BAB I PENDAHULUAN
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam perencanaan Gedung Apartemen Wang Residence adalah
1) Perencanaan menggunakan teknologi beton pracetak (non-prategang) pada semua elemen struktur kecuali dinding geser menggunakan sistem cor setempat (cast in site)
2) Perencanaan tidak meninjau dari segi produksi beton pracetak, segi analisis anggaran biaya dan manajemen konstruksi, metode pelaksanaan dan tidak memperhitungkan electrical dan plumbing.
3) Menggunakan program bantu ETABS, spColumn, AutoCad.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari perencanaan ini adalah : 1) Memahami perancangan metode beton pracetak pada
struktur gedung bertingkat.
2) Mengetahui hal-hal apa aja yang perlu diperhatikan saat perencanaan struktur sehingga kegagalan struktur dapat dihindari.
3) Menjadi acuan bagi pembaca tentang pembangunan dengan menggunakan metode beton pracetak.
4) Menambah wawasan penulis tentang metode beton pracetak sehingga bermanfaat di masa mendatang ketika memasuki dunia kerja
Gambar 1. 1 Denah Eksisting
Lokasi denah yang akan dimodifikasi.
6
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas jurnal-jurnal dan dasar teori menyangkut perencanaan Gedung Apartemen Wang Residence secara umum dengan menggunakan beton pracetak secara khusus.
2.2 Beton Pracetak
Sebenarnya beton pracetak tidak berbeda dengan beton biasa. Namun yang menjadikan berbeda adalah metoda pabrikasinya. Pada umumnya dianggap bahwa penggunaan beton pracetak lebih ekonomis dibandingkan dengan pengecoran ditempat dengan alasan mengurangi biaya pemakaian bekisting, mereduksi biaya upah pekerja karena jumlah pekerja relatif lebih sedikit, mereduksi durasi pelaksanaan proyek sehingga overhead yang dikeluarkan menjadi lebih kecil (Ervianto,2006).
dibandingkan cast in-situ teknologi beton pracetak mempunyai beberapa keunggulan keunggulan yaitu :
1) Kemudahan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian biaya serta jadwal pekerjaan.
2) Tenaga yang dibutuhkan tiap unit komponen lebih kecil dikarenakan pelaksanaan pekerjaan dimungkinkan secara seri.
3) Menggunakan tenaga buruh kasar sehingga upah relatif lebih murah.
4) Waktu konstruksi yang relatif lebih singkat karena pekerja lapangan (di lokasi proyek) hanya mengerjakan cast in-situ dan kemudian menggabungkan dengan komponen-komponen beton pracetak.
5) Beton dengan mutu prima dapat lebih mudah dicapai di lingkungan pabrik.
6) Produksinya hampir tidak terpengaruh cuaca .
7) Biaya yang dialokasikan untuk supervisi relatif lebih kecil, hal ini disebabkan durasi proyek yang lebih singkat.
8
8) Kontinuitas proses konstruksi dapat terjaga sehingga perencanaan kegiatan dapat lebih akurat.
2.3 Tinjauan Elemen Pracetak
Struktur beton pracetak adalah suatu kesatuan struktur dari beberapa komponen struktur pracetak yang berhubungan satu sama lain yang mampu menahan beban gravitasi dan angin (ataupun gempa).Pada umumnya kerangka bangunan yang dibangun berupa perkantoran, gedung parker, sekolah, tempat perbelanjaan dan gedung-gedung lainnya.Jumlah dari beton dalam kerangka bangunan pracetak adalah kurang dari 4% dari volume kasar gedung dan 2/3 dari angka tersebut merupakan pelat lantai. Sebagai contoh suatu pusat perbelanjaan dan gedung parkir (2001) elemen beton pracetaknya berupa kolom, balok, pelat lantai, tangga dan pengaku diagonal (Kim S. Elliot, 2002).
Perhitungan beton pracetak pada umumnya sama dengan perhitungan bangunan beton konvensional pada umumnya.
