RIWAYAT HIDUP
3. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2012, bertempat di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar
5 Pemijahan ikan tawes secara imbas dianggap lebih murah dari teknik hipofisasi karena ikan mas perangsang bisa dipakai lebih dari sekali (Zairin et al. 2005).
Feromon
Kittredge et al. (1971) telah memperkirakan 20 tahun sebelumnya bahwa organisme perairan umumnya menggunakan senyawa hormonal sebagai feromon. Feromon telah didefenisikan sebagai zat yang diekskresikan ke luar oleh suatu individu (pengirim) dan diterima oleh individu kedua dari spesies yang sama, dimana keduanya menyebabkan reaksi tertentu, misalnya perilaku tertentu atau proses perkembangan (Karlson dan Luscher 1959 dalam Sorensen dan Stacey 2004). Perilaku pemijahan
Semua tahap kehidupan ikan mas menggunakan bau feromon multikomponen yang kompleks untuk mengidentifikasi kondisi seksual dalam perilaku aktif ikan dari banyak spesies (Levesque et al. 2011). Feromon tidak terbatas pada jenis kelamin tertentu dan spesies yang berbeda dapat memproduksi dan melepaskan feromon yang sama, namun respon induksinya bervariasi
(Burnard et al. 2008).Feromon pada ikan dilepaskan bersamaan dengan urin
(
ikan diindikasikan dipengaruhi oleh feromon. Berdasarkan fungsinya, feromon dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu isyarat anti-predator, isyarat sosial, dan isyarat reproduksi. Masing-masing kategori terdiri dari feromon yang dapat menimbulkan respons primer yaitu efek fisiologis atau perubahan endokrinologis yang terjadi lebih lambat dan atau releaser responses yaitu perubahan perilaku yang kuat (Sorensen dan Stacey 2004, Appelt dan Sorensen 2007).
Yambe et al. 2006).
Ikan mas koki betina (Carrasius auratus) yang berovulasi melepaskan
hormon seks steroid 17α,20β-dihydroxy-4-pregnen-3-one (17α,20β-P) berfungsi sebagai feromon seks praovulasi (Dulka et al. 1987). Saat ovulasi, ikan betina dari berbagai spesies merilis F-Prostaglandin yang menarik ikan jantan sejenis. Pada ikan mas, feromon ini diidentifikasi sebagai PGF2α dan metabolit tubuh lain yang tidak teridentifikasi, disebut feromon kompleks (Lim dan Sorensen 2012). Zheng
et al. (1997) mengemukakan bahwa respon terhadap feromon 17α,20β-P merupakan penentu utama kesuksesan reproduksi ikan mas koki jantan. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh feromon 17α,20β-P menyebabkan
peningkatan aktivitas pemijahan, volume dan cairan sperma, durasi motilitas sperma dan proporsi sperma motil. Berbagai macam bahan kimia telah diupayakan agar memiliki fungsi yang sama seperti feromon. Namun hanya steroid gonad, prostaglandin, dan asam empedu yang diketahui dapat dideteksi organ penciuman dan menimbulkan respons biologis (Sorensen dan Stacey 2004).
Selain merangsang, feromon yang dilepaskan akan membantu penyeragaman aktivitas seksual yang maksimum, peningkatan kemungkinan pembuahan dan waktu kematangan telur (Zairin et al. 2005).
3. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2012, bertempat di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar
6
Cijeruk. Analisis hormon testosteron dan estradiol dilakukan di Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan Reproduksi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Uji dan Rancangan Penelitian
Induk yang digunakan adalah induk ikan mas betina dengan bobot + 1,5 kg/ekor dan jantan + 0,5 kg/ekor, sedangkan induk ikan tawes dengan bobot
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan satu faktor dalam RAL dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan (Tabel 1 dan Lampiran 1).
sekitar 0,5 kg/ekor.
