• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai Agustus 2011. Sampel daging ayam diambil dari tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan, yaitu Pasar Modern (Serpong), Pasar Bukit (Pamulang), dan Pasar Jombang (Ciputat). Tiga pasar tradisional dari total enam pasar tradisional dipilih berdasarkan lokasi pasar yang strategis serta mewakili tiga wilayah terpadat di Tangerang Selatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Ciputat. Data tentang penjual dan kondisi higiene tempat penjualan daging ayam diambil menggunakan kuesioner. Pengujian Salmonella dilakukan di Laboratorium Cemaran, Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP), Bogor, Jawa Barat.

Desain Penelitian

Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu (1) pengambilan sampel daging ayam dari pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan dan penjaringan data tentang pedagang daging ayam serta kondisi higiene melalui wawancara dan observasi menggunakan kuesioner, dan (2) pengujian sampel daging ayam di laboratorium terhadap keberadaan Salmonella. Hasil kuesioner dibandingkan dengan hasil pengujian sampel di laboratorium.

Pengambilan dan Jumlah Sampel

Jumlah sampel daging ayam yang diambil sebanyak 24 berasal dari 24 pedagang daging ayam yang ditetapkan sebagai responden dari ketiga pasar. Pada setiap pasar, dipilih separuh pedagang ayam (50%) sebagai responden secara acak dari total seluruh pedagang. Sampel daging ayam diambil bagian otot dada minimum 100 gram. Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, diberi label, dan disimpan dalam cool box berisi es selama proses transportasi. Sampel kemudian dipindahkan dan disimpan dalam freezer sebelum dilakukan pengujian. Secara rinci jumlah sampel yang diambil pada tiap pasar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rincian jumlah sampel daging ayam yang diambil dari tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan

Pasar Jumlah pedagang daging

ayam

Jumlah sampel yang diambil

Modern (Kecamatan Serpong) 20 pedagang 10 sampel

Bukit (Kecamatan Pamulang) 22 pedagang 11 sampel

Jombang (Kecamatan Ciputat) 6 pedagang 3 sampel

Total sampel 24 sampel

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sampel daging ayam, lactose broth/LB (OXOID CM 0137), tetrathionate broth/TTB (DifcoTM Tetrathionate Broth Base), Rappaport Vassiliadis/RV (DifcoTM Rappaport-Vassiliadis R10 Broth), xylose lysin deoxycholate agar/XLDA (DifcoTM XLD agar), hektoen enteric agar/HEA (OXOID CM 0419), bismuth sulfite agar/BSA (OXOID CM 0201), triple sugar iron agar/TSIA (DifcoTM Triple Sugar Iron Agar), lysine iron agar/LIA (DifcoTM Lysine Iron Agar), lysine decarboxilase broth/LDB (DifcoTM Lysine Decarboxylase Broth), methyl red-Voges Proskauer/MR-VP (OXOID CM 0043), SIM (BBLTM SIM Medium), Simmons citrate agar (OXOID CM 0155), reagen Kovacs (Merck KgaA), urea broth (OXOID CM 0071), malonate broth (DifcoTM Malonate Broth), phenol red lactose broth (DifcoTM Lactose), phenol red sucrose broth (Fluka Biochemica), dulcitol broth (Merck 1.05990.0050), iodin solution, indikator methyl red, larutan

-naphtol, KOH 40%, aquades steril, air, sabun, Dettol®, dan alkohol 70%.

Alat yang digunakan ialah plastik steril tahan panas, cawan petri (diameter 10 cm), tabung reaksi (volume 15 ml), sumbat dan rak tabung reaksi, labu Erlenmeyer (volume 250 ml), gelas ukur (volume 250 ml dan 1000 ml), pipet volumetrik (1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml, dan 20 ml), bulb karet, syringe 5 ml, botol media (volume 500 ml dan 1000 ml), gunting, pinset, jarum inokulasi (ose), stomacher, pembakar Bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirrer, pengocok tabung, tabung durham, inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril, lemari pendingin, kotak pendingin, ice box, dan freezer.

