• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ektraksi minyak pala dilakukan di unit penyulingan minyak atsiri Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), Bogor. Biji dan fuli pala yang telah dikeringkan selama dua minggu dibawah sinar matahari digunakan se-bagai bahan dalam ekstraksi minyak. Ekstraksi minyak pala menggunakan biji yang diperoleh dari dua tingkat umur panen, 3 sampai 5 bulan dan lebih dari 7 bu-lan.

Sampel biji dan fuli pala diambil dari dua daerah berbeda, Maluku dan Maluku Utara. Sampel biji dan fuli dari Maluku diambil secara acak di tiga lokasi, yaitu Ambon, Banda, dan Luhu. Untuk Maluku Utara juga diambil sampel pada tiga lokasi masing-masing di Ternate, Tidore, dan Bacan.

Prosedur distilasi

Distilasi minyak pala menggunakan metode distilasi air dengan labu pe-manas berkapasitas 500 ml. Prosedur yang digunakan dalam distilasi minyak pala seperti yang dijelaskan oleh Ketaren (1985) dengan cara sebagai berikut.

a. Sebelum masuk ke labu distilasi, biji dan fuli pala dikeringkan selama dua minggu untuk menurunkan kandungan air bahan sampai sekitar 10 sampai 15%.

b. Sebanyak 300 g biji pala kering dirajang dengan mesin perajang hingga men-jadi potongan-potongan kecil yang lolos saringan berukuran sekitar 0,5 cm2. Hal yang sama berlaku bagi fuli.

c. Sebanyak 50 g sampel biji/fuli diambil untuk penentuan kadar air sebelum dis-tilasi.

d. Bahan pala yang telah dirajang dimasukkan ke dalam labu distilasi kemudian ditambahkan air hingga volume 1 liter.

e. Labu dididihkan pada suhu sekitar 100 0C hingga seluruh minyak dalam bahan terekstrak. Dibutuhkan waktu sekitar 10 hingga 12 jam untuk menyelesaikan satu proses distilasi.

f. Minyak pala yang terekstrak dipisahkan dari air ikutan distilasi dengan cara memindahkan ke botol baru yang berwarna gelap. Minyak hasil ekstraksi ke-mudian dilabel dan disimpan pada suhu kamar untuk analisis selanjutnya. Analisis sifat fisiko-kimia minyak pala

Minyak pala hasil distilasi selanjutnya dipakai sebagai bahan dalam anali-sis sifat fisiko-kimia. Analianali-sis sifat fisiko-kimia dilakukan di Laboratorium BALITTRO, Bogor. Sifat-sifat fisiko-kimia minyak pala ditetapkan berdasarkan metode dan prosedur Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSN 1999).

Prosedur analisis

Prosedur standar dalam analisis sifat fisiko-kimia minyak pala mencakup bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam etanol 90%, dan sisa pen-guapan.

1. Pengukuran bobot jenis

Bobot jenis (BJ) dihitung sebagai perbandingan antara bobot minyak de-ngan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Dalam penentuan BJ diperlukan neraca analitik, penangas air, dan piknometer berkapasitas 50, 25, dan 10 ml yang dilengkapi dengan termometer. Prosedur pengukuran BJ adalah:

a. Piknometer dibersihkan lalu dibasuh etanol kemudian dietil eter;

b. Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering kemudian dan tutupnya disisipkan;

c. Piknometer dibiarkan dalam kotak timbangan selama 30 menit lalu ditimbang (m);

d. Piknometer diisi air suling yang telah dihangatkan pada suhu 20 0C. Gelem-bung udara harus dihindari;

e. Piknometer dicelup ke dalam penangas air bersuhu 20 ± 0,2 0C selama 30 menit lalu penutupnya disisipkan kemudian piknometer dikeringkan;

f. Piknometer dibiarkan dalam kotak timbangan selama 30 menit kemudian di-timbang dengan isinya (m1);

g. Piknometer dikosongkan lalu dicuci etanol dan dietil eter kemudian dikering-kan dengan arus udara kering;

h. Piknometer diisi sampel minyak pala dan hindari terbentuknya gelembung udara;

i. Piknometer dicelup kembali ke dalam penangas air bersuhu 20 ± 0,2 0C sela-ma 30 menit kemudian tutupnya disisipkan;

j. Piknometer dibiarkan dalam kotak timbangan selama 30 menit lalu ditimbang kembali (m2). Bobotnya dinyatakan dalam gram;

k. Bobot jenis kemudian dihitung menggunakan formula:

