• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 6. Prosedur analisis produk deterjen 1 Derajat Keasaman (pH) (SNI : 06-4085-1996)

5. Bahan tidak larut dalam air (SNI 06-4594-1998)

Deterjen ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam 250 ml air pada suhu kamar. Saring dengan penyaring, dan endapannya dicuci dengan air. Keringkan sampai bobot tetap dalam oven pada suhu 105°C. Hitung jumlah persen bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam contoh uji.

Darnoko, D dan M. Cheryan. 2000. Continuous Production of Palm Methyl Ester. J. Am. Oil Chem. Soc. 77 (12) : 1269 – 1272.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan Indonesia 1998- 2002; Kelapa Sawit. Ditjen Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.

Gupta, S. Dan Wiese, D. 1992. Soap, Fatty Acid, and Synthetic Detergent. Di dalam Riegel’s Handbook of Industrial Chemistrty. Ninth ed. James A (ed), Van Nostrand Reinhold, New York.

Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol. 3. A Wiley- Interscience Publication. John Wiley & Sons, Inc. United State.

INFORM. 1998. Additives to Improves Performance. INFORM 9 (10): 925 – 935

Jungermann, E. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol I 4th edition. John Willey and Son, New York

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Krawczyk, T. 1998. Industrial and Institutional Cleaning. Inform 9 (4): 274-291

Mac Arthur, B.W., B. Brooks, W. B. Sheats and N.C. Foster. 1998. Meeting Challenge of Methylester Sulfonation. Chemithon Corp. USA.

Matheson, K.L. 1996. Formulation of Household and Industrial Detergents. In : Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois.

MPOPC. 2002. Uses of Palm Based Oleochemicals. http://www.mpopc.org.my. [30 Maret 2002].

MPOPC. 2003. Fatty Acids. http://www.mpopc.org.my. [ 5 September 2003] Noureddini, H.dan D. Zhu. 1997. Kinetics of Transesterification of Soybean Oil.

Journal of American Oil Chemistry Society. Vol. 74 (11): 1457-1463.

Noureddini, H., D. Harkey and V. Medikonduru. 1998. A Continuous Process for the Conversion of Vegetable Oils into Methyl Esters of Fatty acids. J. of Am. Oil Chem. Soc. 75 (12) : 1775 – 1783.

Pore, J. 1993. Oils and Fat Manual. Intercept Ltd, Andover, Uk, Paris, New York.

Porter, M.R. 1997. Anionic Detergent. Didalam Lipid Technologies and Applications. Frank D.G and Ferd B.P (Ed.) Marcel Dekker, Inc., New York.

Sheats,W B. and B.W. Mac Arthur. 2002. Methyl Ester Sulfonate Products. The Chemithon Corporation. http://www.chemithon.com.

Sherry, A.E, B.E. Chapman, M.T. Creedon, J.M. Jordan and R.L. Moese. 1995. Non Bleach Process for the Purufication of Palm C16 – C18 Methyl Ester Sulfonates. J. of Am. Oil Chem. Soc. 72 (7) : 834 - 841.

Sitting, M. 1979. Detergent Manufacture Including Zeolit Builders and New Materials. Neyes Data Corporation Park Ridge. New Jersey. USA.

SNI. 1998. Metil Ester. Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia. 06-4594-1998.

Sontag, N.O.V. 1982. Fat Splitting, Esterrification and Interesterification. Didalam Daniel Swern. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 4th ed. Vol 2. john Willey and Sons, New York.

Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol. I 4th. Ed. John Willey and Sons, New York. P. 192-196

Yuliasari, R., P. Guritno dan T. Herawan. 1997. Asam Lemak Sawit Distilat Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sabun Transparan. Indonesia J. Of Oil Palm Research. 5(3) : 205-213

Proses Sulfonasi Metil Ester Sulfonat (MES)

Dewasa ini upaya untuk pengaplikasian metil ester sulfonat (MES) dalam produk-produk personal care dan laundry semakin meningkat. MES sebagai salah satu surfaktan anionik dihasilkan melalui proses sulfonasi. Proses sulfonasi untuk menghasilkan MES dapat dilakukan dengan mereaksikan natrium bisulfit atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins, 2001). Ester asam lemak yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester (C-18 metil ester) dari PKO (palm kernel oil). Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan GC (Gas Chromatography) diketahui beberapa asam lemak yang terkandung dalam metil ester PKO yaitu diantaranya adalah: asam oktanoat (0,1%), asam stearat (4,0%), asam elaidat (20,6%), asam oleat (63,69%) dan asam linoleat (9,56%). Grafik hasil pengujian metil ester PKO dengan menggunakan GC (Gas Chromatography) disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik hasil pengujian metil ester PKO dengan menggunakan GC (Gas Chromatography)

Pada penelitian ini sulfonasi dilakukan dengan cara mereaksikan metil ester dengan natrium bisulfit (NaHSO3) dengan perbandingan mol reaktan 1: 1,5. Natrium bisulfit (NaHSO3) dibuat berlebih dengan tujuan untuk menjamin berlangsungnya proses sulfonasi dengan baik. Sherry et al., (1995) telah melakukan proses sulfonasi untuk menghasilkan C16-18 potassium methyl ester sulfonates (KMES) dengan melebihkan mol SO3. Ekses mol SO3 diperlukan untuk menjamin terjadinya proses sulfonasi sesuai yang diharapkan karena sulfonasi ini berlangsung melalui satu atau lebih tahap intermediate yang membutuhkan dua mol SO3 untuk setiap mol metil ester. Oleh Karena itu di dalam industri SO3 dibuat berlebih sekitar 15-30% yang dilakukan pada kondisi suhu 90°C (195°F) untuk menjamin terjadinya laju reaksi dan hasil (yields) yang baik. Sheats dan MacArthur (2002) juga telah melakukan proses sulfonasi untuk menghasilkan MES dari beberapa sumber bahan baku dan mol reaktan SO3 dibuat berlebih dengan perbandingan mol reaktan metil ester dan SO3 adalah 1: 1,25 hingga 1: 1,3.

Selain reaktan metil ester dan natrium bisulfit (NaHSO3), pada proses sulfonasi juga ditambahkan katalis Al2O3 sebesar 1,5 %. Menurut Keenan et al., (1984), sebuah katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan suatu reaksi kimia tetapi katalis itu sendiri tidak mengalami perubahan kimia yang permanen. Suatu katalis diduga mempengaruhi kecepatan reaksi dengan salah satu jalan : (1) dengan pembentukan senyawa antara (katalis homogen) atau (2) dengan adsorpsi (katalis heterogen).

Katalis alumunium oksida (Al2O3) merupakan katalis heterogen dengan cara kerjanya sebagai katalis adalah sebagai berikut: molekul reaktan bergerak melewati struktur pori katalis untuk menjangkau semua permukaan internal katalis. Permukaan internal katalis Al2O3 yaitu 10 – 40 m2/gram. Setelah terbentuk molekul produk kemudian molekul tersebut dilepaskan kembali dari permukaan internal katalis. Molekul produk menyebar kembali melalui pori struktur katalis untuk kembali berputar dalam reaksi (Smith, 1981).

Pada penelitian ini proses sulfonasi dilakukan pada sebuah reaktor yang dihubungkan dengan kondensor untuk menjaga agar suhu reaksi tetap stabil selama proses sulfonasi. Reaksi sulfonasi antara me til ester dengan natrium

bisulfit (NaHSO3) menurut Swern (1979) akan terjadi pada bagian α-atom karbon atau pada bagian rantai tidak jenuh (ikatan rangkap). Sedangkan menurut Gervasio (1996), selama proses sulfonasi antara metil ester dengan SO3, gugus sulfonat dapat terikat di dua tempat pada molekul metil ester, yaitu pada posisi alfa dan gugus ester. Bila-SO3 terikat pada kedua tempat tersebut maka akan terbentuk disulfonat. Selama berjalannya reaksi, disulfonat bertindak sebagai sulfonator bagi metil ester yang belum bereaksi. Hal ini dilakuan dengan cara melepaskan –SO3 dari gugus ester untuk ditangkap oleh metil ester pada posisi alfa membentuk molekul metil ester sulfonat (MES).

