• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Januari 2014 dengan tahapan pengumpulan sampel, deteksi virus, identifikasi serangga vektor, pengujian efisiensi penularan, dan pengujian kisaran inang. Pengumpulan sampel dilakukan di Jawa Barat (Bogor, Subang), Jawa Tengah (Tegal, Sukoharjo), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman). Deteksi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan dan identifikasi serangga vektor di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Pengujian efisiensi penularan dan pengujian kisaran inang dilakukan di Rumah Kaca Cikabayan University Farm, Institut Pertanian Bogor.

Pengumpulan Sampel Tanaman Mentimun Terinfeksi Begomovirus

Pengamatan gejala dan pengambilan sampel tanaman yang terinfeksi Begomovirus dilakukan di beberapa pertanaman mentimun. Lokasi yang dipilih di Propinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor (Kecamatan Situgede) dan Kabupaten Subang (Kecamatan Kasomalang dan Pagaden Barat); Propinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Tegal (Kecamatan Dukuhwaru) dan Kabupaten Sukoharjo (Kecamatan Baki); di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Sleman (Kecamatan Kalasan dan Ngemplak). Daun mentimun yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan gejala daun keriting, mosaik, melepuh, dan menguning. Sebagian dari sampel daun disimpan di dalam deep freezer pada suhu -80 oC dan sebagian lagi dikeringawetkan dengan silica gel sebelum digunakan untuk identifikasi Begomovirus. Tanaman sakit dari daerah Rancabungur, Bogor, digunakan sebagai sumber inokulum virus untuk pengujian efisiensi penularan melalui kutukebul, dan pengujian kisaran inang virus.

Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Metode ELISA yang digunakan yaitu metode Indirect-ELISA (I-ELISA) dan Metode Double Antibody Sandwich-ELISA (DAS-ELISA) menggunakan antiserum terhadap Squash mosaic comovirus (SqMV), Zucchini yellow mosaic potyvirus (ZyMV), Cucumber mosaic cucumovirus (CMV), Tobacco ringspot nepovirus (TRSV), dan Watermelon mosaic potyvirus (WMV) secara terpisah. Deteksi menggunakan beberapa jenis antiserum tersebut bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di lapangan.

Metode I-ELISA. Metode I-ELISA menggunakan antiserum terhadap SqMV, ZyMV, dan CMV menurut Dijkstra dan de Jager (1998). Antigen disiapkan dengan menggerus daun mentimun sakit dan ditambah extract buffer pH 7.4 (1:10) yang terdiri atas 20 g polyvinylpyrrolidone, 2 g chicken egg albumin, 1.3 g Na2SO3, dan dilarutkan dalam 100 ml PBST. Sumuran plat mikrotiter

10

masing-masing diisi 100 μl sampel dan dibuat duplo untuk masing-masing sampel. Sampel pada setiap plat mikrotiter terdiri atas extract buffer, kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak sampel daun mentimun dari lapangan. Kontrol negatif merupakan ekstrak tanaman mentimun sehat sedangkan kontrol positif merupakan ekstrak tanaman mentimun yang terinfeksi oleh virus yang sesuai (Agdia, US). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 oC selama satu malam, kemudian sap dalam plat mikrotiter dibuang dan dicuci sebanyak 4 sampai 8 kali dengan 200 μl phosphate buffer saline tween (PBST) yang terdiri atas 8 g NaCl, 1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KH2PO4, 0.2 g KCl, dan dilarutkan dalam 1 000 ml air destilata, lalu ditambahkan 0.5 ml Tween-20. Sebanyak 100 μl blocking solution (PBST yang mengandung skim milk 2%) ditambahkan untuk menutupi bagian sumuran yang tidak berikatan dengan antigen virus. Plat mikrotiter lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 oC kemudian masing-masing sumuran dicuci dengan PBST sebanyak 4 sampai 8 kali.

