranya adalah biji alpukat, daun bungur, kulit jamblang,

daun salam, daun sukun, daun kesumba dan cocor bebek. Pada penapisan fitokimia,

tanaman tersebut memiliki kandungan senyawa golongan fenol (Sutedja 2003).

Terdapat beberapa jenis tanaman obat Indonesia lainnya yang secara empiris

digunakan sebagai antidiabetes, tetapi belum diteliti aktivitasnya sebagai inhibitor

alfa-glukosidase, salah satunya adalah mahkota dewa.

Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] merupakan tanaman

asli Indonesia yang berasal dari Papua. Umumnya dibudidayakan sebagai tanaman

hias atau tanaman peneduh, tetapi terkadang masih dapat dijumpai tumbuh liar di

daerah hutan pada ketinggian 10 m sampai 1.200 m di atas permukaan laut (Hutapea

et al. 1999; Winarto et al.2003). Tanaman ini telah digunakan secara empirik untuk

mengatasi DM dan berbagai jenis penyakit lainnya seperti kanker, lever, jantung,

asam urat, rematik, ginjal, tekanan darah tinggi, eksim, jerawat, dan luka gigitan

serangga (Lisdawati 2002). Dari segi kandungan kimia, tumbuhan ini belum banyak

diketahui. Evaluasi fitokimia mahkota dewa telah dilakukan, yang antara lain

tumbuhan ini diduga mengandung alkaloid, terpenoid, saponin dan poliphenol

(31)

Untuk membuktikan secara ilmiah mengenai aktivitas antihiperglikemik dari

ekstrak buah mahkota dewa sebagai inhibitor alfa-glukosidase, maka dilakukan

penelitian in vitro dan in vivo. Penelitian in vitro dilakukan dengan menggunakan

ekstrak buah mahkota dewa sebagai inhibitor terhadap enzim alfa-glukosidase dan

p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat. Penelitian in vivo dilakukan dengan

metode uji toleransi glukosa oral pada model hewan coba tikus putih jantan.

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas inhibisi dan membandingkan

efektifitas inhibisi terhadap enzim alfa-gukosidase in vitro dari berbagai ekstrak buah

muda dan buah tua mahkota dewa secara. Selanjutnya, menguji aktivitas

antihiperglikemik in vivo dari ekstrak buah tua dengan metode uji toleransi glukosa

oral pada hewan coba tikus putih.

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak buah mahkota dewa dapat

menginhibisi enzim alfa-gukosidase baik in vitro maupun in vivo.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembuktian ilmiah mengenai

aktivitas antihiperglikemik pada DM tipe II dari buah mahkota dewa, sehingga

penggunaannya sebagai obat antidiabetes dapat dipertanggungjawabkan secara

medik. Manfaat lain dari penelitian ini adalah diharapkan dapat meningkatkan

penggunaan mahkota dewa sebagai obat antidiabetes alternatif bagi masyarakat

terutama masyarakat pedesaan dimana tidak tersedia obat jadi atau karena tidak

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Mahkota Dewa

Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] merupakan tanaman

asli Indonesia yang berasal dari Papua. Umumnya dibudidayakan sebagai tanaman

hias atau tanaman peneduh, tetapi terkadang masih dapat dijumpai tumbuh liar di

daerah hutan pada ketinggian 10 m sampai 1.200 m di atas permukaan laut dengan

curah hujan rata-rata 1.000-2.500 mm/tahun. Tanaman ini memiliki nama sinonim

Phaleria papuana Warb. Var. Wichannii (Val.) Back., nama daerah Simalakama

(Sumatra), Makuto dewo (Jawa) (Hutapea et al. 1999; Winarto et al.2003).

Gambar 1. Tanaman Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]

Berdasarkan taksonomi tumbuhan, mahkota dewa diklasifikasikan sebagai

berikut (Hutapea et al 1999; Winarto et al.2003) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta

(33)

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Thymelaeales

Suku : Thymelaeaceae

Marga : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl atau Phaleria

papuana Warb var. Winchannii (Val) Back

Morfologi tanaman ini cukup sempurna karena memiliki batang, daun, bunga,

dan buah. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. Buah saat

masih muda berwarna hijau muda, tetapi akan berubah menjadi merah marun saat

sudah tua. Ukuran buahnya bervariasi, dari sebesar telur ayam kampung hingga

sebesar apel merah. Ketebalan kulit berkisar 0,5-1,0 mm. Daging buah berwarna

putih dengan ketebalan bervariasi, tergantung ukuran buah (Hutapea et al 1999;

Winarto et al.2003).

Tanaman ini telah digunakan secara empiris untuk mengatasi berbagai jenis

penyakit seperti kanker, lever, jantung, kencing manis (diabetes), asam urat, rematik,

ginjal, tekanan darah tinggi, eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga. Pemakaiannya

dapat digunakan sebagai obat dalam dengan cara dimakan maupun diminum atau

sebagai obat luar dengan cara dioleskan atau dilulurkan (Lisdawati 2002).

