• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14 Marjin Keuntungan q = j - h

a. Pendapatan Tenaga Kerja (%) r (%) = m/q x 100 %

b. Sumbangan Input Lain (%) s (%) = i/q x 100 %

c. Keuntungan Perusahaan (%) t (%) = o/q x 100 %

Sejalan dengan metode Hayami dan Kawagoe, nilai tambah merupakan nilai penjualan dikurangi biaya seluruh input kecuali biaya tenaga kerja. Dengan demikian, nilai tambah merupakan suatu indikasi kesejahteraan yang dihasilkan oleh tenaga kerja dan manajemen melalui tenaga dan keterampilannya (Bourlakis dan Weightman, 2004).

Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan

Balanced Scorecard

Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard merupakan

sistem pengukuran kinerja yang memasukkan ukuran-ukuran finansial dan operasional yang berhubungan dengan tujuan atau target organisasi. Oleh karena itu untuk melakukan pengukuran kinerja dengan teknik tersebut diperlukan satu set indikator yang dapat memonitor perkembangan kinerja dan

selanjutnya dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Dengan

demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran

dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja suatu bisnis.

Suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif, paling tidak harus memiliki

syarat-syarat sebagai berikut (Yuwono et al., 2004) .

a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas, dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja

yang divalidasi oleh pelanggan (customer-validated).

c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif.

d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang kemungkinan perlu diperbaiki.

Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut :

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya, dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.

4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

5. Membangun konsep untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut.

Balanced scorecard melengkapi ukuran finansial kinerja masa lalu

dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran

scorecard diturunkan dari visi dan strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif, yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan (Gambar 5).

Perspektif Inovasi dan Pembelajaran Tujuan Ukuran Perspektif Keuangan Tujuan Ukuran Perspektif Pelanggan Tujuan Ukuran

Perspektif Proses Bisnis Internal Tujuan Ukuran

Gambar 5. Kerangka Kerja Balanced Scorecard (Brewer dan Speh, 2000)

Perspektif Finansial

Ukuran finansial sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba

(Kaplan dan Norton, 1996). Menurut Olve et.al (2003), perspektif finansial

memperlihatkan implementasi strategi keuangan yang mengarah pada keberhasilan finansial, yang berarti menjadi penentu bagi target akhir pada semua perspektif lain dan bertindak sebagai fokus semua tujuan dan pengukuran.

Perspektif Pelanggan

Para pelaku bisnis mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif tersebut biasanya terdiri dari beberapa

ukuran utama atau ukuran generik kerberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik (Kaplan dan Norton,1996).

Sependapat dengan hal tersebut, Olve et al. (2003) menyatakan bahwa

perspektif pelanggan memcerminkan keterkaitan dengan segmen pelanggan dan pasar perusahaan beroperasi dan bersaing dengan yang pesaing lainnya.

Perspektif Proses Bisnis Internal

Kaplan dan Norton (1996) menyatakan bahwa dalam perspektif proses bisnis dan internal, pelaku usaha mengidentifikasi proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik. Proses tersebut memungkinkan unit bisnis untuk memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran serta memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada

kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Olve et al.

(2003) menyatakan bahwa perspektif proses bisnis internal menekankan pada analisis proses internal perusahaan yang meliputi identifikasi sumberdaya dan kapabilitas yang dibutuhkan perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

Perspektif Inovasi dan Pembelajaran

Perspektif keempat dari balanced scorecard, inovasi dan pembelajaran,

mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama inovasi dan pembelajaran perusahaan dihasilkan dari manusia, sistem dan prosedur perusahaan (Kaplan dan Norton,1996). Dalam perspektif inovasi dan pembelajaran, perusahaan tidak hanya mempertimbangkan upaya memelihara dan mengembangkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami dan memuaskan konsumen, melainkan juga harus mempertimbangkan faktor efisiensi dan produktivitas dalam menciptakan nilai

bagi pelanggan (Olve et al., 2003)

Balanced scorecard harus mampu menerjemahkan misi dan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan dan ukuran. Sistem pengukuran kinerja

Balanced scorecard menitikberatkan pada keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran

internal proses bisnis penting, inovasi serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil dan apa yang dicapai perusahaan pada waktu lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Kesimbangan antara semua ukuran hasil yang objektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil yang subjektif dan berdasarkan pertimbangan sendiri. Perusahaan menggunakan

fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen

penting sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 1996). 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.

3. Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.

4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

Manajemen rantai pasokan sebagai suatu integrasi proses bisnis yang kompleks dan dinamis memerlukan suatu sistem yang mampu mengukur kinerja sistem rantai pasokan. Lambert dan Pohlen (2001) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja rantai pasokan dapat meningkatkan kesempatan untuk

proses penyelarasan (aligning processes) pada berbagai pelaku yang terlibat,

penetapan target segmen pasar yang menguntungkan dan mendapatkan keunggulan bersaing melalui pelayanan yang berbeda dan biaya yang rendah. Sebaliknya, apabila sistem pengukuran kinerja rantai pasokan tidak dimiliki oleh para pelaku atau tidak tepatnya sistem pengukuran kinerjanya, akan mengakibatkan beberapa hal, yaitu kegagalan dalam memenuhi harapan konsumen, sub optimasi kinerja unit bisnis atau perusahaan, kehilangan peluang untuk bersaing dan konflik dalam rantai pasokan.

Menurut Hieber (2002) dalam Horvath dan Moeller (2004) terdapat tujuh prinsip dalam pengukuran kinerja rantai pasokan, sebagai berikut.

1. Integrasi dalam manajemen setiap mitra yang terlibat dalam jaringan serta berorientansi pada jaringan, yang berarti evaluasi dari kinerja mitra lokal dan jaringan global.

2. Pendekatan kolaboratif dan orientasi kemitraan : sistem pengukuran kinerja harus membantu seluruh mitra kerja untuk unggul dan menang melalui

jaringan dan harus mengevaluasi kerjasama operasi secara baik dan menyeluruh (seperti, faktor kepercayaan, aliran informasi dan lainnya).

3. Orientasi pada proses bisnis : kinerja jaringan bukan penjumlahan hasil fungsional melainkan hasil akhir dari suatu proses.

4. Pendekatan hirarki yang berorientasi pada multi level : sistem pengukuran kinerja harus mengkaitkan unit operasi terkecil dengan seluruh strategi dan tujuan jaringan sepanjang level organisasi yang berbeda.

5. Pendekatan sistematik yang berorientasi pada model : Sistem pengukuran kinerja hanya dapat efektif apabila dilakukan dalam suatu kerangka yang terintegrasi. Indikator tunggal tanpa keterkaitan dan penyelarasan tidak akan dapat mengendalikan jaringan pada kinerja menuju tujuan yang telah ditetapkan jaringan organisasi.

Sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard

dapat digunakan dalam mengukur kinerja sistem rantai pasokan (Brewer dan Speh, 2000) Secara konseptual keterkaitan manajemen rantai pasokan dengan

balanced scorecard dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Keterkaitan Manajemen Rantai Pasokan dan Balanced

Gambar 6 menunjukkan modifikasi pengukuran kinerja Balanced Scorecard yang digunakan untuk mengembangkan kerangka menyeluruh untuk mengukur kinerja rantai pasokan. Brewer dan Speh (2000) mengajukan 16

ukuran kinerja yang dikembangkan dari konsep Balanced Scorecard. Indikator

kinerja tersebut disusun berdasarkan perubahan filsafat dari perspektif internal (pengukuran individual perusahaan) ke perspektif antar fungsional dan perspektif

kemitraan. Dengan perkataan lain, Balanced Scorecard menganjurkan

pengukuran yang terintegrasi dalam suatu korporasi, kemudian dilengkapi dengan pengukuran yang tidak terintegrasi, yang memotivasi karyawan untuk berpandangan bahwa kesuksesan perusahaannya merupakan bagian dari kesuksesan keseluruhan rantai pasokan dan perusahaannya tidak dapat sukses tanpa perusahaan lain dalam suatu jaringan rantai pasokan.

