• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari : 1) Peta Kabupaten Bandung, Skala 1 : 80.000 (Anonim, 2010). 2) Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Garut 1208-6 dan Pameungpeuk 12308-3 Skala 1:100.000, (Alzwar dkk, 1992). 3) Peta Tanah Tinjau Mendalam, DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000 (Anonim, 1993a). 4) Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Pangalengan 1208-631, Skala 1 : 25.000 (Anonim, 1999a) dan Lembar Soreang 1208-633, Skala 1 : 25.000 (Anonim, 1999b). 5) Peta Penggunaan Lahan DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000 (Anonim, 1993b). 6) Data iklim (Amirza, 1991 dalam Abdullah, dkk, 1994), dan 7) Data sekunder (Puslittanak, 1993).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : komputer, software

Arc View 3.3, dan printer untuk pembuatan Peta Lokasi, Peta Kelas Lereng, Peta

Penggunaan Lahan, Peta Geologi, Peta Tanah pada tahap persiapan dan Peta Bentuk Lahan pada tahap analisis interpretasi dan korelasi data. Selanjutanya untuk kegiatan lapang alat yang dibutuhkan adalah Bor Belgi, Munsell Soil

Colour Chart, Meteran, Pisau, Kartu Deskripsi, Kantong Plastik, Karet Gelang,

4.3 Metode

Rangakaian kegiatan penelitian yang merupakan studi korelasi antara proses geomorfik dan pedogenesis serta ekstrapolasinya di Desa Lamajang disajikan pada Gambar 8.

 

Pengamatan Sifat-sifat Tanah dan Lahan pada

Pedon Pewakil Ekstrapolasi

Data Sekunder  Peta Bentuk Lahan

sebagai wadah Jenis Tanah (Great Group)

Semidetil Desa Lamajang Skala 1 :

50.000 Peta Topografi

Skala 1 : 25.000 dan Bentuk Wilayah Peta Kelas Lereng Skala 1 : 25.000 Peta Geologi Skala 1 : 100.000 Peta Bentuk Lahan Semidetil Skala 1 : 25.000 (Desaunettes, 1977)

Peta Tanah Tinjau Mendalam Skala 1 : 100.000 Peta Tanah Semidetil Sementara Skala 1 : 25.000 (Peta Kerja) Pra Survei Meliputi :

1. Laporan ke Kades dan Sekdes Desa

Lamajang, serta Tokoh Masyarakat Setempat 2. Pengecekan Lapang (Peta Kerja)

Survei Utama Meliputi :

1. Analisis dan Pengkelasan Bentuk-bentuk Lahan

2. Pembuatan Pedon Pewakil (P1, P2, dan P3) (Lampiran 1).

3. Pengamatan Sifat-sifat Tanah dan Lahan Secara Morfologik pada Pedon Pewakil Transek Lereng P1, P2, dan P3 (Puncak, Lereng, dan Kaki Lereng).

4. Pengambilan Contoh Tanah dari Setiap Pedon Pewakil (P1, P2, dan P3)

5. Pengamatan Penggunaan Lahan dan Vegetasi Klasifikasi Tanah Sementara Pengambilan Contoh- contoh Tanah Analisis Laboratorium (Lampiran 2) Klasifikasi Famili Tanah Secara Taksonomik (Soil Survey Staff, 2010) Korelasi antara Proses

Geomorfik dan Pedogenesis menunjukkan perbedaan Bentuk Lahan sejalan dengan perbedaan Jenis Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

5.1 Proses Geomorfik

  Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah

bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan dan organisme berperan sebagai indikator untuk lahan tertentu.

5.1.1Topografi

Topografi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses geomorfik. Lereng merupakan salah satu faktor topografi, yaitu fungsi dari jenis batuan dan bahan permukaan (surficial material) serta proses-proses yang berlangsung di atasnya. Proses tersebut mencakup erosi, transportasi, dan deposisi (Puslittanak, 2004). Bentuk wilayah, amplitudo, dan kemiringan lereng tergantung pada proses erosi, gerakan massa tanah dan laju hancuran iklim, sehingga mengukir bentuk permukaan bumi khususnya untuk daerah penelitian kedalam 5 kelas lereng seperti yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Klasifikasi Kelas Lereng, Kemiringan Lereng, Amplitudo, Bentuk Wilayah, dan Luas Masing-masing di Daerah Penelitian

Kelas Lereng Kemiringan Lereng (%) Amplitudo (m) Bentuk Wilayah Luas

Hektar (ha) Persen (%)

A 0-3 <1 m Datar 31 2 B 3-8 10 m Berombak 354 24 C 8-16 10 m Bergelombang 36 2 D >16 10-50 m Berbukit kecil 553 38 F >16 >300 m Bergunung 500 30 Total Luas 1474 100 5.1.2Bahan Induk

Bahan induk di daerah penelitian berupa batuan andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan andesitik (abu dan pasir volkan intermedier) yang terbentuk karena aktivitas gunung api, sehingga termasuk dalam bentang lahan volkanik. Bercirikan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun wilayah yang merupakan akumulasi bahan organik.

5.1.3Iklim

Iklim mempengaruhi proses geomorfik melalui curah hujan dan suhu udara. Curah hujan di daerah penelitian tergolong tinggi yaitu 2602.7 mm/tahun dengan

suhu udara rata-rata bulanan 22.2 0C dan suhu tanah 24.7 0C yang tergolong

isohipertermik. Oleh karena itu, dihasilkan tingkat hancuran iklim yang relatif intensif.