Dari segi kandungan kimia, tumbuhan ini belum banyak diketahui. Evaluasi

fitokimia mahkota dewa telah dilakukan, yang antara lain tumbuhan ini diduga

mengandung alkaloid, terpenoid, saponin dan poliphenol. Buahnya banyak

mengandung berbagai jenis lipid, yang terkonsentrasi pada biji. Sedangkan getahnya

(34)

Senyawa-senyawa dalam getah antara lain toluquinone, ethylquinone, asam oktanoat,

1-nonene, 1-undecene, 1-pentadecene, 1-heptadene, dan 6-alkyl-1-4-naphtoquinone

(Kardono 2003). Dari daging buah mahkota dewa, telah diisolasi beberapa senyawa

antikanker (sitostatika), salah satunya adalah suatu lignan, dengan rumus molekul

C6H20O6 dan struktur molekulnya

5-[4(4-methoxy-phenyl-tetrahydrofuro-[3,4-c]furan-1-yl]-benzene-1,2,3-triol (Lisdawati 2002).

Pencernaan dan Absorpsi Karbohidrat

Pencernaan karbohidrat (pati dan glikogen) dari makanan, sudah dimulai di

dalam mulut, oleh adanya enzim alfa-amilase yang dihasilkan oleh kelenjar saliva.

Enzim ini memutus ikatan glikosida α(1→4) pada polisakarida (Mathews dan van

Holde 2000).

Pencernaan karbohidrat selanjutnya, berlangsung di usus halus oleh adanya

enzim alfa-amilase pankreatik yang disekresi oleh pankreas. Alfa-amilase pankreatik

menghidrolisis amilosa menjadi maltosa dan glukosa, sedangkan amilopektin dan

glikogen hanya dihidrolisis secara parsial menghasilkan dekstrin, seperti

diperlihatkan pada Gambar 2. Enzim ini tidak dapat menghidrolisis sempurna

amilopektin dan glikogen, karena tidak dapat memutus ikatan glikosida α(1→6) yang

terdapat pada titik percabangan. α(1→6)-Glukosidase (isomaltase) merupakan enzim

yang dapat memutus ikatan glikosida α(1→6) pada titik percabangan tersebut,

sehingga terbuka kembali gugus baru yang dihubungkan oleh ikatan glikosida

α(1→4) dan dapat dihidrolisis lebih lanjut oleh α-amilase hingga mencapai kembali

(35)

dari kerja kedua enzim ini secara bertahap adalah penguraian sempurna pati dan

glikogen menjadi maltosa dan glukosa. Maltosa dihidrolisis oleh maltase

menghasilkan 2 molekul glukosa. Selanjutnya, glukosa dan monosakarida lainnya

seperti fruktosa dan galaktosa yang merupakan hasil hidrolisis dari sukrosa dan

laktosa diabsorpsi dari usus halus dan dibawa ke hati melalui sirkulasi vena portal

(Mathews dan van Holde 2000).

Di dalam hati, lebih dari setengah glukosa yang ada disimpan sebagai

glikogen dan juga dioksidasi melalui jalur glikolisis untuk memenuhi kebutuhan

energi metabolik hati. Glukosa sisanya, memasuki kembali aliran darah sebagai

glukosa bebas untuk dibawa ke jaringan. Di otot, glukosa juga dioksidasi melalui

jalur glikolisis untuk menghasilkan energi dan disimpan sebagai glikogen, sedangkan

di jaringan adiposa, glukosa diubah menjadi asam lemak dan trigliserida (Schreiber

1984).

Glikolisis, Jalur Metabolisme Utama Glukosa, Fruktosa dan Galaktosa

Glikolisis merupakan jalur metabolisme utama bukan saja bagi glukosa tetapi

juga bagi monosakarida lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa yang berasal dari

makanan. Pada jalur glikolisis, glukosa diubah menjadi piruvat melalui 10 tahapan

reaksi seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Selanjutnya, piruvat diubah menjadi

asetil-KoA dan memasuki siklus asam sitrat yang dirangkai dengan rantai transport

elektron dan fosforilasi oksidatif menghasilkan energi kimia dalam bentuk ATP

(36)

Gambar 2. Pencernaan bertahap dari amilopektin atau glikogen oleh α-amilase dan

α(1→6)-glucosidase. α-Amilase pada saliva memutus ikatan glikosida

(37)
(38)

Fruktosa, sebelum memasuki jalur glikolisis diubah terlebih dahulu menjadi

dihidroksiaseton fosfat, gliseraldehid 3-fosfat atau fruktosa 6-fosfat melalui dua jalur

reaksi yang berbeda, seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Pada jalur pertama,

fruktosa difosforilasi menjadi fruktosa 1-fosfat oleh fruktokinase, yang selanjutnya

dipecah menjadi gliseraldehid dan dihidroksiaseton fosfat oleh fruktosa 1-fosfat

aldolase. Dihidroksiaseton fosfat merupakan intermediet glikolitik, sedangkan

gliseraldehid sebelum memasuki jalur glikolisis, difosforilasi oleh tirosin kinase

menjadi gliseraldehid 3-fosfat. Pada jalur kedua, fruktosa difosforilasi oleh

heksokinase menjadi fruktosa 6-fosfat yang merupakan intermediet glikolitik

(Schreiber 1984; Mathews dan van Holde 2000).