Tabel 1 Desain perlakuan pemijahan ikan mas dalam merangsang pemijahan ikan tawes dalam metode Cangkringan
Metode Penelitian Persiapan Induk
Induk ikan mas bersal dari Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk Bogor sedangkan induk ikan tawes berasal dari petani ikan di Desa Petir Kecamatan Darmaga Bogor. Induk telah siap digunakan sebagai organisme uji ketika telah matang gonad. Induk ikan mas betina yang dapat dipijahkan berumur 1,5-3 tahun sedangkan induk jantan berumur 6 bulan ke atas. Menurut Zairin et al. (2005) kematangan gonad pada ikan mas betina ditandai dengan perut yang membesar, gerakan lamban, lubang genital agak terbuka dan memerah. Pada ikan tawes betina, kematangan gonad ditandai dengan perut yang membuncit pula ke arah anus dan bila diraba terasa lunak. Tanda lain adalah terlihatnya pembuluh darah pada sirip dada, sirip perut dan sirip ekor lebih jelas dari biasanya dan berwarna kemerah-merahan. Kematangan induk jantan ditunjukkan oleh keluarnya cairan putih dengan mudah jika perutnya diurut dari bagian perut ke arah anus.
Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan berupa bak fiber berbentuk bulat dengan volume 2,25 ton sebanyak 15 unit yang masing-masing di dalamnya ditempatkan hapa sebagai pemisah antara ikan mas dan ikan tawes (Gambar 3). Kakaban ditempatkan di permukaan air sebagai tempat penempelan telur ikan mas. Setelah pemasangan hapa selesai, air dialirkan ke wadah pemijahan hingga tinggi air dalam hapa kira-kira 75 cm dan diaerasi. Air yang digunakan adalah air yang telah
diendapkan di dalam tandon. Temperatur air berkisar antara 25-27 o
Perlakuan
C. Pengamatan tingkah laku ikan sebelum, selama dan setelah pemijahan, dilakukan
Keterangan
A (K-) Ikan mas (♂♂♀ tidak disuntik) & ikan tawes (♂♀) B (K+) Ikan mas (♂♂♀ disuntik) & ikan tawes (♂♀)
C Ikan mas (♂♂ disuntik, ♀ tidak disuntik) & ikan tawes (♂♀) D Ikan mas (♂♂♂ disuntik) & ikan tawes (♂♀)
7 dengan cara pada setiap wadah ditempatkan kamera perekam dengan jarak 50 cm dari atas permukaan air.
Gambar 3
Pemberokan Induk
Wadah perlakuan yang digunakan selama penelitian; hapa sebagai pemisah antara ikan mas dan ikan tawes (panah)
Induk ikan mas dan ikan tawes yang telah terpilih untuk dipijahkan, diberok atau dipuasakan pada air yang mengalir secara terpisah antara jantan dan betina.
Pengambilan Contoh Telur
Fungsi pemberokan adalah menghilangkan stres pada saat ditangkap. Selain itu pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran, mengurangi kandungan lemak dalam gonad dan menghindari perkawinan liar. Pemberokan ikan mas dilakukan selama 2 hari dan ikan tawes selama 5 hari.
Pengambilan contoh telur dilakukan sebelum penyuntikan pertama dengan metode kanulasi pada semua induk betina (Gambar 4). Contoh telur diambil minimal sebanyak 30 butir per ekor ikan. Telur yang diperoleh ditempatkan dalam larutan serra (alkohol 99% : formaldehida 40% : asam asetat 100% dengan
perbandingan 6:3:1) (Yueh dan Chang 2000; Zarski et al. 2011) untuk
meningkatkan transparansi dari sitoplasma. Telur diukur dan diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40x10 yang dilengkapi dengan mikrometer okuler untuk melihat diameter dan letak inti telur. Telur yang telah matang dapat dilihat dari posisi inti telur yang tampak jelas berada di tengah (fase dorman) atau sudah mulai bergerak ke tepi, GVM (Germinal Vesicle Migration).
8
Gambar 4 Pengambilan contoh telur
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan hanya pada induk ikan mas untuk analisis hormon testosteron dan estradiol. Sampel darah diambil sebelum penyuntikan pertama dan sesudah induk ikan mas memijah. Ikan mas dianestesi menggunakan 2-fenoxyethanol (0,3 mL/L air media). Kemudian ikan ditandai, selanjutnya sampel darah diambil dari bagian vena caudal (ekor) sebanyak 1,5 mL menggunakan syringe 3 mL yang telah dibilas dengan anti koagulan (Natrium citrat hydrate 3,8%) (Gambar 5). Setelah itu darah disentrifugasi selama 15 menit
pada suhu 4 oC dengan kecepatan 3000 rpm. Plasma yang diperoleh diambil
menggunakan pipet mikro dan dipindahkan ke dalam tabung polietilen1,5 mL. Plasma disimpan dalam freezer pada suhu -20 oC hingga dilakukan pengukuran kadar hormon. Setelah pengambilan darah, ikan uji kemudian dimasukkan ke dalam bak fiber untuk pemulihan selama 2 jam sebelum penyuntikan dilakukan.