Antiserum kemudian dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing sumuran, setelah dilakukan pengenceran dengan conjugate buffer (0.2 g bovine serum albumin, 2 g polyvinylpyrrolidone, dan dilarutkan dalam 100 ml PBST). Antiserum yang digunakan secara terpisah yaitu antiserum CMV, SqMV, dan ZYMV, dengan pengenceran berturut-turut 1:200, 1:200, 1:1 000 (Agdia, US). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Sumuran plat mikrotiter selanjutnya dicuci dengan PBST seperti sebelumnya. Antiserum kedua (goat anti-rabbit globulin/GAR, Agdia) dimasukkan ke dalam masing-masing

sumuran sebanyak 100 μl, setelah dilakukan pengenceran dengan conjugate buffer (1:2 000). Plat mikrotiter diinkubasi kembali selama 2 jam pada suhu 37 oC lalu sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya.

Tahap selanjutnya yaitu mengencerkan substrate solution (p-nitrophenyl phospate) dalam substrate buffer (0.1 g MgCl2, 0.2 g NaN3, 97 ml diethanolamine, 1 000 ml air destilata) (1:1). Substrate solution dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran sebanyak 100 μl, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 30 sampai 60 menit. Nilai absorbansi sampel dibaca menggunakan ELISA reader model 550 (Bio-Rad, US) dengan panjang gelombang 405 nm pada 30 sampai 60 menit setelah penambahan substrate solution. Hasil ELISA dinyatakan positif jika nilai absorbansi sampel 1.5 sampai 2 kali lebih besar dari nilai kontrol negatif (Matthews 1993).

Metode DAS-ELISA. Metode DAS-ELISA menggunakan antiserum untuk TRSV dan WMV menurut Clark dan Adams (1977). Coating antibody diencerkan dalam coating buffer (DSMZ, DE) (1.59 g Na2CO3, 2.93 g NaHCO3, 0.2 g NaN3, dan dilarutkan dalam 1 000 ml air destilata) lalu dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing sumuran plat mikrotiter, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o

C selama 2 sampai 4 jam. Sumuran plat mikrotiter masing-masing dicuci dengan

200 μl PBST sebanyak 4 sampai 8 kali. Sumuran plat mikrotiter masing-masing diisi 100 μl sampel dan dibuat duplo untuk masing-masing sampel. Sampel pada masing-masing plat mikrotiter terdiri atas extract buffer, kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak sampel daun mentimun dari lapangan. Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 oC selama satu malam, kemudian sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya.

11

Conjugate diencerkan dalam conjugate buffer yang terdiri atas 100 ml PBST, 2% PVP (Serva PVP-15 polyvinyl pyrrolidon), dan 0.2% egg albumin, lalu dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing sumuran plat mikrotiter. Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 sampai 4 jam, lalu sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya. Substrate solution (p-nitrophenyl phospate) diencerkan dalam substrate buffer (sama seperti pada Indirect-ELISA) (1:1), lalu dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran sebanyak 100 μl. Plat mikrotiter diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 30 sampai 60 menit. Nilai absorbansi sampel dibaca menggunakan ELISA reader seperti pada Indirect-ELISA.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Keberadaan Begomovirus pada tanaman mentimun yang menunjukkan gejala keriting kuning dideteksi dengan PCR menggunakan primer universal untuk Begomovirus, yaitu pAL1v1978/pAR1c715. Pasangan primer tersebut dikonstruksi berdasarkan daerah genom Begomovirus yang memiliki tingkat konservasi tinggi, yaitu di daerah penyandi sebagian protein replikasi, common region, dan protein selubung virus (Rojas et al. 1993). Tahapan metode PCR terdiri atas ekstraksi DNA, amplifikasi DNA, dan visualisasi hasil amplifikasi.