Galaktosa memasuki jalur glikolisis dalam bentuk glukosa 1-fosfat yang

merupakan intermediet glikolitik, melalui beberapa tahap reaksi seperti diperlihatkan

pada Gambar 5. Pada reaksi tahap pertama, galaktosa difosforilasi menjadi galaktosa

1-fosfat oleh galaktokinase. Galaktosa 1-fosfat kemudian bereaksi dengan

UDP-glukosa membentuk UDP-galaktosa, dengan melepaskan UDP-glukosa 1-fosfat. Reaksi ini

dikatalisis oleh galaktosa 1-fosfat uridil transferase. Selanjutnya, UDP-galaktosa

diubah kembali menjadi UDP-glukosa oleh UDP-galaktosa-4-epimerase (Schreber

(39)

Gambar 4. Jalur masuk fruktosa ke dalam jalur glikolisis.

(40)
(41)

Hormon-Hormon yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah

Pengontrolan kadar glukosa darah dipengaruhi oleh kerja dari beberapa

hormon, seperti insulin, glukagon dan epinefrin. Hormon insulin berperan dalam

menurunkan kadar glukosa darah, sedangkan glukagon dan epinefrin berperan

sebaliknya, yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Mekanisme pengontrolan kadar

glukosa darah oleh insulin dan glukagon diperlihatkan pada Gambar 6 (Mathews dan

van Holde 2000).

Gambar 6. Pengontrolan kadar glukosa darah oleh hormon yang disekresi pankreas, insulin dan glukagon.

Insulin

Insulin merupakan polipeptida berukuran 5,8 kilodalton, disintesis oleh sel

beta pulau Langerhans pankreas, yang disekresi sebagai respon terhadap peningkatan

(42)

dan jaringan adiposa. Aksi tersebut dapat berupa ambilan, penyimpanan, dan

penggunaan glukosa, yang meliputi aktifasi glikolisis di hati; peningkatan sintesis

asam lemak dan triasilgliserol di hati dan jaringan adiposa; inhibisi glukoneogenesis

di hati; peningkatan sintesis glikogen di hati dan otot serta peningkatan permeabilitas

sel terhadap glukosa di hati dan jaringan adiposa (Mathews dan van Holde 2000;

Zulfikar 1993).

Glukagon

Glukagon merupakan polipeptida berukuran 3,5 kilodalton, disintesis oleh sel

alfa pulau Lagerhans pankreas, yang disekresi sebagai respon terhadap kadar glukosa

darah rendah (Mathews dan van Holde 2000).

Jika kadar glukosa darah rendah, glukagon disekresi oleh pankreas dan

dibawa oleh aliran darah ke organ sasaran. Hati merupakan organ sasaran utama dari

glukagon. Sel-sel hati memiliki reseptor eksternal glukagon. Pada saat berikatan

dengan reseptor, glukagon mengaktifasi adenilat siklase, enzim pada permukaan

intraselular membran. Adenilat siklase merubah ATP menjadi siklik AMP, yang

merupakan second messenger. Selanjutnya, siklik AMP berikatan dan mengaktifasi

protein kinase yang bergantung siklik AMP. Protein kinase memfosforilasi beberapa

enzim, yang dapat merubah aktifitas enzimatiknya, menjadi bentuk aktif dan tidak

aktif. Fosforilasi glikogen sintase merubahnya menjadi bentuk tidak aktif, sehingga

menghambat sintesis glikogen. Sebaliknya, fosforilasi pada fosforilase kinase,

membuat enzim ini menjadi bentuk aktif. Terbentuknya fosforilase kinase aktif,

selanjutnya mengubah glikogen fosforilase tidak aktif menjadi bentuk aktif. Dengan

(43)

Penghambatan sintesis glikogen dan peningkatan glikogenolisis, menyebabkan

peningkatan kadar glukosa darah. Mekanisme pengontrolan metabolisme glikogen

oleh hormon glukagon diperlihatkan pada Gambar 7 (Schreiber 1984; Mathews dan

van Holde 2000).

(44)

Epinefrin

Epinefrin disekresi oleh medulla adrenal, sebagai respon terhadap kadar

glukosa darah rendah. Di otot, epinefrin mengaktifasi adenilat siklase, yang

menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan menghambat sintesis glikogen. Di

jaringan adiposa, epinefrin meningkatkan penguraian triasilgliserol menghasilkan

bahan bakar untuk jaringan otot. Akibatnya, ambilan glukosa ke dalam otot menjadi

berkurang dan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Epinefrin juga

menghambat sekresi insulin dan menstimulasi sekresi glukagon. Secara keseluruhan

kerja dari hormon epinefrin adalah meningkatkan kadar glukosa darah (Mathews dan

van Holde 2000).

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada

seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal

(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Dalimartha 2003).

Seseorang dapat menderita penyakit DM karena berbagai faktor berikut ini

(Utami et al. 2003) :

(1) Faktor genetik atau keturunan

Pada sebagian besar penderita DM memiliki riwayat keluarga yang juga

menderita DM.

(2) Virus dan Bakteri

Virus yang diduga menyebabkan DM adalah rubela, mumps, dan human

(45)

menyebabkan DM melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel beta yang

mengakibatkan kerusakan sel.

(3) Bahan Toksik atau Beracun

Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung,

yakni aloksan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin (produk dari sejenis

jamur).

(4) Nutrisi

Nutrisi berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang

diketahui menyebabkan DM. Semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi

berlebihan, semakin besar kemungkinan terjangkitnya DM.

