• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung sejak Agustus 2008 sampai Desember 2009. Dilaksanakan di Saung Mirwan, kabupaten Bogor; Lahan pertanian milik petani daerah Pacet, kabupaten Cianjur; Laboratorium Virologi Tumbuhan; Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.

Metode Penelitian

Survei Kejadian Penyakit Daun Keriting Kuning pada Pertanaman Tomat Sebelum dilakukan eksplorasi TYLCV isolat lemah, maka terlebih dahulu dilakukan survei pemetaan kejadian penyakit daun keriting kuning pada pertanaman tomat untuk menentukan daerah eksplorasi. Kegiatan survei dilakukan di daerah Bogor dan Cianjur yang mempunyai degradasi ketinggian tempat mulai dari 176 meter di atas permukaan laut (m dpl) sampai lebih dari 1300 m dpl. Pada setiap rentang ketinggian tempat diamati empat sampai enam kebun tomat petani. Pada setiap kebun diamati jenis varietas tomat yang ditanam dan gejala penyakit daun keriting kuning dan kejadian penyakitnya dihitung dengan membagi jumlah tanaman contoh yang memperlihatkan gejala dengan jumlah tanaman yang diamati. Di samping itu, diamati juga kutukebul yang mengkoloni pertanaman tomat setempat dan kemudian diidentifikasi melalui morfologi kantung pupa mengikuti prosedur Martin (1999).

Pemeliharaan Kutukebul Bemisia tabaci

Untuk mendapatkan imago kutukebul yang bebas virus yang akan digunakan dalam pengujian penularan virus, maka terlebih dahulu dilakukan pengambilan pupa kutukebul dari pertanaman tomat di daerah Bogor dan Cianjur. Setelah sebagian pupa diidentifikasi dan dinyatakan bahwa pupa tersebut adalah pupa B. tabaci, kemudian dilakukan pemeliharaan pupa hingga menjadi imago. Imago-imago yang muncul kemudian dibiarkan hidup pada tanaman tomat sehat yang diletakkan di dalam kurungan berkasa berukuran 50 x 50 x 50 cm.

Imago-16

imago hasil pemeliharaan ini merupakan kutukebul yang sudah bebas virus dan siap digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Eksplorasi Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) Isolat Lemah

Contoh tanaman tomat berupa bahan stek pucuk diambil dari tanaman tomat yang tidak bergejala untuk mendapatkan TYLCV isolat lemah. Stek yang diambil segera ditanam pada media tumbuh berupa campuran kompos, sabut kelapa dan arang sekam (1:1:1) dan dipelihara pada kelembaban cukup tinggi dalam kondisi rumah kaca dengan naungan lebih dari 80%. Untuk merangsang perakaran, stek dicelupkan terlebih dahulu pada Rootone-F sebelum ditanam. Bersamaan dengan penyetekan, dilakukan deteksi TYLCV pada setiap stek tomat melalui enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dan polymerase chain reaction (PCR). Hanya stek-stek tomat yang mengandung TYLCV saja yang diteruskan untuk penelitian lebih lanjut.

Prosedur ELISA

Pengujian diawali dengan melakukan penggerusan contoh daun tanaman dalam kantung plastik tebal dengan menggunakan pistil, sebelumnya ke dalam kantung plastik tersebut ditambahkan bufer ekstrak (perbandingan 1:10 dengan daun). Kemudian ekstrak daun hasil penggerusan (sap) dimasukkan ke dalam sumuran plat mikrotiter sebanyak 100 µl untuk setiap sumuran. Selanjutnya plat mikrotiter tersebut diletakkan dalam kotak yang lembab dan diinkubasi semalaman dalam lemari pendingin (suhu 4ºC). Keesokan harinya, plat mikrotiter dicuci dengan PBST (phosphate buffer saline-tween) sebanyak 3 sampai 5 kali dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan kertas tisu atau kain kering yang bersih. Selanjutnya dimasukkan antibodi TYLCV (Utsunomiya University, Japan) yang sebelumnya telah diencerkan dengan perbandingan 1:2000 (v/v) dalam bufer konjugat sebanyak 100 µl untuk setiap sumuran plat mikrotiter dan diinkubasi semalaman lagi dalam lemari pendingin (4ºC). Keesokan harinya, plat mikrotiter dicuci kembali dengan PBST sebanyak 5 kali dan dikeringkan dengan kertas tisu bersih. Selanjutnya ke dalam plat mikrotiter tersebut dimasukkan

17

konjugat) sebanyak 100 µl untuk setiap sumuran. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 3 jam. Setelah itu, plat mikrotiter dicuci kembali dengan PBST sebanyak 5 kali dan dikeringkan. Selanjutnya dimasukkan substrat pNP (5 mg pNP dalam 5 ml bufer substrat) sebanyak 100 µl untuk setiap sumuran plat. Kemudian diinkubasikan pada suhu ruang selama 15-60 menit sambil diamati terjadinya perubahan warna. Pembacaan absorbansi dilakukan dengan mesin ELISA reader BIO-RAD model 550 pada panjang gelombang 405 nanometer. Kemudian contoh daun yang positif mengandung virus, namun tanamannya tidak bergejala penyakit dideteksi kembali dengan tekhnik PCR.

