• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai November 2010 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB dan Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI-Serpong, karakterisasi senyawa aktif dengan spektrofotometer UV-VIS dan FT-IR dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor, analisis dengan GC-MS dilakukan di Laboratorium Forensik Mabes-POLRI dan uji antibakteri di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada proses ekstraksi dan fraksinasi adalah peralatan ekstraksi maserasi, rotari evaporator, plat KLT, kolom kromatografi, peralatan untuk uji antibakteri dan peralatan untuk karakterisasi senyawa aktif digunakan spektrofotometer UV-VIS Shimadzu Pharmaspec 1700 Double Beam, spektrofotometer FT-IR Bruker jenis Tensor 37, spektroskopi massa (MS) Agilent 7890A dan Gas kromatografi (GC) Agilent 5975C dengan jenis kolom HP-5MS (panjang 30 m dan diameter 0,25 mm).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba bandotan dengan tinggi ± 40-50 cm yang kemudian diambil daunnya. Herba bandotan diperoleh di sekitar Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pelarut-pelarut organik antara lain heksana, etil asetat (EtOAc), metanol (MeOH), dan kloroform (CHCl3), pereaksi-pereaksi untuk uji fitokimia, bakteri S. aureus

ATCC 25923 dan E. coli ATCC 35022.

Persiapan Sampel dan Penentuan Kadar Air (AOAC 1970)

Tanaman bandotan segar dikeringkan dan dipisahkan daunnya dari bagian lainnya. Daun bandotan yang telah kering kemudian digiling/dihaluskan hingga diperoleh serbuk daun bandotan dengan ukuran 100 mesh. Sebelum ekstraksi, terlebih dahulu dilakukan penentuan kadar air sampel dengan cara 2-3 g sampel kering dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya. Cawan kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC selama

30 menit. Setelah itu, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya. Pemanasan sampel diulangan sampai diperoleh bobot yang konstan.

Ekstraksi Sampel

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode umum menurut Harborne (1996), yaitu ekstraksi dan fraksinasi suatu senyawa dari jaringan tumbuhan berdasarkan tingkat kepolaran dengan menggunakan maserasi.

Sebanyak 2 kg sampel kering dimaserasi dengan heksana (3 x 24 jam) untuk menghilangkan kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam sampel. Setelah dilakukan penyaringan dan pengeringan, residu yang dihasilkan dimaserasi kembali dengan etil asetat (3 x 24 jam), lalu filtratnya dipekatkan dengan menggunakan vakum penguap putar pada suhu 40oC - 50o

Sebanyak 0,3 g sampel dilarutkan dalam 10 ml kloroform-amonia lalu disaring. Filtrat hasil penyaringan ditambahkan beberapa tetes H

C sehingga diperoleh ekstrak kasar etil asetat. Ekstrak kasar etil asetat yang dihasilkan di atas dan sampel sebelum diekstraksi, diuji kandungan fitokimianya. Ekstrak kasar etil asetat hasil ekstraksi kemudian difraksinasi dengan kromatografi kolom dengan eluen yang menunjukkan pemisahan yang paling baik sehingga diperoleh beberapa fraksi. Masing-masing fraksi dilakukan uji antimikroba untuk mendapatkan fraksi yang memiliki aktivitas antimikroba paling tinggi. Fraksi yang memiliki aktivitas antimikroba paling tinggi kemudian dipisahkan dan dilakukan pengujian antibakteri kembali. Setelah dilakukan beberapa kali fraksinasi dan diketahui fraksi terakhir yang masih memiliki aktivitas sebagai antibakteri, kemudian dilanjutkan dengan elusidasi struktur senyawanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis, IR, dan GC-MS.

Uji Fitokimia (Harborne 1987) Alkaloid

2SO4 2M,

kemudian dikocok sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi Mayer, Dragendorff,

18

dan Wagner. Hasil endapan putih dengan pereaksi Mayer, endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendroff, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner, maka sampel tersebut positif mengandung alkaloid.

Flavonoid dan Senyawa Fenolik

Sebanyak 0,5 g sampel ditambah metanol 30% sampai terendam kemudian dipanaskan. Filtratnya ditambahkan NaOH 10% dan H2SO4. Warna merah yang

terbentuk karena penambahan NaOH 10% menunjukkan terdapatnya senyawa fenolik hidrokuinon, sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan terdapatnya senyawa flavonoid (Harborne 1988).

Saponin

Sebanyak 0,5 g sampel di dalam gelas piala ditambahkan 50 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Sebanyak 10 ml filtratnya yang dihasilkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup selama 10 menit, terbentuknya busa yang stabil menandakan adanya saponin.

Tanin

Sebanyak 0,5 g sampel di dalam gelas piala ditambahkan 50 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Sebanyak 10 ml filtrat yang dihasilkan pada item 3, ditambahkan FeCl3 1%. Identifikasi tanin yang positif

ditandai dengan adanya warna biru tua atau hijau kehitaman. Triterpenoid-Steroid

Sebanyak 0,5 g sampel ditambahkan 5 ml etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter dan dikocok. Lapisan eter dipisahkan dan ditambahkan pereaksi Liebermenn-burchad (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4

KLT digunakan dalam menentukan eluen terbaik untuk fraksinasi dan penggabungan fraksi hasil fraksinasi. Plat KLT yang digunakan adalah plat alumunium silika gel F

pekat). Adanya warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.

Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Aktif

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

pada plat KLT yang telah ditandai garis awal dan garis akhirnya. Pelarut dimasukkan dalam bejana tertutup dan dibiarkan hingga uapnya jenuh, kemudian plat KLT dimasukkan dalam bejana dan ditutup kembali. Setelah pelarut naik dan sampai garis akhir, maka plat KLT segera dikeluarkan dan dikeringkan. Plat KLT yang telah kering kemudian diamati di bawah sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm.

Penentuan eluen terbaik dilakukan dengan membandingkan jumlah spot dan pola pemisahan yang dihasilkan dari beberapa sistem pelarut yang digunakan. Eluen yang menghasilkan jumlah spot terbanyak dan pola pemisahan terbaik selanjutnya digunakan pada proses fraksinasi. Sedangkan penggabungan fraksi hasil fraksinasi dilakukan dengan melihat kemiripan pola spot yang terbentuk pada masing-masing fraksi tersebut.

Kromatografi Kolom

Sampel sebanyak 2 gram dilarutkan dalam pelarut etil asetat kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Eluen terbaik yang telah ditentukan dituangkan sedikit demi sedikit ke dalam kolom kromatografi. Fraksi yang keluar dari kolom kromatografi ditampung pada tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml. Setelah proses fraksinasi selesai, kemudian dilanjutkan pada tahap penggabungan fraksi dengan menggunakan KLT. Fraksi-fraksi dengan pola spot yang sama digabung menjadi satu fraksi. Dengan demikian diperoleh jumlah fraksi total yang terdapat pada sampel.

Uji Aktivitas Antibakteri (Haswirna 2006)

Pembuatan Media Trypton Soy Agar (TSA) dan Persiapan Suspensi Bakteri Sebanyak 40 g TSA (tryptone soy agar) dilarutkan dalam 1 liter aquades lalu dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik sampai homogen. Setelah homogen larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 ml, kemudian ditutup dengan kapas. Media disterilkan dengan otoklaf pada tekanan 1,5 atm dengan suhu 121 0C selama 15 menit. Tabung- tabung tersebut dimiringkan sebelum mengeras dan dibiarkan selama 24 jam. Media ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri.

20

Bakteri diperoleh dari laboratorium mikrobiologi PAU-IPB, yaitu bakteri S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 35022. Bakteri S. aureus dan E. coli dibiakkan pada media yang telah disiapkan. Sebanyak 1 ose bakteri uji dimasukkan ke dalam media yang telah disiapkan kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.

Pengujian Aktivitas Antibakteri

Biakan bakteri yang diperoleh kemudian diencerkan menggunakan metode Mc. Farland 0,5 hingga diperoleh bakteri uji dengan konsentrasi 1 x 107. Sebanyak 100 µl bakteri yang telah diencerkan, kemudian dituangkan dalam cawan petri yang telah berisi media TSA dan disebar dengan batang kaca penyebar kemudian dibiarkan memadat. Setelah padat, media agar dilubangi dengan pipet berdiameter ± 5,5 mm. Sampel yang telah diencerkan dengan pelarut etil asetat kemudian diteteskan pada sumuran sebanyak 20 µl dengan konsentrasi 300 mg/ml untuk diuji aktivitas antibakterinya.

Media uji selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 37 0

Nilai MIC adalah konsentrasi terendah yang mematikan bakteri yang diinokulasikan ke dalam media. MIC ditentukan dengan menggunakan metode broth dillution menggunakan kaldu TSB (Tryptone Soy Broth). Penentuan nilai MIC dilakukan setelah diketahui bahwa fraksi etil asetat daun tanaman bandotan memiliki aktivitas antibakteri. Biakan bakteri uji sebanyak 1 ose dimasukkan ke dalam 10 ml media cair TSB lalu diinkubasi dalam inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu 37

C kemudian diamati aktivitas antibakterinya. Ekstrak dinyatakan positif sebagai antibakteri apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan terbentuknya zona hambatan berupa areal bening di sekitar sumuran. Besarnya hambatan dapat diukur dengan diameter area bening dikurangi dengan diameter sumuran dan dibandingkan dengan kloramfenikol dengan konsentrasi 0,4 mg/mL (sebagai antibiotik standar). Semakin besar diameter zona bening yang terbentuk, semakin aktif zat uji tersebut sebagai antibakteri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak bakteri yang dihambat pertumbuhannya oleh zat uji tersebut.

Penentuan NilaiMIC (Minimum Inhibition Consentration) (Haswirna 2006)

0

dalam 20 ml media TSA bersuhu ± 45 0C lalu dibiarkan sampai memadat. Media agar yang telah memadat dilubangi dengan pangkal pipet tetes (diameter ± 5,5 mm). Variasi konsentrasi yang digunakan untuk menentukan MIC adalah 500, 250, 100, 75, 50, 25, 10, dan 5 mg/ml. Sebanyak 50 µl sampel dimasukkan pada lubang media TSB yang telah diinkubasi dengan bakteri uji, kemudian diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37 0C. Setelah inkubasi selesai, dilakukan pengamatan terhadap adanya pertumbuhan bakteri. Konsentrasi fraksi etil asetat tanaman bandotan yang menyebabkan bakteri tidak tumbuh pada subkultur merupakan konsentrasi yang dipilih sebagai nilai MIC.

Dokumen terkait