Ekstraksi DNA. DNA total diekstraksi dari tanaman mentimun menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987). Cetyl trimethylammonium bromide buffer (CTAB buffer) (1:10) disiapkan dengan mencampur 10 ml CTAB 10%, 2 ml EDTA, 5 ml Tris HCl, 12.6 ml NaCl, 20.4 ml dH2O, lalu ditambahkan 1% β-mercaptoethanol, dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 65 oC selama 10 menit. Sebanyak 0.1 g daun mentimun digerus menggunakan mortar dengan bantuan nitrogen cair. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro ukuran 1.5 ml dan ditambahkan 500 µl CTAB buffer yang sudah dipanaskan, kemudian dipipet naik turun hingga homogen. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 65 oC selama 60 menit dan setiap 10 menit tabung mikro dibolak-balik untuk membantu proses lisis sel tanaman. Campuran selanjutnya diambil dari penangas air dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 500 µl Chloroform:Isoamilalkohol (CI) (24:1). Campuran divorteks selama 5 menit kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 12 000 rpm. Supernatan diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke tabung mikro yang baru. Sodium asetat (CH3COONa) ditambahkan sebanyak 1/10 volum dan dipipet naik turun. Isopropanol dingin ditambahkan sebanyak 2/3 volum cairan untuk presipitasi DNA dan dicampur dengan membolak-balik tabung secara perlahan. Setelah diinkubasi pada suhu -20 oC selama semalam, cairan disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA. Setelah sentrifugasi, cairan dibuang dan endapan dicuci dengan 500 µl etanol 70%, kemudian tabung disentrifugasi selama 5 menit pada 8 000 rpm, cairan dibuang dan endapan dikeringkan. Setelah kering, endapan diresuspensi dalam 50 µl Tris-EDTA buffer (TE buffer) pH 7.4 (5 ml Tris HCl 10 mM, 0.5 ml EDTA 1 mM, dan dilarutkan dalam 50 ml air destilata) dan disimpan pada suhu -20 oC.

Amplifikasi DNA. DNA hasil ekstraksi digunakan sebagai template (cetakan) pada tahap amplifikasi dengan teknik PCR menggunakan

12

pasangan primer pAL1v1978 (5’

-GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT-3’) dan pAR1c715 (5’ -GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA-3’). Reaksi PCR (total volum 25 µl) terdiri atas 16.3 µl H2O, 2.5 µl buffer 10x + Mg2+, 0.5 µl dNTP 10 mM, 1 µl primer pAL1v1978 10 mM, 1 µl primer pAR1c71510 mM, 2.5 µl sucrose cresol 10x, 0.2 µl Dream Taq DNA polymerase (Promega, Madison, WI), dan 1 µl sampel DNA. Amplifikasi dilakukan pada Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700; Applied Biosystem, US). Amplifikasi ini didahului dengan denaturasi awal pada 94 oC selama 5 menit, dilanjutkan 35 siklus dengan tahapan denaturasi pada 94 oC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 50 oC selama 1 menit, dan sintesis DNA pada 72 oC selama 1 menit. Khusus untuk siklus terakhir ditambah tahapan penyempurnaan sintesis selama 7 menit, kemudian siklus berakhir pada suhu 4 oC.

Visualisasi hasil amplifikasi DNA. Hasil amplifikasi DNA dianalisis dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% dalam bufer elektroforesis Tris borat-EDTA 0.5x (40 mM Tris, 20 mM sodium asetat, dan 1 mM EDTA, pH 7.0) dengan pewarnaan ethidium bromide (0.5 µg/10 ml). Visualisasi pita DNA dilakukan dengan meletakkan gel agarosa pada UV transilluminator. Dokumentasi pita DNA dilakukan menggunakan kamera digital.

