• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B) Slipi Jakarta Pusat, mulai pada bulan Juni 2004 sampai dengan Februari 2006. Kemudian dilanjutkan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan selama 3 minggu yaitu mulai tanggal 14 Maret sampai tanggal 2 April 2006. Untuk analisis hispatologi dilaksanakan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Bahan

1. Bahan baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang putih dari jenis udang Amerika (Litopenaeus vannamei) dalam kondisi segar yang diperoleh dari PT. Sentral Pertiwi Bahari, Muara Baru Jakarta Utara. Kulit udang dimasukkan ke dalam cool box yang telah dilapisi es sampai penuh, kemudian ditutup lagi dengan lapisan es sampai menutupi seluruh permukaan kulit udang agar tetap dalam kondisi dingin dan segar hingga sampai ke tempat pengolahan.

2. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium oksida (NaOH), asam klorida (HCL), kalium bromida (KBr), asam asetat (H2Ac),

methanol, asam borat (H2BO3), asam monokloroasetat, aquades, indikator

Toshiro, asam sulfat (H2SO4), iso propil alkohol (IPA), garam Kjeldahl,

kloroform, regen analisis SGOT dan SGPT dan regen hispatologi. 3. Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley, yang diperoleh dari Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan sebanyak 15 ekor dengan berat rata-rata 130–175 g dan berumur 8 minggu.

4. Pakan

Pakan yang diberikan adalah jenis pakan standar berbentuk cramble yang diproduksi oleh PT. Indonesia Formula Feed, Kedung Badak Bogor dengan komposisi protein 20 %, lemak 6 %, serat kasar 6 %, Abu 9 % dan M. E 2.700 Kcal/Kg. Bahan baku pakan ini terdiri dari jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak gandum, bungkil kalapa, Dl- Methionin, L-Lysin, vitamin dan mineral.

Alat

1. Alat pengolahan dan analisis

Alat yang digunakan dalam pengolahan khitin, khitosan dan analisis CMC antara lain adalah cool box, dandang, keranjang, timbangan, para-para, gelas ukur, baker gelas, labu Kjeldahl, viskometer, kompor gas, oven, desikator, thermometer, FTIR spektrofotometer, lakmus, pH meter, pipet, cawan porselin, pengaduk, kertas saring, water bath, hotplate stirer, tanur, dan peralatan lain yang diperlukan. Peralatan untuk keperluan analisis adalah; wadah pembiusan (killing jar), gunting, pisau bedah, pinset, baki bedah, spuit 3 ml, wadah tempat spesimen organ dan darah, timbangan analitik, pipet volumetrik, photometer Biosystems BTS–330 dan mikroskop optik merk Olympus jenis polarizing.

2. Alat pemeliharaan tikus

Tempat yang digunakan untuk pemeliharaan tikus adalah kandang yang terbuat dari wadah plastik yang berukuran panjang x lebar x tinggi (30 x 25 x 10 cm) dan tertutup kawat kasa serta disusun berdasarkan perlakuan percobaan. Wadah tempat pakan juga terbuat dari bahan plastik berbentuk mangkuk dan wadah tempat minum dengan memakai botol bekas yang telah dipasang selang tetesan air.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap. Tahap I meliputi proses pengolahan dan penentuan karakterisasi CMC. Tahap II merupakan tahap aplikasi CMC pada tikus percobaan untuk melihat kadar toksisitas melalui analisis biokimia darah (SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transferase), SGPT (Serum

Glutamic Piruvic Transferase), Kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan analisis histopatologi terhadap jaringan hati dan ginjal.

Penelitian Tahap I

Pelaksanaan penelitian tahap I meliputi persiapan bahan baku kulit udang, pengolahan khitin, khitosan menjadi CMC dan analisis proksimat serta menentukan karakterisasinya. Penelitian tahap I ini juga lebih ditekankan pada pengolahan CMC dengan perlakuan suhu, yaitu suhu 50 oC, 70 oC dan 90 oC. Dari ketiga perlakuan suhu tersebut, maka diambil satu perlakuan suhu saja yang mempunyai hasil terbaik untuk diaplikasikan pada hewan percobaan.