2. Pengukuran indeks bias

Indeks bias ditetapkan melalui pengukuran secara langsung sudut bias mi-nyak pala yang dicatat oleh alat refraktometer. Pengukuran indeks bias mimi-nyak pala dilakukan pada suhu kamar menggunakan refraktometer yang diperlengkapi lampu natrium, termometer, dan penangas air. Angka pembacaan alat selanjutnya dikalibrasi pada suhu standar 20 0C. Prosedur pengukuran indeks bias minyak pala menggunakan refraktometer adalah sebagai berikut.

a. Air dialirkan melalui refraktometer agar alat berada pada suhu pembacaan; b. Variasi suhu dijaga tidak lebih dari ± 2 °C dari suhu referensi dan harus

diper-tahankan dengan toleransi ± 0,2 °C;

c. Sebelum sampel minyak pala diukur indeks biasnya, suhunya harus disamakan dengan suhu pengukuran (t1);

d. Pembacaan indeks dilakukan bila suhu sudah stabil. e. Indeks bias dihitung dengan formula:

3. Pengukuran putaran optik

Putaran optik, yang menggambarkan polarisasi sinar oleh lapisan minyak pala setebal 10 cm, diukur pada suhu kamar yang selanjutnya dikalibrasi pada su-hu standar 20 0C. Pengukuran tersebut menggunakan alat polarimeter yang di-tempatkan dalam ruang gelap. Polarimeter diperlengkapi dengan lampu uap nat-rium yang menghasilkan cahaya monokromatik pada panjang gelombang 589,3 mm, dan tabung polarimeter dengan panjang 200 mm. Pada alat tersebut juga ter-dapat termometer pencatat suhu sampel yang diamati. Langkah-langkah pengukuran putaran optik minyak pala adalah sebagai berikut.

20 0C m2 - m BJ = ⎯⎯⎯⎯ 20 0C m1 - m t t1 n = n + 0,0004 (t1 – t) D D

a. Sumber cahaya dinyalakan selanjutnya ditunggu sampai diperoleh kilauan penuh;

b. Tabung polarimeter diisi sampel minyak pala yang sebelumnya telah ditetap-kan pada suhu tertentu. Usahaditetap-kan agar gelembung udara tidak terbentuk dalam tabung sampel;

c. Tabung yang berisi sampel diletakkan dalam tabung polarimeter lalu baca putaran optik (+) atau (-) pada skala alat;

d. Bersamaan dengan pembacaan alat, suhu sampel yang terekam termometer polarimeter juga dicatat;

e. Hasil pembacaan alat dicatat dalam derajat. Prosedur a sampai d diulang sedi-kitnya tiga kali untuk setiap sampel.

4. Pengukuran kelarutan dalam alkohol

Tingkat kelarutan minyak pala dalam alkohol (misalnya etanol) diperlihat-kan oleh perubahan warna dari jernih hingga keruh. Kejernihan minyak pala da-lam alkohol menunjukkan derajat kelarutannya, dan sebaliknya kekeruhan menun-jukkan ketidaklarutan seluruh atau sebagian. Pengukuran sifat kelarutan dalam al-kohol menggunakan etanol 90%, larutan pembanding kekeruhan perak nitrat 0,1 N dan tabung reaksi. Prosedur pengukuran kelarutan minyak pala dalam alkohol adalah sebagai berikut.

a. Sebanyak 1 ml sampel minyak pala dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10 ml;

b. Ke dalam sampel ditambahkan etanol 90% tetes demi tetes sebanyak 1 ml. Campuran dikocok setiap penambahan etanol;

c. Setelah semua etanol diberikan, dilakukan pengamatan kekeruhan pada cam-puran. Jika campuran tampak bening, penambahan etanol dihentikan;

d. Setelah sampel minyak pala larut, etanol berlebih perlu ditambahkan karena beberapa minyak pala tertentu mengendap pada penambahan etanol lebih lan-jut;

e. Kelarutan dalam etanol 90% dinyatakan sebagai perbandingan antara volume minyak pala terhadap volume etanol yang menyebabkan warna campuran te-tap jernih.

