Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2005 di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan, Slipi Jakarta dan di Laboratorium Organoleptik Balai Besar Pengembangan dan Pengendalilan Hasil Perikanan Jakarta.
Bahan dan Alat
Bahan baku rumput laut yang digunakan adalah jenis Eucheuma cottonii yang dipanen dari daerah Mataram dan Bali. Bahan Kimia yang digunakan untuk ekstraksi karagenan adalah Kaporit (CaOCl2), KOH, KCl,
IPA. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pembuatan edibel film adalah tepung karagenan hasil ekstraksi, karagenan komersial, air destilata, tepung tapioka, beeswax, dan gliserol.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, stirrer, micrometer, gelas piala, pipet, pengaduk, termometer, gelas ukur, hot plate, pisau, TLC spreader, alat pengujian Tensile Strength , alat pengujian Water Vapor Transmission Rate Bergelahr, alat pengujian organoleptik dan alat-alat lain untuk analisis.
Metode Penelitian Spesifikasi Mutu Karagenan
Ekstraksi karagenan dari rumput laut Eucheuma cottonii dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi rumput laut Suryaningrum (2003), yang bertujuan untuk mendapatkan karagenan yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edibel film. Diagram alir proses ekstraksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Rumput Laut Eucheuma cottonii kering
Ekstraksi (KOH 3,5 %) 90 - 95 0C, 3 jam
Penyaringan Vibrasi
Dehidrasi dengan IPA (2:1)
Pengeringan
Penepungan
Karagenan
Perendaman (Koporit CaOCl2 1%), 1 jam, pencucian
Gambar 1 Diagram alir ekstraksi karagenan modifikasi (Suryaningrum, 2003).
Karagenan yang dihasilkan dan karagenan komersial, kemudian dianalisis. beberapa parameter mutunya antara lain kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, viskositas, titik pembentukan gel dan titik pelelehan gel.
Karakterisasi Sifat Fungsional dan Formulasi Pembuatan Edibel Film Komposit (Hidrokoloid - Lemak)
Penelitian Tahap Pertama
Pada penelitian tahap ini dilakukan pembuatan edibel film komposit dengan bahan baku karagenan dengan 3 konsentrasi dan 3 kali ulangan. Karagenan merupakan bahan baku, karena penggunaannya dalam jumlah yang paling besar yaitu 55,56 s/d 78,95 %. Sedangkan tapioka 13,16 s/d 27,78 % dan beeswax 7,89 s/d 16,67 % dari total padatan.
Air destilata sebanyak 100 ml disiapkan, 5 bagian dari 100 ml digunakan untuk pengenceran tapioka. Air destilata dipanaskan sampai suhu 40 0C, ditambahkan karagenan dan dilakukan pengadukan dengan magnetik stirer. Setelah karagenan larut, pada suhu 60 0C ditambahkan tapioka yang sudah diencerkan dalam air destilata sambil diaduk selama 15 menit sehingga terbentuk suspensi yang homogen. Ditambahkan pemlastis yaitu gliserol pada saat suhu larutan mencapai 90 0C. Selanjutnya suhu diturunkan menjadi 50 0C dan terus dilakukan pengadukan selama 15 menit. Larutan dipanaskan lagi, setelah suhu mencapai 64 0C, ditambahkan beeswax. Setelah beeswax larut kemudian dilakukan penyaringan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada dalam larutan. Proses selanjutnya adalah penghilangan gas dengan cara dipanaskan sampai mendidih sambil dilakukan pengadukan selama 5 menit. Setelah itu larutan dituang dalam TLC spreader untuk selanjutnya dicetak di atas plat kaca berukuran 30 x 20 cm2 dengan ketebalan 2 mm. Pencetakan harus dilakukan pada saat larutan masih panas dan dilakukan secara cepat, mengingat karagenan yang bersifat cepat membentuk gel pada suhu rendah. Film yang sudah tercetak dibiarkan 10 menit pada suhu ruang untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 50 0C selama 1 jam. Setelah itu, film dikeluarkan dari dalam oven dan dibiarkan pada suhu ruang selama 24 jam kemudian film dilepas dari pelat kaca dengan cara pemotongan pada bagian tepi untuk memudahkan pelepasan film. Film yang telah dilepas segera disimpan dalam aluminium foil dan plastik berkelim untuk keperluan aplikasi dan analisa. Adapun bagan alirnya dapat dilihat pada Gambar 2.