Analisis Keragaman Genetik

Analisis keragaman genetik dilakukan untuk mengetahui tingkat homologi isolat Begomovirus yang diperoleh dari lapangan dengan isolat Begomovirus lainnya. Fragmen DNA hasil PCR dikirim untuk perunutan nukleotida ke DNA Sequencing BioSM Laboratories (Malaysia). Urutan nukleotida yang diperoleh kemudian digunakan untuk analisis tingkat homologi isolat Begomovirus di lapangan dengan isolat-isolat Begomovirus lainnya yang menginfeksi tanaman mentimun yang terdapat di GenBank menggunakan perangkat Blast (www.ncbi.nlm.nih.gov).

Penyejajaran urutan nukleotida selanjutnya dilakukan dengan membandingkan tingkat homologi antar isolat-isolat Begomovirus dari lapangan. Perbandingan tingkat homologi juga dilakukan antara isolat Begomovirus di lapangan dengan isolat Begomovirus lainnya yang menginfeksi tanaman mentimun dari beberapa negara dan satu isolat Squash mosaic virus (SqMV) sebagai pembanding.

Matriks identitas nukleotida diperoleh menggunakan perangkat BioEdit (Hall 1999). Pohon filogenetika dikonstruksi menggunakan perangkat MEGA versi 5.0 dengan memasukkan hasil dari multialignment untuk memperkirakan tingkat evolusi molekuler dan pengujian hipotesis evolusioner (Tamura et al. 2011).

Penyiapan Tanaman

Penyiapan Media Tumbuh Tanaman

Media tumbuh tanaman terdiri atas tanah steril yang telah dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 2:1, disterilisasi menggunakan autoklaf. Media

13

yang telah steril kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 25x30x60 cm3 dan wadah semai.

Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Sumber Inokulum

Tanaman yang digunakan untuk perbanyakan sumber inokulum yaitu mentimun varietas Daria. Benih mentimun direndam dalam air selama ± 1 jam sebelum ditanam. Benih yang mengapung pada saat perendaman dipisahkan dan tidak ditanam. Benih yang tenggelam ditiriskan dan ditanam dalam media tumbuh dalam polybag. Setelah tanaman siap diinokulasi virus yaitu berumur 7 hari, tanaman dipilih yang tumbuh dengan baik dan sehat.

Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Serangga Vektor

Tanaman yang digunakan untuk perbanyakan serangga vektor yaitu tanaman kapas. Benih kapas ditanam dalam media tumbuh dalam polybag. Setelah tanaman berumur ± 3 minggu, dilakukan pemilihan tanaman yaitu tanaman yang tumbuh dengan baik dan sehat. Tanaman kapas digunakan karena tanaman ini tidak termasuk tanaman inang dari Begomovirus. Kutukebul (B. tabaci) nimfa dan imago di rumah kaca dipelihara pada tanaman kapas. Nimfa dan imago kutukebul yang berkembang pada tanaman kapas kemudian dipindahkan pada tanaman mentimun sehat untuk digunakan sebagai agen penular Begomovirus.

Penyiapan Tanaman untuk Pengujian Efisiensi Penularan dan Kisaran Inang

Tanaman yang digunakan untuk pengujian efisiensi penularan yaitu tanaman mentimun varietas Daria dan penyiapan tanaman dilakukan seperti pada penyiapan tanaman untuk perbanyakan sumber inokulum. Penyiapan tanaman yang digunakan untuk pengujian kisaran inang (Tabel 1) dibedakan berdasarkan famili tanaman. Tanaman yang berasal dari famili Cucurbitaceae dan Leguminosae disiapkan dengan penanaman benih seperti pada penyiapan tanaman untuk perbanyakan sumber inokulum. Tanaman yang berasal dari famili Solanaceae disiapkan lebih awal karena akan diinokulasi pada umur yang lebih tua. Benih disemai terlebih dahulu pada wadah semai. Bibit yang berumur 30 hari dipindahkan ke media tumbuh dalam polybag, setelah tanaman berumur 40 hari digunakan untuk pengujian kisaran inang.

