• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banyak psikopatologi berupa discriminative insight yang sangat menggangu, gangguan asosiasi berupa hemmung, sperrung, autisme,

Dalam dokumen Skenario A gangguan bipolar. Skenario Kasus (Halaman 23-40)

depresi berat.

Kesimpulan : Ada gangguan RTA. a. Bagaimana interpretasi :

Discriminative insight yang terganggu: adanya gangguan dalam

pengertian akan diri sendiri dan apa yang ia alami.  Gangguan asosiasi.

1. Hammung: gangguan pikiran yang terhambat (stop) sehingga bicaranya hanya satu atau dua kata.

2. Sperung: gangguan pikiran yang terhalang (blocking) sehingga menolak untuk bicara sama sekali.

3. Autisme: pasien dalam keadaan terpengaruh oleh pikiran dan perilaku yang cenderung terarah pada dirinya sendiri dan realitas tidak dapat dibedakan dengan khayal meski diberi penyuluhan oleh orang lain.

4. Depresi berat: pasien mengalami keadaan selalu sedih, menangis tanpa sebab serta percobaan bunuh diri.

5. Gangguan RTA: adanya gangguan dalam menilai realitas. 9. a. Gangguan apa yang mungkin terjadi pada kasus ini?

Jawab :

Indikator Skenario F. 31.5 F. 31.4 F. 31.1 F. 31.3

Afagia √ √ √ -

√/-Gagal melakukan pekerjaan √ √ √ √

√/-Retardasi psikomotor √ √ √ √

√/-Merasa Bersalah √ √ √ -

√/-Cepat merasa Lelah √ √ √ -

√/-Tidak Mau Berbicara √ √ √ -

√/-Energi Bertambah - - - √

-Hiperaktivitas - - - √

-Hobiberbelanja/ Boros - - - √

-Halusinasi /Waham √ √ - -

√/-Keinginan atau rencana untuk bunuh diri

√ √ √ -

√/-Keterangan :

F31.5 : Gangguan afektif bipolar episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

F31.4 : Gangguan afektif bipolar episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik

F31.1 : Gangguan afektif bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik

F31.3 : Gangguan afektif bipolar episode kini depresif ringan atau sedang

b. Gangguan apa yang paling mungkin terjadi pada kasus ini? Jawab :

Gangguan multiaksial

Aksis I F31.5 Gangguan afektif bipolar episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

Aksis II F60.7 gangguan kepribadian dependen Aksis III Tidak ada

Aksis IV Masalah ekonomi Aksis V GAF =10-0

c. Komponen apa yang terlibat dalam gangguan tersebut? Jawab :

Faktor biologis

Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenik seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA), dan 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) di dalam darah, urine, dan cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood yang disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenik.

Amin biogenik:

 Norepinefrin

Reseptor beta adrenergik dan respon antidepresan klinis mungkin adalah satu potongan data yang menunjukkan peranan langsung terhadap sistem noradrenergik pada depresi. Bukti lain adanya keterlibatan reseptor presinaps beta2 adrenergik pada depresi, aktivasi reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan.

 Serotonin

Serotonin telah menjadi neurotransmiter amin biogenik yang paling lazim dikaitkan dengan depresi. Kekurangan serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di dalam cairan serebrospinal serta konsentrasi tempat uptek serotonin yang rendah pada trombosit.

 Dopamin

Aktivasi dopamin berkurang pada depresi dan meningkat pada mania. Dua teori terkini mengenai dopamin dan depresi adalah bahwa jaras dopamin mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.

Faktor neurokimia lain

Asam amino glutamat dan glisin tampaknya menjadi neurotransmiter eksitasi utama pada sistem saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan

dengan reseptor N-metil-D-aspartad (NMDA), jika berlebihan, dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin juga glutamat bersama dengan hiperkortisolemia memerantari efek neurokognitif pada stres kronis.

Regulasi neuroendokrin

Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin dan juga menerima berbagai input saraf melalui neurotransmiter amin biogenik. Aksis neuroendokrin utama yang dimaksud di sini adalah aksis adrenal, tiroid, serta hormon pertumbuhan. Kelainan neuroendokrin lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood mencakup berkurangnya sekresi melatonin nokturnal, pelepasan prolaktin pada pemberian triptofan, kadar basal folicle stimulating hormon (FSH) dan

luteinizing hormone (LH), serta kadar testosteron pada laki-laki.

