Menurut Institut Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB bekerjasama dengan jejaring intelijen pangan BPOM-RI (2006), formula alternative pengganti formalin yang sudah diuji cobakan di beberapa UKM adalah formula 1/20 Na-asetat. Dalam penggunaannya harus memperhatikan kondisi hygiene sanitasi dan konsentrasi bahan tambahan yang digunakan. Formula tersebut dapat berguna untuk pengawet mi apabila sanitasi produksi dalam keadaan baik, penggunaan formula sesuai dengan konsentrasi yang telah diujicobakan dan produk mi disimpan pada penyimpanan dingin.
Menurut Dr. Purnama dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada (Kompas, 9 Januari 2006). Pengawet alami yang dapat menggantikan formalin adalah pengawet dari asap cair. Meskipun tidak sehebat dan selama formalin.
Tabel 1. Alternatif pengga nti formalin
Bahan Baku Proses Nama Produk
Tempurung kelapa Pendinginan dan pencairan asap Asap cair Limbah udang Penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses kimiawi
Chitosan
Kunyit Dicampur dengan bahan yang akan diwetkan
Air bawang putih Direndam dengan bahan yang akan diawetkan
Jerami Padi Merang dibakar, abunya dicampur air dan diendapkan
Air ki
Air Kelapa Air kelapa diberi mikroba Asam Sitbat
Menurut Dra. Sukesi M.Si, seorang Dosen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS, untuk mengurangi kandungan formalin dalam makanan yang telah diawetkan dengan formalin, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan formalin tersebut dalam makanan yang bersangkutan dengan tidak mengeluarkan biaya , hanya dengan bagaimana cara memperlakukan bahan makanan itu sebelum dikonsumsi. Formalin dalam makanan tidak dapat dihilangkan, namun dapat diminimalisir. Deformalinisasi dapat dilakukan untuk mengurangi kadar formalin pada makanan, yaitu dengan melakukan perendaman bahan makanan ke dalam tiga macam larutan yaitu: air, air
garam dan air leri. Perendaman yang dilakukan dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25%. Dengan air leri mampu menurunkan kadar formalin sampai 66,03%, sedangkan pada air garam dapat mengurangi kadar formalin hingga 89,53%. Deformalisasi pada mi baiknya dilakukan dengan perendaman air panas selama 30 menit.
2.6. Ciri-Ciri Beberapa Makanan yang Mengandung Formalin 2.6.1. Mi basah
1. Bau sedikit menyengat
2. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (250Celcius). Pada suhu 100C atau dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari
3. Mi tampak mengkilat (seoerti berminyak), liat (tidak mudah putus) dan tidak lengket.
2.6.2. Tahu
1. Bentuknya sangat bagus 2. Kenyal
3. Tidak mudah hancur dan awet (sampai tiga hari pada suhu kamar). Pada suhu lemari es (100) tahan lebih dari 15 hari
4. Bau agak menyengat
5. Aroma kedelai sudah tidak nyata lagi 2.6.3. Bakso
1. Kenyal
2.6.4. Ikan
1. Warna putih bersih 2. Kenyal
3. Insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar
4. Awet (pada suhu kamar) sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk 5. Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat
2.6.5. Ikan asin
1. Ikan berwarna bersih cerah 2. Tidak berbau khas ikan
3. Awet sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (250C) 4. Liat (tidak mudah hancur)
2.6.6. Ayam Potong
1. Berwarna putih bersih
2. Tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari (Anonimous, 2009) 2.7. Mi
2.7.1. Jenis-Jenis Mi
Berdasarkan segi tahap pengolahan dan kadar airnya, menurut Koswara, 2005, mi dapat dibagi menjadi 5 golongan:
a. Mi mentah/ segar adalah mi produk langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35 persen.
b. Mi basah, adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mi ini memiliki kadar air sekitar 52 persen.
c. Mi kering, adalah mi mentah yang langsung dikeringkan, jenis mi ini memiliki kadar air sekitar 10 persen.
d. Mi goreng, adalah mi mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng. e. Mi instan (mi siap hidang), adalah mi mentah, yang telah mengalami
pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mi instan kering atau digoreng sehingga menjadi mi instan goreng ( instant freid noodles).
2.7.2. Bahan Pembuatan Mi
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dan gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu dalam pembuatan mi harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mi menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan yang digunakan antara lain air, garam, Bahan-bahan pengembang, zat warna, bumbu dan telur.
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akanmengembang dengan adanya air. Ai yang digunakan sebaiknya menggunakan PH antara 6-9, hal ini
disebabkan absorpsi air semakin meningkat dengan naiknya PH. Makin banyak air yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik.
Garam berperan dalam member rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi serta mengikat air. Garam dapat menghambat aktifitas enzim protease dan emilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan tipis dan kuat pada permukaan mi. lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mi sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan (Koswara, 2005).
2.7.3. Pengertian Mi Basah
Mi merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak-anak sampai orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis, dan mengenyangkan. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi, yaitu mi mentah (mi pangsit), mi basah, mi kering, dan mi instan. Mi kering dan instan merupakan mi yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebi awet dibandingkan dengan mi mentah atau mi basah (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
Mi basah atau disebut juga mi kuning adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mi basah
dapat mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu kamar mi basah ini hanya bertahan 10-12 jam saja karena setelah itu mi akan berbau asam dan berlendir atau basi (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
2.7.4. Tahapan Pembuatan Mi Basah
Tahapan pembuatan mi basah menurut Murtini dan Widyaningsih yaitu:
1. Pencampuran Bahan
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak
kacang. Pencampuran dapat digunakan dengan tangan atau mixer, sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan.
2. Pengulenan Adonan
Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silindris. Pengulenan dilakukan secara berulang-ulang sampai adonan kalis (halus).
3. Pembentukan Lembaran
Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mi untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis (tebal 0,8 mm).
4. Pembentukan Mi
Proses pembentukan / pemotongan mi dilakukan dengan alat pencetak mi (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh tenaga listrik. Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga terbentuk mi yang panjang.
5. Perebusan
Mi yang telah terbentuk dimasukkan dalam panci yang berisi air mendidih. Mi direbus selama 2 menit sambil diaduk perlahan. Perebusan jangan terlalu lama karena akan membuat mi menjadi lembek.
6. Pendinginan
Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan, selanjutnya didinginkan secara cepat dengan disiram air. Agar mi tidak lengket diberi minyak kacang atau minyak goring sambil diaduk-aduk agar merata.