Setelah proses sulfonasi berakhir, metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan didiamkan selama 4 jam untuk mengendapkan sisa asam dan katalis. Selanjutnya, MES yang sudah terpisah disentrifuse dengan kecepatan 1400 rpm. MES yang dihasilkan pada tahap ini adalah MES kasar (unpurified MES) yang diduga masih banyak mengandung di-salt (disodium karboksi sulfonat) hasil reaksi samping selama proses sulfonasi. Neraca massa proses produksi MES kasar (unpurified MES) disajikan pada Lampiran 9.

Keberadaan di-salt diduga dapat menurunkan kinerja MES sebagai surfaktan. Untuk mengetahui kinerja MES kasar (unpurified MES) maka dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi terhadap beberapa parameter surfaktan yaitu: pH, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa dan daya deterjensi. Karakterisasi MES kasar (unpurified MES) secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 terlihat bahwa MES kasar (unpurified MES) mampu menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka berturut-turut sebesar 30,6 mN/m atau 46,36 % dan 31,1 mN/m atau 87,99 %. Tetapi, daya deterjensi dan stabilitas emulsi yang dihasilkan oleh surfaktan MES kasar (unpurified MES) sangat rendah yaitu berturut-turut 25,84 dan 15,96 %. Dari Tabel 6 juga diketahui bahwa MES kasar (unpurified MES) memiliki nilai pH yang rendah atau bersifat asam. Sebenarnya MES dalam kondisi asam bersifat kurang stabil, tetapi MES kasar (unpurified MES) ini tidak dinetralisasi karena diduga dengan dilakukannya netralisasi tanpa melalui proses pemurnian dengan penambahan

metanol akan menyebabkan terbentuknya di-salt bukan surfaktan metil ester sulfonat (MES) seperti yang diharapkan.

Tabel 6. Rekapitulasi data karakteristik MES kasar (Unpurified MES)

No. Parameter Nilai

1. Tegangan permukaan air Sebelum ditambah

surfaktan (MES) = 65,9 (mN/m) Setelah ditambah surfaktan (MES) = 35,3 (mN/m) Penurunan tegangan Permukaan = 30,6 (mN/m) = 46,36 % 2. Tegangan antarmuka air-xylen Sebelum ditambah surfaktan (MES) = 35,4 (mN/m) Setelah ditambah surfaktan (MES) = 4,3 (mN/m) Penurunan tegangan Permukaan = 31,1(mN/m) = 87,99 % 3. pH 4,98 4. Daya deterjensi 25,84 % 5. Stabilitas emulsi 15,96 %

6. Stabilitas busa 23 menit (0,38 jam)

7. Densitas 0,87 g/ml

Dari data pada Tabel 6 tersebut terlihat bahwa secara umum kinerja MES kasar (unpurified MES) sebagai surfaktan masih rendah dan perlu diperbaiki dengan dilakukannya proses pemurnian, karena diduga MES kasar (unpurified MES) yang dihasilkan tanpa melalui proses pemurnian masih banyak mengandung

di-salt sebagai hasil reaksi samping proses sulfonasi. Di-salt sebenarnya masih merupakan surfaktan tetapi memiliki beberapa karakteristik yang tidak diinginkan, diantaranya adalah sensitif terhadap air sadah, menurunkan kelarutan dalam air dingin, daya deterjensinya 50% lebih rendah daripada surfaktan metil ester sulfonat (MES) dan umur simpan dari produk sabun dan detergen yang mengandung di-salt menjadi lebih singkat (MacArthur et al., 1998).

Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat (MES)

MES kasar (unpurified MES) yang dihasilkan dari proses sulfonasi metil ester dengan natrium bisulfit (NaHSO3) diduga masih mengandung bahan pengotor (impurities). Bahan pengotor yang menjadi perhatian utama adalah produk samping dari proses sulfonasi yang disebut di-salt. Kandungan di-salt ini bisa direduksi dengan jalan dilakukannya proses pemurnian. Pemurnian dapat dilakukan baik melalui proses pemucatan maupun tanpa pemucatan tergantung dari warna produk yang dihasilkan selama proses sulfonasi. Menurut MacArthur

et al., (1998), produksi di-salt dapat diminimisasi dengan dua cara yaitu: (1) dengan pengadukan asam sulfonat pada suhu tinggi dan waktu yang lama tetapi kelemahannya produk yang dihasilkan berwarna hitam, dan (2) dengan menambahkan sejumlah alkohol (metanol) untuk bereaksi dengan senyawa intermediet III supaya membentuk MESA (methyl ester sulfonic acid).

Dalam penelitian ini pemurnian dilakukan tanpa melalui proses pemucatan karena produk yang dihasilkan selama proses sulfonasi tidak berwarna hitam (dark color). Oleh karena itu pemurnian dilakukan hanya dengan cara penambahan metanol dengan konsentrasi berkisar antara 10 – 40 % dan lama reaksi antara 30 – 120 menit pada suhu 50 - 55°C. Proses pemurnian dilakukan pada suhu dibawah suhu titik didih metanol sebagai reaktan yang digunakan dalam pemurnian untuk menghindari terjadinya ledakan karena metanol bersifat toksik dan eksplosif (Hui, 1996). Metanol yang dikenal sebagai metil alkohol atau wood alcohol adalah jenis alkohol sederhana dengan titik didih sekitar 64,8°C. Metanol bersifat volatile (mudah menguap), mudah terbakar, dan toksik. Metanol dapat digunakan sebagai antifreeze, pelarut, bahan bakar, dan denaturan untuk etil alkohol (http://www.yotor.org). Karakteristik metanol secara lebih lengkap disajikan pada Lampiran 10. Neraca massa proses pemurnian MES disajikan pada Lampiran 11. Untuk mengetahui keberadaan atau kandungan

disalt dalam MES yang telah dimurnikan (MES murni, purified MES), maka dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi terhadap beberapa parameter seperti halnya yang dilakukan terhadap MES kasar (unpurified MES) yaitu: pH, tegangan

permukaan, tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa dan daya deterjensi.

Perubahan Nilai pH MES Murni (Purified MES)

Menurut Fessenden dan Fessenden (1995), pH merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Menurut Bodner dan Pardue (1989), umumnya nilai pH berkisar antara 0-14. Kisaran nilai pH 0-6 menunjukkan bahwa suatu larutan adalah asam. Kisaran nilai pH 8-14 menunjukkan bahwa suatu larutan adalah basa. Sedangkan pada nilai pH 7 maka larutan tersebut dikatakan netral.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran nilai pH untuk mengetahui derajat keasaman produk yang dihasilkan. Pengukuran pH dilakukan sebelum netralisasi, pada saat netralisasi dan setelah proses evaporasi (penguapan) dengan oven vakum. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai pH sebelum netralisasi diketahui bahwa pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi berkisar antara 3,95 sampai 4,93. Nilai pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi terendah ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi metanol 40% dan lama reaksi 90 menit yaitu 3,95, sedangkan nilai pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi metanol 10% dan lama reaksi 30 menit yaitu 4,93.

Hasil analisa keragaman (Lampiran 12a) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa faktor konsentrasi metanol (K) dan lama reaksi (t) serta interaksi antara konsentrasi metanol dan lama reaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi. Hasil uji Duncan untuk pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi (Lampiran 12c) menunjukkan bahwa setiap taraf pada faktor konsentrasi metanol (10% (K1), 20% (K2), 30 % (K3) dan 40%(K4)) memberikan hasil yang berbeda nyata satu sama lain. Hasil uji Duncan untuk faktor lama reaksi juga menunjukkan bahwa faktor lama reaksi 30 menit (t1), 60 menit (t2), 90 menit (t3), dan 120 menit (t4) memberikan hasil yang berbeda nyata satu sama lain. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap nilai pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi disajikan pada Gambar 12.