20

Pengujian Salmonella

Prinsip pengujian Salmonella di laboratorium meliputi tahap pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pre-enrichment (pra-pengayaan) dan enrichment (pengayaan), dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta konfirmasi melalui uji biokimia dan uji gula-gula. Setiap proses pengujian selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif S. Typhimurium. Pengujian ini dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia Nomor 2897 Tahun 2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu serta Hasil Olahannya (BSN 2008). Diagram alir pengujian Salmonella spp. dapat dilihat pada Gambar 1.

Tahap pre-enrichment (pra-pengayaan). Sampel daging ayam ditimbang

sebanyak 25 gram secara aseptik, dimasukkan ke dalam kantong steril, kemudian ditambahkan 225 ml lactose broth ke dalam kantong steril tersebut, dan selanjutnya dihomogenkan dengan stomacher selama 1 sampai 2 menit. Suspensi dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer atau wadah steril kemudian diinkubasi pada temperatur 36 °C selama 24 jam ± 2 jam.

Tahap enrichment (pengayaan). Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan

kemudian diambil dan dipindahkan 1 ml ke dalam 10 ml media tetrathionate broth dan 0.1 ml ke dalam 10 ml media Rappaport Vassiliadis. Sampel daging ayam diduga mengandung cemaran Salmonella spp. tinggi, oleh karena itu media RV dan TTB diinkubasi pada temperatur 43 °C ± 0.2 °C selama 24 jam ± 2 jam.

Tahap isolasi dan identifikasi. Dari masing-masing media pengayaan

yang telah diinkubasi, diambil 2 atau lebih koloni dengan jarum ose dan diinokulasikan pada media hektoen enteric, xylose lysin, dan bismuth sulfite agar. Kemudian biakan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Untuk BSA apabila hasilnya belum jelas, dapat diinkubasi kembali selama 24 ± 2 jam. Koloni Salmonella pada media HE terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H2S), pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam, pada media BSA koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam.

Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga media tersebut kemudian diinokulasikan ke triple sugar iron agar, dan lysine iron agar dengan cara menusuk ke dasar media agar, selanjutnya digores pada agar miring. Kemudian media diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Hasil reaksi koloni spesifik Salmonella terdapat pada Tabel 6.

1. Homogenisasi dan pra-pengayaan 25 gram sampel + 225 ml lactose broth inkubasi pada temperatur 36 °C selama 24 jam

2. Seleksi pengayaan

1 ml dalam 0.1 ml dalam

10 ml tetrathionate broth (TTB) 10 ml Rappaport Vassiliadis (RV)

inkubasi pada temperatur 43 °C selama 24-48 jam

3. Plating pada media selektif BSA, HEA, dan XLD

inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24-48 jam

4. Identifikasi

inokulasi pada TSIA dan LIA

inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24-48 jam

5. Konfirmasi uji biokimia dan uji gula-gula

(uji urease, uji indole, uji Voges-Proskauer, uji methyl red, uji citrate, uji lysine decarboxylase broth, phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0.5% dulcitol, uji malonate broth, uji phenol red lactose broth, dan uji phenol red

sucrose broth)

Gambar 1 Diagram alir pengujian Salmonella spp. menurut SNI 2897:2008 (BSN 2008).

22

Tabel 6 Hasil uji Salmonella sp. pada triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine iron agar (LIA) (BSN 2008)

Media Agar miring

(slant) Dasar agar (buttom) H2S Gas TSIA Alkalin/K (merah) Asam/A (kuning) Positif (hitam) Negatif/Positif LIA Alkalin/K (ungu) Alkalin/K (ungu) Positif (hitam) Negatif/Positif

Tahap konfirmasi. Konfirmasi Salmonella dilakukan dengan uji biokimia,

yang terdiri dari uji urease, uji indole, uji Voges-Proskauer, uji methyl red, uji citrate, uji lysine decarboxylase broth, dan uji gula-gula.