Klasifikasi DM

Berikut ini adalah klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa menurut

WHO 1985 (Tjokroprawiro et al. 1988) :

A. Kelas Klinis

I. Diabetes Mellitus

1. DM tipe I atau Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) atau insulin

dependent diabetes mellitus (IDDM)

Kelompok DM tipe I adalah penderita penyakit DM yang sangat tergantung

pada suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak

gemuk. Sekitar 5-10 persen penderita DM menderita DM tipe I. DM tipe I

disebabkan karena sebagian besar sel beta pulau Langerhans pankreas yang

memproduksi insulin mengalami kerusakan, akibatnya, kadar insulin menjadi

(46)

2. DM tipe II atau Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTI) atau non

insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)

DM tipe II adalah lebih umum daripada tipe I. Di Indonesia 90 persen

penderita DM adalah penderita DM tipe II dan umumnya disertai dengan

kegemukan. Kebanyakan timbul pada penderita di atas usia 40 tahun. Pada

DM tipe II, pankreas masih relatif cukup menghasilkan insulin, tetapi insulin

yang ada bekerja kurang sempurna karena jumlah reseptor insulin pada sel

target tidak mencukupi, akibat kegemukan. Orang gemuk biasanya memiliki

jumlah reseptor insulin yang lebih sedikit daripada orang normal. Kelompok

ini terdiri dari penderita tidak gemuk (non-obese) dan penderita gemuk

(obese) (Bettelheim dan Jerry 1995; Dalimartha 2003).

3. DMTM (Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi)

Salah satu penyebab terjadinya DMTM diduga karena kekurangan protein

jangka panjang yang bersamaan dengan makanan utama singkong, sehingga

HCN dari singkong akan merusak sel beta pankreas yang sebenarnya HCN

bisa dinetralkan oleh asam amino dari protein makanan, dan selanjutnya

dikeluarkan melalui urin (cyanide-cassava hypothesis) (Tjokroprawiro et al.

1988).

4. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu

Diabetes tipe ini disebabkan oleh keadaan atau sindrom tertentu seperti

penyakit pankreas, penyakit hormonal, keadaan yang disebabkan oleh obat

atau zat kimia, gangguan reseptor insulin, dan sindrom genetik tertentu

(47)

II. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

Penderita gangguan toleransi glukosa (GTG) dinyatakan dengan adanya

peningkatan kadar glukosa darah pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) dimana

nilainya ada di daerah perbatasan yaitu di atas normal, tetapi di bawah nilai

diagnostik untuk DM (Dalimartha 2003).

III. DM pada kehamilan (gestational DM)

Pada waktu hamil, perubahan-perubahan biokimiawi akibat kehamilan seperti

adanya hormon plasenta yang bersifat insulin antagonis dan meningkatnya

pemecahan insulin oleh plasenta, merupakan faktor diabetogenik (Adam 1987).

B. Kelas risiko statistik

Semua orang dengan toleransi glukosa normal tetapi mempunyai risiko yang

lebih besar untuk mengidap DM. Yang termasuk dalam golongan ini adalah penderita

yang kedua orang tuanya menderita DM, pernah menderita GTG kemudian normal

lagi, pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg (Dalimartha 2003).

Diagnosis DM

Diagnosis DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah, yaitu dengan Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar menurut WHO. TTGO secara umum

dilakukan dengan cara mengukur kadar glukosa darah puasa setelah pasien berpuasa

selama 10-12 jam, kemudian pasien diberi minum larutan glukosa 75 gram.

Selanjutnya, kadar glukosa darah diukur kembali setelah 1 jam dan 2 jam setelah

minum larutan glukosa. Darah yang diperiksa adalah darah dari vena sekitar lipat siku

(48)

Dari hasil pemeriksaan TTGO dapat diketahui apakah seseorang menderita

DM, mengalami gangguan toleransi glukosa atau normal, dengan kriteria sebagai

berikut (Dalimartha 2003):

(1) Seseorang dikatakan menderita penyakit DM bila hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah puasanya ≥ 126 mg/dl dan kadar glukosa darah 2 jam setelah

minum larutan glukosa ≥ 200 mg/dl.

(2) Seseorang dikatakan terganggu terhadap toleransi glukosa bila hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah puasanya 110-125 mg/dl dan kadar glukosa

darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 140-199 mg/dl.

(3) Seseorang dikatakan normal bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

puasanya < 110 mg/dl, kadar glukosa darah 1 jam setelah minum larutan

glukosa < 180 mg/dl, dan 2 jam setelah minum larutan glukosa < 140 mg/dl.

Komplikasi DM

A. Komplikasi Akut DM

Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau

menurun tajam dalam waktu relatif singkat. Pada komplikasi akut DM dapat

terjadi (Utami et al. 2003) :

(1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah

di bawah nilai normal (kurang dari 50 mg/dl). Gejala dini hipoglikemia

yaitu keringat dingin pada muka terutama hidung, gemetar, lemas, rasa

(49)

serta kesemutan di jari tangan dan bibir. Bila dibiarkan tanpa pertolongan

maka penderita menjadi tidak sadar (koma) dengan atau tanpa kejang

(Dalimartha 2003).

