• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai bulan Juli 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah rizosfer yaitu sekitar perakaran tanaman sehat di antara tanaman yang terserang embun bulu, media triptone soya agar (TSA), water agar (WA), media luria

bertani (LB), gliserol 40%, KOH 3%, aquades, formulasi komersial PGPR yang

mengandung bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa dengan merek dagang “Actigrow” produksi PT. Agrotech Sinarindo.

Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, labu erlenmeyer, jarum inokulasi, tabung eppendorf, laminar air flow, autoklaf, vortex, mikroskop compound, pipet mikro, spektrofotometer, shaker, haemacytometer,

polybag, dan penggaris.

Metode Penelitian

Isolasi Bakteri

Tanah diambil dari perakaran tanaman sehat di sekitar pertanaman yang terserang penyakit embun bulu. Sampel tanah diambil dari sekitar perakaran tanaman mentimun, paria, dan jagung. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tanah yang menempel pada perakaran tanaman. Sampel tanah tersebut lalu dimasukkan sebanyak 10 g ke dalam labu erlenmeyer yang telah diisi 90 ml air steril dan dikocok selama 15 menit. Suspensi yang dihasilkan diambil 1 ml dengan pipet mikro dan diencerkan berseri hingga pengenceran 10-7. Masing- masing seri pengenceran tersebut diambil sebanyak 0,1 ml dan dicawankan pada media TSA. Koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan berdasarkan bentuk dan warna koloni pada media TSA.

9

Uji Pendahuluan

Penghitungan Kerapatan Bakteri

Bakteri diambil sebanyak 1 lup lalu dibiakkan ke dalam media LB 5 ml. Kemudian suspensi tersebut dikocok selama 24 jam. Setelah itu suspensi diencerkan berseri hingga 10-8, masing-masing pengenceran diukur nilai OD

(optical density) menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 610

nm dan dicawankan sebanyak 0,1 ml ke media TSA. Hal ini bertujuan untuk mengetahui nilai OD saat kerapatan bakteri 107 cfu/ml, sehingga mempermudah metode percobaan selanjutnya

Seleksi Awal Bakteri Rizosfer terhadap Kecambah Mentimun

Seleksi awal dilakukan dengan merendam benih mentimun ke dalam suspensi bakteri. Bakteri diambil sebanyak 1 lup dari media TSA, lalu dibiakkan pada media LB dan dikocok selama 24 jam. Suspensi bakteri diukur tingkat kekeruhannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 610 nm hingga diperoleh OD 0,25 atau kerapatan bakteri ±107 cfu/ml. Benih mentimun direndam selama 1 jam di dalam suspensi bakteri, lalu ditanam pada media WA di dalam cawan petri lalu diinkubasi selama lima hari. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali, satu cawan berisi 10 benih mentimun. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang batang dan panjang akar. Dari uji tersebut, diambil lima bakteri terbaik yang bersifat nonpatogen dan memacu pertumbuhan batang dan akar. Bakteri yang menekan daya kecambah dan pertumbuhan kecambah berpotensi menjadi patogen sehingga tidak digunakan pada uji selanjutnya.

Uji Reaksi Hipersensitif PGPR Terpilih

Pengujian reaksi hipersensitif bakteri dilakukan pada daun tembakau (Suwanto 1996). Bakteri dibiakkan pada LB dan dikocok 24 jam, lalu disuntikkan ke daun tembakau sebanyak 1 ml. Bakteri yang mempunyai sifat patogen akan menimbulkan gejala nekrosis pada daun tembakau. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah inokulasi.

10

Uji Gram dan Penyimpanan PGPR Terpilih

Uji gram pada bakteri digunakan untuk mengetahui jenis gram positif atau negatif suatu bakteri. Pengujian gram menggunakan KOH 3% yang diletakkan pada gelas preparat, lalu dicampurkan bakteri sebanyak satu lup. Gram ditentukan dengan melihat ada atau tidaknya lendir dari campuran bakteri dan KOH 3%. Jika terdapat lendir maka bakteri tergolong ke dalam gram negatif. Jika tidak terbentuk lendir maka bakteri tergolong ke dalam gram positif.