Pengolahan Khitin (Suptijah et al. 1992)

a. Demineralisasi

Bahan baku yang sudah berupa kulit udang kering dicampur dengan HCl 0.1 N dengan perbandingan 1 : 20 (1 lt HCl dilarutkan dalam 20 lt air). Dalam proses pencampuran ini, dilakukan pengadukan supaya terjadi reaksi antara mineral dengan HCl. Setelah itu campuran didiamkan selama 2 jam, kemudian dilakukan pencucian dan penyaringan dengan air sampai pH netral.

b. Deproteinasi

Bahan hasil demineralisasi dicampur dengan NaOH 3.5 % dengan perbandingan 1 : 10 (1 kg NaOH dilarutkan dalam 10 lt air). Selanjutnya campuran dipanaskan pada suhu 70 oC selama 2 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan dan pencucian dengan air sampai pH netral, dikeringkan dan diperoleh khitin.

Pengolahan Khitosan (Suptijah et al. 1992)

Khitin yang dihasilkan direndam dalam larutan NaOH pekat 60 % dengan perbandingan 1 : 20 (1 kg NaOH dilarutkan dalam 20 lt air). Kemudian khitosan dipanaskan pada suhu 70 oC selama 72 jam sambil diaduk. Setelah proses deasetilasi selesai, selanjutnya dilakukan penirisan dan pencucian dengan air sampai pH netral. Khitosan dijemur sampai kering sehingga diperoleh khitosan larut asam dan siap untuk digunakan.

Pengolahan Khitosan Larut Air (CMC)

Proses pengolahan CMC dilakukan berdasarkan metode Bader dan Birkholz (1997) yang dimodifikasi. Khitosan yang telah diblender dilarutkan dalam larutan asam asetat 1 % pada suhu kamar. Setelah larut ditambahkan natrium hidroksida 30 % (75 ml) sehingga larutan menjadi alkali dan membentuk gel khitosan. Gel yang terbentuk dipisahkan dengan penyaringan dan diperas untuk memisahkan gel dengan larutan sampai membentuk gumpalan setengah kering. Gumpalan tersebut dileburkan kembali untuk proses karboksimetilasi dengan cara menambahkan asam monokloroasetat dengan perbandingan 1 : 1.

Proses karboksimetilasi dilakukan pada suhu 70 oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan dilakukan pengaturan pH menjadi 4 dengan menambahkan natrium hidroksida 10 %, dilanjutkan dengan proses presipitasi menggunakan iso propil alkohol. Hasil presipitasi dikeringkan di bawah terik matahari sampai kering dan digiling sehingga dihasilkan CMC berbentuk serbuk. CMC ditimbang dan siap untuk digunakan dan dianalisis. Terhadap produk yang dihasilkan diamati viskositas, kelarutan, rendemen, pH, kadar air, kadar abu, protein, nitrogen dan derajat deasetilasi untuk mendapatkan hasil karakterisasinya. Proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar berikut:

Limbah Udang Pencucian Perendaman NaOH 2 %, 2 jam Pengeringan Demineralisasi HCl 0.1 N, 1:20, 70 oC, 2 jam Pencucian Deproteinasi NaOH 3.5 %, 1:10, 70 oC, 2 jam Pencucian Khitin

Khitin Deasetilasi NaOH 60 %, 70 oC, 72 jam Pencucian Sampai pH netral Pengeringan Khitosan

Gambar 5 Diagram proses pembuatan khitosan (modifikasi Suptijah 1992)

Khitosan Pelarutan asam asetat 1 % Alkalinasi NaOH 30 % Gel khitosan Karboksimetilasi

asam monokloroasetat 1 : 1, 70 oC, 3 jam Pengaturan pH

NaOH 10 %

Presipitasi iso propil alkohol

Pengeringan Khitosan larut air

Gambar 6 Diagram proses pembuatan khitosan larut air (modifikasi Bader dan Birkholz 1997)

Analisis

Kadar Air (Sulaeman et al. 1992)

Kadar air ditentukan dengan menggunakan cara oven pada suhu 105 oC. Sampel ditimbang sebanyak 1.5 g dan dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

% kadar air = x100%

c b a

dimana: a : Berat wadah dan berat awal bahan (g) b : Berat wadah dan berat akhir bahan (g) c : Berat bahan (g)

Kadar Abu (AOAC 1984)

Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 103 oC selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 3–5 g di dalam cawan, lalu diletakkan dalam tanur pada suhu 550 oC selama 4–5 jam hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabuan. Kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang.