Pertimbangan neuroanatomis

Baik gejala gangguan mood maupun temuan riset biologis menyokong hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patologi sistem limbik, ganglia basalis, dan hipotalamus. Orang dengan gangguan neurologis ganglia basalis dan sistem limbik (terutama lesi eksitasi pada hemisfer non dominan) cenderung menunjukkan gejala depresif. Sistem limbik dan ganglia basalis berhubungan sangat erat, serta sistem limbik dapat memainkan peranan penting dalam menghasilkan emosi. Perubahan tidur,, nafsu makan, dan perilaku seksusal serta perubahan biologis menurut pengukuran endokrin, imunologis, dan kronobiologis pada pasien depresi mengesankan adanya disfungsi hipotalamus. Postur bungkuk, kelambatan motorik, dan hendaya kognitif ringan pada pasien depresi, serupa dengan tanda gangguan ganglia basalis, misalnya penyakit Parkinson dn demensia subkorikal lain.

d. Bagaimana mengatasinya secara komprehensif? Jawab :

Di bawah ini adalah obat-obat yang dapat digunakan : (Stabilisator Mood)

1. Litium

Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Ia lebih superior bila dibandingkan dengan plasebo.

Farmakologi

Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium dieksresikan dalam bentuk utuh hanya melalui ginjal.

Indikasi

Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan GB.

Dosis

Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.

Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.

Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.

Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banya meminum air.

Pemeriksaan Laboratorium

Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.

Wanita Hamil

Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin. Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi secara klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya,

wanita tersebut harus disupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan.

2. Valproat

Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.Valproat tersedia dalam bentuk:

1. Preparat oral;

a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat adalah sama (1:1)

b. Asam valproat c. Sodium valproat

d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.

e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 2. Preparat intravena

3. Preparat supositoria

Farmakologi

Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.

Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 g/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 g/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 g/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 g/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 g/mL.

Indikasi

Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak Dan remaja, serta GB pada lanjut usia.

Efek Samping

Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, Dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.

Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.

Farmakokinetik

Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak Dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.

Indikasi

Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.

Dosis

Berkisar antara 50-200 mg/hari.

Efek Samping

Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di kulit.

(Antipsikotika Atipik)

Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon,quetiapin, dan aripiprazol.

Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.

Absorbsi

Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.

Dosis

Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan.Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg -50 mg per dua minggu.

Indikasi

Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan

Efek Samping

Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon.

2. Olanzapin

Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan 1- adrenergik.

Indikasi

Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.

Dosis

Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.

Efek Samping

Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.

3. Quetiapin

Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5- HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik 1 dan 2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.

Dosis

Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.

Indikasi

Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.

Efek Samping

Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.

4. Aripiprazol

Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.

Farmakologi

Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, 1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site

(SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.

Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg Dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.

Indikasi

Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.

Efek Samping

Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc.

(Antidepresan)

Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka

panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik

(Intervensi Psikososial)

Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya,

cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi

interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi.

(www.pdskji.org)

e. Apa yang terjadi bila tidak diatasi secara komprehensif? Jawab :

Bisa terjadi kekambuhan

f. Apa gangguan ini bisa diatasi secara tuntas dan bagaimana peluangnya? Jawab :

Dubia 10. KDU

Jawab :

3A. Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Jawab :

Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-quran). (Q.S. Al-Kahfi :6)

2.6 Hipotesis

Ny. Cek Ela 40 tahun mencoba bunuh diri untuk kedua kalinya, selalu sedih dan menangis tanpa sebab karena gangguan kepribadian dan perilaku.

2.7 Kesimpulan

Ny. Cek Ela 40 tahun mencoba bunuh diri untuk kedua kalinya, selalu sedih dan menangis tanpa sebab karena gangguan multiaksial.

2.8 Kerangka Konsep Premorbid

gangguan afektif

Stesor (masalah ekonomi / aksis IV)

) Psikopatologi

Gangguan biologi otak

Gangguan mood Episode depresi Percobaan bunuh diri Episode manik ( 2 tahun yll) Cenderung normal/maintance Sedih dan menangis tanpa sebab Gangguan afektif hipotimia Gembira berlebihan Banyak bicara Dan

beraktivitas Sering keluyuran Belanja Dan boros

Gejala psikotik

Waham

Halusinasi akustik

DAFTAR PUSTAKA

Gangguan afektif bipolar episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

Gangguan kepribadian dependen GAF scale turun Masalah ekonomi Aksis V Aksis IV Aksis I Aksis II multiaksial

Penurunan neurotransmiter serotonin ,norepineprin, dopamin kortisol Peningkatan hormon kortisol, neurotransmiter norepineprin,dopamin

 Perubahan afektif (episode depresi)  Halusinasi auditori

Ingin bunuh diri Perubahan afektif (episode manik )

stresor kepribadian dependen

sistem limbik (hipotalamus, amigdala, dan hipokampus) terganggu

Sumber: Kurt, J. Issebacher. 1999. Horison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit

Dalam dokumen Skenario A gangguan bipolar. Skenario Kasus (Halaman 23-40)

Dokumen terkait