5. Pengukuran sisa penguapan

Sisa penguapan menggambarkan keberadaan zat asing yang tidak dikehen-daki dalam minyak pala. Dalam penentuan sisa penguapan diperlukan perlengka-pan, yaitu bejana penguaperlengka-pan, penangas air, desikator, dan neraca. Prosedur pen-gukuran sisa penguapan minyak pala adalah sebagai berikut.

a. Bejana penguapan kosong dipanaskan di atas penangas air selama 60 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 20 menit lalu ditimbang; b. Sebanyak 5 g sampel minyak pala dimasukkan ke dalam bejana kosong (W1)

kemudian sampel panaskan di atas penangas air selama 5 jam. Sampel kemu-dian didinginkan dalam desikator selama 20 menit selanjutnya ditimbang bo-bot akhirnya (W2). Sisa penguapan dihitung dengan rumus:

W2

Sisa penguapan = ⎯⎯ x 100% W1

Identifikasi komponen atsiri minyak pala Bahan dan kondisi GC-MS

Identifikasi dan karakterisasi komponen-komponen atsiri dalam minyak pala menggunakan GC-MS QP500 17A Shimadzu. Sebanyak 1 μl sampel minyak hasil distilasi air pala diinjeksikan ke dalam kolom GC dan dibawa oleh gas heli-um. Kolom terbuat dari metil xilaksan 5% dengan diameter 0,25 μ dan panjang 30 m. Sampel bergerak dalam kolom yang dibawa oleh gas helium dengan laju aliran 1 m per menit dan tekanan 100 kPa. Analisis GC-MS dilakukan pada suhu 225 0C dengan suhu awal 50 0C. .

Data GC-MS dianalisis memakai program Class 5k. Setiap puncak kroma-togram yang ditampilkan merupakan representasi satu senyawa atsiri yang identi-tasnya dapat diketahui dengan cara membandingkannya dengan pustaka senyawa atsiri (library) yang tersedia. Setiap senyawa kemudian dicocokkan identitas ki-mianya dengan dua pembanding pustaka standar senyawa kimia, library #1: NISST62.LIB-20 dan #2: NIST12.LIB-20. Setelah dicocokkan dengan pustaka senyawa kimia, komponen-komponen minyak atsiri yang diperiksa akan

ditam-pilkan identitasnya yang meliputi indeks kesamaan, bobot molekul, dan nama se-nyawa.

Proporsi setiap komponen atsiri dalam minyak pala yang dianalisis dinya-takan dalam persentase terhadap total luas daerah puncak kromatogram. Parame-ter kromatogram hasil analisis GC-MS mencakup nomor puncak (PKNO), waktu retensi (R.Time), waktu awal (I.Time), waktu akhir (F.Time), luas kurva (Area), tinggi kurva (Height), kurva (A/H), dan luas setiap kurva (%T). Luas setiap kurva menunjukkan persentase kadungan komponen atsiri dalam minyak pala.

Analisis statistik

Data kuantitatif sifat fisiko-kimia dan komponen atsiri pala dianalisis seca-ra statistik dengan prosedur ANOVA dan uji signifikansi nilai tengah Dunnett menggunakan program statistik SAS (SAS 1996). Dalam uji Dunnett, semua nilai tengah dibandingkan ke Banda sebagai standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Kadar Minyak Pala

Minyak pala yang diperoleh dari proses hidrodistilasi biji pala memperli-hatkan karakteristik warna fisik yang normal. Hasil memperlimemperli-hatkan bahwa mi-nyak pala dari Tidore (Maluku Utara) berwarna kuning pucat, sedangkan lainnya berwarna bening (Gambar 9).

Gambar 9 Karakteristik warna minyak pala Maluku dan Maluku Utara.