3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 30 60 90 120

Lama reaksi (menit)

Nilai pH sebelum netralisasi 3.00

3.50 4.00 4.50 5.00 5.50

Konsentrasi metanol 10% Konsentrasi metanol 20% Konsentrasi metanol 30% Konsentrasi metanol 40%

Gambar 12. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap nilai pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi

Dari Gambar 12 terlihat bahwa seluruh perlakuan cenderung bersifat asam karena memiliki pH dibawah enam dengan derajat keasaman (nilai pH) yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan. Perbedaan derajat keasaman ini diduga terjadi karena adanya perbedaan kemampuan reaktan metil ester dan natrium bisulfit (NaHSO3) yang bersifat asam untuk membentuk MESA (methyl ester

sulfonic acid) ketika direaksikan dengan sejumlah metanol. Semakin tinggi konsentrasi metanol yang ditambahkan pada campuran reaktan metil ester dan natrium bisulfit (NaHSO3) diduga akan semakin banyak gugus MESA yang terbentuk sehingga menyebabkan derajat keasaman (pH) yang dihasilkan menjadi semakin tinggi pula yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya nilai pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi. Menurut MacArthur et al., (1998), sebelum netralisasi absorpsi gugus SO3 oleh metil ester akan menghasilkan intermediet (II) dan kemudian bereaksi lanjut untuk membentuk intermediet (III). Intermediet (III) ini ketika direaksikan dengan metanol akan membentuk (MESA,

MES murni (purified MES) sebelum netralisasi (yang diduga masih dalam bentuk MESA) kemudian dinetralisasi dengan menambahkan sejumlah NaOH 20% hingga pH MES murni (purified MES) sebelum netralisasi (MESA) mencapai nilai pH netral. Menurut Keena n et al., (1984), reaksi penetralan (netralisasi) didefinisikan sebagai reaksi antara asam dan basa yang masing- masing dalam kuantitas yang ekuivalen secara kimiawi. Suatu larutan akan benar- benar netral jika asam dan basa sama kuat. Bila tidak, maka yang akan diperoleh adalah asam lemah atau basa lemah. Suatu larutan dikatakan bersifat netral bila konsentrasi H+ sama dengan konsentrasi OH-.

Pada penelitian ini proses netralisasi terhadap MESA (methyl ester sulfonate acid) dilakukan dengan tujuan untuk mendorong terbentuknya MES murni (Purified MES), meskipun dengan penetralan ini juga dihasilkan sejumlah air. Menurut Keenan et al., (1984), pada umumnya dengan penetralan semua proton yang tersedia dari asamnya dan semua ion hidroksida dari basanya akan bereaksi membentuk sejumlah air. Keberadaan air dalam MES murni (purified MES) bila dalam jumlah yang tinggi diduga akan mengganggu kinerja MES murni sebagai surfaktan, oleh karena itu pada akhir proses pemurnian dilakukan penguapan (evaporasi) dengan oven vakum pada kondisi suhu 80°C untuk menguapkan sejumlah air yang terbentuk selama proses netralisasi. Pada proses evaporasi ini juga akan menguapkan sejumlah metanol sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa intermediet III pada saat pembentukan gugus MESA.

Pengukuran pH MES murni (purified MES) kembali dilakukan setelah MES murni (purified MES) dievaporasi dengan oven vakum. MES murni (purified MES) hasil evaporasi inilah yang kemudian akan dianalisa dan diaplikasikan lebih lanjut pada detergen bubuk. Dari hasil analisa diketahui bahwa MES murni (purified MES) memiliki nilai pH dengan kisaran antara 6,92 hingga 7,67. Hasil analisa keragaman (Lampiran 13a) dengan tingkat kepercayaan 95% diketahui bahwa faktor konsentrasi metanol (K) dan lama reaksi (t) serta interaksi antara konsentrasi metanol dan lama reaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai pH MES murni (purified MES) setelah evaporasi (Lampiran 13a).