(2) Ketoasidosis Diabetik

Pada penderita DM, kadar glukosa darah tinggi tetapi tidak dapat masuk ke

dalam sel karena kekurangan insulin, maka kebutuhan energi tubuh

dipenuhi dengan meningkatkan metabolisme lipid (lipolisis), yang

mengakibatkan meningkatnya asetil-KoA, dan selanjutnya meningkatkan

pembentukan badan keton. Peningkatan badan keton menyebabkan asidosis,

yang pada akhirnya dapat menyebabkan darah menjadi asam, jaringan tubuh

rusak, tidak sadarkan diri, dan mengalami koma (Ganiswara et al. 1999).

B. Komplikasi Kronis DM

Komplikasi kronis terjadi terutama akibat kelainan pembuluh darah seperti

makroangiopati dan mikroangiopati. Kelainan pembuluh darah kecil

(mikroangiopati) dapat menimbulkan berbagai perubahan pada pembuluh darah

kapiler yang ada pada ginjal, mata, dan kaki. Akibatnya, timbul berbagai

komplikasi seperti pada kapiler glomerulus ginjal yang menyebabkan nefropati

diabetik, pada retina mata menyebabkan retinopati dan berakhir dengan

kebutaan. Kelainan pada pembuluh darah besar (makroangiopati) dapat

menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung yang

menyebabkan penyakit jantung koroner. Penyempitan pada pembuluh darah

(50)

kelainan pada pembuluh darah otak menyebabkan penyakit cerebrovaskuler

yang mengakibatkan stroke (Dalimartha 2003).

Pengobatan DM

DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrionologi

Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM, yang

meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan atau pendidikan kesehatan,

dan pemberian obat hipoglikemik oral atau pemberian insulin (Nurul 1997). Pada

penderita DM tipe II, obat hanya perlu diberikan, bila setelah melakukan diet dan

latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa

darah (Ganiswara et al. 1999).

Ada dua macam obat hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet

yang disebut obat hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Antidiabetis oral dapat

dibagi dalam 4 golongan, yaitu :

(1) Golongan Sulfonilurea

Derivat sulfonilurea bekerja dengan cara merangsang sel Beta-pulau

Langerhans pankreas untuk mengeksresikan insulin. Obat golongan ini tidak

berguna bila diberikan pada penderita DM tipe I, karena pada penderita DM

tipe I, sel beta pulau Langerhans pankreasnya sudah rusak, sehingga tidak

dapat memproduksi insulin. Obat golongan ini dapat berguna bila diberikan

pada penderita DM tipe II (Ganiswara et al. 1999). Berikut ini adalah

(51)

(a) Generasi pertama:

Tolbutamide, Chlorpropamide, Tolazamide, Acetohexamide

(b) Generasi kedua: Glibenklamide, Glipizide, Glibonuride

(2) Golongan Biguanid

Derivat biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan dengan derivat

sulfonilurea, obat-obat golongan ini bekerja dengan cara mengurangi

resistensi insulin, sehingga glukosa dapat memasuki sel-sel hati, otot dan

organ tubuh lainnya. Obat-obat yang termasuk golongan biguanid adalah

Metformin, Phenformin dan Buformin (Silva 2004).

(3) Golongan Thiazolidinedion

Derivat thiazolidinedion bekerja dengan cara yang sama dengan derivat

biguanid, yaitu dengan mengurangi resistensi insulin, sehingga glukosa dapat

memasuki sel-sel hati, otot dan organ tubuh lainnya. Obat yang termasuk

golongan thiazolidinedion adalah Troglitazone (Silva 2004).

(4) Golongan inhibitor alfa-glukosidase

Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi secara reversibel kompetitif

terhadap enzim hidrolase alfa-amilase pankreatik dan enzim-enzim

pencernaan di usus halus seperti isomaltase, sukrase dan maltase.

Enzim-enzim ini berperan pada hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan

monosakarida lainnya. Pada penderita DM, inhibisi terhadap enzim ini

menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa, sehingga menurunkan keadaan

hiperglikemia setelah makan. Obat yang termasuk golongan ini adalah

(52)

Acarbose adalah suatu oligosakarida yang diperoleh dari proses fermentasi

mikroorganisme, Actinoplanes utahensis, dengan nama kimia O

-4,6-dideoxy-4-[[(1 S,4 R, 5 S, 6

S)-4,5,6-trihydroxy-3-(hydroxymethyl)-2-cyclohexen-1-yl]amino]-(alpha)-D-glucopyranosyl-1(1 → 4)- O

-(alpha)-D-glucopyranosyl-(1 → 4)-D-glucose. Acarbose merupakan serbuk berwarna putih dengan berat

molekul 645,6, bersifat larut dalam air dan memiliki pKa 5,1. Rumus

empiriknya adalah C25H43NO18 dan struktur kimianya adalah sebagai berikut

(Slagle 2002; Bayer 2004) :

Gambar 8. Struktur kimia Acarbose

Acarbose, dapat digunakan secara kombinasi dengan obat antidiabetik oral

lainnya seperti sulfonilurea, insulin atau metformin, untuk meningkatkan

kontrol hiperglikemia. Hal ini disebabkan karena acarbose memiliki

mekanisme kerja yang berbeda dengan ketiga golongan antidiabetik oral

(53)

Mekanisme Kerja Obat Sebagai Inhibitor Reaksi Enzim

Inhibisi reaksi enzim merupakan suatu strategi utama dalam perancangan

obat, dan hampir sepertiga dari lima puluh jenis obat terpopuler yang diperdagangkan

saat ini merupakan inhibitor enzim. Inhibisi dari suatu reaksi yang dikatalisis enzim

dapat menghambat jalur metabolik utama dengan memblok pembentukan dari suatu

metabolit esensial maupun metabolit yang tidak diinginkan (King 1994).