Perbedaannya terdapat pada metode pelaksanaan dan saat detail sambungan dari elemen-elemen struktur gedung pracetak tersebut.
2.3.1 Pelat
Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur.
Dalam PCI Design Handbook 6th Edition Precast and Prestressed Concrete, ada tiga macam pelat pracetak (precast slab) yang umum diproduksi dan digunakan sebagai elemen pracetak, antara lain :
1) Pelat Pracetak Berlubang (Hollow Core Slab)
Pelat ini merupakan pelat pracetak dimana ukuran tebal lebih besar dibanding dengan pelat pracetak tanpa lubang. Biasanya pelat tipe ini menggunakan kabel pratekan. Keuntungan dari pelat jenis ini adalah lebih ringan, tingkat durabilitas yang tinggi dan ketahanan terhadap api sangat tinggi. Pelat jenis ini memiliki lebar
rata-rata 2 hingga 8 feet dan tebal rata-rata 4 inchi hingga 15 inchi.
Gambar 2. 1 Pelat Pracetak berlubang (Hollow Core Slab) (Sumber : PCI Design Handbook 6th Edition) 2)Pelat Pracetak tanpa Lubang (Solid Slabs)
Adalah pelat pracetak dimana tebal pelat lebih tipis dibandingkan dengan pelat pracetak dengan lubang.
Keuntungan dari penggunaan pelat ini adalah mudah dalam penumpukan karena tidak memakan banyak tempat. Pelat ini bisa berupa pelat pratekan atau beton bertulang biasa dengan ketebalan dan lebar yang bervariasi. Umumnya bentang dari pelat ini antara 5 hingga 35 feet. Pada perencanaan ini pelat yang digunakan adalah pelat pracetak tanpa lubang.
Gambar 2. 2 Pelat Pracetak Tanpa Lubang (Solid Slab) (Sumber : PCI Design Handbook 6th Edition) 3) Pelat Pracetak Double Tess dan Single Tees
Pelat ini berbeda dengan pelat yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada pelat ini ada bagian berupa dua buah kaki sehingga tampak seperti dua T yang terhubung.
Gambar 2.3 Pelat pracetak (a) Single Tee dan (b) Double Tees (Sumber: PCI Design Handbook 6th Edition)
10 2.3.2 Balok
Untuk balok pracetak (Precast Beam), ada tiga jenis balok yang sering atau umum digunakan
1) Balok berpenampang persegi (Retangular Beam):
Keuntungan dari balok jenis ini adalah sewaktu fabrikasi lebih mudah dengan bekisting yang lebih ekonomis dan tidak perlu memperhitungkan tulangan akibat cor sewaktu pelaksanaan.
Gambar 2. 4 Balok berpenampang persegi (Rectangular Beam) 2) Balok berpenampang L (L-Shaped Beam)
Gambar 2. 5 Balok berpenampang L (L-Shaped Beam) 3) Balok berpenampang T terbalik (Inverted Tee
Beam)
Gambar 2. 6 Balok T terbalik (Inverted Tee Beam) 2.3.3 Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu
bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
Kolom dalam perencanaan tugas akhir ini tidak mengaplikasikan kolom pracetak. Didalam perencanaan ini digunakan kolom cor di tempat ( metode konvensional ) yang menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.
2.4 Perencanaan Sambungan
Proses penyatuan komponen-komponen struktur beton pracetak menjadi sebuah struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang penting dalam pengaplikasian teknologi beton pracetak. Oleh karena itu, perencanaan sambungan harus diperhatikan dengan seksama sehingga tidak menyulitkan pada saat pelaksanaan.
Dalam teknologi beton pracetak, terdapat 3 (tiga) macam sambungan yang umum digunakan. Sambungan tersebut antara lain, sambungan dengan cor di tempat (in situ concrete joint), sambungan dengan menggunakan las dan sambungan dengan menggunakan baut. Masing-masing dari jenis sambungan tersebut memiliki karakteristik serta kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri yang disajikan dalam tabel 2.1 berikut.