Bakteri yang bersifat nonpatogen yaitu T5, T6, T8, J8, P14 (Tabel 2) dibiakkan ke dalam media LB dan dikocok selama 24 jam. Selanjutnya diambil sebanyak 0,5 ml ke dalam tabung eppendorf lalu ditambah gliserol 40%. Selanjutnya biakan disimpan pada suhu -4°C.

Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Mentimun tanpa Inokulasi Patogen

Penyiapan Media Tanam

Media untuk perlakuan adalah tanah dan kompos (masing-masing dengan perbandingan 2:1). Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam polybag dan disiram terlebih dahulu supaya lembab sebelum digunakan sebagai media tanam.

Perendaman Benih Mentimun

Perlakuan yang diujikan adalah perendaman benih ke dalam suspensi bakteri T5, T6, T8, J8, dan P14 yaitu bakteri yang diperoleh dari seleksi awal, sebagai pembanding adalah kontrol tanpa perlakuan bakteri dan PB yaitu PGPR yang telah diformulasi komersial oleh PT. Agrotech Sinarindo yang merupakan formulasi kombinasi bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa.

Bakteri diambil sebanyak 1 lup dari media TSA, lalu dibiakkan pada media LB dan dikocok selama 24 jam. Suspensi bakteri diukur tingkat kekeruhannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 610 nm hingga diperoleh OD 0,25 atau kerapatan bakteri ±107 cfu/ml. Benih mentimun direndam selama 1 jam di dalam suspensi bakteri. Perlakuan benih dengan PGPR dilakukan untuk pengolonian PGPR seawal mungkin pada akar, sehingga akan mencegah pengolonian akar oleh mikroba patogen (Khalimi & Wirya 2009).

11

Penanaman Benih Mentimun

Penanaman dilakukan di dua lokasi, percobaan pertama penanaman bertujuan untuk mengukur pengaruh perlakuan PGPR terhadap aspek agronomis, sedangkan percobaan kedua penanaman bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan PGPR terhadap masa inkubasi, kejadian penyakit, keparahan penyakit embun bulu, dan aspek agronomis.

Benih yang telah direndam di dalam suspensi bakteri dengan kerapatan ±107 cfu/ml selama 1 jam lalu ditanam di dalam polybag yang berisi tanah steril. Pengujian dilakukan dengan 7 perlakuan (Tabel 1). Masing-masing perlakuan dilakukan dalam 3 blok sebagai ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri dari 5 unit tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setelah tanaman berumur 12 HST (hari setelah tanam) hingga 32 HST.

Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari untuk menjaga tanah tetap lembab. Ajir dipasang setelah tanaman berumur satu minggu. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, panjang daun, volume akar, serta bobot basah dan bobot kering tanaman.

Tabel 1 Perlakuan PGPR yang diujikan

Percobaan Perlakuan yang diujikan

K benih tanpa perlakuan bakteri (kontrol) T5 bakteri T5

T6 bakteri T6 T8 bakteri T8 J8 bakteri J8 P14 bakteri P14

PB Pseudomonas fluorescens + Bacillus polymixa

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, K= kontrol

Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Embun Bulu pada Tanaman Mentimun

Inokulum P. cubensis diperoleh dari pertanaman mentimun di Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Inokulasi patogen dilakukan setelah tanaman berumur 20 HST, dimana daun pertama hingga daun ketiga telah terbuka sempurna. Daun mentimun yang bergejala dikerok untuk mendapatkan spora dari

12

P. cubensis, lalu dicampur dengan air steril untuk mendapat suspensi spora.

Suspensi diencerkan hingga mendapatkan kerapatan spora 9,25 x 104 spora/ml. Kerapatan spora dihitung menggunakan haemacytometer.