Kandungan minyak biji pala tua beragam dari 7,95 sampai 11,92%. Minyak pala diperoleh melalui distilasi biji pala yang dipetik setelah berumur tujuh bulan. Tabel 30 memperlihatkan kadar minyak tertinggi diperoleh dari pala ekotipe Ambon, yaitu 11,92%. Kadar tersebut tidak berbeda nyata dengan yang dihasilkan dari ekotipe Banda, yaitu 11,69%. Kandungan minyak pala tua yang berasal dari Luhu (Maluku) dan Ternate, Tidore, dan Bacan (Maluku Utara) seca-ra statistik lebih rendah dibandingkan dengan yang beseca-rasal dari ekotipe Banda. Kadar minyak terendah dihasilkan pala dari ekotipe Ternate, yaitu 7,95%. Secara umum, rata-rata kadar minyak pala tua dari Maluku adalah lebih tinggi, yaitu 11,20% daripada yang berasal dari Maluku Utara, yaitu 8,73%.

Biji pala yang lebih muda, umur panen 3 sampai 5 bulan, menghasilkan le-bih banyak minyak dibandingkan dengan biji tua (panen lele-bih dari 7 bulan).

Tabel 30 Kadar minyak biji tua pala Maluku dan Maluku Utara Maluku Kadar minyak biji pala tua (%) Rataan

1. Banda 11,54 11,98 11,55 11,69 2. Ambon 11,86 11,75 12,16 11,92tn 3. Luhu 9,89 10,25 9,84 9,99* Maluku Utara 4. Ternate 7,85 7,87 8,12 7,95* 5. Tidore 9,55 9,68 9,60 9,61* 6. Bacan 8,87 8,61 8,44 8,64* Dunnett 0,46

Ket: * berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05; tn tidak berbeda nyata. Kadar minyak tertinggi dihasilkan dari pala yang berasal dari Ternate (Ma-luku Utara), yaitu 13,32%. Kadar minyak pala Banda, pala Ambon secara statis-tik tidak berbeda, tetapi berbeda dari pala yang berasal dari Luhu (Maluku) dan Ternate, Tidore, dan Bacan (Maluku Utara). Rata-rata kadar minyak pala Maluku lebih tinggi (12,39%) daripada pala Maluku Utara (12,11%).

Tabel 31 Kadar minyak biji muda pala Maluku dan Maluku Utara Maluku Kadar minyak biji pala muda (%) Rataan

1. Banda 13,22 13,11 12,88 13,07 2. Ambon 12,56 12,44 13,45 12,82 tn 3. Luhu 11,54 11,56 10,72 11,27 * Maluku Utara 4. Ternate 13,33 13,76 12,86 13,32 * 5. Tidore 12,11 11,65 12,22 11,99 * 6. Bacan 10,25 10,42 12,42 11,03 * Dunnett 1,70

Ket: * berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05; tn tidak berbeda nyata. Dibandingkan dengan biji, fuli mengandung kadar minyak yang nyata lebih tinggi. Kadar minyak fuli pala ekotipe Banda secara statistik tidak berbeda nyata dengan yang terkandung dalam fuli pala ekotipe Ambon, Ternate, Tidore, dan Ba-can, tetapi lebih besar daripada Bacan (Tabel 32).

Secara umum, fuli pala Maluku mengandung minyak lebih rendah (20,04%) daripada Maluku Utara (20,84%). Kadar minyak dalam fuli pala tertinggi diper-oleh pada pala Tidore, dan terendah pala Luhu.

Tabel 32 Kadar minyak fuli pala Maluku dan Maluku Utara

Maluku Kadar minyak fuli (%) Rataan

1. Banda 21,44 21,23 20,34 21,00 tn 2. Ambon 19,87 20,24 21,16 20,42 tn 3. Luhu 18,97 19,85 17,25 18,69 * Maluku Utara 4. Ternate 22,35 21,42 22,16 21,98 tn 5. Tidore 21,35 20,42 21,25 21,01 tn 6. Bacan 20,15 19,87 18,56 19,53 tn Dunnett 1,87

Ket: * berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05; tn tidak berbeda nyata.