100 ml air destilata
Karagenan 1, 2, 3 %
Homogenizing
Pemanasan sampai mendidih sambil diaduk
Penambahan gliserol 1 %
Homogenizing 50 0C , 15 menit
Pemanasan, suhu mencapai 64 0C
Larutan Film
Penyaringan
Penuangan pada cetakan (30 x 20) cm2
Pengeringan 50 0C, 1 jam
Beeswax 0,3 % Tapioka 0,5 %
Edibel Film Komposit Degassing (pemanasan sampai mendidih sambil terus diaduk)
Pengeringan pada suhu ruang 24 jam
Gambar 2 Diagram alir pembuatan edibel film komposit. Keterangan : prosentase bahan dari volume air destilata
Penelitian Tahap Kedua
Formulasi pembuatan edibel film dari penelitian tahap pertama yang menghasilkan film yang terbaik (dilihat dari karakteristik fisik dan organoleptik) yaitu konsentrasi karagenan 2%. Selanjutnya digunakan sebagai acuan pembuatan edibel film komposit dengan rentang konsentrasi diperkecil dan 2 kali ulangan. Adapun bagan alirnya dapat dilihat pada Gambar 3.
100 ml air destilata
Karagenan 1,5 % ; 2,0 % ; 2,5 % Tapioka 0,3 % ; 0,5 %; 0,7 %
Homogenizing
Pemanasan sampai mendidih sambil diaduk
Penambahan gliserol 1 %
Homogenizing 50 0 C, 15 menit
Pemanasan sampai suhu mencapai 64 0C
Larutan film
Penyaringan
Beeswax 0,3 % ; 0,5 %
Degassing (pemanasan sampai mendidih sambil terus diaduk)
Penuangan pada cetakan (30 x 20) cm2
Pengeringan 50 0C, 1 jam
Pengeringan pada suhu ruang, 24 jam
Edibel Film Komposit
Aplikasi Edibel Film Komposit sebagai Pengemas Bumbu Mie Instant Rebus.
Edibel film yang mempunyai nilai laju transmisi uap air yang terendah yang dihasilkan dari penelitian tahap kedua diaplikasikan sebagai pengemas bumbu mie instant rebus.
Tahapan percobaan ini adalah sebagai berikut : edibel film dibuat dalam bentuk kantung dengan ukuran 3,5 x 6 cm2 dengan menggunakan Hana Impulse Sealer Model NI-450-10w skala 9 untuk edibel film karagenan ekstraksi dan skala 7 untuk edibel film komersial. Kemudian 3,5 gr bumbu mie instant rebus dimasukkan ke dalam edibel film yang telah berbentuk kantung (kemasan primer) dan dikemas dengan kemasan mie instant (kemasan sekunder). Selanjutnya disimpan dan dilakukan pengamatan pada hari ke 0, 2, 7 dan 14 hari. Ukuran kantung dan berat bumbu mie instant rebus yang dimasukkan disesuaikan dengan ukuran kantung dan berat bumbu mie instant rebus yang ada di pasaran.
Pengamatan dan pengukuran pada penelitian tahap ini meliputi pengukuran kadar air, Aw, kadar lemak, protein, abu, total mikroba, total kapang serta uji organoleptik terhadap tingkat kesukaan (penampakan, warna, kelarutan dan bau) edibel film yang digunakan sebagai pengemas bumbu mie instant rebus.