14

Tabel 1 Famili, spesies tanaman, dan umur tanaman yang digunakan dalam pengujian kisaran inang

Perbanyakan dan Pemeliharaan Sumber Inokulum Virus

Tanaman mentimun yang menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus diambil dari daerah Rancabungur, Bogor, dibawa ke rumah kaca dan dipelihara untuk digunakan dalam perbanyakan sumber inokulum virus. Konfirmasi keberadaan Begomovirus pada tanaman mentimun tersebut dilakukan menggunakan metode PCR seperti telah diuraikan sebelumnya.

Perbanyakan sumber inokulum dilakukan dengan metode penularan melalui vektor kutukebul. Penularan dilakukan pada saat tanaman mentimun berada pada kondisi yang rentan terhadap penyakit, yaitu 7 hari setelah tanam. Kutukebul nimfa dan imago hasil perbanyakan dimasukkan sebanyak 20 individu ke dalam sungkup yang berisi tanaman mentimun terinfeksi Begomovirus untuk memberikan periode makan akuisisi selama 24 jam. Setelah waktu terpenuhi, kutukebul dimasukkan ke dalam masing-masing sungkup yang berisi tanaman mentimun sehat untuk periode makan inokulasi selama 48 jam (Brown dan Nelson 1988). Setelah melalui periode makan inokulasi, serangga dimusnahkan dengan insektisida. Perbanyakan inokulum dilakukan secara rutin dan terus menerus untuk menjaga ketersediaan sumber inokulum.

Penyiapan Serangga Vektor B. tabaci

Serangga vektor yaitu kutukebul (B. tabaci) berasal dari pertanaman mentimun di daerah Situgede, Bogor. Kutukebul nimfa dan imago dipelihara di

Famili Spesies tanaman Umur tanaman saat

inokulasi (hari) Cucurbitaceae Mentimun (Cucumis sativus L.) var. Daria 7

Mentimun (C. sativus ) var. Sabana 7 Mentimun (C. sativus) var. Bandana 7 Mentimun (C. sativus) var. Yupiter 7 Mentimun (C. sativus) var. Vario 7

Melon (C. melo L.) 7

Semangka (Citrullus lanatus Thunb.) 7

Labu (Cucurbita pepo L.) 7

Gambas (Luffa acutangula Roxb.) 7

Solanaceae Tembakau (Nicotiana tabacum L.) 40

Terung (Solanum melongena L.) 40

Tomat (Lycopersicon esculentum L.) Cabai (Capsicum annuum L.)

40 40 Leguminosae Kacang panjang (Vigna unguiculata L.) 7

Kacang hijau (V. radiata L.) 7

15

rumah kaca, sedangkan pupa kutukebul dibawa ke laboratorium untuk identifikasi. Kutukebul diidentifikasi menggunakan metode Watson (2007) yang diawali dengan tahapan pembuatan preparat mikroskop.

Pembuatan Preparat Mikroskop

Pembuatan preparat mikroskop dilakukan dengan metode preparat permanen untuk identifikasi dan penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Pupa kutukebul diambil dengan hati-hati dari daun tanaman mentimun dengan menggunakan jarum mikro. Pupa kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 80% dan didiamkan selama 5 sampai 10 menit. Sebanyak 5 ml KOH 10% dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan di atas kompor listrik selama 5 menit. Larutan KOH tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan sirakus. Pupa kutukebul secara satu persatu dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisi larutan KOH 10% dengan menggunakan jarum mikro, lalu didiamkan hingga pupa terlihat transparan. Pupa dibersihkan dari lilin-lilin yang masih menempel dengan menggunakan jarum mikro di bawah mikroskop cahaya. Selain itu, isi tubuh pupa dikeluarkan secara perlahan-lahan hingga hanya tersisa eksuvia. Selanjutnya eksuvia dibilas dengan akuades sebanyak dua kali. Lilin yang masih tersisa pada eksuvia dibersihkan dengan cara merendam eksuvia tersebut di dalam larutan carbol xylene selama 10 detik, lalu eksuvia dibilas kembali dengan akuades. Setelah itu, eksuvia direndam di dalam larutan asam alkohol 50% selama 10 menit. Eksuvia kemudian direndam di dalam campuran larutan pewarna asam fuchsin dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:1 selama 15 menit. Eksuvia yang telah diwarnai direndam di dalam alkohol 80% selama 1 sampai 2 menit atau hingga diperoleh warna eksuvia yang diinginkan, lalu direndam di dalam alkohol 100% selama satu menit. Eksuvia selanjutnya dimasukkan ke dalam minyak cengkeh.