Ekstraksi DNA

Sebelum dilakukan amplifikasi DNA dengan tekhnik PCR, dilakukan terlebih dahulu ekstraksi DNA total dari jaringan contoh daun tanaman tomat dengan mengikuti prosedur Doyle & Doyle (1990).

Proses ekstraksi diawali dengan memanaskan terlebih dahulu 10 ml bufer ekstraksi/ CTAB bufer (banyaknya bufer disesuaikan dengan kebutuhan contoh daun) yang mengandung 1% merkaptoetanol dalam waterbath pada suhu 65ºC. Sementara itu contoh daun digerus menggunakan mortar dan ditambah nitrogen cair. Selanjutnya ekstrak daun hasil penggerusan dimasukkan dalam tabung mikro (eppendorf) ukuran 1,5 ml dan ditambahkan 500 µl bufer ekstraksi yang sudah dipanaskan sebelumnya, kemudian dicampur dengan merata. Selanjutnya campuran hasil gerusan contoh daun dan bufer ekstraksi diinkubasi pada suhu 65ºC (dalam waterbath) selama 60 menit dan setiap 10 menit tabung mikro dibolak-balik untuk membantu proses lisis. Setelah 60 menit, campuran diambil dari waterbath dan didiamkan sebentar (± 2 menit) pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 500 µl campuran Chloroform:Isoamilalkohol (CI) dengan perbandingan 24:1. Penambahan ini dilakukan dalam fumehood (ruang asap). Campur dengan baik dengan vorteks selama 5 menit, kemudian di-sentrifuse

selama 15 menit pada kecepatan 12000 rpm. Supernatant yang terbentuk (yang ada di lapisan paling atas) diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke tabung mikro (ukuran 1,5 ml) yang baru. Selanjutnya ke dalam tabung mikro yang sudah berisi supernatant ditambahkan 1/10 sodium asetat (CH3COONa) dan dicampur

18

dengan merata. Setelah itu ditambahkan lagi ke dalamnya dengan 2/3 x volume isopropanol atau 2,5 x volume etanol absolut untuk propsipitasi DNA dan campur dengan membolak-balik tabung mikro secara perlahan. Selanjutnya diinkubasi semalaman dalam lemari pendingin (suhu -20ºC). Keesokan harinya, tabung mikro tersebut di-sentrifuse kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA. Selanjutnya cairan (yang ada di lapisan paling atas dalam tabung mikro) dibuang dan endapan DNA (yang ada di lapisan paling bawah dalam tabung mikro) dicuci dengan etanol 70%, kemudian di-sentrifuse

lagi selama 5 menit. Setelah itu cairan (yang ada di lapisan paling atas dalam tabung mikro) dibuang dan endapan DNA dikeringkan di atas kertas tisu bersih. Setelah kering, endapan DNA dilarutkan kembali dengan 100 µl bufer TE (pH 8). Selanjutnya DNA total yang sudah didapat bisa digunakan untuk proses amplifikasi PCR (setelah sebelumnya dilakukan pengenceran).

Prosedur PCR

Amplifikasi sebagian genom TYLCV dilakukan menggunakan forward primer (3’-TAATTCTAGATGTCGAAGCGACC CGCCGA-5’) dan reverse primer (3’-GGCCGAATTCTTAATTTTGAACAGAATCA-5’).

Diawali dengan menyiapkan tabung mikro (eppendorf) ukuran 200 µl, kemudian ke dalamnya dimasukkan bufer PCR 10x + Mg2+ (sebanyak 2,5 µl), sukrosa 10x (sebanyak 2,5 µl), deoksiribonukleotida triphosphat (dNTP) 10 mM (sebanyak 0,5 µl), forward primer (sebanyak 2 µl), reverse primer (sebanyak 2 µl), Taq DNA polymerase (sebanyak 0,5 µl), ddH2O (sebanyak 14 µl), template

DNA hasil ekstraksi (sebanyak 1 µl).

Reaksi PCR dilakukan dalam volume 25 µl menggunakan mesin Gene Amp

PCR system 9700 yang bekerja 30 siklus yaitu denaturasi pada suhu 94ºC selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 50ºC selama 1 menit dan sintesis DNA pada suhu 72ºC selama 2 menit. Produk PCR kemudian dielektroforesis dengan mesin elektroforesis pada gel agarose 1% dalam bufer 0,5x TBE dan divisualisasi dengan mesin UV transilluminator.