Uji urease. Dari hasil positif TSIA, koloni diinokulasikan dengan ose ke

urea broth, kemudian diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji urease.

Uji indole. Koloni dari media TSIA diinokulasikan pada SIM, dan

diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Kemudian ditambahkan 0.2 sampai dengan 0.3 ml reagen Kovacs. Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media. Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji indole.

Uji Voges-Proskauer (VP). Biakan dari media TSIA diambil dan

diinokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml media methyl red-Voges Proskauer lalu diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam. Sebanyak 5 ml MR-VP dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0.6 ml larutan -naphtol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang-goyangkan sampai tercampur dan didiamkan. Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna merah muda sampai merah. Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif.

Uji methyl red (MR). Biakan dari TSIA diinokulasikan ke dalam tabung

yang berisi 10 ml media MR-VP dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam. Kemudian ditambahkan 5-6 tetes indikator methyl red pada tabung. Hasil positif ditandai dengan adanya difusi warna merah ke dalam media. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR.

Uji citrate. Koloni dari TSIA diinokulasikan ke dalam Simmons citrate

agar dengan ose dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 96 ± 2 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji citrate.

Uji lysine decarboxylase broth (LDB). Satu ose koloni dari TSIA

diinokulasikan ke lysine decarboxylase broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada seluruh media.

Uji gula-gula. Uji gula-gula terdiri dari phenol red dulcitol broth atau

purple broth base dengan 0.5% dulcitol, uji malonate broth,uji phenol red lactose broth, dan uji phenol red sucrose broth.

Phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0.5% dulcitol.

Koloni dari TSIA diinokulasikan pada medium dulcitol broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif ditandai dengan terbentuknya gas dalam tabung durham, dan warna kuning (pH asam) pada media.

Uji malonate broth. Satu ose koloni dari TSIA diinokulasikan ke malonate

broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan reaksi negatif ditandai dengan adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna.

Uji phenol red lactose broth. Koloni dari TSIA diinokulasikan ke phenol

red lactose broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dan pembentukan gas.

Uji phenol red sucrose broth. Koloni dari TSIA diinokulasikan ke phenol

red sucrose broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dan pembentukan gas. Intepretasi hasil uji biokimia Salmonella spp. dapat dilihat pada Tabel 7.

24

Tabel 7 Reaksi biokimia Salmonella (BSN 2008)

Uji substrat Hasil reaksi Salmonella

Positif Negatif

Glukosa (TSI) Tusukan kuning Tusukan merah +

Lysine decarboxylase (LIA)

Tusukan ungu Tusukan kuning +

H2S (TSI dan LIA) Hitam Tidak hitam +

Urease Merah muda sampai merah

Tetap kuning -

Lysine decarboxylase broth

Warna ungu Warna kuning +

Phenol red dulcitol broth Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak berubah warna dan tidak terbentuk gas

a)

Malonate broth Warna biru Tidak berubah warna b) Uji indol Permukaan warna

merah

Permukaan warna kuning

-

Phenol red lactose broth Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak berubah warna dan tidak terbentuk gas

-

Phenol red sucrose broth Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak berubah warna dan tidak terbentuk gas

-

Uji Voges-Proskauer Merah muda sampai merah

Tidak berubah warna -

Uji methyl red Merah menyebar Warna kuning menyebar

+

Simmons sitrat Pertumbuhan warna biru

Tidak ada pertumbuhan dan tidak ada

perubahan

V

a) mayoritas dari kultur S. Arizonae adalah negatif b) mayoritas dari kultur S. Arizonae adalah positif V) bervariasi

Analisis Data

Hasil pengujian laboratorium terhadap Salmonella yang berupa data kualitatif dan data kuesioner terhadap pedagang daging ayam dianalisis secara deskriptif.

Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam

Tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan menjadi lokasi pengambilan sampel daging ayam, yaitu Pasar Modern, Pasar Bukit, dan Pasar Jombang. Ketiga pasar memiliki karakteristik tempat penjualan dan pedagang daging ayam (responden) yang berbeda-beda. Secara umum diperoleh hasil bahwa lebih dari separuh pedagang daging ayam berjenis kelamin laki-laki (66.7%). Jenis daging ayam yang dijual adalah karkas utuh (100%), karkas potongan (95%) tetapi tidak ada yang menjual jeroan ayam. Karkas ayam yang dijual oleh pedagang sebagian berasal dari hasil pemotongan sendiri (66.7%), dari tempat pemotongan unggas atau rumah potong unggas (29.1%), serta berasal dari TPU/RPU dan pemotongan sendiri (4.2%). Secara rinci karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan

Karakteristik tempat penjualan daging ayam

Pasar Modern (n=10) Pasar Bukit (n=11) Pasar Jombang (n=3) Total (n=24) Jenis kelamin pedagang

Laki-laki 8 (80.0%) 5 (45.4%) 3 (100%) 16 (66.7%)

Perempuan 2 (20.0%) 6 (54.5) 0 8 (33.3%)

Produk yang dijual

Karkas utuh 10 (100%) 11 (100%) 3 (100%) 24 (100%) Karkas potongan 10 (100%) 10 (90.9%) 3 (100%) 23 (95.8%) Jeroan 0 0 0 0 Asal karkas Potong sendiri 3 (30.0%) 11 (100%) 2 (66.7%) 16 (66.7%) Tempat pemotongan unggas/rumah potong unggas 6 (60.0%) 0 1 (33.3%) 7 (29.1%)

Potong sendiri dan tempat pemotongan unggas/rumah potong unggas 1 (10.0%) 0 0 1 (4.2%) Pedagang perantara 0 0 0 0

26

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Berbagai produk yang berasal dari berbagai sumber dan produsen dijajakan serta karakteristik pedagang dan konsumen yang beragam, menjadikan pasar tradisional sebagai salah satu sumber infeksi penyakit pada manusia, baik infeksi yang terjadi secara langsung maupun melalui perantara barang dagangan.

Dalam pidato Menteri Kesehatan yang dibacakan oleh Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, pada kegiatan Hari Pasar Bersih Nasional ke-3, disampaikan bahwa status kesehatan suatu populasi sangat ditentukan oleh kondisi kebersihan tempat-tempat orang banyak beraktivitas setiap harinya. Pasar adalah salah satu tempat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, dapat menjadi alur utama penyebaran berbagai penyakit bila tidak dikelola dengan baik (Kemenkes 2010). Oleh karena itu, pasar sehat perlu terus diupayakan dan dikembangkan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/ VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, pasar sehat adalah kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat yang terwujud melalui kerja sama seluruh stakeholder terkait dalam menyediakan bahan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat.

Unggas dan produknya merupakan komoditi yang sangat diminati oleh konsumen dan banyak dijajakan. Daging ayam sebagai salah satu bahan pangan yang bersifat basah, memerlukan perlakuan khusus dalam penjualan, baik dari segi tempat penjualan, maupun sarana dan fasilitas yang melengkapi. Berdasarkan Pedoman Umum Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen

Pertanian Tahun 2010, secara umum persyaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan utama yang diperlukan dalam pengembangan kios daging yang memenuhi persyaratan higiene-sanitasi antara lain:

Bangunan harus bersifat permanen, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya;

Konstruksi bangunan harus didesain sesuai fungsi dan alur proses/kerja;

Saluran pembuangan limbah cair harus didesain sedemikian rupa sehingga aliran lancar, mudah pembersihan, dan pengawasannya; Ruang kerja yang cukup dan leluasa untuk bergerak;

Dinding dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air minimal setinggi 2 meter, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak licin, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi;

Sudut pertemuan dinding dan lantai harus berbentuk lengkung atau mudah dibersihkan;

Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak bercelah atau pun berlubang;

Langit-langit terbuat dari bahan yang kedap air minimal setinggi 2 meter, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, tidak berlubang atau celah;

Terbuka, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi;