Suspensi spora dengan kerapatan 9,25 x 104 spora/mllalu disemprotkan ke permukaan atas dan permukaan bawah daun mentimun sebanyak 25 ml/10 tanaman. Tanaman diinkubasi dalam suatu ruang yang setelah diukur memiliki suhu minimum 24,5ºC dan suhu maksimum 35ºC, dengan kelembaban minimun 33% dan kelembaban maksimum 90%. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan parameter yang diamati yaitu masa inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Sedangkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan bobot tanaman diukur setelah 32 HST atau hari terakhir pengamatan. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Sinaga 2006):

Kejadian penyakit = x 100%

nivi

keterangan: ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i

vi = nilai skor penyakit dari i = 0, 1, 2, 3, 4, 5 N = jumlah tanaman yang diamati

V = skor tertinggi

Skor yang digunakan adalah sebagai berikut: Skor Luasan bercak (%)

0 0 1 0 < x ≤ 5 2 5 < x ≤ 10 3 10 < x ≤ 25 4 25 < x ≤ 50 5 x > 50 x 100% NV Keparahan penyakit =

13

Analisis Data

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Data penelitian ditabulasi dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan

Statistical Analysis System (SAS) for windows versi 9.1.3, lalu dilanjutkan dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Seleksi Awal Bakteri Rizosfer terhadap Kecambah Mentimun

Tabel 2 Hasil seleksi awal bakteri rizosfer terhadap kecambah mentimun Perlakuan Rata-rata panjang batang (cm) Rata-rata panjang akar (cm)

T2 2.30 ± 0.77 3.56 ± 0.98 T3 2.54 ± 1.31 3.70 ± 1.77 T4 3.03 ± 1.20 3.98 ± 1.48 T5 4.19 ± 0.98 5.43 ± 1.64 T6 4.26 ± 1.18 5.45 ± 1.50 T7 3.70 ± 1.10 4.38 ± 2.06 T8 3.98 ± 1.35 4.49 ± 1.74 T10 3.97 ± 1.81 4.41 ± 2.36 T12 3.44 ± 1.71 4.28 ± 1.07 T9 2.99 ± 1.22 3.69 ± 1.58 J1 2.81 ± 1.04 3.76 ± 1.57 J5 3.19 ± 1.75 3.51 ± 2.01 J6 3.40 ± 1.04 4.62 ± 1.56 J7 3.28 ± 1.37 4.65 ± 1.61 J8 4.44 ± 1.07 4.44 ± 1.57 P2.2 3.63 ± 1.29 4.86 ± 1.94 P5 3.93 ± 1.82 4.22 ± 1.94 P6 3.91 ± 0.90 4.91 ± 1.26 P2.1 2.11 ± 0.81 3.36 ± 1.07 P2.3.1 3.53 ± 1.44 4.48 ± 1.71 P7 2.09 ± 0.37 3.34 ± 0.92 P10 2.21 ± 0.56 3.05 ± 0.95 P12 2.73 ± 1.28 3.42 ± 1.68 P13 3.80 ± 1.54 5.48 ± 2.38 P14 4.54 ± 1.12 6.58 ± 2.18 K 3.15 ± 1.00 4.86 ± 2.13

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, K= kontrol

Isolat yang digunakan adalah 25 isolat yang diperoleh dari tanah rizosfer. Hasil dari seleksi awal bakteri terhadap kecambah mentimun adalah diperoleh lima jenis bakteri yang tidak bersifat patogen dan dapat memacu pertumbuhan kecambah mentimun dibandingkan dengan kontrol. Kelima bakteri tersebut yaitu bakteri T5, T6, T8, J8, dan P14 (Tabel 2). Pada awal pengujian, parameter daya berkecambah juga diamati. Akan tetapi, seluruh benih yang ditanam dapat berkecambah dengan baik (100%). Oleh karena itu, parameter yang digunakan

15 untuk memilih bakteri yang baik adalah dengan mengukur panjang batang dan panjang akar kecambah. Dengan cara mengukur panjang batang dan panjang akar, maka dapat diketahui bakteri yang dapat memacu pertumbuhan atau menghambat pertumbuhan jika dibandingkan dengan pertumbuhan benih kontrol.