% kadar abu = x100% (g) sampel berat (g) abu berat

Kadar Protein (AOAC 1984)

Sampel ditimbang sebanyak 0.01–0.02 g, lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 ml. Ditambahkan K2SO4 dan HgO (1 : 1) sebanyak 2 g dan 2 ml

H2SO4 pekat. Sampel didestruksikan hingga menjadi cairan berwarna hijau

bening, kemudian ditimbangkan.

Sampel yang telah dingin dibilas dengan aquades, lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi serta ditambahkan 10 ml NaOH pekat. Kemudian sampel didestilasi dan destilat ditangkap dengan 5 ml asam borat jenuh yang telah diberi 2–4 tetes indikator (campuran metal merah 2 % dan metal biru 0.2 % dalam alkohol 2 : 1) dan destilat ditampung hingga mencapai 50 ml. Destilat dititrasi

dengan menggunakan HCl 0.02 N yang telah distandardisasi hingga berwarna merah muda. Protein (%) = x100% (g) sampel Berat 14.01 x HCl N x blanko) (titran−

Kadar Nitrogen (Fitrial, 1996)

Langkah-langkah pengukuran kadar nitrogen adalah sebagai berikut: sampel sebanyak 5 g dan satu buah tablet kjeltec dimasukkan ke dalam tabung kjeltec, kemudian ditambahkan 10 ml asam sulfat 0.1 N. Selanjutnya bahan didestruksi pada suhu 430 oC sampai warna larutan menjadi bening, kemudian dilakukan tahap destilasi dengan menggunakan kjeltec. Hasil proses destilasi ini dititrasi dengan HCl 0.1 %. Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan blanko, langkah-langkah pembuatannya hampir sama dengan pembuatan larutan sampel, akan tetapi larutan blanko tidak menggunakan sampel pada tahap destruksi. Kadar nitrogen dihitung dengan menggunakan persamaan:

Nitrogen (%) = [ ( 14,01 x (A-B) x C) ] x 100% ( D x 10 ) Keterangan: A : ml titrasi HCl B : normalitas HCl C : faktor pengenceran D : beratsampel (mg)

Derajat Deasetilasi (Alamsyah, 2000)

Spektrum infra merah bahan dapat dibuat dengan menggunakan spektrofotometer FITR Perkin Elmer. Frekwensi yang digunakan berkisar antara 4.000 cm-1. Sampel sebanyak 5 mg digerus dengan 200 mg serbuk KBr. Kemudian sampel yang telah tercampur homogen dengahn KBr dicetak sehingga menghasilkan cetakan tipis transparan dan dianalisa dengan spektrofotometer infra red. Nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus:

% N- deasetilasi = 100% 33 . 1 1 2 1 1 × ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ×A A

Keterangan: A1 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.640 – 1.700 cm-1

A2 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.200 – 3.500 cm-1 1.33 = Perbandingan A1 dengan A2 pada N-deasetilasi 100 %

Viskositas (Sophanodora dan Benjakula, 1993)

Khitosan sebanyak 2 g dilarutkan dalam 200 ml asam asetat 2 %. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai viskositas menggunakan viskometer rotari model BM. Rotari yang digunakan saat pengukuran viskositas adalah rotari no. 2 dengan kecepatan putaran 60 rpm. Sedangkan untuk CMC dilarutkan dalam aquades dengan konsentrasi 1 % pada suhu kamar. Kemudian diukur dengan menggunakan spindel dan dengan kecepatan putaran yang sama. Nilai viskositas dihitung dengan menggunakan rumus:

Viskositas (Cps) = nilai terukur x (konstanta R-2, v 60 rpm)

Kelarutan

Menggunakan metode Lembono (1989). Kertas saring dikeringkan dalam oven selama 30 menit dan ditimbang. Kemudian dilakukan penyaringan terhadap 1 g khitosan yang dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1 % dengan menggunakan pompa vakum. Sedangkan untuk CMC dilarutkan dalam aquades. Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 3 jam. Setelah itu masukkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang.