Sirkulasi udara harus terjamin baik, sebaiknya dilengkapi dengan penyejuk ruangan;

Sumber air bersih (memenuhi persyaratan air bersih) yang cukup dan tersedia secara kontinyu;

Sumber listrik yang cukup dan tersedia secara kontinyu;

Lampu harus memiliki pelindung dan mudah dibersihkan, intensitasnya memadai untuk pemeriksaan;

Sarana penyimpanan beku dengan temperatur maksimum -18 °C, sarana penyimpanan dingin dengan temperatur -1 °C sampai dengan

28

maksimum 4 °C, tempat penjajaan (show case) yang dilengkapi alat pendingin dengan temperatur maksimum 4 °C;

Toilet yang selalu terjaga kebersihannya dan pintu toilet tidak berhadapan langsung dengan ruang pengelolaan daging;

Bangunan, fasilitas, dan peralatan untuk pengelolaan daging harus secara khusus peruntukannya, terpisah dengan daging babi dan ikan. Secara umum, kondisi ketiga pasar belum memenuhi seluruh persayaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan utama kios daging yang dipersyaratkan Kementerian Pertanian. Jika dilihat dari aspek konstruksi kios dan bangunan serta kios penjualan khusus yang terpisah dari komoditi lain, Pasar Modern memenuhi kriteria dan lebih baik dibandingkan dengan kedua pasar lainnya (Pasar Bukit dan Pasar Jombang).

Kondisi Higiene Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam

Dilihat dari aspek tempat penjualan daging ayam dari ketiga pasar, umumnya (95.8%) tempat penjualan daging ayam berupa kios permanen yang memiliki atap sehingga dapat terlindung dari panas dan hujan. Hanya beberapa (4.2%) tempat penjualan berupa kios tidak permanen. Sebagian (58.3%) tempat penjualan ini bercampur dengan komoditi lain, tidak berada pada area khusus penjualan daging. Semua tempat penjualan daging ayam pada ketiga pasar memiliki penerangan yang mencukupi.

Dari segi fasilitas atau sarana, sebagian besar pedagang (79.2%) menggunakan tempat penjajaan dengan permukaan yang kontak dengan daging terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan. Seluruh pedagang (100%) menggunakan alas potong (talenan) berbahan kayu dan sebagian (58.3%) menggunakan pisau yang tidak terbuat dari bahan yang antikarat. Fasilitas pembeku (freezer), fasilitas pendingin (refrigerator/chiller), dan fasilitas tempat cuci tangan tidak tersedia pada semua kios (100%). Di samping itu, fasilitas pencuci peralatan (bak, air, wastafel, atau yang lain) juga tidak dimiliki oleh sebagian kios (45.8%).

Dilihat dari aspek penjualan produk dan kebersihan, seluruh kios menjual karkas yang terpisah dengan jeroan, namun seluruh kios (100%) menjajakan

karkas yang tidak terlindung (dapat disentuh oleh pembeli) dan terdapat beberapa kios (16.7%) yang menjual karkas ayam bersamaan dengan ayam hidup. Sebagian besar (79.2%) pedagang menjual karkas ayam tidak terbebas dari serangga, rodentia, dan hewan lain, serta lebih dari separuh pedagang (58.3%) kebersihan tempat penjualan tidak terjaga (ada genangan air dan sampah bertebaran). Di samping itu, sebanyak 62.5% pedagang tidak melengkapi kiosnya dengan tempat sampah basah dan kering.

Dari aspek higiene personal, para pedagang ayam di tempat penjualan daging ayam tidak menerapkan higiene personal dengan baik. Sebagian besar (75%) pedagang tidak menggunakan apron, serta seluruh pedagang (100%) tidak menggunakan penutup kepala, masker, dan sarung tangan. Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden terdapat pada Tabel 9.