Gelas objek disiapkan untuk perentangan eksuvia kutukebul. Permukaan atas gelas objek di bagian tengah diberi satu tetes minyak cengkeh. Sebanyak satu eksuvia diletakkan pada minyak cengkeh tersebut, lalu eksuvia direntang dengan posisi ventral tubuh menghadap ke atas. Minyak cengkeh yang ada di sekitar eksuvia kemudian diserap dengan menggunakan kertas tisu, selanjutnya pada eksuvia tersebut diteteskan balsam canada. Larutan medium dioleskan ke sekeliling eksuvia hingga hampir menyamai ukuran dari gelas penutup yang akan digunakan. Posisi eksuvia diatur kembali hingga letaknya tepat di bagian tengah. Gelas penutup (18x18 cm) diletakkan secara perlahan-lahan di atas spesimen dengan bantuan pinset.

Identifikasi Kutukebul

Identifikasi dilakukan pada saat preparat sudah dikeringkan selama 1 minggu. Preparat diletakkan kembali di atas hotplate hingga larutan medium pada preparat tersebut benar-benar mengering. Identifikasi kutukebul dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 40x dengan mengamati karakter morfologi bagian dorsal eksuvia kutukebul (Lampiran 2) berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987).

16

Pengujian Efisiensi Penularan Begomovirus melalui Kutukebul

Uji penularan dilakukan untuk menentukan efisiensi penularan dengan jumlah kutukebul yang berbeda, yaitu 1, 3, 5, 10, dan 20 kutukebul nimfa dan imago per tanaman. Masing-masing uji dilakukan dengan 15 tanaman mentimun sehat. Sebanyak 1 tanaman mentimun sehat digunakan sebagai kontrol pada setiap ulangan, yaitu tanaman diinfestasi kutukebul nonviruliferous. Penularan dilakukan seperti pada perbanyakan sumber inokulum. Konfirmasi keberadaan virus pada hasil uji efisiensi penularan, terutama untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala dilakukan menggunakan metode PCR seperti telah diuraikan sebelumnya. Pengamatan meliputi jenis gejala yang muncul, masa inkubasi, dan kejadian penyakit. Kejadian penyakit dihitung berdasarkan jumlah tanaman bergejala dibagi jumlah tanaman yang diamati, dikali 100% (Zadoks dan Schein 1979).

Pengujian Kisaran Inang

Uji kisaran inang dilakukan untuk mengetahui jenis tanaman yang dapat menjadi inang virus. Tanaman yang digunakan pada pengujian kisaran inang meliputi 3 famili yang terdiri atas 16 jenis tanaman (Sulandari et al. 2006) (Tabel 1). Tanaman uji diinokulasi dengan Begomovirus menggunakan serangga vektor B. tabaci. Tanaman kontrol dilakukan pada setiap jenis tanaman, yaitu tanaman yang diinfestasi kutukebul nonviruliferous. Jumlah kutukebul yang digunakan didasarkan pada hasil pengujian efisiensi penularan. Metode penularan mengikuti tahapan yang dilakukan pada perbanyakan sumber inokulum. Jumlah tanaman untuk masing-masing jenis tanaman uji adalah 15 tanaman. Pengamatan dilakukan selama satu bulan (Sulandari et al. 2006), meliputi jenis gejala yang timbul, masa inkubasi, dan kejadian penyakit.

Dokumen terkait