Gambar 1 Hasil Pengujian seleksi awal terhadap kecambah mentimun: a. kontrol, b. T5, c. T6, d. T8, e. J8, f. P14

Uji Reaksi Hipersensitif

Setelah dilakukan uji hipersensitif, kelima bakteri (T5, T6, T8, J8, P14) tidak menimbulkan bercak nekrosis pada daun tembakau (Tabel 3 & gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa kelima bakteri yang diperoleh dari pengujian sebelumnya tidak bersifat patogen terhadap tanaman. Kelima bakteri tersebut digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Tabel 3 Hasil pengujian reaksi hipersensitif PGPR Perlakuan Patogenisitas T5 - T6 - T8 - J8 - P14 - K -

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, K= kontrol, (-)= tidak timbul bercak nekrosis

a b c

16

Gambar 2 Hasil pengujian reaksi hipersensitif bakteri T5, T6, T8, J8, P14 dan kontrol terhadap daun tembakau setelah inkubasi selama 24 jam

Uji Gram PGPR Terpilih

Berdasarkan hasil pengujian menggunakan KOH 3%, dapat digolongkan bakteri hasil eksplorasi ke dalam dua golongan, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Pada bakteri T5, T6, dan T8 terdapat lendir yang lengket dan kental saat dicampurkan dengan KOH 3%. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri gram negatif. Sedangkan bakteri J8 dan P14 merupakan bakteri gram positif karena tidak menghasilkan lendir saat dicampur dengan KOH 3%.

Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman tanpa Inokulasi Patogen

Pada percobaan pertama benih mentimun ditanam lalu diukur aspek agronomisnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi bakteri PGPR terhadap pertumbuhan tanaman. Dari hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, diperoleh bahwa perlakuan bakteri PGPR yang diberikan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil analisis ragam (anova) dengan uji Duncan (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bakteri yang diaplikasikan terhadap benih mentimun tidak dapat memacu tinggi tanaman.

Hasil pengamatan terhadap diameter tanaman menunjukkan adanya perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman mentimun (Tabel 5). Bakteri P14 memiliki pengaruh yang paling nyata dalam memacu perkembangan diameter batang dari umur tanaman 19 HST hingga 31 HST.

17 Bakteri J8 memberi pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter tanaman dari umur 24 HST hingga 31 HST. Bakteri T8 hanya menunjukkan perbedaan nyata saat tanaman berumur 24 HST. Sedangkan perlakuan bakteri yang lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam memacu perkembangan diameter berdasarkan hasil sidik ragam (anova) dengan uji Duncan.

Tabel 4 Tinggi tanaman mentimun pada berbagai perlakuan PGPR

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

12 HST 15 HST 18 HST 21 HST 24 HST 27 HST 30 HST

T5 20.27 ± 2.39a 24.82 ± 2.99a 31.49 ± 3.84a T5 39.74 ± 7.16a 49.76 ± 11.85a 62.69 ± 17.56a 77.02± 19.55a

T6 19.43 ± 2.11a 23.84 ± 3.31a 30.85 ± 5.04a T6 38.59 ± 8.59a 47.54 ± 12.93a 58.61 ± 17.41a 72.31 ± 19.65ab

T8 19.30 ± 2.04a 24.39 ± 3.12a 31.92 ± 3.85a T8 39.53 ± 7.05a 50.07 ± 12.66a 61.15 ± 17.73a 74.35 ± 18.20ab

J8 18.69 ± 1.88a 24.36 ± 3.21a 30.45 ± 4.28a J8 36.69 ± 6.21a 45.65 ± 8.27a 56.71 ± 11.82a 66.21 ± 11.18b

P14 19.55 ± 2.36a 24.72 ± 3.48a 31.32 ± 4.81a P14 38.87 ± 7.42a 49.66 ± 10.86a 63.14 ± 15.35a 73.25 ± 15.32ab

PB 19.11 ± 1.97a 24.46 ± 3.47a 32.22 ± 4.56a PB 39.70 ± 7.25a 50.27 ± 11.03a 61.80 ± 12.86a 73.01 ± 16.24ab

K 19.42 ± 1.98a 24.54 ± 2.75a 31.38 ± 5.63a K 39.93 ± 7.56a 49.82 ± 10.82a 60.97 ± 14.31a 71.97 ± 14.35ab

Sumber bakteri: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, PB= formulasi komersial Pseudomonas fluorescens & Bacillus polymixa, K= kontrol.