19

Seleksi TYLCV Isolat Lemah Stabil

Untuk mengetahui bahwa TYLCV yang terkandung dalam contoh stek tomat merupakan isolat lemah yang stabil (atau tidak menginduksi gejala penyakit daun keriting kuning) maka stek tersebut ditanam di lapangan (dalam penelitian ini di daerah Pacet, Cianjur). Stek yang sudah tumbuh akar ditanam pada lahan yang telah diolah dan diberi pupuk organik dan NPK secukupnya tepat pada lubang mulsa plastik yang dibuat dengan jarak sekitar 40 cm x 50 cm. Tanaman dipelihara sebaik-baiknya dan diamati kemunculan gejala penyakit daun keriting kuning setiap hari. Pada saat berumur satu bulan sudah banyak muncul pucuk-pucuk baru, tanaman yang tidak memperlihatkan gejala penyakit daun keriting kuning diperbanyak melalui stek pucuk untuk pengujian proteksi silang.

Pengujian Proteksi Silang

Potensi proteksi silang yang mungkin dimiliki oleh TYLCV isolat lemah diuji dengan menginokulasi tanaman tomat yang sudah mengandung TYLCV isolat lemah dengan TYLCV isolat ganas. Sumber TYLCV isolat ganas disiapkan dari tanaman tomat yang memperlihatkan gejala penyakit daun keriting kuning yang sangat parah dan virus yang terkandung telah dideteksi melalui ELISA atau PCR. Inokulasi dilakukan melalui penularan dengan imago B. tabaci sekitar 10 ekor per tanaman uji dengan 24 jam makan akuisisi dan 48 jam makan inokulasi.

Untuk pembandingnya dengan kontrol, akuisisi B. tabaci tetap dilakukan pada tanaman tomat sumber TYLCV isolat ganas, akan tetapi inokulasi dilakukan pada tanaman tomat sehat.

Tanaman uji dipelihara sebaik-baiknya pada kondisi rumah plastik di Saung Mirwan, Bogor. Pengamatan terhadap perkembangan gejala yang mungkin terjadi dilakukan setiap hari sampai sekitar dua minggu setelah inokulasi.

Inokulasi TYLCV Isolat Lemah Protektif pada Bibit Tomat

Benih tomat varietas Ratna ditanam dalam 36 lubang tray yang telah diberi media tanam berupa tanah dan bahan organik (1:1). Inokulasi TYLCV isolat lemah protektif dilakukan pada saat bibit tomat sudah berdaun dua melalui B. tabaci. Sebanyak 60 ekor imago B. tabaci dibiarkan makan akuisisi pada tanaman

20

tomat sumber TYLCV isolat lemah selama 24 jam dan kemudian dipindahkan seluruhnya ke dalam tray yang sudah diberi sungkup plastik dan dibiarkan makan inokulasi pada ke 36 bibit tomat tersebut selama 48 jam. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap 4 tray bibit tomat sebagai ulangan.

Untuk pembandingnya dengan kontrol negatif, makan akuisisi B. tabaci

dilakukan pada tanaman tomat sehat. Inokulasi dilakukan pada saat bibit tomat sudah berdaun dua melalui B. tabaci. Sebanyak 60 ekor imago B. tabaci

dibiarkan makan akuisisi pada tanaman tomat sehat selama 24 jam dan kemudian dipindahkan seluruhnya ke dalam tray yang sudah diberi sungkup plastik dan dibiarkan makan inokulasi pada ke 36 bibit tomat selama 48 jam. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap 4 tray bibit tomat sebagai ulangan.

Untuk pembandingnya dengan kontrol positif, makan akuisisi B. tabaci

dilakukan pada tanaman tomat bergejala berat penyakit daun keriting kuning. Inokulasi TYLCV isolat ganas dilakukan pada saat bibit tomat sudah berdaun dua melalui B. tabaci. Sebanyak 60 ekor imago B. tabaci dibiarkan makan akuisisi pada tanaman tomat sumber TYLCV isolat ganas selama 24 jam dan kemudian dipindahkan seluruhnya ke dalam tray yang sudah diberi sungkup plastik dan dibiarkan makan inokulasi pada ke 36 bibit tomat selama 48 jam. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap 4 tray bibit tomat sebagai ulangan.

Keberhasilan penularan TYLCV isolat lemah, kontrol negatif, dan penularan TYLCV isolat ganas (sebagai pembanding: kontrol positif) diverifikasi melalui ELISA pada saat 15 hari setelah inokulasi.

Tingkat penularan TYLCV antara isolat lemah dan isolat ganas dianalisis dengan analisis ragam satu arah (Oneway ANOVA) untuk menentukan pengaruh perbedaan jenis isolat terhadap penularan TYLCV. Perbedaan rata-rata persentase bibit tertular diuji dengan uji Kisaran Ganda Duncan pada taraf nyata 5%.

21

Dokumen terkait