Gambar 7. Kerangka konseptual sistem pengukuran kinerja manajemen

rantai pasokan menggunakan Balanced Scorecard

Dalam pengembangannya, Brewer dan Speh (2000) juga menyampaikan suatu kerangka konseptual sistem pengukuran kinerja manajemen rantai

pasokan dengan menggunakan Balanced Scorecard, seperti yang terlihat dalam

Gambar 7 di atas. Keempat perspektif (pelanggan, keuangan, proses bisnis serta inovasi dan pembelajaran) dirancang berdasarkan kepada filsafat sistem pengukuran yang bersifat antar organisasional

Pendekatan Sistem dan Dinamika Sistem

Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal berikut : (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional (Eriyatno, 2003).

Dalam pendekatan berpikir sistemik dikenal adanya suatu paradigma yang menyatakan bahwa suatu perubahan (perilaku atau dinamika) dimunculkan oleh suatu struktur (unsur-unsur pembentuk yang saling bergantung, interdependen). Untuk fenomena sosial strukturnya akan terdiri dari struktur fisik dan struktur pembuatan keputusan (oleh aktor-aktor dalam sistem) yang saling berinteraksi. Struktur fisik dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran orang, barang, energi dan bahan. Sedangkan struktur pembuatan keputusan dibentuk oleh akumulasi dan jaringan aliran informasi yang digunakan oleh aktor-aktor (manusia) dalam sistem yang menggambarkan kaidah-kaidah proses pembuatan keputusannya (Tasrif, 2004).

Esensi berpikir sistemik menurut Senge (1990) adalah sebagai berikut.

1. Mengkaji hubungan saling bergantung (dipengaruhi dan dapat mempengaruhi atau umpan balik), bukan hubungan sebab akibat searah,

2. Mengkaji adanya proses-proses perubahan (proses yang berlanjut, on

going processes), bukan potret-potret sesaat.

Berdasarkan hal tersebut, prinsip-prinsip untuk membuat model dinamik adalah seperti yang terdaftar di bawah ini (Sterman, 1993 dalam Tasrif ,2004).

1. Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus dibedakan di dalam model.

2. Adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model.

3. Aliran-aliran yang berbeda secara konseptual, di dalam model harus dibedakan.

4. Hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusannya.

5. Struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model harus sesuai dengan praktek-praktek manajerial.

6. Model harus handal/ tahan uji (robust) dalam kondisi-kondisi ekstrim.

Dinamika sistem merupakan salah satu metodologi yang digunakan dalam pendekatan sistem dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk menganalisa dan memecahkan masalah rumit dengan fokus pada analisa dan disain kebijakan (Sterman, 2000). Metodologi dinamika sistem berhubungan erat dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem tersebut dengan bertambahnya waktu (Angerhofer dan Angelides, 2000).

Penggunaan metodologi tersebut lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pengertian mengenai bagaimana tingkah laku sistem di atas muncul dari strukturnya. Pengertian tersebut sangat penting dalam perancangan kebijaksanaan yang efektif. Persoalan-persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan menggunakan metodologi dinamika sistem adalah masalah yang memiliki ciri sebagai berikut (Tasrif, 2004).

1. Mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu)

2. Struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan

balik (feedback structure)

Penelitian pemodelan dinamika sistem dalam manajemen rantai pasokan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : (1) pemodelan untuk membangun teori; (2) pemodelan untuk memecahkan masalah; dan (3) untuk memperbaiki

pendekatan pemodelan (Angerhofer dan Angelides, 2000). Menurut Bell et al.

(2003), tahapan dalam membuat model yang menggunakan metodologi dinamika sistem di dalam memahami dinamika manajemen rantai pasokan dapat dirinci sebagai berikut.

