• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.2. Bahan Pemurnian

Bahan pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis bahan adsorben (bentonit, arang aktif, dan zeolit) dan tiga jenis bahan pengkelat (asam sitrat, asam tartarat, dan EDTA). Keenam bahan pemurnian tersebut merupakan jenis bahan pemurnian yang mudah didapatkan dan banyak digunakan untuk pemurnian minyak atsiri. Menurut Hernani dan Marwati (2006), adsorpsi menggunakan adsorben tertentu seperti zeolit, arang aktif, dan bentonit, sedangkan untuk larutan senyawa pembentuk kompleks yang dipakai adalah asam sitrat dan asam tartarat (Sait dan Satyaputra 1995). Konsentrasi yang digunakan untuk tiap-tiap bahan pemurnian adalah sebanyak 2%. Menurut Kusdiana dalam Rohayati

(1997), minyak atsiri dapat dipucatkan dengan menggunakan 2% bubuk asam tartarat. Penggunaan konsentrasi tersebut untuk menentukan jenis dan konsentrasi bahan pemucat yang akan digunakan pada penelitian utama dengan melihat nilai persen transmisi tertinggi. Minyak kayu putih hasil pemurnian diuji dengan menggunakan alat Spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Semakin jernih minyak, maka nilai persen transmisi makin tinggi, karena cahaya yang dapat melewati minyak tersebut semakin banyak.

Minyak hasil pemurnian pada penelitian pendahuluan memiliki nilai persen transmisi yang beragam. Pada proses adsorbsi, nilai kejernihan yang didapatkan yaitu bentonit (99,40%), zeolit (98,35%), dan arang aktif (97,50%). Nilai kejernihan berdasarkan penggunaan masing-masing bahan pemurnian pada proses pengkelatan adalah sebagai berikut asam sitrat (99,95%), asam tartarat (98,85%), dan EDTA (98,7%). Jika dibandingkan dengan minyak kayu putih sebelum pemurnian yakni 81,30%, terlihat adanya peningkatan nilai kejernihan. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa bentonit dan asam sitrat memiliki nilai paling tertinggi yang mewakili jenis bahan pemurnian pada proses adsorbsi atau proses pengkelatan.

Peningkatan kejernihan tersebut disebabkan adanya pengikatan logam, penyerapan air dan warna yang menyebabkan kekeruhan pada minyak dapat terserap. Menurut Patterson (1992) bentonit memiliki sifat mudah menyerap air yang menyebabkan kekeruhan pada minyak dan menghasilkan minyak yang jernih. Selain itu, bentonit dan asam sitrat juga dapat menyerap logam yang terdapat dalam minyak. Dengan berkurangnya logam dalam minyak, maka minyak menjadi lebih jernih (Rossi et al. 2003). Peningkatan kejernihan pada pengkelatan tersebut disebabkan karena asam sitrat mengikat logam yang terdapat dalam minyak, membentuk kompleks logam-asam sitrat (Muller et al., 1997).

Nilai persen transmisi minyak hasil pemucatan dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Gambar 3). Untuk memperoleh minyak yang lebih jernih, dilakukan pemucatan dengan kombinasi jenis dan jumlah bahan pemucat. Untuk penelitian utama, digunakan konsentrasi 0% (tanpa asam sitrat atau bentonit), 1%, 2%, dan 3% untuk masing-masing bahan pemurnian. Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian pemurnian minyak atsiri terdahulu yang telah dilakukan . Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan minyak dengan kejernihan dan warna yang lebih baik (Mulyono dan Marwati 2005). Di samping itu, pemurnian terhadap minyak akar wangi yang bermutu rendah (berwarna kehitaman) dengan menggunakan bentonit 2 % akan meningkatkan mutu minyak (Rohayati 1997).

Gambar 3. Histogram Nilai Kejernihan masing-masing Bahan Pemurnian

4.2. Penelitian Utama

4.2.1. Rendemen

Rendemen merupakan faktor penting yang akan menentukan tingkat efisiensi proses pemucatan. Rendemen minyak kayu putih hasil pemucatan berkisar antara 84% sampai dengan 92% dengan rata-rata 87%. Rendemen tertinggi diperoleh dari minyak yang dipucatkan dengan asam sitrat 1%, sedangkan rendemen terendah diperoleh dari penambahan bentonit 3%.

Gambar 4. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Rendemen Minyak Kayu Putih 96.00 96.50 97.00 97.50 98.00 98.50 99.00 99.50 100.00 Nila i K ej er nih a n ( % tra ns m it a n)

Jenis Bahan Pemurnian (2%)

75 80 85 90 95 100 0 1 2 3 Rendem en Jumlah Bentonit (%) As. Sitrat 0% As. Sitrat 1% As. Sitrat 2% As. Sitrat 3%

