• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE 3.1 TEMPAT DAN WAKTU 3.1 TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Bagian bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, serta Kandang Hewan Percobaan yang dikelola oleh Unit Pelayanan Teknis Hewan Laboratorium (UPT Helab). Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan April 2008-Januari 2009.

3.2 BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah ekstrak etanol rimpang Temu putih, alkohol 70%, propilenglikol, curcumin, induksan tumor (N-metil-n-nitrosourea/ MNU), NaCl fisiologis serta kelinci sebanyak 21 ekor.

Alat yang digunakan dalam peneltian ini adalah Pembuatan ektrak etanol rimpang temu putih (Maserator, plastik serap, kain katun tebal, rotary evaporator, gelas kimia dan pengaduk), Syringe 1 ml, kapas steril, kandang, tempat pakan, dan tempat minum.

3.3 METODE

3.3.1 Persiapan Kandang pemeliharaan

Kelinci yang digunakan sebagai hewan coba, memerlukan persyaratan yang sederhana dalam hal gedung dan kandang pemeliharaan, persyaratan yang diperlukan antara lain: kebersihan gedung dan kandang, hewan terlindung dari anjing, hujan, dan cahaya matahari langsung dalam waktu yang lama dan memperloleh cahaya cukup dan udara segar. Sistem untuk mengandangkan kelinci sedikit berbeda dengan sistem pada mencit, tikus, dan marmot, yaitu hanya satu kelinci pada satu kandang. Sehingga disediakan 9 kandang kelinci yang berukuran 60cm x 60cm yang terbuat dari besi. Kandang terletak di dalam gedung laboratorium penelitian hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Letak kandang berurutan mulai dari kelompok A-C, sehingga memudahkan dalam memberikan perlakuan terhadap setiap kelompok hewan coba. Selain itu gedung untuk kelinci tidak perlu mempunyai standar yang sama dengan gedung hewan

percobaan lain kecuali kalau perlu perlindungan terhadap suhu tinggi, karena kelinci sangat peka terhadap suhu lingkungan tinggi. Suhu ideal adalah 15oC sampai 20oC, jika suhu melebihi dari 27oC maka akan mempengaruhi fisiologis kelinci dan lebih mudah stress jika berlangsung lama. Kandang setiap kelinci dibersihkan satu kali dalam seminggu untuk menjaga sanitasi lingkungan dan kesehatan hewan coba sendiri. Setiap kandang kelinci dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang terbuat dari aluminium untuk mencegah terjadinya proses korosif. Tempat makan ini juga dibersihkan setiap hari mencegah agar kondisi hewan coba tetap sehat.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak etanol rimpang Temu Putih

Proses pembuatan ekstrak etanol rimpang temu putih diawali dengan pembuatan simplisia rimpang temu putih. Bahan tanaman yang terpilih dikeringkan, kemudian dihaluskan dan dilanjutkan dengan proses maserasi atau perendaman dengan pelarut etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Maserasi dilakukan selama 2x24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama dan penampungan dilakukan setiap 24 jam. Maserat ditampung dan dikumpulkan serta dilanjutkan dengan proses pemekatan dengan menggunakan rotary evaporator (penguap putar) sampai diperoleh ekstrak kental (BPOM 2004).

3.3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Sebanyak 9 ekor kelinci (Oryctolagus cuniculus) berjenis kelamin betina sudah dewasa kelamin dengan umur 6-7 bulan dan berat rata-rata 1-1,5 kg dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu:

1. Kelompok A : Kelompok normal (hewan coba tidak mendapatkan perlakuan sama sekali, hanya diberikan makan dan minum dalam jumlah yang tak terbatas

2. Kelompok B : kontrol positif (hewan coba mendapatkan induksi karsinogen MNU, juga diberikan curcumin sampai dengan masa induksi selesai)

3. Kelompok C : Kelompok perlakuan (hewan coba mendapatkan induksi Metil-N-nitrosourea dan juga diberikan ekstrak etanol temu putih).

3.3.4 Induksi Metil-N-Nitrosourea intramamary

Induksan yang akan dipakai terlebih dahulu dilarutkan dalam NaCl fisiologis. Sebanyak 1 mg MNU dilarutkan 10 ml NaCl fisiologis (konsentrasi 100 mikogram/ ml). Sebelum diinduksi, kelinci ditimbang untuk menentukan dosis MNU yang digunakan. Dosis yang telah diperoleh dibagi 2 supaya dapat diaplikasikan pada kedua putting. Kelenjar mamari kelinci yang akan diinduksi terlebih dahulu dibersihkan dari rambut-rambutnya (dicukur). Kelenjar mammari yang akan diinduksi, yaitu kelenjar mammari kedua. Pengaplikasian MNU pada masing-masing putting dilakukan tegak lurus terhadap sumbu tubuh.

3.3.5. Pemberian Ekstrak Etanol Temu Putih dan Curcumin

Ekstrak etanol rimpang temu putih dan curcumin diaplikasikan pada kelinci secara per oral menggunakan stomach tube. Kelinci ditempatkan pada kandang jepit untuk memudahkan pengaplikasian. Stomach tube dimasukkan perlahan ke dalam mulut kelinci sampai masuk ke dalam salutran pencernaan (lambung). Tahap ini hendaknya dilakukan dengan hati-hati supaya stomach tube tidak masuk ke dalam saluran pernapasan yang berada diatas saluran pencernaan. Untuk memudahkan, stomach tube dapat dibasahi dengan air terlebih dahulu. Ekstrak etanol temu putih/ curcumin diambil dengan syringe tanpa jarum sesuai dengan dosis, kemudian dimasukkan dalam lambung kelinci melalui stomach

tube. Setelah ekstrak etanol rimpang temu putih/ curcumin dipastikan masuk, stomach tube dikeluarkan secara perlahan.