Hasil uji Duncan untuk MES murni (purified MES) setelah evaporasi menunjukkan bahwa faktor konsentrasi metanol 10% (K1) memberikan hasil yang berbeda nyata dengan konsentrasi metanol 20% (K2), 30 % (K3) dan 40% (K4). Faktor konsentrasi metanol 20% (K2) juga memberikan hasil yang berbeda nyata dengan faktor konsentrasi metanol 30% (K3) dan 40% (K4). Hal ini juga terjadi pada taraf konsentrasi metanol 30% (K3) dan 40% (K4) yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata satu sama lain.

Hasil uji Duncan untuk faktor lama reaksi menunjukkan bahwa setiap taraf pada faktor lama reaksi (30 menit (t1), 60 menit (t2), 90 menit (t3) dan 120 menit (t4)) juga memberikan hasil yang berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Dari hasil analisa keragaman secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa setiap taraf baik pada faktor konsentrasi metanol maupun faktor lama reaksi memberikan hasil yang berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya terhadap nilai pH MES murni (purified MES) setelah evaporasi. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap nilai pH MES murni (purified MES) setelah evaporasi disajikan pada Gambar 13.

6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 30 60 90 120

Lama reaksi (menit)

Nilai pH setelah evaporasi

6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 7.80

Konsentrasi metanol 10% Konsentrasi metanol 20% Konsentrasi metanol 30% Konsentrasi metanol 40%

Gambar 13. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap nilai pH MES murni (purified MES) setelah evaporasi

Dari Gambar 13 terlihat bahwa pH MES murni (purified MES) setelah evaporasi memiliki nilai pH yang beragam tetapi secara umum semua perlakuan masih ada dalam batas pH netral. Kondisi pH MES murni (purified MES) sebaiknya tetap berada pada kisaran pH netral karena sangat penting untuk menjaga kestabilan MES murni (purified MES) yang telah terbentuk. Apabila nilai pH terlalu rendah (bersifat asam) maka diduga produk akan mudah terdekomposisi dan jika pH terlalu tinggi (bersifat basa) maka akan banyak terdapat NaOH pada produk yang akan menyebabkan efek negatif untuk proses selanjutnya. Selain itu, menurut Watkins (2001), metil ester sulfonat (MES) memiliki stabilitas hidrolitik yang kurang baik pada pH yang tinggi (basa) dibandingkan dengan surfaktan anionik lainnya, sehingga sulit untuk memformulasi metil ester sulfonat ke dalam sistem alkalin yang mengandung air. Kondisi pH netralisasi MES murni (purified MES) juga harus terkontrol dengan baik untuk menghindari terjadinya hidrolisis produk MES yang telah terbentuk sebelumnya membentuk produk samping yang disebut di-salt (disodium karboksi sulfonat) dan metanol. Reaksi pembentukan di-salt dan metanol akibat terjadinya hidrolisis produk MES disajikan pada Gambar 14.

O O

R CH C OCH3 + NaOH R CH C ONa + CH3OH SO3Na SO3Na

Metil ester sulfonat Basa Di-salt Metanol (MES)

Gambar 14. Reaksi hidrolisis MES membentuk di-salt dan metanol (MacArthur et al., 1998)

Penurunan Tegangan Permukaan MES Murni (Purified MES)

Menurut Shaw (1980), tegangan permukaan didefinisikan sebagai usaha yang dibutuhkan untuk memperluas cairan per satuan luas. Umumnya tegangan permukaan dinyatakan dalam dyne per cm atau mili Newton per meter.

Tegangan permukaan suatu cairan merupakan fenomena dari adanya ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul- molekul yang berada di permukaan. Akibat dari ketidakseimbangan gaya tersebut maka molekul pada permukaan cenderung meninggalkan permukaan (masuk ke dalam cairan) sehingga permukaan cenderung menyusut. Apabila molekul dalam cairan akan pindah ke permukaan untuk memperluas permukaan, maka dibutuhkan usaha untuk mengatasi gaya tarik menarik antar molekul tersebut (Bird et al., 1983).