Enzim memiliki sisi aktif yang dapat mengenali secara spesifik substratnya

yang sesuai, sehingga memungkinkan untuk merancang inhibitor enzim yang dapat

menghalangi pengikatan substrat pada enzim. Dengan terikatnya inhibitor pada

enzim, maka dapat menghambat terbentuknya produk dari suatu metabolit yang tidak

diinginkan (King 1994).

Pada dasarnya, ada dua tipe inhibisi enzim yang disebabkan oleh obat sebagai

inhibitor, yaitu inhibisi reversibel dan inhibisi ireversibel (Ophardt 2003).

(1) Inhibisi Reversibel

Inhibisi reversibel ditandai oleh adanya reaksi kesetimbangan diantara enzim

dan obat sebagai inhibitor. Inhibitor reversibel berikatan dengan enzim melalui ikatan

non-kovalen atau gaya kovalen lemah, dan dapat dilepaskan dari enzim dengan cara

pengenceran, filtrasi gel, atau dialisis. Ada dua tipe utama inhibisi reversibel, yaitu

(King 1994; Ophardt 2003) :

(a) Inhibisi reversibel kompetitif

Inhibisi kompetitif terjadi apabila obat yang berperan sebagai inhibitor

(54)

dengan substrat normal untuk berikatan pada sisi aktif enzim (Ophardt

2003).

Gambar 9. Inhibisi reversibel kompetitif; inhibitor dan substrat berkompetisi pada sisi aktif enzim. E = enzim; S = substrat; I = inhibitor; ES = kompleks enzim substrat; EI = kompleks enzim inhibitor; P = produk.

(b) Inhibisi reversibel nonkompetitif

Pada inhibisi reversibel nonkompetitif, obat sebagai inhibitor tidak

terikat pada sisi aktif enzim, tetapi terikat pada bagian lain dari enzim.

Terikatnya inhibitor obat pada enzim, menyebabkan perubahan bentuk

enzim, yang mengakibatkan penurunan aktivitas katalitik enzim. Karena

inhibitor terikat pada sisi yang berbeda dari substrat, maka enzim dapat

berikatan dengan inhibitor, berikatan dengan substrat atau berikatan

dengan inhibitor dan enzim secara bersama-sama (Hames & Hooper

(55)

Gambar 10. Inhibisi reversibel non-kompetitif; inhibitor dan substrat terikat secara bersama-sama. E = enzim; S = substrat; I = inhibitor; ES = kompleks enzim substrat; EI = kompleks enzim inhibitor; ESI = kompleks enzim substrat inhibitor; P = produk.

(2) Inhibisi Ireversibel

Pada inhibisi ireversibel, inhibitor terikat secara kovalen pada sisi aktif enzim,

membentuk kompleks enzim inhibitor yang bersifat tetap (Hames & Hooper 2000).

Inhibitor ireversibel tidak dapat dilepaskan dari enzim dengan cara pengenceran

maupun dialisis (King 1994).

Uji Inhibisi α-Glukosidase

Enzim α-glukosidase akan menghidrolisis substrat p-nitrofenil-α

-D-glukopiranosa menjadi p-nitrofenol (berwarna kuning) dan glukosa dengan reaksi

sebagai berikut :

(56)

Aktivitas enzim diukur berdasarkan hasil absorbansi p-nitrofenol. Apabila tumbuhan

memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim alfa-glukosidase maka p

-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang (Basuki et al 2002).

Penentuan Kadar Glukosa Darah Dengan Glucose Test Strip

Prinsip dari penentuan kadar glukosa darah dengan glucose test strip adalah

menggunakan metode reaksi enzimatik glukosa darah dengan enzim glukosa oksidase

dan peroksidase yang dilapis pada kertas strip. Pada metode ini kertas strip dilapisi

dengan membran selulosa tipis yang permeabel hanya untuk molekul-molekul kecil

seperti glukosa. Apabila setetes darah dikenakan pada kertas strip, maka dengan

adanya oksigen, glukosa darah dioksidasi secara enzimatik oleh glukosa oksidase

menghasilkan hidrogen peroksida dan asam glukonat. Selanjutnya, peroksidase

mengkatalisis reaksi hidrogen peroksida dengan kromogen kalium iodida

menghasilkan iodin yang berwarna coklat. Intensitas warna yang terbentuk adalah

sebanding dengan jumlah glukosa dalam tetesan darah. Berikut ini adalah persamaan

reaksi enzimatik dari glukosa dengan enzim glukosa oksidase dan peroksidase

(NCBE 1995) :

β-D-Glukosa + O2 + H2O ⎯⎯ →oksidase⎯⎯

glukosa

H2O2 + asam glukonat

H2O2 + kalium iodida ⎯⎯peroksidas⎯⎯e→ iodin + H2O

(57)

Model Hewan Percobaan DM

DM spontan menurut Skyler dan George (1981) merupakan kejadian umum

yang dijumpai pada berbagai spesies hewan dan telah dikenal sejak beberapa waktu

lalu. Leblanc melaporkan kejadian DM pada tikus pada 1851. Kucing, anjing, rubah,

ikan lumba-lumba, dan berbagai hewan ternak dapat mengalami DM. Hewan DM

dapat dijadikan sebagai model dari penyakit ini pada manusia. Akan tetapi,

dikarenakan hewan memperlihatkan keragaman patofisiologi, maka, pada

kenyataannya, tidak ada gejala DM pada hewan yang tepat sama dengan tipe DM

pada manusia. Gejala DM yang paling umum dijumpai pada hewan adalah berupa

obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin.

