• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Produksi Protein rGH

3.1.1 Kultur BakteriE.coliBL21 Konstruksi pCold-I/OgGH

Produksi protein rGH dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik, BDP-FPIK, IPB. Pada penelitian ini digunakan bakteri

Escherichia coli BL21 (DE3) yang mengandung konstruksi pCold-I/OgGH (Lesmana, 2010). Konstruksi tersebut mengandung gen GH ikan gurame (OgGH). Bakteri dikultur awal dalam 6 ml media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm selama 18 jam pada suhu 37 oC. Setelah itu, dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1% dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 100 ml media 2xYT cair baru dan diinkubasi lagi pada suhu 37 oC, kecepatan 250 rpm selama 2 jam. Induksi produksi rGH dilakukan dengan memberikan kejutan suhu 15 oC selama 30 menit, kemudian ditambahkan isopropyl-b-D-thiogalac-Topyranoside (IPTG) sebanyak 750 µl dan diinkubasi menggunakan shakerdengan kecepatan 250 rpm selama 24 jam pada suhu 15 oC. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 2 menit. Pelet bakteri dicuci dengan buffer fosfat salin (PBS) sebanyak 2 kali untuk menghilangkan kotoran ataupun sisa media kultur dan selanjutnya pelet bakteri disimpan di deep-freezer (-80oC). Proses kultur bakteri E. coli BL21 dengan konstruksi pCold-I/OgGH dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.1.2 Lisis Dinding Sel Bakteri

Lisis dinding sel bakteri dilakukan menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer 1xTE, dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 menit, selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit, dan kemudian supernatan dalamtubedibuang. Pelet bakteri dalam tube ditambahkan 500 µL larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL buffer 1xTE), kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang

terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali dan disimpan pada suhu -80oC.

3.2 Rancangan Perlakuan

Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan dengan 3 ulangan yang diolah dengan rancangan acak lengkap, dengan jumlah ikan uji sebanyak 50 ekor tiap ulangan perlakuan. Perlakuan adalah lama perendaman rGH yang berbeda pada ikan gurame, dengan membedakan perlakuan dengan dan tanpa menggunakan NaCl 0,9%. Ikan perlakuan yang diuji adalah :

Perlakuan A : Ikan gurame direndam rGH+BSA (Tanpa NaCl) selama 3 jam Perlakuan B : Ikan gurame direndam rGH+BSA (Tanpa NaCl) selama 2 jam Perlakuan C : Ikan gurame direndam rGH+BSA (Tanpa NaCl) selama 1 jam Perlakuan D : Ikan gurame direndam rGH+BSA (Tanpa NaCl) selama 30 menit Perlakuan E : Ikan gurame direndam BSA+NaCl 0,9% (Tanpa rGH) selama 1 jam Perlakuan F : Ikan gurame direndam rGH+BSA+NaCl 0,9% selama 1 jam

Pemeliharaan benih ikan gurame dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB. Benih ikan gurame yang berumur 7 hari setelah habis kuning telur dan sudah memakan naupli Artemia dipuasakan selama 1 hari sebelum diberi perlakuan. Perendaman (Lampiran 3) dilakukan dengan menggunakan shock salinitydengan NaCl sebesar 2,5% selama 2 menit dengan volume 200 mL untuk merendam ikan sebanyak 50 ekor. Ikan direndam didalam larutan rGH dan BSA (Bovine Serum Albumin) 0,1% sebagai pelarut protein selama waktu perlakuan. Dosis rGH yang digunakan sebesar 24 mg/200mL untuk satu kali perendaman, nilai ini diperoleh dari penggunaan dosis optimum sebesar 120 mg/L (Syazili et al., 2011a) yang diperoleh dari pemberian rGH sebanyak 4 kali lipat dari dosis 30 mg/L (Putra, 2011) untuk satu kali perendaman. Ikan gurame yang telah direndam dimasukkan kedalam akuarium dengan volume air sekitar 20 L dan dipeliharan hingga minggu ke-3, selanjutnya ikan dipindahkan kedalam akuarium dengan volume air sekitar 50 L hingga akhir pemeliharaan diminggu ke-7.

Pemberian pakan naupli Artemia dilakukan saat benih ikan gurame berumur 3 hari hingga 2 minggu, dan selanjutnya diberikan cacing sutera sekitar

10-30 g hingga akhir pemeliharaan. Pengaturan kualitas air dilakukan dengan cara pengecekan suhu air (29-30 0C), selanjutnya akuarium dibersihkan setiap hari dengan penyifonan untuk membuang semua kotoran dan sisa pakan, serta pergantian air akuarium sebanyak 50-60% dengan air baru yang sebelumnya sudah diaerasi dan diberi biru metilena. Pengamatan pertumbuhan ikan dilakukan dengan cara sampling setiap minggunya, kemudian ikan ditimbang dengan timbangan digital untuk melihat bobot ikan, dan selanjutnya ikan ditangkap dengan saringan dan dihitung jumlah ikan tiap akuarium menggunakan sendok makan. Pengamatan gejala penyakit dan nafsu makan ikan diamati secara visual.

3.3 Parameter yang Diamati

3.3.1 Pertumbuhan Mutlak/Growth Rate (GR)

Pertumbuhan mutlak (growth rate/GR) merupakan pertumbuhan bobot rata-rata ikan setiap hari. Perhitungan bobot dilakukan setiap satu minggu sekali dengan menimbang semua ikan gurame pada setiap akuarium kemudian dihitung dengan rumus: GR =

t

Wo

Wt

Keterangan :

t = Periode pengamatan (hari)

Wt = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-t(gram/ekor)

Wo = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-0(gram/ekor)

GR = Pertumbuhan mutlak

3.3.2 Laju Pertumbuhan Spesifik/Specific Growth Rate (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate/SGR) adalah laju pertumbuhan harian atau persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya. Perhitungan SGR dilakukan dengan menimbang bobot semua ikan pada setiap perlakukan setiap satu minggu sekali kemudian dihitung dengan rumus:

SGR = t

1

100%

Wo

Wt

Keterangan :

t = Periode pengamatan (hari)

Wt = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-t(gram/ekor)

Wo = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-0(gram/ekor) SGR = Laju pertumbuhan individu harian (%)

3.3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup/Survival Rate (SR) adalah persentase jumlah ikan yang hidup setelah dipelihara dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan. Pada penelitian ini perhitungan jumlah ikan pada setiap perlakuan dan ulangan dilakukan setiap seminggu sekali, hingga akhir pemeliharaan. Nilai SR dihitung dengan rumus:

SR = 100%

No Nt

Keterangan :

Nt : Jumlah ikan yang dihasilkan pada waktut No : Jumlah ikan awal pada saat ditebar

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

3.3.4 Biomasa

Biomasa merupakan jumlah keseluruhan bobot ikan pada suatu populasi. Perhitungan biomasa dilakukan dengan menimbang semua ikan pada setiap akuarium perlakuan setiap minggu hingga akhir pemeliharaan. Nilai biomasa dihitung dengan rumus:

Biomasa = Bobot rata-rata ikan x Jumlah ikan

3.4 Analisis Data

Efektivitas perlakuan rGH ditentukan berdasarkan nilai pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan spesifik, kelangsungan hidup, dan biomasa rata-rata. Pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan spesifk, dan kelangsungan hidup ikan dianalisis menggunakan metode sidik ragam (ANOVA), uji lanjut Duncan’s (SPSS 16.0), dan Microsoft Excel, sedangkan bobot dan biomasa ikan pada akhir penelitian dianalisis secara deskriptif.

Dokumen terkait