Pada penelitian ini nilai tegangan permukaan yang diukur adalah nilai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah penambahan MES murni (purified MES). Dari hasil penelitian diketahui bahwa tegangan permukaan air sebelum penambahan MES murni (purified MES) adalah sebesar 65,9 mN/m, sedangkan setelah penambahan MES murni (purified MES) berkisar antara 23,65 hingga 34,45 mN/m. Ini berarti bahwa penambahan MES murni (purified MES) mampu menurunkan tegangan permukaan air antara 31,45 hingga 42,25 mN/m. Bila dipersentasekan maka nilai penurunan tegangan permukaan air setelah penambahan MES murni (purified MES) berkisar antara 47,72 hingga 64,11%. Menurut Pore (1976) di dalam Karlenskind (1993), surfaktan anionik MES dari metil ester palmitat komersial dapat menurunkan tegangan permukaan air sampai 40 mN/m, sedangkan surfaktan alkohol sulfat dapat menurunkan tegangan permukaan air sampai 35 mN/m (Swern, 1979).

MES merupakan salah satu jenis surfaktan anionik. Menurut Matheson (1996), surfaktan anionik yaitu sur faktan yang bermuatan negatif pada bagian hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan. Karakter hidrofilik berasal dari adanya kepala ionik dalam jumlah besar. Pada surfaktan MES, gugus sulfonat merupakan kepala ionik yang bersifat hidrofilik. Gugus hidrofilik dari MES ini akan menurunkan gaya kohesi dari molekul air sehingga akan menurunkan tegangan permukaan air.

Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap penurunan tegangan permukaan digunakan analisa secara statistik menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial. Dari hasil analisa keragaman (Lampiran 14a) pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa faktor konsentrasi metanol (K) dan lama reaksi (t) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan tegangan permukaan air. Interaksi antara kedua faktor tersebut juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan tegangan permukaan air.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa faktor konsentrasi metanol untuk semua taraf (10% (K1), 20% (K2), 30% (K3) dan 40% (K4)) menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap nilai penurunan tegangan permukaan air pada tingkat kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan untuk faktor lama reaksi proses pemurnian untuk semua taraf juga menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap nilai penurunan tegangan permukaan air pada tingkat kepercayaan 95%. Perlakukan konsentrasi metanol 40% dan lama reaksi 90 menit memberikan rata- rata nilai penurunan tegangan permukaan air tertinggi yaitu sebesar 42,25 mN/m atau sebesar 64,11 %. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap tegangan permukaan air setelah penambahan MES murni (purified MES) dtunjukkan pada Gambar 15. Sedangkan Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap penurunan tegangan permukaan air setelah penambahan MES murni (purified MES) disajikan pada Gambar 16.

Gambar 15 menunjukkan nilai tegangan permukaan air setelah penambahan surfaktan MES murni (purified MES). Dari Gambar tersebut terlihat bahwa setiap perlakuan memiliki nilai tegangan permukaan yang berbeda. Perbedaan ini diduga merupakan indikasi jumlah surfaktan yang terbentuk. Semakin rendah nilai tegangan permukaan yang dihasilkan berarti semakin banyak surfaktan MES yang terbentuk. Cara kerja surfaktan MES sebagai bahan pengemulsi dalam menurunkan tegangan permukaan adalah dengan mengumpul pada daerah permukaan dan membentuk lapisan film teradsorpsi.

20.00 24.00 28.00 32.00 36.00 40.00 30 60 90 120

Lama reaksi (menit)

Tegangan permukaan (mN/m) 20.00 24.00 28.00 32.00 36.00 40.00

Konsentrasi metanol 10% Konsentrasi metanol 20% Konsentrasi metanol 30% Konsentrasi metanol 40%

Gambar 15. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap tegangan permukaan air setelah penambahan MES murni

Dokumen terkait