Pada setiap tahapan proses penyediaan daging ayam mulai dari pemeliharaan unggas, pemotongan, eviserasi, hingga karkas didistribusikan dan dijual sangat mudah tercemar oleh mikroorganisme. Unggas hidup mengandung mikroflora normal dan dapat terinfeksi bakteri patogen seperti Salmonella yang berasal dari lingkungan kandang atau kontak dengan hewan sakit kemudian menjadi hewan pembawa. Pada proses transportasi, unggas hidup dapat terinfeksi bakteri Salmonella yang berasal dari keranjang pembawa yang tercemar feses atau dapat terjadi pencemaran silang antar unggas akibat stres saat transportasi (Barbut 2002).

Proses pemotongan dan eviserasi dapat menjadi sumber pencemaran bakteri pada karkas. Salmonella Typhimurium dan Salmonella Enteritidis berada dalam saluran cerna hewan. Bakteri patogen ini disebarkan ke lingkungan dan makanan melalui feses (Buncic 2006). Pencemaran karkas ayam oleh Salmonella dapat dengan mudah terjadi dari satu karkas ke karkas lain melalui tangan pekerja yang tercemar Salmonella selama proses eviserasi, sarung tangan, dan alat pengolahan (Marriott 1997).

30

Tabel 9 Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan

Karakteristik Higiene Sanitasi

Persentase Pasar Modern (n=10) Pasar Bukit (n=11) Pasar Jombang (n=3) Total (n=24) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Kondisi umum

Kios permanen 100% 0% 90.9% 9.1% 100% 0% 95.8 4.2 Tempat memiliki atap

yang dapat melindungi dari hujan dan panas

100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 Tempat penjualan bercampur dengan komoditi lain 0% 100% 100 % 0% 100% 0% 58.3 41.7 Penerangan mencukupi (dapat mengetahui perubahan warna pada daging)

100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0

Sarana/fasilitas

Permukaan yang kontak dengan daging terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah karat, dan mudah dibersihkan

100% 0% 72.7% 27.3% 33.3% 66.7% 79.2 20.8

Talenan berbahan kayu 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 Pisau yang digunakan

terbuat dari bahan yang anti-karat

100% 0% 0% 100% 0 100% 41.7 58.3

Jumlah pisau lebih dari satu 50% 50% 18.2% 81.8% 33.3% 66.7% 33.3 66.7 Mempunyai fasilitas pembeku (freezer) 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 Mempunyai fasilitas pendingin (refrigerator/chiller) 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 Tersedia fasilitas pencuci

peralatan (bak air, westafel, atau yang lain)

100% 0% 9.1% 90.9% 0% 100% 45.8 54.2

Tersedia fasilitas cuci tangan

0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100

Penjualan produk

Karkas tidak terlindung (dapat disentuh pembeli)

100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 Karkas terpisah dari

jeroan

100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 Ayam hidup bersamaan

dengan karkas

0% 100% 27.3% 72.7% 33.3% 66.7% 16.7 83.3

Kebersihan

Bebas dari serangga, rodensia, dan hewan lain

50% 50% 0% 100% 0% 100% 20.8 79.2 Kebersihan tempat

penjualan/kios terjaga (tidak ada genangan air dan sampah yang bertebaran)

90% 10% 9.1% 90.9% 0% 100% 41.7 58.3

Tersedia tempat sampah basah atau kering

80% 20% 9.1% 90.9% 0% 100% 37.5 62.5

Higiene Personal

Memakai apron 50% 50% 9.1% 90.9% 0% 100% 25 75.0 Memakai penutup kepala 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 Memakai masker 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 Memakai sarung tangan 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100

Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti 2001). Berkaitan dengan pengolahan pangan, sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra 2005).

Menurut Marriot (1997) apabila sanitasi diterapkan, makanan atau bahan pangan serta peralatan dapat terbebas dari kotoran dan cemaran mikroorganisme atau bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan makanan. Di samping itu, higiene personal harus diterapkan oleh para individu yang terkait dalam setiap proses penyediaan daging ayam, sejak awal pemotongan unggas hingga daging ayam siap dikonsumsi oleh konsumen sehingga kualitas daging ayam tetap terjaga.

Dokumen terkait