Harga Penjualan Persediaan Produk Permintaan Persediaan Produk Prediksi Penjualan -+ + -+

-• Memahami dan mengkaji sistem

Dalam langkah ini terlebih dahulu harus didefinisikan batas model yang akan dikaji sebelum model tersebut dikaji. Batas model tersebut memisahkan proses-proses yang menyebabkan adanya tendensi internal yang diungkapkan dari proses-proses yang mempresentasikan pengaruh-pengaruh eksogenus. Batas model tersebut akan menggambarkan cakupan analisis dan akan berdasarkan kepada isu-isu yang ditujukan oleh analisis tersebut dan akan meliputi semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu tersebut.

• Mengembangkan diagram sebab akibat (causal loop) dari sistem.

Setelah batas model dapat didefinisikan, suatu struktur lingkar umpan balik (feedback loops) yang berinteraksi barulah dapat dibentuk. Struktur umpan balik tersebut merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup.

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Sistem Persediaan dalam

Rantai Pasokan (Bell et al. ,2003)

• Mengembangkan diagram alir (level, dan rate) dari sistem

Berdasarkan lingkar sebab akibat dibangun diagram level ,dan rate dari

sistem. Dalam diagram tersebut akan digambarkan berbagai interaksi/hubungan antar entitas dalam sistem. Pengembangan diagram

level, dan rate tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak seperti

Permintaan_Persediaan

Harga

Prediksi_Penjualan Persediaan

Penjualan

Gambar 9. Diagram Sistem Persediaan dalam Rantai Pasokan

(Bell et al., 2003)

• Mengembangkan model dari sistem

Dalam langkah ini, model diformulasikan sebagai representasi atau abstraksi dari seluruh interaksi yang terjadi pada sistem yang dikaji.

• Menguji asumsi model

Setelah model eksplisit suatu persoalan diformulasikan, dilakukan suatu kumpulan pengujian terhadap kesahihan model dan sekaligus pula mendapatkan pemahaman terhadap tendensi-tendensi internal sistem.

• Melakukan simulasi

Simulasi dilakukan untuk menilai dampak perubahan-perubahan parameter terhadap sistem yang dikaji.

• Menyampaikan rekomendasi kebijakan

Berdasarkan hasil simulasi akan dihasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat dalam upaya mencapai tujuan sistem.

Industri Teh

Perkebunan teh yang pertama di Indonesia dimulai pada tahun 1828 (Spillane, 1992). Sejak saat itu industri teh Indonesia mulai berkembang. Pada saat itu, yang dimaksud dengan industri teh adalah industri yang mengolah

yang dihasilkan terdiri dari tiga jenis, yaitu teh hitam, teh hijau dan teh oolong. Perbedaan ketiga jenis teh curah tersebut ditentukan oleh proses pengolahannya. Pengolahan teh hitam dilakukan dengan serangkaian proses fisik dan mekanis yang diikuti dengan proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Pada teh hijau dalam proses pengolahannya tidak dilakukan proses fermentasi, sedangkan teh oolong merupakan hasil olahan semi fermentasi (Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1994). Tahapan pengolahan teh hitam dan teh hijau disajikan pada Gambar 10 dan 11 berikut ini.

Gambar 10. Diagram Alir Pengolahan Teh Hitam Orthodox (Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1994; Unilever Bestfoods

Gambar 11. Diagram Alir Pengolahan Teh Hijau

(Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1994;Unilever Bestfoods Beverages, 2003)

Rantai pasokan industri teh merupakan jaringan logistik yang kompleks karena terdiri dari lima level, yaitu budidaya kebun teh, industri teh curah, industri teh hilir, distribusi dan ritel. Budidaya kebun teh dan industri teh curah merupakan bisnis hulu, sedangkan industri teh hilir, distribusi dan ritel merupakan bisnis hilir (Gambar 12).