Kadar Air Pala

Kadar air biji tua pala dari Banda secara statistik tidak berbeda dengan kadar air pala dari Ambon, Ternate, dan Tidore, tetapi berbeda dari pala Luhu dan Ba-can (Tabel 33). Pala ekotipe Banda memiliki kandungan air yang paling rendah, yaitu 8,23%; sementara biji pala ekotipe Bacan yang tertinggi kadar airnya, 9,71%. Pala Maluku mengandung rata-rata kadar air 8,67%, namun kadarnya le-bih tinggi, yaitu 9,0% untuk pala Maluku Utara.

Tabel 33 Kadar air biji tua pala Maluku dan Maluku Utara

Maluku Kadar air biji tua (%) Rataan

1. Banda 8,11 8,13 8,45 8,23 2. Ambon 8,20 9,21 9,11 8,84 tn 3. Luhu 8,92 8,77 9,12 8,94* Maluku Utara 4. Ternate 8,72 8,88 8,645 8,75 tn 5. Tidore 8,70 8,71 8,22 8,54 tn 6. Bacan 9,91 9,45 9,78 9,71* Dunnett 0,70

Ket: * berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05; tn tidak berbeda nyata. Kadar air pala muda ekotipe Banda secara statistik tidak berbeda dengan yang berasal dari Ambon, Luhu, ternate, Ternate dan Tidore; tetapi lebih rendah

daripada Bacan. Kandungan air biji pala muda berkisar dari 7,13 sampai 8,61%. Biji pala muda Maluku memiliki kandungan air yang lebih sedikit daripada pala Maluku Utara.

Tabel 33 menunjukkan kadar air fuli mengikuti pola yang sama dengan ka-dar biji muda. Fuli pala Banda kandungan airnya secara statistik sama dengan pala Ambon, Luhu, Ternate, dan Tidore.

Tabel 34 Kadar air biji muda pala Maluku dan Maluku Utara

Maluku Kadar air biji muda (%) Rataan

1. Banda 6,81 7,23 7,35 7,13 2. Ambon 6,90 8,31 8,01 7,74tn 3. Luhu 7,62 7,87 8,02 7,84tn Maluku Utara 4. Ternate 7,42 7,98 7,55 7,65tn 5. Tidore 7,40 7,81 7,12 7,44tn 6. Bacan 8,61 8,55 8,68 8,61* Dunnett 0,91

Ket: * berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05; tn tidak berbeda nyata.

Pada Tabel 33 juga tampak fuli pala Bacan mengandung kadar air yang le-bih tinggi (9,28%) dibandingkan pala lainnya. Secara rata-rata, fuli pala Maluku mengandung kadar air 8,24%, sedangkan Maluku Utara 8,57%. Secara umum, kadar air pala antar lokasi dan ekotipe tampaknya hanya sedikit bervariasi seba-gaimana tampak pada Tabel 33 sampai 35.

Tabel 35 Kadar air fuli pala Maluku dan Maluku Utara

Maluku Kadar air fuli (%) Rataan

1. Banda 7,91 7,63 7,85 7,80 2. Ambon 8,00 8,71 8,51 8,41 tn 3. Luhu 8,72 8,27 8,52 8,50 tn Maluku Utara 4. Ternate 8,52 8,38 8,045 8,32 tn 5. Tidore 8,50 8,21 7,62 8,11 tn 6. Bacan 9,71 8,95 9,18 9,28 * Dunnett 0,76

Sifat Fisiko-kimia Minyak Pala

Sifat fisiko-kimia minyak pala yang umum dideskripsikan adalah bobot je-nis, indeks bias, putaran optik, dan sisa penguapan. Pada Tabel 36 tampak pala Maluku secara statistik bobot jenisnya sama dengan pala Maluku Utara. Sifat bo-bot jenis minyak pala tidak mengalami perubahan yang berarti di enam lokasi yang diteliti. Bobot jenis minyak pala berkisar antara 0,884 dan 0,909 g/ml. Nilai tersebut ada dalam kisaran Standar Nasional Indonesia untuk minyak pala. Minyak pala Maluku memiliki bobot jenis rata-rata 0,904 g/ml, sementara Maluku Utara 0,901 g/ml. Tampak juga bahwa variasi nilai bobot jenis antar dan antara ekotipe sangat kecil.