Gambar 5 Pengambilan sample darah
Penyuntikan Induk
Sebelum disuntik, bobot tubuh ikan mas dan ikan tawes ditimbang terlebih dahulu. Ikan mas disuntik dengan ovaprim secara intramuskular dengan dosis 0.6
9 ml/kg bobot tubuh untuk merangsang ovulasi (Gambar 6). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali untuk ikan mas betina (dosis 30:70) dengan interval penyuntikan masing-masing 6 jam. Sedangkan penyuntikan pada ikan mas jantan dilakukan satu kali bersamaan dengan penyuntikan kedua pada ikan betina. Pada perlakuan A dan E tidak dilakukan penyuntikan.
Gambar 6 Penyuntikan induk
Pemijahan dengan Sistem Imbas
Sesaat setelah penyuntikan, induk-induk ikan kemudian dimasukkan kedalam wadah penelitian. Padat penebaran pada masing-masing bak adalah 3 ekor ikan mas (jenis kelamin sesuai perlakuan) dan 2 ekor ikan tawes (1 jantan + 1 betina), di dalam wadah pemijahan antara ikan tawes dan ikan mas disekat dengan hapa. Setiap selang waktu 3 jam dilakukan pengecekan telur terhadap induk-induk betina yang mengalami ovulasi. Lama masa tunggu dalam pencatatan waktu ovulasi ikan yaitu selama 36 jam setelah penyuntikan ke dua. Setelah 36 jam pengecekan ovulasi telur dilakukan dengan cara mengambil ikan menggunakan serokan ikan kemudian diurut (stripping) menggunakan jari jempol secara perlahan.
Parameter Penelitian Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad pada induk ikan mas dan ikan tawes dapat dilihat dari diameter dan posisi inti telurnya. Telur yang telah matang memiliki ukuran diameter maksimum dan inti telur yang tampak jelas, lebih kecil dan
berada di tengah (fase dorman) atau sudah mulai bergerak ke tepi (germinal
vesicle migration, GVM) (Rotdmann et al. 1991; Yueh dan Chang 2000).
Tingkah Laku Pemijahan Ikan
Parameter yang diamati yaitu tingkah laku pemijahan ikan yang dibagi menjadi tiga, yaitu tingkah laku pada fase pra-pemijahan, tingkah laku ikan pada fase pemijahan dan tingkah laku ikan pada fase pasca-pemijahan. Tingkah laku pemijahan diamati dengan menggunakan kamera perekam.
10
Diameter Telur
Penghitungan pengukuran diameter telur menggunakan rumus: A = B/C x 0,01 mm
Keterangan: A = Ukuran sebenarnya dalam mm
B = Nilai yang didapat dari pengamatan mikrometer
C = Perbesaran lensa objektif dibagi 100
Waktu Ovulasi Ikan Mas (WOM)
Setelah penyuntikan kedua, dilakukan pencatatan terhadap lama waktu masing-masing ikan uji tersebut mencapai ovulasi. Setiap selang waktu 3 jam dilakukan pengecekan telur terhadap induk-induk betina yang mengalami ovulasi. Lama masa tunggu dalam pencatatan waktu ovulasi ikan yaitu selama 36 jam setelah penyuntikan ke dua.
Beda Waktu Mijah Antara Ikan Mas dan Ikan Tawes (WOT)
Waktu memijah spesies ikan yang berbeda adalah tidak sama. Untuk itu perlu adanya pencatatan beda waktu mijah antara ikan mas dan ikan tawes agar didapatkan berapa selisih waktu yang dibutuhkan masing-masing ikan tersebut untuk memijah sehingga dapat diketahui ikan yang lebih dulu terangsang untuk memijah apakah ikan mas atau ikan tawes.
Derajat Pemijahan (DP) pada Ikan Tawes
Derajat pemijahan ditentukan dari jumlah induk yang berovulasi dibagi dengan jumlah induk yang dipijahkan dan dinyatakan dalam persen. Derajat ovulasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah induk yang berovulasi
Derajat pemijahan = x 100 %
Jumlah induk yang dipijahkan
Jumlah Telur yang Diovulasikan (TO) pada Ikan Tawes
Jumlah telur yang diovulasikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: TO = (Bg/Bs) x N
Keterangan: TO = jumlah telur yang diovulasikan, Bg = bobot gonad (g),
Bs = bobot sub sampel gonad (g),
N = jumlah telur dalam sub sampel gonad (butir).