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 5 Diameter batang tanaman mentimun pada berbagai perlakuan PGPR

Perlakuan Diameter batang (mm)

19 HST 21 HST 24 HST 26 HST 29 HST 31 HST

T5 5.48 ± 0.49ab 5.83 ± 0.46b 5.97 ± 0.53bc 6.04 ± 0.52bc 6.11 ± 0.49bc 6.23 ± 0.51bc

T6 5.36 ± 0.46b 5.79 ± 0.44b 5.98 ± 0.54bc 5.96 ± 0.66bc 6.08 ± 0.58bc 6.18 ± 0.57bc

T8 5.53 ± 0.37ab 5.84 ± 0.39b 6.17 ± 0.45b 6.09 ± 0.52bc 6.10 ± 0.49bc 6.26 ± 0.53bc

J8 5.51 ± 0.34ab 5.80 ± 0.42b 6.15 ± 0.47b 6.23 ± 0.57b 6.29 ± 0.60b 6.41 ± 0.51ab

P14 5.76 ± 0.49a 6.25 ± 0.41a 6.61 ± 0.51a 6.62 ± 0.59a 6.66 ± 0.60a 6.71 ± 0.58a

PB 5.34 ± 0.38b 5.79 ± 0.41b 5.93 ± 0.43bc 5.99 ± 0.56bc 5.96 ± 0.55bc 6.10 ± 0.48bc

K 5.35 ± 0.36b 5.62 ± 0.33b 5.79 ± 0.44c 5.77 ± 0.46c 5.85 ± 0.47c 5.97 ± 0.43c

Sumber bakteri: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, PB= formulasi komersial Pseudomonas fluorescens & Bacillus polymixa, K= kontrol.

19 Pengamatan terhadap jumlah daun pada akhir pengamatan (32 HST), menunjukkan bahwa pada perlakuan bakteri P14 rata-rata jumlah daun berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan perendaman benih dengan bakteri P14 dapat memacu pertumbuhan daun. Pada perlakuan lain yaitu T5, T6, T8, J8, dan PB tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun (Tabel 6).

Pada pengamatan terhadap panjang daun, seluruh perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberi pengaruh terhadap panjang daun (Tabel 6). Sedangkan pada pengamatan volume akar, hanya perlakuan P14 yang berbeda nyata dengan perlakuan yang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan bakteri P14 dapat mempengaruhi volume akar (Tabel 6). Perakaran pada tanaman mentimun dengan perlakuan P14 memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan bakteri yang lain (Gambar 3).

Tabel 6 Pengaruh PGPR terhadap rata-rata jumlah daun, panjang daun, dan volume akar tanaman mentimun

Perlakuan Jumlah daun Panjang daun (cm) Volume akar (ml) T5 10.47 ± 1.73ab 10.79 ± 0.83a 12.00 ± 3.46b T6 10.13 ± 1.68ab 10.39 ± 0.99a 13.17 ± 6.93b T8 10.20 ± 1.37ab 10.85 ± 1.09a 13.33 ± 1.53b J8 10.27 ± 1.28ab 10.38 ± 0.76a 21.00 ± 2.64ab P14 10.93 ± 1.22a 10.86 ± 0.65a 28.50 ± 10.5a PB 10.60 ± 1.24ab 10.57 ± 0.74a 18.00 ± 7.55ab K 9.87 ± 0.74b 10.47 ± 0.94a 13.83 ± 3.88b

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

20 Pengamatan juga dilakukan terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk dan akar. Berdasarkan pengukuran bobot basah tajuk, terlihat penambahan bobot pada perlakuan P14, J8, dan PB, meskipun tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan (α= 5%) (Tabel 7). Sedangkan pada beberapa perlakuan terdapat penurunan bobot basah, tetapi tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan efek negatif terhadap tanaman.