12
Tabel 2. 1 Perbedaan Metode Penyambungan Deskripsi
Sambungan dengan cor setempat
Sambungan dengan las/baut Kebutuhan
struktur Monolit Tidak monolit
Jenis sambungan Basah Kering
Toleransi dimensi Lebih tinggi
Tergolong rendah, karena dibutuhkan akurasi yang tinggi Kebutuhan waktu
agar berfungsi secara efektif
Perlu setting time Segera dapat berfungsi Ketinggian
bangunan -
Maksimal 25 meter Sumber : Wulfram I. Ervianto (2006)
2.4.1 Sambungan dengan Cor Setempat
Sambungan ini merupakan sambungan dengan menggunakan tulangan biasa sebagai penyambung / penghubung antar elemen beton baik antar pracetak ataupun antara pracetak dengan cor ditempat. Elemen pracetak yang sudah berada di tempatnya akan di cor bagian ujungnya untuk menyambungkan elemen satu dengan yang lain agar menjadi satu kesatuan yang monolit seperti yang ditunjukan pada gambar 2.7. Sambungan jenis ini disebut dengan sambungan basah. Sambungan jenis ini sering diterapkan dalam pelaksanaan konstruksi, karena tergolong mudah dalam pelaksanaannya. Selain itu sambungan ini dapat membuat bangunan menjadi lebih kaku dibanding menggunakan sambungan jenis lain. Dalam modifikasi ini akan direncanakan menggunakan sambungan cor setempat.
Sengkang balok Overtopping
Balok pracetak Konsol pendek (cor di tempat) Sengkang kolom
Kolom (cor di tempat)
Gambar 2. 7 Sambungan dengan cor setempat 2.4.2 Sambungan Las
Alat sambung jenis ini menggunakan plat baja yang ditanam dalam beton pracetak yang akan disambung. Kedua pelat ini selanjutnya disambung atau disatukan dengan bantuan las seperti gambar 2.8. Melalui pelat baja inilah gaya-gaya yang akan diteruskan ke komponen yang terkait. Setelah pekerjaan pengelasan, dilanjutkan dengan menutup pelat sambung tersebut dengan adukan beton yang bertujuan untuk melindungi pelat dari korosi.
Gambar 2. 8 Sambungan dengan las dan baut
14
Umumnya, pada pertemuan balok dan kolom, ujung balok di dukung oleh corbels atau biasa disebut dengan konsol yang menjadi satu dengan kolom. Penyatuan antara dua komponen tersebut menggunakan las yang dilaksanakan pada pelat baja yang tertanam dengan balok dengan pelat baja yang telah disiapkan pada sisi kolom.
2.4.3 Sambungan Baut
Penyambungan cara ini diperlukan pelat baja dikedua elemen betok pracetak yang akan disatukan. Kedua komponen tersebut disatukan melalui pelat tersebut dengan alat sambung berupa baut dengan kuat tarik tinggi. Selanjutnya pelat sambung tersebut dicor dengan adukan beton, guna melindungi dari korosi.
Gambar 2. 9 Sambungan dengan menggunakan Presstresed 2.5 Titik-Titik Angkat dan Sokongan
2.5.1 Pengangkatan Pelat Pracetak
Pemasangan pelat pracetak harus diperhatikan bahwa pelat akan mengalami pengangkatan sehingga perlu perencanaan terhadap tulangan angkat untuk pelat dengan tujuan untuk menghindari tegangan yang disebabkan oleh fleksibilitas dari truk pengangkut dalam perjalananmenuju lokasi proyek. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya momen-momen pada elemen
post-tensioning rod
grout coupler
bearing strips
pracetak.Pada saat pengangkatan elemen pracetak, dapat menggunakan bantuan balok angkat yang berfungsi untuk menyeimbangkan elemen pracetak pada saat pengangkatan.