Derajat Pembuahan (FR) pada Ikan Tawes
Setelah pembuahan terjadi dilakukan penghitungan derajat pembuahan. Pengamatan derajat pembuahan ini dilakukan terhadap telur yang sudah diinkubasi. Telur yang tampak jernih yolk-nya dan mulai berkembang dianggap sebagai telur yang terbuahi. Sementara telur yang tampak yolk-nya putih buram dan mulai pecah dianggap tidak terbuahi. Derajat pembuahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah telur yang dibuahi
Derajat pembuahan = x 100 %
11
Daya Tetas Telur (HR) pada Ikan Tawes
Derajat penetasan ditentukan dari jumlah telur yang menetas dibagi dengan total telur yang dibuahi dan dinyatakan dalam persen. Derajat penetasan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah telur yang menetas
Derajat penetasan = x 100 %
Jumlah Telur yang dibuahi
Konsentrasi Hormon Testosterone dan Estradiol pada Ikan Mas
Analisis sampel darah dilakukan dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay)
Parameter Kualitas Air
, untuk melihat kandungan hormon testosteron dan estradiol yang terdapat dalam darah ikan sebelum dan sesudah ikan memijah.
Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter kualitas air sebagai data penunjang seperti kualitas air seperti suhu, DO, dan pH.
Analisis Data
Semua data yang didapatkan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Data disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kematangan Gonad
Dilihat secara visual berdasarkan hasil pengamatan diameter dan posisi inti (germinal vesicle) telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa induk-induk ikan yang digunakan baik ikan mas maupun ikan tawes telah matang gonad. Kematangan telur tersebut juga dapat dilihat dari penampilan telur yang bulat seragam dan tidak menempel satu sama lain.
Diameter Telur
Keberhasilan metode Cangkringan yang ditandai dengan memijahnya ikan tawes karena pengaruh pemijahan ikan mas sangat ditentukan oleh kematangan telur ikan dari masing-masing induk. Rottmann et al. (1991) menyatakan diameter telur, penampilan telur serta posisi inti telur adalah indikator visual perkembangan telur. Berdasarkan hasil pengamatan, diameter telur pada ikan mas berkisar 0,9- 1,5 mm (Tabel 2 dan Lampiran 2). Hardjamulia (1979) menyebutkan bahwa diameter telur ikan mas dari 4 strain yang ditemukan di Indonesia sangat bervariasi dari yang paling kecil yakni strain Sinyonya 0,1 mm dan yang terbesar strain Majalaya 0,9-1,6 mm. Sementara itu hasil pengamatan diameter telur pada ikan tawes menunjukkan ukuran diameter telur rata-rata 0,7 mm (Tabel 3).
11
Daya Tetas Telur (HR) pada Ikan Tawes
Derajat penetasan ditentukan dari jumlah telur yang menetas dibagi dengan total telur yang dibuahi dan dinyatakan dalam persen. Derajat penetasan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah telur yang menetas
Derajat penetasan = x 100 %
Jumlah Telur yang dibuahi
Konsentrasi Hormon Testosterone dan Estradiol pada Ikan Mas
Analisis sampel darah dilakukan dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay)
Parameter Kualitas Air
, untuk melihat kandungan hormon testosteron dan estradiol yang terdapat dalam darah ikan sebelum dan sesudah ikan memijah.
Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter kualitas air sebagai data penunjang seperti kualitas air seperti suhu, DO, dan pH.
Analisis Data
Semua data yang didapatkan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Data disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kematangan Gonad
Dilihat secara visual berdasarkan hasil pengamatan diameter dan posisi inti (germinal vesicle) telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa induk-induk ikan yang digunakan baik ikan mas maupun ikan tawes telah matang gonad. Kematangan telur tersebut juga dapat dilihat dari penampilan telur yang bulat seragam dan tidak menempel satu sama lain.