Pada pengukuran bobot basah akar, terlihat bahwa perlakuan P14 memberikan pengaruh yang nyata dapat menambah bobot akar dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 7). Pada perlakuan J8 dan PB terlihat bobot akar bertambah meskipun tidak begitu berbeda dengan kontrol. Pada beberapa perlakuan bobot basah akar lebih kecil daripada kontrol, tetapi tidak beda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf nyata 5%.

Tabel 7 Pengaruh PGPR terhadap rata-rata bobot basah tajuk dan akar tanaman mentimun

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Selain pengukuran terhadap bobot basah tajuk dan akar, pengamatan juga dilakukan terhadap bobot kering tajuk dan akar. Dari hasil pengamatan, bobot tajuk tertinggi pada perlakuan P14 meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 8). Pada beberapa perlakuan yaitu T5, T6, T8, menunjukkan bobot yang lebih rendah daripada kontrol. Akan tetapi, hasil tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (α= 5%).

Perlakuan Bobot basah (g)

Tajuk Akar T5 92.46 ± 3.76a 8.04 ± 3.32b T6 93.38 ± 21.41a 9.71 ± 6.54b T8 93.33 ± 17.98a 9.88 ± 0.52b J8 101.21 ± 5.51a 16.33 ± 3.26ab P14 112.33 ± 1.25a 23.35 ± 13.00a PB 100.87 ± 11.02a 13.03 ± 8.00b K 99.44 ± 11.69a 10.92 ± 3.32b

Pada pengam P14 menyebabkan berbeda nyata dengan menunjukkan hasil ya Tabel 8 Pengaruh PG

mentimun

Angka yang diikuti huruf Duncan pada taraf 5%.

Gambar 3 Perbanding a. P14, b. P

Pen

Pada percoba perlakuan PGPR lalu terbawah telah membuka dari daun yang berg

Perlakuan T5 T6 T8 J8 P14 PB K a b

matan terhadap bobot kering akar, terlihat ba n pertumbuhan akar meningkat sehingga bobot

gan kontrol (Tabel 8). Sedangkan perlakuan P yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.

PGPR terhadap rata-rata bobot kering tajuk da

uf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda ny

ndingan akar tanaman mentimun pada berbagai pe 14, b. PB, c. Kontrol, d. T6 , e. J8, f. T5 , g. T8

Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Embun B

obaan kedua, benih mentimun ditanam de lu dilakukan inokulasi patogen P.cubensis pada

buka sempurna (20 HST). Spora patogen P. c

rgejala yang diambil dari lapang. Kerapatan Bobot kering (g) Tajuk Akar 5.65 ± 1.47b 0.91 ± 0.81b 5.59 ± 2.19b 0.88 ± 0.74b 5.86 ± 1.61b 0.78 ± 0.37b 6.89 ± 0.93ab 1.60 ± 0.86a 8.44 ± 1.83a 2.42 ± 1.77a 7.43 ± 0.58ab 1.25 ± 0.59b 6.62 ± 1.41ab 0.97 ± 0.81b f e d c b 21 bahwa perlakuan bobot keringnya n PGPR yang lain

dan akar tanaman

nyata berdasarkan uji

perlakuan:

n Bulu

dengan berbagai pada saat tiga daun

. cubensis dipanen an spora dihitung 0.81b 0.74b 0.37b 0.86ab 1.77a 0.59b 0.81b g

22 menggunakan haemacytometer hingga kerapatan spora yang diperoleh yaitu 9,25 x 104 spora/ml. Lalu dilakukan pengamatan terhadap masa inkubasi, kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan aspek agronomis pada akhir pengamatan.