Upaya pengembangan industri teh memerlukan suatu pendekatan bisnis yang didasarkan kepada sinergi strategi bersaing setiap pelaku usaha yang terdapat di sepanjang rantai pasokan industri teh. Strategi rantai pasokan yang dilakukan pelaku industri teh di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut. (1) Pelaku agroindustri dalam melakukan usahanya melakukan strategi integrasi

vertikal (vertical integration) dengan memiliki bisnis hulu dan bisnis hilir dalam

satu kelompok usaha. Gumbira-Sa’id dan Intan (2004) menyatakan bahwa integrasi vertikal dalam arti mikro adalah suatu perusahaan yang bergerak pada dua atau lebih level dalam suatu sistem komoditas. Integrasi vertikal dapat menjamin resiko kekurangan bahan baku bagi indsutri pengolahan, menjamin pemasaran produk, melindungi diri dari perilaku pesaing yang dapat membahayakan kelanjutan usaha, melindungi diri dari permainan yang tidak adil oleh pelaku bisnis dari level yang lain dalam suatu sistem komoditas.

(2) Pelaku agroindustri yang melakukan strategi kordinasi vertikal (vertical

coordination) dari hulu ke hilir. Pelaku agroindustri tersebut tidak memiliki bisnis hulu dan hilir secara keseluruhan dalam satu kelompok usaha, kemudian melakukan kemitraan dengan beberapa pelaku bisnis hulu dan bisnis hilir lainnya (penyimpanan, distribusi dan ritel). Koordinasi vertikal merupakan keterkaitan antar pelaku pemasaran dan produksi suatu

komoditas dalam suatu entitas keputusan ( Cramer et al., 2001)

Gambar 12. Rantai Pasokan Industri Teh

Budidaya Kebun Teh

Industri Teh Curah

Industri Hilir

Teh Distribusi Retail

Bisnis Hilir Bisnis Hulu

Penelitian Sebelumnya Terkait dengan Topik yang Dikaji

Berdasarkan hasil penelusuran karya ilmiah, terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan topik penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian yang terkait tersebut didaftar di bawah ini.

1. Goncalves et al. (2004) meneliti mengenai umpan balik antara kinerja rantai

pasokan dan variasi permintaan dalam sistem produksi yang digunakan oleh manufaktur semi konduktor. Penelitian tersebut menggunakan metodologi dinamika sistem. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh interaksi penjualan dan produksi mengakibatkan rantai pasokan menjadi labil dan kinerja rata-rata yang lebih rendah.

2. Castiaux (2004) meneliti tentang pembelajaran pengetahuan pada suatu

kemitraan antar organisasi dalam suatu rantai pasokan. Penelitian tersebut menggunakan metodologi dinamika sistem. Penelitian tersebut berhasil memodelkan pengaruh yang berbeda dari kemitraan antar organisasi dalam menciptakan pengetahuan baru dalam organisasi.

3. Bezemer dan Akkermans (2003) meneliti mengenai pemahaman terhadap

waktu tunda dalam dinamika rantai pasokan semi konduktor. Dalam penelitian tersebut dirancang suatu simulasi kebijakan manajemen rantai pasokan menggunakan dinamika sistem. Simulasi tersebut menghasilkan kebijakan yang paling efektif dalam memperbaiki kinerja rantai pasokan dan penjualan, seperti pengembangan kapasitas yang agresif, target pemanfaatan kapasitas yang rendah dan persediaan penyangga produk akhir yang lebih tinggi. Kinerja rantai pasokan yang diukur adalah kualitas, biaya, waktu dan fleksibilitas.

4. Malloy (2004) melakukan penelitian mengenai pemodelan dampak keputusan pengembangan produk terhadap siklus hidup biaya dalam rantai pasokan industri pesawat terbang . Studi kasus menggunakan metodologi dinamika sistem dilakukan pada industri pesawat tidak berawak. Penelitian tersebut menghasilkan suatu model yang menunjukkan interaksi yang rumit antara kebutuhan misi, tingkat kegagalan kebijakan pemesanan serta menghasilkan model simulasi yang mampu mengukur dampak jangka panjang dari keputusan arsitektur produk.