Diameter Telur
Keberhasilan metode Cangkringan yang ditandai dengan memijahnya ikan tawes karena pengaruh pemijahan ikan mas sangat ditentukan oleh kematangan telur ikan dari masing-masing induk. Rottmann et al. (1991) menyatakan diameter telur, penampilan telur serta posisi inti telur adalah indikator visual perkembangan telur. Berdasarkan hasil pengamatan, diameter telur pada ikan mas berkisar 0,9- 1,5 mm (Tabel 2 dan Lampiran 2). Hardjamulia (1979) menyebutkan bahwa diameter telur ikan mas dari 4 strain yang ditemukan di Indonesia sangat bervariasi dari yang paling kecil yakni strain Sinyonya 0,1 mm dan yang terbesar strain Majalaya 0,9-1,6 mm. Sementara itu hasil pengamatan diameter telur pada ikan tawes menunjukkan ukuran diameter telur rata-rata 0,7 mm (Tabel 3).
12
Tabel 2 Ukuran diameter telur ikan mas (mm)
Induk ke Perlakuan
A B C
1 1,3 ± 0,07 1,3 ± 0,09 1,4 ± 0,08
2 1,3 ± 0,09 1,1 ± 0,18 1,3 ± 0,16
3 1,3 ± 0,08 1,4 ± 0,11 1,4 ± 0,08
Tabel 3 Ukuran diameter telur ikan tawes (mm) Induk ke Perlakuan A B C D E 1 0,7 ± 0,03 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,03 2 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,05 0,7 ± 0,05 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 3 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04
Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Semakin tinggi tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar. Pendapat ini diperkuat oleh Kuo et al.
(1974) bahwa kematangan seksual pada ikan dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan melalui distribusi penyebaran ukuran telurnya. Menurut Effendie (2002) ukuran diameter telur ikan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, genetik, nutrisi dan siklus reproduksi.
Posisi Inti Telur
Kucharczyk et al. (2008) menuliskan posisi inti oosit (penandan
pematangan oosit) dapat ditentukan dengan menggunakan skala empat tahap yaitu: Tahap (1) posisi inti di tengah, tahap (2) migrasi awal inti, kurang dari setengah dari jari-jari, tahap (3) migrasi akhir inti, lebih dari setengah dari jari- jari, tahap (4) peleburan inti (GVBD). GVBD umumnya digunakan sebagai indikator kematangan oosit dan pada beberapa spesies terjadi karena berkumpulnya butiran kuning telur atau lempengan lipida yang diikuti inti yang mengakibatkan oosit menjadi lebih transparan. Apabila kondisi GVBD telah mencapai 100 persen, maka tidak lama lagi akan terjadi ovulasi (de Vlaming 1983).
Hasil pengamatan posisi inti telur pada penelitian ini dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan didominasi oleh posisi inti telur pada tahap awal migrasi (GVM) (Gambar 7). Ini menandakan induk betina berada pada posisi matang gonad dan siap untuk dipijahkan. Sejalan dengan pernyataan Woynarovich & Horvath (1980) bahwa induk yang siap dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur (fase vitellogenesis) dan masuk ke fase dorman. Pergerakan inti sel ini berkaitan dengan pematangan gonad dan kesiapan telur untuk dibuahi. Pendapat ini diperkuat Rottmann et al. (1991) yang menyatakan telur yang telah matang dapat dilihat dari posisi inti telur yang berada di tengah (fase dorman) atau sudah mulai bergerak ke tepi (GVM).
13
Gambar 7 Telur ikan mas dan ikan tawes. Panah hitam putus-putus telur dorman (GV). Panah hitam inti telur mulai bergerak ke tepi (GVM)
Berdasarkan hasil pengamatan diameter dan posisi inti telur pada penelitian ini meskipun ukuran diameter telur beragam, tetapi jika dilihat dari kematangan secara fisiologis yaitu dari posisi inti telur semua induk ikan mas dan ikan tawes yang digunakan pada setiap perlakuan sudah berada pada kondisi siap mijah (Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4).
Tingkah Laku Pemijahan
Tingkah laku pra-pemijahan induk-induk ikan mas hampir sama pada semua perlakuan sesaat setelah ikan dimasukkan ke dalam wadah pemijahan. Induk ikan jantan maupun betina berenang mengelilingi bak dengan arah yang berlawanan satu sama lainnya. Ketika ikan mas berpapasan dengan ikan mas lainnya maka masing-masing ikan akan berbalik arah. Begitu juga pada perlakuan ikan tawes dengan komposisi jantan betina (♂♀) pada saat pra-pemijahan masing-masing ikan berenang mengelilingi bak dengan arah yang berlawanan satu sama lainnya. Lim & Sorensen (2010) menyatakan bahwa ikan betina hanya akan menunjukkan perilaku memijah ketika telur berovulasi.