Pengamatan dan Pengukuran Kadar air (Food Chemical Codex, 1981)
Sampel sebanyak 1 – 2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan pada suhu 105 0C selama 20 menit atau sampai beratnya konstan. Cawan porselin yang berisi contoh dikeringkan pada suhu 105 0C selama 4 jam. Jika I1 adalah berat contoh dan I2 adalah berat
contoh setelah dikeringkan, maka :
I1 – I2
% kadar air = --- x 100 %
Kadar abu (Food Chemical Codex, 1981)
Sampel sebanyak kurang lebih 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, kemudian dipanaskan pada suhu 600 0C sampai bebas dari arang. Cawan beserta abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
A – B
% kadar abu = --- x 100 % Berat sampel
Keterangan :
A : berat (cawan + karagenan) setelah dipanaskan B : berat cawan
Kadar Abu tak larut asam (Food Chemical Codex, 1981)
Abu yang diperoleh (dalam pengukuran kadar abu) dipindahkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan HCl 10%, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan tunggu dalam keadaan mendidih selama 5 menit. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring tidak berabu (ashless filter paper) kemudian abu yang tertahan pada kertas saring dibilas dengan aquades beberapa kali sampai cairan yang menetes keluar dari corong tidak bereaksi asam. Kertas saring tidak berabu tersebut dipindahkan kedalam cawan abu semula, masukkan ke dalam oven sampai kering selanjutnya diabukan dalam tungku pengabuan
A - B – C
Kadar abu tak larut asam = --- x 100 % Berat sampel
Keterangan :
A : berat cawan + abu setelah dilarutkan dalam asam B : berat cawan
Viskositas (Cottrel dan Kovack, 1980)
Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dalam 250 ml air destilata ke dalam beaker gelas telah diketahui bobotnya. Setelah sampel larut sempurna ditambah air destilata lagi sampai bobot total larutan 300 gram. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan “Brookfield viscometer” pada suhu kamar dengan menggunakan spindle nomor 2 dan kecepatan 30 rpm. Angka yan dibaca dikalikan dengan 10. Viskositas larutan dihitung dengan satuan centipoises (cPs).
Kekuatan Gel (Marrine Colloids, 1977)
Karagenan 0.8 gram, KCl 0.08 gram didispersikan ke dalam 39 ml air destilata dan dipanaskan ke dalam bak air mendidih dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 0C, kemudian volume larutan ditepatkan menjadi 50 ml dengan air destilata. Larutan panas dimasukkan ke dalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 0C selama 2 jam.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan curd meter. Gel dalam cetakan dimasukkan ke dalam alat ukur (curd tension meter). Kondisi pengukurannya yaitu :
1.Batang penekan nomor 5,6 Ø dengan luas permukaan (S) 0,25 cm2 dan keliling (l) 1,76 cm
2. Beban dan pegas masing-masing 100 gram
3. Laju penetrasi batang penekan sebesar 0,35 cm/detik
Setelah posisi batang penekan tepat di tengah permukaan gel, curd meter diaktifkan sampai dengan batang penekan menembus permukaan gel. Pembacaan dilakukan melalui grafik recorder.
Titik Gel (Marrine colloids, 1977)
Suhu pembentukan gel ditentukan dengan menggunakan termometer digital yang ketelitiannya 0,1 0C. Ke dalam Erlenmeyer dimasukkan 1,8 gr sample dan 0,18 gr KCl dan air destilata 80 ml, sample kemudian dipanaskan sampai larut dan berat akhir ditetapkan menjadi 90 gr sehingga diperoleh
larutan sample 2%. Larutan kemudian didinginkan sampai suhu 65 0C. Suhu pembentukan gel ditentukan dengan cara mengambil 15 ml larutan sample, kemudian dimasukkan kedalam tabung percobaan yang berukuran 16x200 mm. Tabung percobaan kemudian dimasukkan kedalam water bath yang berisi air panas. Pada saat larutan bersuhu 60 0C sensor termometer dimasukkan ke dalam. Suhu media dalam water bath kemudian diturunkan dengan kecepatan pendinginan diatur hingga penurunan suhu 0,6 0C /menit. Pada saat suhu berkisar antara 40 0C sensor termometer diangkat-angkat secara periodik. Suhu pada saat terbentuk gel disebut suhu pembentukan gel dan suhu ini ditentukan tepat pada saat sensor dapat mengangkat gel ke dalam tabung percobaan.