Tabel 36 Bobot jenis minyak distilasi pala dari Maluku dan Maluku Utara

Maluku Bobot jenis (g/ml) Rataan

1. Banda 0,907 0,899 0,911 0,906 2. Ambon 0,908 0,878 0,906 0,897 tn 3. Luhu 0,908 0,909 0,910 0,909 tn Maluku Utara 4. Ternate 0,910 0,921 0,900 0,910 tn 5. Tidore 0,899 0,876 0,877 0,884 tn 6. Bacan 0,891 0,918 0,919 0,909 tn Dunnett = 0,03

Ket: tn tidak berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05.

Indeks bias minyak pala Maluku dan Maluku Utara memperlihatkan variasi yang kecil. Secara statistik, indeks bias minyak pala ekotipe Banda sama dengan indeks bias pala lainnya (Tabel 37). Minyak pala Maluku memiliki indeks bias antara 1,489 dan 1,491 dengan rata-rata 1,490, sementara Maluku Utara berkisar antara 1,486 dan 1,491 dengan rata-rata 1,488. Variasi nilai indeks bias antar dan antara kedua daerah sangat kecil, hal tersebut sangat baik bagi kestabilan mutu minyak pala.

Tidak seperti indeks bias, putaran optik minyak pala ekotipe Banda (16,30) secara statistik memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan putaran optik minyak pala ekotipe lainnya. Minyak pala Maluku memiliki putaran optik antara 13,00 hingga 16,30; sementara minyak pala dari Maluku Utara, putaran optiknya berkisar 18,20 sampai 40,00.

Tabel 37 Indeks bias minyak distilasi pala dari Maluku dan Maluku Utara

Maluku Indeks bias Rataan

1. Banda 1,487 1,488 1,494 1,490 2. Ambon 1,494 1,490 1,488 1,491 tn 3. Luhu 1,488 1,489 1,490 1,489 tn Maluku Utara 4. Ternate 1,486 1,481 1,491 1,486 tn 5. Tidore 1,492 1,490 1,490 1,491 tn 6. Bacan 1,487 1,489 1,487 1,488 tn Dunnett 0,01

Ket: tn tidak berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05.

Tabel 38 juga memperlihatkan bahwa minyak pala Maluku Utara memiliki nilai putaran optik yang lebih besar daripada Maluku. Rata-rata putaran optik minyak pala Maluku dan Maluku Utara berturut-turut 13,30 dan 26,60. Tanda positif berarti putaran optik memutar ke arah kanan.

Tabel 38 Putaran optik minyak pala distilasi dari Maluku dan Maluku Utara

Maluku Putara optik (derajat) Rataan

1. Banda 15,9 16,7 16,4 +16,3 2. Ambon 12,8 13,1 13,0 + 13,0* 3. Luhu 11,0 11,2 12,1 + 11,4* Maluku Utara 4. Ternate 20,8 21,3 22,4 + 21,5* 5. Tidore 39,7 41,0 39,4 + 40,0* 6. Bacan 17,8 18,5 18,2 + 18,2* Dunnett = 1,38

Ket: * berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05.

Sisa penguapan, sifat fisiko-kimia penting lainnya, secara statistik menunjukkan persentase yang tidak berbeda antara minyak pala ekotipe Banda (0,7%) dan ekotipe lainnya. Minyak pala Maluku setelah diuapkan meninggalkan sisa penguapan antara 0,7 dan 0,9%; sementara minyak pala Maluku Utara berkisar 0,9 sampai 1,0%.

Pada pala Maluku, sisa penguapan minyak pala rata-rata 1,1% dan dalam Maluku rata-rata 0,9%. Tabel 39 memperlihakan bahwa sisa penguapan minyak

pala di kedua daerah relatif kecil, hal tersebut baik bagi kualitas minyak pala itu sendiri.

Tabel 39 Sisa penguapan minyak pala dari Maluku dan Maluku Utara

Maluku Sisa penguapan (%) Rataan

1. Banda 0,4 0,6 1,1 0,7 2. Ambon 0,8 0,9 0,8 0,8 tn 3. Luhu 0,9 0,5 1,3 0,9 tn Maluku Utara 4. Ternate 0,9 1,1 1,0 1,0 tn 5. Tidore 1,2 0,8 0,7 0,9 tn 6. Bacan 1,0 1,0 0,8 0,9 tn Dunnett 0,60

Ket: tn tidak berbeda nyata dengan uji Dunnett pada α=0,05.