Masa Inkubasi

Pengamatan masa inkubasi dilakukan setiap hari, dan dicatat waktu gejala pertama muncul pada tanaman. Pada perlakuan T5, T6, T8, dan kontrol, gejala penyakit embun bulu muncul pada 4 hari setelah inokulasi (HSI). Sedangkan pada perlakuan J8, P14, dan PB, gejala muncul pada 6 HSI (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa masa inkubasi pada perlakuan J8, P14, dan PB lebih lama daripada perlakuan yang lain. Gejala penyakit embun bulu yang muncul setelah inokulasi yaitu terdapat bercak berwarna kuning kecoklatan agak bersudut karena dibatasi tulang daun (Gambar 4).

Tabel 9 Masa inkubasi penyakit embun bulu pada berbagai perlakuan PGPR

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, PB= formulasi komersial P. fluorescens &

B. polymixa, K= kontrol

Perlakuan Masa inkubasi (hari setelah inokulasi)

T5 4 T6 4 T8 4 J8 6 P14 6 PB 6 K 4

23

Gambar 4 Gejala penyakit embun bulu 4 HSI pada berbagai perlakuan: a.Kontrol, b. T5, c. T6, d. T8, e. J8, f. P14, g. PB

Kejadian dan Keparahan Penyakit

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kejadian penyakit, pada perlakuan T5, T6, T8, dan kontrol, gejala muncul pada 4 HSI (Tabel 10). Sedangkan pada perlakuan J8, P14, dan PB gejala belum muncul pada 4 HSI. Pada pengamatan 6 HSI dan 9 HSI, kejadian penyakit yang muncul tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diujikan tidak dapat menghambat terjadinya penyakit pada tanaman secara nyata, tetapi tetapi mampu menunda munculnya gejala penyakit (Tabel 10).

a g f e d c b

24 Tabel 10 Pengaruh PGPR terhadap kejadian penyakit embun bulu pada tanaman

mentimun

Perlakuan Kejadian penyakit (%)

4 HSI 6 HSI 9 HSI T5 56.67 ± 20.81ab 100.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a T6 40.00 ± 20.00b 86.67 ± 11.55a 86.67 ± 11.55a T8 73.33 ± 23.09a 100.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a J8 0 ± 0.00c 85.00 ± 13.23a 85.00 ± 13.23a P14 0 ± 0.00c 73.33 ± 30.55a 86.67± 23.09a PB 0 ± 0.00c 73.33 ± 23.09a 80.00 ± 20.00a K 76.67 ± 25.17a 100.00± 0.00 a 100.00 ± 0.00a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Selain pengamatan terhadap persen kejadian penyakit, pengamatan juga dilakukan terhadap persen keparahan penyakit. Pengamatan dilakukan dengan mengamati tingkat keparahan penyakit menurut skor yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan penghitungan, pada 4 HSI tingkat keparahan penyakit terendah adalah pada perlakuan J8, P14, dan PB yaitu sebesar 0%. Selain itu, pada perlakuan T6 juga menunjukkan bahwa keparahan penyakit lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 11). Pada pengamatan 6 HSI, keparahan penyakit lebih rendah daripada kontrol hampir di semua perlakuan kecuali perlakuan T5. Sedangkan pada pengamatan 9 HSI, menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit pada perlakuan T6, J8, P14, dan PB berbeda nyata dengan kontrol. Nilai rata-rata persen keparahan penyakit pada perlakuan-perlakuan tersebut secara umum lebih rendah daripada kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan T6, J8, P14, dan PB dapat menekan keparahan penyakit.

25 Tabel 11 Pengaruh PGPR terhadap keparahan penyakit embun bulu pada

tanaman mentimun

Perlakuan Keparahan penyakit (%)

4 HSI 6 HSI 9 HSI

T5 4.76 ± 4.01ab 14.76 ± 2.84ab 14.76 ± 2.84abc T6 2.67 ± 2.20b 8.45 ± 6.40cd 10.22 ± 7.50bc T8 5.72 ± 4.41a 12.86 ± 7.14cd 15.71 ± 6.72ab J8 0 ± 0.00c 9.52 ± 5.67cd 12.38 ± 6.84bc P14 0 ± 0.00c 8.44 ± 6.00cd 12.89 ± 6.88bc PB 0 ± 0.00c 6.67 ± 5.63d 9.78 ± 7.06c K 6.16 ± 4.27a 17.95 ± 9.18a 19.49 ± 8.80a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Bobot Tanaman, Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Diameter Batang pada Tanaman yang Diinokulasi Patogen