5.1.4Waktu

Waktu mempengaruhi bentuk permukaan bumi dengan didukung oleh faktor lainnya yang saling bekerja secara simultan. Sejalan bertambahnya waktu mengakibatkan semakin bertambah intensif hancuran iklim dan terkikisnya lapisan tanah, sehingga mengubah bentuk permukaan bumi.

5.1.5Organisme

Organisme tidak mempengaruhi proses geomorfik secara langsung. Organisme merupakan faktor biotik yang hanya berperan sebagai indikator untuk suatu Satuan Lahan. Contoh : ditemukannya vegetasi harendong (Melastoma sp) pada kaki lereng (Pedon P3) yang mengindikasikan reaksi tanahnya bersifat masam. Sejalan dengan hasil analisis laboratorium diperoleh bahwa pada bagian kaki lereng tergolong kriteria tanah masam dengan pH berkisar 4.9-5.2 (PPT,

1983 dalam Hardjowigeno, 2007). Uraian data kimia lengkap tertera pada

Lampiran 3.

5.2Proses Pedogenesis

Proses pedogenesis secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dan organisme dalam kurun waktu tertentu menghasilkan tubuh tanah.

5.2.1Topografi

Daerah penelitian memiliki bentuk wilayah secara umum adalah berbukit kecil (kemiringan lereng >16 %, amplitudo 10-50 m), berbukit (kemiringan lereng >16 %, amplitudo 50-300 m), dan bergunung (kemiringan lereng >16 %, amplitudo >300 m). Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui solum tanahnya. Berdasarkan tiga pedon pewakil, pedon P1 yang berada pada Puncak memiliki solum yang agak dalam, yaitu : 175 cm apabila dibanding pada

Pedon P2 yang berada pada Segmen Lereng, yaitu : 120 cm. Hal ini dikarenakan, Pedon P1 berada pada bentuk wilayah datar dengan kemiringan lereng 0-3 %, sehingga mengakibatkan lebih banyak terjadi pergerakan air secara vertikal dibanding aliran permukaan. Pada Pedon P2 (Segmen Lereng) memiliki solum tanah paling tipis karena bentuk wilayahnya tergolong terjal dengan kemiringan lereng 30-60 %, sehingga semakin memudahkan tanah untuk jatuh dan terkikis oleh air aliran permukaan (proses transportasi), sedangkan pada Pedon P3 yang berada pada lembah memiliki solum tanah paling dalam yaitu 180 cm, dibanding kedua pedon P1 dan P2. Hal ini dikarenakan, selain bentuk wilayah yang tergolong landai, kemiringan 2-5 %, lembah merupakan wilayah deposisi, dimana partikel tanah yang jatuh dan terkikis dari bagian puncak dan lereng terkumpul disini.

5.2.2 Bahan Induk

Bahan induk di daerah penelitian terdiri dari batuan induk andesit dan andesitik yang berasal dari letusan Gunung Malabar dan Tilu. Tuf, abu, dan pasir volkan tersebut jatuh di daerah pegunungan dan mengandung bahan amorf yang mudah hancur, sehingga menghasilkan banyak fraksi debu dibanding dengan fraksi pasir dan liat. Bahan induk mempengaruhi pembentukan kualitas dan sifat tanah. Batuan andesit dan andesitik mengindikasikan tanah bersifat masam. Hal ini sejalan dengan hasil analisis laboratorium, bahwa nilai pH tanah di daerah penelitian tergolong masam berkisar 4.9-5.2 (untuk ketiga pedon pewakil).

5.2.3 Iklim

Suhu dan curah hujan merupakan unsur iklim yang mempengaruhi proses

pembentukan tanah dan lahan. Curah hujan di daerah penelitian tergolong tinggi, yaitu : 2602.7 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata bulanan sebesar 22.2,

tergolong regim suhu tanah isohipertermik (suhu tanah rata-rata bulanan > 22 0C,

sehingga hancuran iklim di daerah penelitian tergolong intensif dan mengakibatkan proses pembentukan tanah berjalan relatif cepat.

5.2.4Waktu

Bahan induk tuf volkan intermedier mengandung gelas volkan yang bersifat amorf, sehingga proses pembentukan tanahnya relatif lebih cepat. Tanah-tanah

daerah penelitian dapat diklasifikasikan sebagi tanah dewasa dengan indikator telah terbentuknya horison kambik, horison iluviasi lemah (BW).

5.2.5Organisme

Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah terutama dalam hal proses pelapukan dan penyediaan bahan organik tanah untuk pembentukan bahan organik dalam tanah. Penggunaan lahan yang dominan di daerah penelitian berupa hutan dan kebun sayuran, tajuk lebat ditumbuhi rumput- rumputan sebagai gulma dominan. Pengaruh iklim yang sejuk terhadap sisa tanaman/ daun-daun yang jatuh akan terdekomposisi menjadi humus dengan bantuan biota tanah, sehingga membentuk tanah dengan warna hitam (gelap) yang kaya dengan bahan organik untuk ketiga pedon pewakil.

5.3 Sifat-sifat Tanah dan Lahan

Dokumen terkait