Komponen Minyak Atsiri: Pala Maluku

Analisis GC-MS pala Maluku menunjukkan bahwa minyak pala Banda ter-susun dari 28 komponen atsiri. Komponen-komponen tersebut terdiri atas 52,8% hidrokarbon monoterpen, 21,11% monoterpen teroksigenasi, 18,04% fraksi aro-matik, dan 7,27% lainnya. Komponen atsiri terbanyak dijumpai dalam minyak pala ekotipe Banda adalah miristisin, yaitu 13,76% (Tabel 40, nomor puncak 26).

Kromatogram hasil analisis GC-MS minyak pala ekotipe Banda pada Gam-bar 10 memperlihatkan 28 puncak dan setiap puncak mewakili satu komponen atsiri. Nisbah luas terhadap tinggi puncak proporsional dengan kandungan tiap komponen atsiri dalam minyak pala. Beberapa puncak tidak teridentifikasi (tidak bernomor). Puncak-puncak tak teridentifikasi tersebut merupakan pengotor, yaitu bahan ikutan yang bukan komponen atsiri.

Analisis juga menunjukkan bahwa pinen (15,30%) merupakan senyawa utama penyusun fraksi hidrokarbon monoterpen menyusul osimen (10,22%) dan mirsen (3,42%). Komponen monoterpen teroksigenasi yang identitasnya terdetek-si adalah terpinolen (1,54%) dan eukaliptol (1,76%). Miristiterdetek-sin adalah komponen penyusun senyawa aromatik dengan kandungan tertinggi (13,76%) menyusul sa-frol (2,44%). Pada pala ekotipe Banda dijumpai asam miristat dalam konsentrasi 6,55%.

Tabel 40 Analisis GC-MS minyak atsiri pala ekotipe Banda No. Pk Rumus Kimia Nama/Komponen Kons. (%)

1 C10H16 α-felandren 3,06 2 C10H16 Osimen 9,53 3 C10H16 β-pinen 9,55 4 C10H16 pinen 5,75 5 C10H16 β-mirsen 4,21 6 C10H16 mirsen 3,24 7 C10H16 felandren 0,64 8 C10H16 β-osimen 0,69 9 C10H16 α-terpinen 2,73 10 C10H16 Hidrokarbon monoterpen 0,83 11 C10H16 Hidrokarbon monoterpen 2,40 12 C10H16 Hidrokarbon monoterpen 3,87 13 C10H16 γ-terpinen 4,71

14 C10H18O Hidrokarbon monoterpen 1,89

15 C10H16 Terpinolen 1,54

16 C10H18O Eukaliptol 1,76

17 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 0,74 18 C10H16O2 Monoterpen teroksigenasi 1,11 19 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 0,78 20 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 13,35 21 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 1,48

22 C10H1002 Safrol 2,44 23 C10H1802 Fraksi aromatik 0,72 24 C11H1402 Fraksi aromatik 0,83 25 C10H1202 Eugenol 0,90 26 C11H1203 Miristisin 13,76 27 C12H1603 Elemisin 0,94

28 C14H28O2 Asam miristat 6,55

Kromatogram hasil analisis GC-MS minyak pala ekotipe Banda pada Gam-bar 8 memperlihatkan 28 puncak dan setiap puncak mewakili satu komponen atsiri. Nisbah luas terhadap tinggi puncak proporsional dengan kandungan tiap komponen atsiri dalam minyak pala. Beberapa puncak tidak teridentifikasi (tidak bernomor). Puncak-puncak tak teridentifikasi tersebut merupakan pengotor, yaitu bahan lain yang bukan komponen atsiri.