Pada saat pemijahan ikan dengan komposisi ikan jantan dan betina (♂♂♀), A, B, dan C, kedua ekor ikan mas jantan selalu berusaha mendekati mas betina dengan berenang mengiringi mas betina dari satu tempat ke tempat lain, tetapi betina tetap pasif bergerak menghindari kedua jantan yang mendekat. Namun ikan mas jantan yang aktif terus mengejar betina dan umumnya berenang di bawah tubuhnya. Seringkali ikan mas jantan yang aktif menghambat jalur betina sehingga betina tidak dapat menghindari jantan. Ikan mas jantan akan menempelkan badannya ke badan ikan mas betina dan terus mengejar ikan mas betina. Aktivitas ini terjadi di bawah kakaban. Menurut Polling et al. (2001) ikan mas jantan bersaing secara aktif untuk mendekati betina.
Kadang-kadang ikan mas akan menyembulkan kepalanya ke permukaan air, hapa ikan mas akan terdengar riuh dengan kecipak air yang disebabkan gerakan induk betina yang dikejar-kejar induk jantan. Selama pemijahan ikan jantan dan betina menyamakan tingkah lakunya untuk mencapai pelepasan gamet yang
1,5 mm
14
serempak (Liley dan Stacey 1983). Kondisi seperti ini biasanya menunjukkan telah terjadi pemijahan pada ikan mas. Kakaban yang dipasang pada hapa ikan akan mulai dipenuhi dengan telur berwarna kuning dan sebagian telur tersebut juga tampak menempel pada hapa dan dinding bak pemijahan. Air pada saat pemijahan ini telihat seperti berminyak, berbusa serta berbau amis (Gambar 8). Sebaliknya pada perlakuan dengan komposisi ikan mas jantan semua (♂♂♂), ikan mas jantan berusaha berenang beriringan dengan ikan jantan lainnya dari satu tempat ke tempat lain.
Gambar 8 Kakaban dipenuhi telur ikan mas
Pada ikan tawes, induk akan mulai aktif ketika ikan mas sudah aktif bergerak. Setelah ikan mas memijah maka ikan tawes semakin agresif. Ikan tawes jantan akan menempelkan badannya ke badan ikan tawes betina lalu bergerak memutar dan terus berusaha mengiringi gerak betina dari satu tempat ke tempat lainnya. Tingkah laku seperti ini biasanya menunjukkan sedang terjadi pemijahan pada ikan tawes. Telur-telur tawes agak susah dikenali dengan segera karena warnanya yang bening dan sifatnya yang melayang di kolom air.
Gambar 9 Ikan mas memakan telur-telur yang menempel pada hapa pembatas
15 Pasca pemijahan, tingkah laku ikan baik mas maupun tawes sama seperti sebelum terjadinya pemijahan. Ikan-ikan tersebut berenang dengan tenang, walaupun terjadi proses kejar mengejar antara ikan jantan dan betina, namun tidak seaktif saat pemijahan sedang berlangsung. Pada periode pascamemijah, ikan mas baik jantan maupun betina terlihat memakan telur yang menempel pada hapa pembatas (Gambar 9). Menurut Haniffa et al. (2007) ikan mas bukanlah induk yang baik, jika tidak segera dipisahkan dengan telurnya maka mereka akan mulai memakan telur-telurnya. Oleh karena itu, ketika kakaban terlihat sudah dipenuhi telur, perlu dipindahkan ke bak penetasan dan diganti dengan kakaban yang baru. Sedangkan pada perlakuan D dengan komposisi ikan mas jantan semua (
Efek Imbas Pemijahan Ikan Mas Terhadap Ikan Tawes
♂♂♂),
ikan mas berenang dengan tenang namun tidak seaktif pada fase pemijahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang bertindak sebagai pengimbas pada pemijahan ikan tawes dengan metode Cangkringan ini adalah ikan mas karena ikan tawes hanya akan memijah jika ada ikan mas yang memijah. Pada penelitian ini ikan tawes tidak memijah mendahului ikan mas. Selama penelitian berlangsung belum pernah terdapat perlakuan dengan ikan tawes yang memijah