DM selain terjadi secara spontan dapat juga dibuat secara eksperimental

dengan infeksi virus, atau melalui pemberian hormon dan senyawa kimia seperti

pada berbagai hewan terutama hewan coba laboratorium, seperti tikus dan kelinci.

Model hewan DM baik spontan dan eksperimental dapat digunakan secara efektif

untuk mempelajari komplikasi, pengobatan dan pencegahan DM.

Penggunaan senyawa kimia untuk menginduksi hewan menjadi DM

memungkinkan mempelajari secara mendalam proses-proses biokimia, hormonal dan

morfologi yang terjadi selama dan setelah induksi senyawa kimia tersebut pada

hewan. Dua senyawa kimia yang telah dipelajari secara ekstensif adalah aloksan dan

streptozotocin. Kedua senyawa ini merusak sel beta pulau langerhans pankreas,

(58)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung selama 10 bulan, mulai dari bulan April 2004

sampai Januari 2005, bertempat di Laboratorium Bahan Alam Pusat Penelitian

Kimia-LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut-pelarut teknis dan

p.a. antara lain metanol, etil asetat, n-butanol, dimetilsulfoksida, HCl, kloroform,

H2SO4, anhidrida asetat, FeCl3, pereaksi Mayer’s, pereaksi Dragendorff, logam Mg,

Na2CO3, α-glukosidase (Saccharomyces sp., Oriental Yeast Co., Ltd.), p-nitrofenil α

-D-glukopiranosa (Wako Pure Chemical Industries, Ltd.), buffer fosfat (pH 7,0),

bovine serum albumin (Wako Pure Chemical Industries, Ltd.), tablet Glucobay, larva

udang Artemia salina Leach., air laut, sukrosa, glukosa strip tes, glukosa meter,

akuades, kertas saring.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator merk

Buchii, spektrofotometer UV-Vis, pH meter, neraca analitik, mikropipet merk

Socorex dan eppendorf, penangas air, oven, alat sentrifuse, lampu UV, kotak

bersekat, vial uji, sonde oral, timbangan tikus, jarum suntik dan alat-alat gelas seperti

tabung reaksi, erlenmeyer, beaker glass, labu bulat, pengaduk, corong pisah, gelas

(59)

Sampel

Buah tua dan buah muda mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.)

Boerl.] yang telah diiris tipis dan dikeringkan dibawah matahari, diperoleh dari Balai

Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, Jawa Tengah. Buah tua dan buah

muda kering, selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender.

Model Hewan Coba

Model hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar,

sehat dan mempunyai aktivitas normal, berusia 6 bulan dengan bobot badan 250-350

gram.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap seperti diperlihatkan pada

diagram alir penelitian (Gambar 13) yang terdiri dari tahap pertama fraksinasi dan

ekstraksi dari buah tua dan buah muda mahkota dewa, tahap kedua penapisan

fitokimia terhadap berbagai ekstrak buah tua dan buah muda mahkota dewa, tahap

ketiga uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro dari berbagai ekstrak buah tua dan buah

muda mahkota dewa, tahap keempat uji toksisitas dengan Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dan tahap kelima uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dari ekstrak buah tua

mahkota dewa dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) terhadap model hewan

(60)

Gambar 13. Diagram alir penelitian

Fraksinasi dan Ekstraksi

Sebanyak 200 gram serbuk daging buah muda mahkota dewa diekstraksi

dengan pelarut metanol sebanyak 1,5 liter, secara maserasi selama empat hari pada

suhu ruang dengan pengulangan sebanyak empat kali, kemudian disaring dan

diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 40oC hingga diperoleh

ekstrak metanol yang pekat. Ekstrak metanol buah tua diperoleh dengan cara yang

sama dengan merendam 200 gram serbuk daging buah tua dalam 1,5 liter metanol.

Fraksinasi dan ekstraksi buah tua dan buah muda

mahkota dewa

Penapisan fitokimia

Uji inhibisi alfa-glukosidase in vitro

Uji aktivitas antihiperglikemik in vivo dengan tes toleransi glukosa oral pada hewan coba tikus

(61)

Ekstrak metanol dari buah tua dan buah muda mahkota dewa selanjutnya

difraksinasi dengan campuran pelarut etil asetat-air (1:1) menghasilkan fraksi etil

asetat dan fraksi air. Fraksi air yang diperoleh difraksinasi kembali dengan n-butanol menghasilkan fraksi air dan fraksi n-butanol. Masing-masing fraksi dipekatkan

dengan rotary evaporator pada suhu 40oC hingga diperoleh ekstrak fraksi etil asetat,

ekstrak fraksi n-butanol dan ekstrak fraksi air yang pekat. Bagan fraksinasi dan

ekstraksi dari buah tua dan buah muda mahkota dewa dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pada penelitian ini, untuk memperoleh ekstrak air, selain dilakukan dengan

cara fraksinasi, juga dilakukan dengan cara merebus 20 gram serbuk daging buah tua

dan buah muda mahkota dewa dengan aquadest sebanyak 300 ml, kemudian disaring

dan diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak air hasil

rebusan.