Titik leleh (Dea, 1982)
Tabung reaksi yang berisi gel dengan konsentrasi 3% diletakkan dalam thermostatic bath dan dipanaskan dari suhu 20 0C dengan kecepatan pemanasan 1 0C setiap 15 menit. Ketika butir timah yang terendam di dalam tabung reaksi tenggelam ke dasar berarti gel telah meleleh. Suhu pada saat ini dicatat sebagai melting point.
Ketebalan
Ketebalan film diukur dengan Microcal Meshmer. Alat ini memiliki ketelitian sampai 0.001 mm. Pengukuran dilakukan pada 5 tempat yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan film rata-rata dalam satuan mm.
Kuat Tarik dan Persen Pemanjangan (ASTM, 1983)
Kuat tarik dan persen pemanjangan diukur dengan menggunakan alat tensile Strength and Percen Elongation Tester Strograph-MI Toyoseiki. Sebelum dilakukan pengukuran film dikondisikan dahulu dalam suhu ruangan selama 24 jam. Alat diatur pada initial grip separation 10 cm, cross-head speed 50 mm/menit dan load cell 5 kg.
Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum dan persen pemanjangan dihitung pada saat film pecah atau robek.
Kuat Tarik = F / A
Keterangan : F = gaya kuat tarik (kgf) A = luas (cm2)
Laju Transmisi Uap Air, Metode Cawan (ASTM, 1983)
Laju transmisi uap air diukur dengan menggunakan water vapor transmission rate tester Bergerlahr metode cawan. Film yang akan diukur dikondisikan sebelumnya `pada ruangan yang bersuhu 25 + 2 0C dan RH 45 + 5% selama 24 jam. Bahan penyerap uap air (desikan) diletakkan dalam cawan sedemikian rupa sehingga permukaan berjarak 3 mm dari film yang akan diuji. Tutup cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga permukaan bagian yang teralur menghadap keatas. Film diletakkan ke dalam tutup cawan, lalu cincin karet diletakkan untuk sealing ke dalam, ditutup sehingga cincin tersebut menekan film. Selanjutnya cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g, kemudian diletakkan dalam humidity chamber, ditutup lalu kipas angin dijalankan. Cawan ditimbang tiap hari pada jam yang hampir sama dan ditentukan pertambahan berat cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat mg) dan waktu (jam).
Nilai laju transmisi uap air yang melewati film dihitung dengan rumus :
WVTR = 4.8 x m2/t (g/m2/24 jam) Keterangan :
m2 = pertambahan berat (mg per jam) t = waktu antar 2 penimbangan terakhir
Kadar Protein (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 0,5 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 2-3 gram katalis (1,2 gram Na2SO4 dan 1 gramCuSO4) dan
2-3 ml H2SO4 pekat lalu dilakukan detruksi hingga larutan menjadi jernih..