Pada gambar 4, dapat dilihat histogram pengaruh jumlah bahan pemurnian terhadap rendemen minyak kayu putih. Berdasarkan histogram tersebut, terlihat adanya pengaruh dari jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan. Penggunaan bentonit atau asam sitrat 1, 2, dan 3 persen menghasilkan rendemen minyak hasil pemurnian yang semakin menurun. Hal ini juga terjadi pada penggunaan kombinasi bentonit dan asam sitrat. Perbedaan jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan menghasilkan rendemen minyak yang berbeda pula. Dari hasil uji statistik (Lampiran 2) diketahui juga bahwa jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan untuk setiap hasil yang berbeda nyata. Secara umum, semakin banyak jumlah bahan pemurnian yang ditambahkan maka rendemen minyak semakin kecil. Hal ini karena dengan banyaknya bahan pemurnian yang ditambahkan maka minyak yang tertinggal pada bahan pemucat tersebut akan cukup besar. Menurut Fahmi dalam Ardiana (2006), semakin tinggi konsentrasi bahan pemucat maka penyusutan yang dialami akan semakin tinggi. Pada proses pengkelatan, kotoran dan logam pada minyak akan tertinggal bersama asam sitrat dan membentuk gumpalan. Hal ini disebabkan oleh adanya pembentukan endapan oleh asam sitrat yang berikatan dengan logam yang terlepas dari senyawa utama pada minyak tersebut. Selain itu, ssam sitrat dapat mengadsorpsi senyawa logam disertai reaksi kimia yang membentuk senyawa kimia kompleks yang tidak terlarut dalam minyak sehingga proses pemisahan antara padatan hasil reaksi dengan minyak dapat dilakukan dengan penyaringan (Syabanu dan Cahyaratri 2009)

Penambahan bentonit dan asam sitrat berpengaruh juga terhadap rendemen minyak. Minyak dapat tertinggal pada bentonit dan asam sitrat sehingga mengurangi rendemen yang diperoleh. Penurunan rendemen minyak yang dipucatkan dengan 0, 1, 2, dan 3 persen asam sitrat dan bentonit tidak terlalu besar yakni 2-3 persen. Pemucatan dengan kombinasi kedua pemucat tersebut tidak menyebabkan kehilangan yang terlalu besar kecuali pada kombinasi bahan pemurnian dengan 3% asam sitrat dan 3% bentonit. Oleh karena itu, pemurnian dengan kombinasi tersebut tidak efektif.

4.2.2. Kejernihan (% Transmisi)

Kejernihan minyak kayu putih dilihat dari persen transmisinya yang diukur dengan alat Spektrofotometer pada panjang gelombang 540. Persen transmisi adalah radiasi sinar yang dapat diteruskan oleh sumber cahaya yang melalui suatu laruutan dalam wadah transparan dengan intensitas tertentu. Semakin besar nilai persen transmisi berarti semakin banyak cahaya yang dapat dilewatkan dan minyak semakin jernih. Nilai transmisi minyak kayu putih hasil pemurnian berkisar antara 81,30% – 96,88%. Persen tertinggi diperoleh dari minyak yang dipucatkan dengan asam sitrat 1%, sedangkan nilai terendah diperoleh dari minyak yang dipucatkan dengan kombinasi 3% asam sitrat dan 3% bentonit.

Pada gambar 5, dapat dilihat hubungan pengaruh jumlah bahan pemurnian dengan persen transmisi minyak kayu putih. Perbedaan konsentrasi bahan pemurnian yang ditambahkan menghasilkan minyak dengan nilai persen transmisi yang beragam. Dari data tersebut, terlihat bahwa nilai kejernihan akan semakin meningkat sesuai dengan konsentrasi bentonit yang digunakan. Hal ini berbeda pada penggunaan asam sitrat dimana nilai kejernihan yang dihasilkan berbanding terbalik dengan konsentrasi asam sitrat yang digunakan. Hal ini disebabkan tidak terjadinya

pengikatan ion logam, tetapi dispersi asam sitrat dengan minyak sehingga kejernihan minyak berkurang. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan (Lampiran 3), perlakuan penambahan asam sitrat atau bentonit tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kejernihan (% transmisi) minyak kayu putih sebelum dan sesudah pemurnian. Sedangkan interaksi kedua bahan tersebut berpengaruh nyata terhadap nilai kejernihan. Semakin banyak kedua bahan tersebut ditambahkan, nilai persen transmisi minyak relatif makin rendah atau makin tinggi. Peningkatan jumlah asam sitrat yang ditambahkan menyebabkan penurunan nilai persen transmisi minyak. Hal ini disebabkan tidak terjadinya pengikatan ion logam, tetapi dispersi asam sitrat dengan minyak sehingga kejernihan minyak berkurang.

Perlakuan terbaik yang menghasilkan nilai persen transmisi tertinggi adalah minyak yang dimurnikan dengan asam sitrat 1%, yaitu sebesar 96,88%. Kemampuan penyerapan maksimum adalah asam sitrat 1% dimana dengan jumlah pemakaian yang tidak terlalu banyak. Dengan tingginya nilai persen transmisi ini, maka minyak ini mampu menyerap cahaya yang cukup banyak bila dibandingkan dengan minyak hasil perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyerapan ion logam pada minyak kayu putih dengan menggunakan asam sitrat 1% lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 2% atau 3%. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil analisa statistik Marwati (2005), semakin besar jumlsh ion logam yang terpisah dari minyak maka nilai kejernihan minyak akan semakin tinggi.

Gambar 5. Pengaruh Jumlah Bahan Pemurnian Terhadap Nilai Kejernihan (% transmisi) Minyak Kayu Putih

Dokumen terkait