Kelarutan = x100% awal sampel berat residu berat awal sampel berat − Penelitian Tahap II

Penelitian tahap II dilakukan untuk mengaplikasikan CMC pada tikus percobaan dengan tujuan pengujian toksisitasnya. CMC dijadikan sebagai bahan campuran pakan dengan persentase berbeda untuk melihat terjadinya pengaruh

CMC terhadap biokimia darah (SGOT, SGPT, Kreatinin dan BUN) dan perubahan pada jaringan hati dan ginjal secara hispatologis.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague-Dawley yang berumur 8 minggu, bobot badan antara 130–175 g sebanyak 15 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan IPB Bogor. Sebelum digunakan untuk percobaan, semua tikus diaklimatisasi selama 4 hari untuk menyesuaikan lingkungan dan mengontrol bobot badannya. Setelah melewati masa aklimatisasi semua tikus ditimbang dan ditempatkan dalam kandang sesuai dengan kelompok perlakuan. Selama penelitian berlangsung, tikus diberi pakan dengan komposisi nutrisi standar dengan panambahan persentase CMC dan minuman air selama 3 minggu sebelum dilakukan analisis. Berdasarkan pengamatan terhadap konsumsi pakan selama proses aklimatisasi berlangsung, maka kebutuhan konsumsi pakan per ekor tikus adalah sebanyak 20 g per hari.

Pengambilan Darah dan Organ

Sebelum dilakukan pembedahan, tikus terlebih dahulu dibius dengan menggunakan kloroform dengan cara memasukkan tikus ke dalam killing jar. Hal ini dilakukan karena melalui proses pembiusan lebih layak bila dilihat dari segi etika terhadap hewan percobaan. Setelah pingsan tikus diambil darahnya dari bagian atrium jantung dengan menggunakan spuit 3 ml. Kemudian tikus dimasukkan kembali ke dalam wadah yang telah diberi kloroform untuk beberapa sat hingga tikus mati. Hati dan ginjal diambil dengan cara dibedah setelah tikus mati untuk dianalisis kadar toksisitas dan untuk pembuatan preparasi hispatologi. Setelah selesai maka semua tikus dibuang. Selanjutnya jaringan tersebut dipreparasi dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (HE) dan diamati di bawah mikroskop optik merk Olympus jenis polarizing dengan 40 kali pembesaran. Sedangkan pada analisis darah yang diamati adalah Kreatinin, BUN, SGPT/ALT dan SGOT/AST darah dengan menggunakan metode IFCC (International Federation of Clinical Chemistry).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor perlakuan yang diterapkan adalah suhu proses yaitu; suhu 50 oC, 70 oC dan 90 oC selama 3 jam dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Sedangkan pada pengujian toksisitas, yang menjadi faktor pengamatan adalah persentase khitosan larut air yang dicampur dengan pakan yaitu; CMC0 = 0 %, CMC1 = 0.5 %, CMC2 = 1 %, CMC3 = 1.5 % dan

CMC4 = 2 %. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali.

Model matematika yang digunakan dalan Rancangan Acak Lengkap ini (Steel dan Torrie 1989) adalah:

Yijk = μ + Ai + Bj + Σij Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan

μ = Nilai tengah

Ai = Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i Bj = Pengaruh perlakuan pada taraf ke-j

Σij = Pengaruh sisa dari ulangan

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan uji-F. Suatu perlakuan memberikan pengaruh nyata apabila Fhitung > Ftabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf 5 % dan berpengaruh sangat nyata apabila nilai Fhitung > Ftabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf 1 %. Uji lanjut yang digunakan untuk mengetahui taraf terbaik dari masing-masing perlakuan adalah Uji Duncan.

Dokumen terkait