Kemudian sample dibiarkan dingin, lalu ditambahkan 35 ml air destilata dan 10 ml NaOH 50%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan indikator lalu dititrasi dengan
HCl 0,02N. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :
% N = (HCl – blanko)ml x N HCl x 14,007 x 100%
mg sampel
Kadar Lemak (Apriyantono et al, 1989)
Dua gram sample dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxlet (Labu lemak sebelumnya dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang). Dimasukkan pelarut petroleum eter kemudian dilakukan reflux selama 6 jam. Labu berisi hasil reflux dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 0C. Setelah kering didinginkan dalam desikator, labu beserta lemaknya ditimbang sehingga berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak dapat diketahui berdasarkan rumus :
% lemak = berat lemak x 100 % berat sampel
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik dilakukan dengan metode consumer preference test atau uji kesukaan konsumen (Soekarto, 1985), yaitu menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 15 orang. Bahan disajikan secara acak dengan diberi nomor kode, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian pada salah satu criteria skala hedonik. Hasil pengamatan dinyatakan dengan 7 skala hedonik 1 – 7 dengan urutan sebagai berikut : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4(agak suka), 5 (suka), 6 (sangat suka), 7 (amat sangat suka). . Parameter yang digunakan pada uji ini meliputi penampakan, warna, kekentalan dan bau.
Aktivitas Air (Aw) (AOAC, 1994)
Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air adalah Aw sprint. Swiss Made – Novasiana TH 500. Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam jenuh yang nilai Aw-nya sudah diketahui. Sampel dipotong kecil-kecil dan dmasukkan ke dalam cawan sensor. Penutup cawan sensor dikatupkan dan tombol start ditekan untuk memulai pengukuran. Beberapa saat kemudian pada layar monitor tertera kadar Aw sampel.
Total Mikroba (Fardiaz, 1989)
Contoh sebanyak 1 gr ditimbang dan dihancurkan, kemudian secara aseptis contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi pengencer 9 ml. Setelah dikocok, diambil dengan pipet steril 1 ml untuk pengenceran berikutnya.
Pemupukan dilakukan dengan metode agar tuang (pour plate), yaitu sebanyak 1 ml contoh yang telah diencerkan sampai pada tingkat tertentu, diambil dengan pipet steril secara aseptis, dan dipindahkan ke dalam cawan petri. Media PCA cair dengan suhu kira-kira 45 0C dituang ke dalam petri. Setelah dingin diinkubasi selama 48 jam. Penetapan total mikroba berdasarkan pada metode Standard Plate Count.
Kapang (Fardiaz, 1989)
Contoh sebanyak 1 gr ditimbang dan dihancurkan, kemudian secara aseptis contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi pengencer 9 ml. Setelah dikocok, diambil dengan pipet steril 1 ml untuk pengenceran berikutnya.
Pemupukan dilakukan dengan metode agar tuang (pour plate), yaitu sebanyak 1 ml contoh yang telah diencerkan sampai pada tingkat tertentu, diambil dengan pipet steril secara aseptis, dan dipindahkan ke dalam cawan petri. Media PDA cair dengan suhu kira-kira 45 0C ditambahkan 2 tetes asam tartrat kemudian dituang ke dalam petri. Setelah dingin diinkubasi selama 48 jam kemudian diamati ada/tidaknya kapang.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dengan 3 perlakuan dan tiga kali ulangan. Faktor perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari : 1 Konsentrasi Karagenan
A1 = 1,5 %
A2 = 2 %
A3 = 2,5 %
2 Konsentrasi Tepung Tapioka B1 = 0,3 % B2 = 0,5 % B3 = 0,7 % 3 Konsentrasi Beeswax C1 = 0,3 % C2 = 0,5 %
rumus matematikanya adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + Σ (ijk) dimana :
Yijk = Nilai pengamatan dari perlakuan bersama taraf ke-I factor A, taraf ke-j faktor B, taraf ke-k faktor C, pada ulangan ke-1
µ = Nilai tengah
Ai = Pengaruh taraf ke-1 faktor A Bj = Pengaruh taraf ke-j faktor B Ck = Pengaruh taraf ke-k faktor C
ABij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-j faktor B ACik = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-k faktor C BCjk = Pengaruh interaksi taraf ke-j faktor B dengan taraf ke-k faktor C ABCijk = Pengaruh interaksi taraf ke-i fakktor A, taraf ke-j faktor B dan
Taraf ke-k faktor C.