Indeks Kromatogram

Gambar 10 Kromatogram GC-MS minyak atsiri pala ekotipe Banda. Seperti minyak atsiri pala ekotipe Banda, ekotipe Ambon mengandung komponen atsiri yang hampir sama namun jumlahnya ada 31 senyawa. Analisis GC-MS menunjukkan bahwa pala ekotipe Ambon tersusun atas 45,12% hidrokar-bon monoterpen, 24,51% monoterpen teroksigenasi, 16,97% fraksi aromatik, dan 11,75 senyawa asam lainnya (Tabel 41). Komponen terbanyak dalam minyak atsiri ekotipe Ambon yang teridentifikasi adalah pinen (14,70%) menyusul miris-tisin (13,54%). Komponen hidrokarbon monoterpen dalam pala ekotipe Ambon terutama tersusun dari pinen (17,08%), osimen (7,8%), dan terpenin (4,6%). Se-mentara fraksi aromatik umumnya adalah miristisin. Pala ekotipe Ambon juga kaya asam miristat (yaitu komponen penyusun asam lemak oleoresin yang penting bagi pembentukan mentega pala (fixed oil).

Gambar 11 memperlihatkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri pala ekoti-pe Ambon dengan 31 puncak kromatogram. Tampak puncak nomor 2, 3, dan 11 berhimpitan masing-masing dengan puncak di dekatnya. Puncak nomor 5 yang merupakan senyawa pinen adalah yang paling dominan sebagai komponen atsiri dalam minyak pala ekotipe Ambon.

Minyak atsiri pala ekotipe Luhu mengandung 56,06% hidrokarbon mono-terpen, 27,34% monoterpen teroksigenasi, 13,62% senyawa aromatik, dan sisanya 11,70% senyawa asam (Tabel 42). Diantara senyawa hidrokarbon, β-pinen

Tabel 41 Analisis GC-MS minyak atsiri pala ekotipe Ambon No. Pk Rumus Kimia Nama Komponen Kons. (%)

1 C10H16 α-felandren 2,28 2 C10H16 Osimen 7,18 3 C10H16 β-osimen 1,03 4 C10H16 Kamfen 0,34 5 C10H16 β-pinen 14,70 6 C10H16 β-mirsen 2,94 7 C10H16 felandren 0,63 8 C10H16 β-osimen 0,62 9 C10H16 Terpinolen 3,53 10 C10H16 Pinen 2,38 11 C10H16 Hidrokarbon monoterpen 3,29 12 C10H16 γ-terpinen 4,60 13 C10H16 Monoterpen teroksigenasi 1,74 14 C10H16 Terpinolen 1,60

15 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 1,71 16 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 0,78 17 C10H16O2 Monoterpen teroksigenasi 1,20 18 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 0,85 19 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 13,70 20 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 1,67 21 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 0,40

22 C10H10O2 Safrol 2,46

23 C11H16O Monoterpen teroksigenasi 0,93 24 C10H18O Monoterpen teroksigenasi 0,80 25 C11H14O2 Monoterpen teroksigenasi 0,55

26 C10H12O2 Isoeugenol 1,28

27 C11H1203 Miristisin 13,54

28 C12H1603 Elemisin 0,67

29 C11H22O2 Monoterpen teroksigenasi 0,84

30 C14H28O2 Asam miristat 11,32

Indeks Kromatogram

Gambar 11 Kromatogram GC-MS minyak atsiri pala ekotipe Ambon. adalah yang paling dominan (17,43%). Sementara dalam kelompok senyawa mo-noterpen teroksigenasi, C10H18O adalah yang paling tinggi kandungannya. Da-lam kelompok senyawa aromatik, miristisin (5,57%) adalah komponen atsiri pal-ing tpal-inggi ditemukan dalam minyak pala ekotipe Luhu.

Seperti ditunjukkan pada Gambar 12, minyak atsiri pala ekotipe Luhu terdi-ri atas 30 komponen. Puncak nomor 9 dan 23 masing-masing berhimpitan dengan puncak di dekatnnya. Juga dalam gambar tampak bahwa meskipun puncak nomor 15 adalah yang tertinggi, tetapi bukan yang menggambarkan komponen terba-nyak. Pada kromatogram diketahui komponen atsiri tertinggi diperlihatkan oleh puncak nomor 3, yaitu β-pinen (17,43%).

Indeks Kromatogram

Dokumen terkait