5. Panov dan Shiryaev (2003) melakukan penelitian manajemen adaptif rantai

pasokan dalam kondisi permintaan yang berubah-ubah. Dalam penelitian tersebut dilakukan pemodelan dinamika sistem rantai pasokan manufaktur

generik dengan mempertimbangkan masalah dalam penentuan strategi adaptif yang efektif dalam produksi, tingkat pasokan dan harga yang mengikuti level persediaan dan situasi pasar melalui estimasi kurva permintaan.

6. Al-Qatawneh et al. (2004) meneliti mengenai dinamika rantai pasokan jasa

pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi dinamika sistem. Penelitian tersebut menghasilkan kerangka dinamika sistem yang terintegrasi untuk analisa dan pemodelan rantai logistik jasa pelayanan kesehatan.

7. Marquez (2004) melakukan penelitian mengenai pemodelan dinamis rantai

pasokan maya (virtual). Penelitian tersebut bertujuan untuk menjelaskan

model dinamis yang mampu membantu investasi yang direncanakan untuk memperbaiki harapan persepsi konsumen mengenai atribut, meningkatkan penjualan, pendapatan dan pangsa pasar.

8. Adiarni et al. (2005) melakukan penelitian mengenai rekayasa sistem rantai

pasokan berbasis jaringan pada bahan baku agroindustri farmasi. Penelitian tersebut menghasilkan model sistem pasokan bahan baku agroindustri farmasi berbasis jaringan yang mampu mengoptimalkan manfaat finansial, sosial bagi anggota jaringan dan hubungan yang

berkelanjutan. Penelitian tersebut menggunakan berbagai perangkat (tools)

dari pendekatan sistem, seperti Interpretative Structure Modelling,

Analytical Hirarchy Process, Analisis Finansial (IRR, NPV, PP) dan Quality Function Deployment .

9. Strohhecker (2004) melakukan penelitian mengenai eksperimen berbasis

simulasi untuk menguji teori perbaikan kinerja yang terkandung dalam

Balanced Scorecard. Penelitian tersebut menggunakan metodologi

dinamika sistem. Hasil penelitian tersebut menunjukkan indikasi pengaruh

Balanced Scorecard dalam kinerja intraorganisasi yang berlebihan.

10. Van Der Vorst et al. (1998) melakukan penelitian mengenai manajemen

rantai pasokan dalam rantai pangan salad yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja dengan mengurangi ketidakpastian. Dalam penelitian tersebut diidentifikasi sumber ketidakpastian dalam manajemen rantai pasokan seperti peramalan permintaan, data input, proses keputusan dan administrasi. Pada setiap sumber ketidakpastian tersebut, diidentifikasi beberapa prinsip pengembangannya. Dalam penelitian tersebut dibuat

model simulasi untuk membantu mengkuantifikasikan pengaruh alternatif konfigurasi dan konsep manajemen operasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengurangan ketidakpastian dapat memperbaiki level pelayanan secara nyata.

11. Narasimhan dan Kim (2002) meneliti mengenai pengaruh integrasi rantai pasokan dalam hubungan antara diversikasi dan kinerja pada perusahaan Jepang dan Korea. Strategi integrasi rantai pasokan harus dievaluasi dalam kaitannya dengan strategi produk dan pasar. Penelitian tersebut menggunakan analisis regresi, hasilnya menujukkan strategi integrasi rantai pasokan memodifikasi hubungan antara diversifikasi dan kinerja.

12. Roeterink et al. (2003) meneliti mengenai upaya perbaikan kinerja logistik

pada perusahaan pangan dengan menggunakan model dinamika sistem untuk rantai pasokan internal. Indikator kinerja yang diteliti adalah level persediaan produk, waktu tunggu penyampaian, ketersediaan penyampaian dan keuntungan. Dalam penelitian tersebut disimulasikan lima kebijakan perusahan yang mempengaruhi indikator kinerja logistik.

Selain itu, Giannoccaro dan Pontrandolfo (2001) menyusun taksonomi

Dokumen terkait