Penapisan Fitokimia Uji Alkaloid

Sebanyak lebih kurang 10 ml ekstrak ditambahkan 1,5 ml asam klorida 2%.

Selanjutnya, larutan dibagi menjadi tiga sama banyak dalam tabung reaksi. Tabung

reaksi I sebagai pembanding. Tabung reaksi II ditetesi dengan 2 sampai 3 tetes

pereaksi Dragendorff. Tabung reaksi III ditetesi dengan 2 sampai 3 tetes pereaksi

Mayer. Adanya senyawa alkaloid ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan atau

endapan jingga kecoklatan untuk pereaksi Dragendorff dan endapan putih kekuningan

(62)

Uji Flavonoid

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak dilarutkan dalam 1 ml etanol 95%, ditambahkan

0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna merah jingga

sampai merah ungu, menunjukkan adanya flavonoid (Depkes 1995).

Uji Fenol

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak ditetesi dengan 3 tetes larutan besi (III) klorida.

Apabila terjadi warna hijau, ungu, biru sampai hitam, menunjukkan adanya senyawa

fenolik terutama fenol-fenol bebas (Depkes 1987).

Uji Saponin

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak diencerkan dengan air volume sama dan

dituangkan dalam tabung reaksi, kemudian dikocok selama 15 menit. Terbentuknya

buih yang stabil menunjukkan adanya saponin (Depkes 1987).

Uji Tanin

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak diencerkan dengan 2 ml air. Pada larutan

ditambahkan 3 tetes larutan besi(III) klorida. Adanya tanin ditunjukkan oleh adanya

perubahan warna larutan menjadi biru kehitaman atau hijau kehitaman (Depkes

1987).

Uji Steroid-Triterpenoid/Uji Lieberman-Burchard

Sebanyak lebih kurang 50 mg ekstrak ditambahkan 5 tetes asam asetat anhidrid dan

dikocok. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan 2 tetes H2SO4 pekat, kocok dan

diamati. Terbentuknya warna hijau biru menunjukkan adanya steroid, sedangkan

(63)

Uji Molish

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak ditambahkan 1 tetes pereaksi Molish segar

kemudian dikocok. Selanjutnya, ditambahkan H2SO4 pekat lewat dinding tabung dan

tidak dikocok sehingga membentuk dua lapisan. Terbentuknya warna ungu antara

kedua lapisan tersebut menunjukkan adanya karbohidrat (Juwati et al. 1998).

Uji Biuret

Sebanyak lebih kurang 2 ml ekstrak dicampur dengan 2 ml NaOH 10%, kemudian

ditambahkan 2 tetes larutan CuSO4 0,5% lalu dikocok. Terbentuknya warna merah

muda atau ungu menunjukkan adanya protein (Munandar et al. 2001).

Uji Ninhidrin

Sebanyak lebih kurang 1 ml ekstrak dicampur dengan 1 ml pereaksi Ninhidrin 0,2%

dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan selama beberapa menit dalam air

mendidih. Terbentuknya warna biru atau ungu menunjukkan adanya asam amino

(Munandar et al. 2001).

Uji Inhibisi Alfa-Glukosidase (Sutedja 2003)

Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1,0 mg α-glukosidase dalam 100 ml

buffer fosfat (pH 7,0) yang mengandung 200 mg bovin serum albumin. Sebelum

digunakan, sebanyak 1 ml larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer

fosfat (pH 7,0). Campuran reaksi terdiri dari 250 μl 20 mM p-nitrofenil α

-D-glukopiranosa sebagai substrat, 490 μl 100 mM buffer fosfat (pH 7,0) dan 10 μl

Gambar

Gambar 1.  Tanaman Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]
Gambar 13. Diagram alir penelitian
Tabel 6. Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT terhadap berbagai ekstrak buah tua dan buah muda mahkota dewa
Gambar 16.   Kurva TGO pada penentuan kadar larutan sukrosa yang akan dicekok ke tikus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik dalam meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan me- ningkatkan profesionalisme akuntan publik,

menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, Pihak

Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) yang disusun oleoleh

bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pengembangan pengendalian Dampak Lingkungan Daerah, dipandang perlu untuk membentuk Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengendalian

The CityGML UtilityNetwork ADE was applied in the SIMKAS 3D project which aimed at identifying and analysing the mutual interdependencies of critical infrastructures and

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian yang berjudul “ Pengaruh Penyuluhan Tentang Deteksi Dini Kanker Payudara Terhadap

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ega Putriatama (2016) yang berjudul Kontribusi Pengalaman Prakerin, Wawasan Dunia Kerja, dan Kompetensi

Aulia Putri Alvira Layla Umar Mariska Fitriandini Nanda Pratama Ika Syahputri Daniel Okto Bahtiar Tari Oktaviani Suhartina. Nita Angriani Rosmawati Indra Fahru Rozi