Pengamatan aspek agronomis pada percobaan kedua dilakukan pada 32 HST. Dari hasil pengamatan terhadap bobot basah tanaman yang sebelumnya telah diinokulasi patogen P. cubensis, perlakuan tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot basah tajuk (Tabel 12). Sedangkan pada pengamatan bobot basah akar, terdapat satu perlakuan yang berbeda nyata yaitu perlakuan J8. Bobot akar dari perlakuan J8 lebih besar dan berbeda nyata dari kontrol dan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bakteri J8 memberikan pengaruh terhadap perkembangan akar tanaman mentimun. Pengamatan dilakukan juga terhadap bobot kering tajuk dan akar. Berdasarkan hasil pengamatan, semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering tajuk dan akar (Tabel 13). Berbeda pada pengamatan bobot basah akar dimana perlakuan J8 memiliki bobot basah akar tertinggi dan berbeda nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan air yang lebih tinggi saat dalam keadaan basah, sehingga saat dilakukan proses pengeringan lebih banyak kandungan air yang menguap sehingga mempengaruhi bobot kering akar tanaman pada perlakuan J8.

26 Tabel 12 Pengaruh PGPR terhadap rata-rata bobot basah tajuk dan akar tanaman

setelah inokulasi patogen

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 13 Pengaruh PGPR terhadap rata-rata bobot kering tajuk dan akar tanaman setelah inokulasi patogen

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 14 Pengaruh PGPR terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tanaman mentimun setelah inokulasi patogen

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun Diameter batang (mm) T5 53.11 ± 9.68a 5.71 ± 1.14ab 4.38 ± 0.43a

T6 52.23 ± 13.74a 5.33 ± 1.39ab 3.80 ± 0.62bc T8 50.34 ± 11.07a 5.07 ± 0.92ab 3.77 ± 0.85bc J8 58.62 ± 10.19a 5.93 ± 0.99a 4.10 ± 0.56abc P14 51.70 ± 12.55a 5.60 ± 1.05ab 4.08 ± 0.48abc PB 53.99 ± 12.67a 5.33 ± 1.34ab 4.15 ± 0.57ab K 49.53 ± 13.86a 4.85 ± 0.99b 3.65 ± 0.57c

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan Bobot basah (g)

Tajuk Akar T5 27.83 ± 10.03a 1.57 ± 0.61ab T6 26.11 ± 2.78a 1.43 ± 0.19ab T8 24.30 ± 2.29a 1.20 ± 0.16ab J8 29.65 ± 2.78a 1.61 ± 0.15a P14 26.85 ± 1.92a 1.47 ± 0.35ab PB 25.97 ± 8.15a 1.37 ± 0.41ab K 21.17 ± 5.04a 1.13 ± 0.29b

Perlakuan Bobot kering (g)

Tajuk Akar T5 1.86 ± 0.82a 0.097 ± 0.05ab T6 1.65 ± 0.08a 0.090 ± 0.01ab T8 1.64 ± 0.19a 0.057 ± 0.01b J8 2.03 ± 0.41a 0.097 ± 0.01ab P14 1.88 ± 0.29a 0.107 ± 0.04a PB 1.59 ± 0.52a 0.080 ± 0.00ab K 1.33 ± 0.27a 0.070 ± 0.01ab

27 Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tanaman mentimun. Pengamatan aspek agronomis pada percobaan kedua ini dilakukan pada 32 HST. Pada pengamatan terhadap tinggi tanaman, semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Sedangkan pada pengamatan jumlah daun, perlakuan J8 memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan menggunakan bakteri J8, dapat memacu bertambahnya jumlah daun pada tanaman mentimun.

Pada pengamatan yang dilakukan terhadap diameter batang, perlakuan T5 dan PB berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 14). Perlakuan T5 dan PB memiliki

Dokumen terkait