3.4. Peubah yang diamati

Pengamatan gambaran klinis yang di amati terhadap efek pemberian ektrak temu putih dan Curcumin dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan terhadap suhu tubuh, laju pernafasan dan frekuensi denyut nadi, data diambil dan dicatat dalam interval selang waktu satu minggu dan dilakukan selama proses penelitian, kemudian dari data yang diperoleh dibandingkan dengan data hewan percobaan dari kelompok normal (tanpa perlakuan) dan kelompok positif (kelompok yang mendapatakan perlakuan induksi dan diberikan curcumin), dari ketiga jenis data ini akan dilihat efek pemberian ekstrak temu putih dan

curcumin, sehingga dapat diketahui mekanisme kerja curcumin yang diperoleh secara komersial dan ekstrak temu putih terhadap gambaran klinis yang diamati.

3.5 Analisis data

Data hasil pengamatan yang diperoleh selama penelitian, dianalisis dengan menggunakan uji analisis sidik ragam (ANOVA) sistem, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test taraf 5% untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan yang diberikan terhadap perubahan yang diamati. Uji ANOVA merupakan uji untuk mengetahui nilai pengaruh suatu perlakuan dengan melihat nilai P pada setiap perlakuan, sedangkan Duncan Multiple Range Test taraf 5% yaitu mengetahui perlakuan yang memberikan perbedaan nyata pada setiap kelompok percobaan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Temperatur Tubuh

Rataan nilai temperatur tubuh (0C) dari setiap perlakuan dan kontrol selama induksi dengan Metil-N-Nitrosourea dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Tabel 1. Rataan nilai temperatur tubuh (0C)

Kelompok Minggu ke-

1 2 3 4 5

A 40±0,58a 39,93±0,30a 39,56±0,20a 39,30±0,43a 39,03±0,20a B 39,03±0,60a 39,36±0,40a 39,46±0,61a 39,53±0,05a 39,10±0,60a C 38,73±1,00a 39,13±0,73a 39,36±0,66a 38,73±0,72a 39,56±0,61a

Keterangan : Kelompok A (kelompok normal), Kelompok B (kontrol positif : induksi MNU+ pemberian curcumin), Kelompok C (kelompok perlakuan : induksi MNU+ pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih).

Huruf superscrift menunjukkan tidak berbeda nyata, P>5%

Rataan nilai temperatur tubuh setiap minggu selama induksi pada kelompok perlakuan berkisar antara 38,70C-400C. Menurut Carpenter (2003) temperatur tubuh kelinci normal berkisar antara 38,50C-400C. Nilai temperatur tubuh pada semua kelompok bervariasi walaupun setelah diuji dengan statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>5%) dan masih berada dalam skala normal. Pada minggu pertama, baik pada kelompok B dan C yang mendapatkan perlakuan induksi dan diberikan curcumin untuk kelompok B, ekstrak etanol temu putih untuk kelompok C tidak ada pengaruh akibat perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok A. Hal ini juga terjadi sampai dengan minggu kelima perlakuan diberikan.

Kedua kelompok perlakuan (B dan C) yaitu kelompok yang diinduksi dengan MNU sampai minggu keempat terjadi sedikit peningkatan, akan tetapi pada minggu pertama temperatur kedua kelompok yang mendapatkan perlakuan ini lebih rendah dari kelompok A, hal ini dikarenakan pemberian curcumin atau ekstrak etanol temu putih, yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mampu merespon benda asing asing yang masuk. Peningkatan temperatur tubuh ini disebabkan oleh induksi Metil-N-Nitrosourea (karsinogen). Suwarni 2000 menyatakan bahwa penginduksian karsinogen Metil-N-Nitrosourea pada

kelinci secara intramamari dapat menimbulkan reaksi radang. Chainai-wu (2003) melaporkan bahwa penginduksian karsinogen Metil-N-Nitrosourea intramamari menyebabkan dibebaskannya berbagai mediator atau substansi radang antara lain

bradikinin, histamine, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotiren dan

sebagainya. Louis (2007) menambahkan bahwa induksi karsinogen (Metil-N-Nitrosourea) akan mengaktifkan enzim siklooksigenase untuk mengkatalisis proses konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (PGG2) selanjutnya diubah menjadi PGH2 yang berperan di dalam proses sintesa produk eikosanoid (PGE2, PGI2 dan tromboksan A2). Produk yang dihasilkan ini berperan sebagai mediator radang dan demam.

Hasil yang diperoleh pada masing-masing kelompok (B dan C) tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kelompok kontrol dan dalam skala normal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pemberian curcumin ataupun ekstrak etanol rimpang temu putih pada masing-masing kelompok. Srimal dan Dhawan (1973) dan Ghatak dan Basu (1973) menyebutkan bahwa komponen utama yang terkandung di dalam ekstrak etanol temu putih (Curcumin, Demethoxycurcumin,

bis-demethoxycurcumin dan ar-turmeron) sangat baik dalam menghambat sintesa

prostaglandin dan memiliki efek yang sama seperti kortison dan antiinflamasi. Lukita-Atmadja (2002) dan Ozaki (1990) menambahkan bahwa ekstrak etanol temu putih menghambat aktivitas enzim siklooksigenase 2 ini menyebabkan prostaglandin yang berfungsi untuk menduduki reseptor radang tidak dapat menstimulasi pelepasan interleukin-1 yang merangsang hipotalamus untuk meningkatan temperatur tubuh.

Gambar 4. Perbandingan rataan nilai temperatur tubuh kelompok kontrol dan perlakuan 38 39 40 41 MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4 MINGGU 5 tem pera tur (0 C)

Grafik temperatur tubuh selama proses

Dokumen terkait