• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banjir dan Penanggulangannya

BAB I PENDAHULUAN

2.4 Banjir dan Penanggulangannya

Menurut Undang-Undang No 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologisa

Bencana merupakan peristiwa abnormal atau luar biasa dan diluar kebiasaan yang jarang terjadi, sehingga ketika bencana terjadi, masyarakat terdampak akan dipaksa untuk melakukan berbagai hal yang belum/tidak biasa dilakukan. Bencana tidak bisa ditebak atau diprediksi; meski dari analisa jaringan pemantauan bencana diketahui akan terjadi kejadian bencana namun tidak secara terperinci dan berbagai perubahan dapat terjadi.

Bencana dapat diartikan sebagai fenomena yang kompleks dimana kegiatan dan aktor yang terlibat dalam penanggulangan bencana sangat banyak dan beragam. Kompleksitas tersebut tidak hanya ada pada masa tanggap darurat tapi juga pada tahapan lain dalam manajemen penanggulangan bencana, banyak aktor akan mengambil bagian dengan berbagai peran dan fungsi. Tampak bahwa bencana apapun namanya akan memberikan dampak yang merugikan baik bagi manusia, maupun lingkungan. Persoalannya adalah, jika bencana itu tidak dapat dihindari ataupun diprediksi kedatangannya.

Sebagai proses alam, banjir adalah hal yang biasa terjadi dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Banjir merupakan suatu keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Banjir terjadi karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung

saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. Saat banjir, terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah yang luar biasa. Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan sedimen itu disebarkan sehingga membentuk dataran.

Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut.

Begitupula yang terjadi di Kabupaten Serang. Beberapa daerah di wilayah Kabupaten Serang merupakan daerah rawan bencana, khususnya banjir. Bencana banjir terbesar yang pernah melanda Kabupaten Serang terjadi pada tahun 2012. Bencana Banjir yang merendam sebagian besar wilayah Serang Timur. Pemukiman warga di sepanjang bantaran daerah aliran sungai Ciujung terendam banjir, bahkan hingga merendam ruas jalan tol Jakarta-Merak (Data BPBD Kabupaten Serang, 2012).

Curah hujan yang ekstrem, menyebabkan banjir dibeberapa kabupaten di Provinsi Banten. Selain itu, semakin padatnya pemukiman penduduk yang menyebabkan penyempitan aliran sungai, musim pasang air laut, kebersihan yang kurang, drainase yang tidak terawat, dan kurangnya tahan resapan juga menjadi beberapa penyebab banjir tersebut (Kompas, 2012).

Penanggulangan bencana banjir dapat dilakukan dengan beberapa hal, salah satunya penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan (Saud, 2007). Daerah aliran sungai yang seharusnya tidak dipenuhi dengan banyaknya bangunan dan sampah. Hal lain yang dapat diupayakan dalam penanggulangan banjir adalah tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah yang sering menimbulkan banjir serta mengupayakan pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai. Belakangan ini sedang gencar adanya sterilisasi daerah pinggir sungai dan relokasi pemukiman disekitar bantaran sungai oleh Pemerintah Daerah setempat.

Berikutnya hal yang juga perlu dilakukan adalah tidak membuang sampah ke dalam sungai. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan memang merupakan salah satu penyebab terjadinya bencana banjir. Tidak dapat dipungkiri, selain disebabkan oleh alam, banjir juga terjadi karena disebabkan oleh ulah manusia. Salah satu upaya yang dilakukan dalam penanggulangan banjir, Pemerintah mengadakan program pengerukan sungai, juga program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir. Terakhir, upaya yang disarankan untuk dilakukan yaitu pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut.

Penanggulangan bencana mempunyai beberapa tahapan, yaitu prabencana, saat terjadi bencana, dan paska bencana. Semua proses dalam semua tahapan itu sangat membutuhkan data dan informasi bencana. Pada tahap pra-bencana,

misalnya, pembuatan peta rawan bencana tentu salah satu sumbernya adalah data series bencana yang terjadi di daerah terkait. Tindakan tanggap darurat juga merupakan kegiatan yang membutuhkan kajian cepat begitu bencana terjadi untuk mendapatkan data dan informasi mengenai lokasi dan dampak bencana untuk dapat segera ditindaklanjuti dengan aksi tanggap darurat. Pada masa paska bencana ada program kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi yang hanya bisa dilakukan setelah ada data dan informasi mengenai dampak bencana (Mutianingrum, 2017).

Salah satu penelitian di Hilo, Hawaii menunjukan salah satu kegagalan penanganan bencana alam yang diakibatkan oleh miss communication dalam penanganan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sehingga memakan banyak korban jiwa. Penelitian yang dilakukan melalui wawancara dengan para korban selamat dari bencana tsunami di Hilo pada tahun 1946 dan 1960, menemukan bahwa pada bencana tersebut telah terjadi kesalahan prosedur dan koordinasi pemerintah, sehingga terjadi keterlambatan publikasi informasi ancaman bencana dari Pemerintah melalui beberapa instansi dan kepolisian setempat, Hawaii dan Hilo. Penelitian tersebut juga menemukan telah terjadi miskomunikasi antara pemerintah dan media massa. Salah satunya adalah pada bencana tsunami tahun 1960, beberapa saat setelah gelombang pertama yang tak begitu besar, media massa menyampaikan berita kepada publik melalui radio di Hawaii bahwa tidak akan ada gelombang besar susulan atau gelombang tsunami dalam satu jam ke depan. Akibatnya, bencana tsunami tersebut memakan banyak korban jiwa.

Penelitian diatas membuktikan bahwa dalam penanganan bencana diperlukan prosedur yang sesuai. Selain itu komunikasi dalam penanganan bencana alam juga diperlukan untuk memperlancar penyampaian pesan oleh pihak yang bertugas melakukan penanggulangan bencana alam kepada para korban, masyarakat umum dan juga kepada sesama instansi yang terlibat dalam penanggulangan tersebut.

Dokumen terkait