Jenis titik angkat pada pelat tersebit dijelaskan berikut ini : a.Dua Titik Angkat
Maksimum Momen (pendekatan) : +Mx = -My = 0,0107 w a2 b +My = -My = 0,0107 w a b2
Mx ditahan oleh penampang dengan lebar yang terkecil dan 15t atau b/2. My ditahan oleh penampang dengan lebar a/2
Gambar 2.10 Posisi titik angkat pelat (2 buah titik angkat) b. Empat Titik Angkat
Maksimum Momen (pendekatan) : +Mx = -My = 0,0054 w a2 b +My = -My = 0,0027 w a b2
Mx ditahan oleh penampang dengan lebar yang terkecil dan 15t atau b/4
16
My ditahan oleh penampang dengan lebar a/2
`
Gambar 2. 10 Posisi titik angkat pelat (4 buah titik angkat) 2.5.2 Pengangkatan Balok Pracetak
Kondisi pertama adalah saat pengangkatan balok pracetak untuk dipasang pada tumpuannya. Pada kondisi ini beban yang bekerja adalah berat sendiri balok pracetak yang ditumpu oleh angkur pengangkatan yang menyebabkan terjadinya momen pada tengah bentang dan pada tumpuan. Ada dua hal yang harus ditinjau dalam kondisi ini, yaitu kekuatan angkur pengangkatan (lifting anchor) dan kekuatan lentur penampang beton pracetak.
Gambar 2. 11 Pengangkatan balok pracetak
Gambar 2. 12 Model pembebanan balok pracetak saat pengangkatan Balok pracetak harus dirancang untuk menghindari kerusakan pada waktu proses pengangkatan. Titik pengangkatan dan kekuatan tulangan angkat harus menjamin keamanan elemen balok dari kerusakan. Titik pengangkatan balok dapat dilihat pada gmbar berikut :
Gambar 2. 13 Titik-titik angkat dan sokongan sementara untuk produk pracetak balok
(Sumber : PCI Design Handbook, Precast and Prestress Concrete 6th Edition, gambar 5.3.2.2)
18
Tabel 2. 2 Angka pengali beban statis ekivalen untuk menghitung gaya pengangkatan dan gaya dinamis.
Pengangkatan dari bekisting 1,7 Pengangkatan ke tempat penyimpanan 1,2
Transportasi 1,5
Pemasangan 1,2
(Sumber : PCI Design Handbook, Precast and Prestress Concrete 6th Edition, gambar 5.3.2.2) a. Orientasi produk dengan macam horizontal, vertikal, atau
membentuk sudut
b. Lokasi dan jumlah titik-titik angkat c. Lokasi dan jumlah titik-titik sokongan
d. Beban sementara, seperti pekerja, peralatan selama pekerjaan, dan berat beton overtopping.
2.6 Struktur Basement
Perencanaan dinding basement juga difungsikan sebagai dinding penahan tanah. Karena lantai basement berada didalam tanah maka seluruh dinding luar digunakan plat beton sebagai penahan tanah. Dinding basement mengalami tekanan horizontal yang diakibatkan oleh tanah dan tekanan akibat air di belakang dinding basement.
Gambar 2. 14 Tekanan tanah yang terjadi di basement Lantai
basement Lantai 1
 h
 
h
T
hP=
12.h.
(
32)h (
31)h
T2.6.1 Metode Konstruksi Basement
Metode konstruksi galian yaang dilaksanakan pada proyek pembangunan basement Apartemen Wang Residence menggunakan sistem Bottom Up. Pada sistem bottom up struktur basement dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan galian selesai mencapai elevasi rencana. Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu, kemudian basement. Pada sistem ini, galian tanah dapat berupa open cut atau dengan sistem dinding penahan tanah yang bisa sementara dan permanen.
Gambar 2. 15 Metode Buttom Up 2.7 Tinjauan Elemen Pracetak
2.7.1 Fase-Fase Penanganan Produk Pracetak
Sebelum digunakan produk pracetak mengalami fase-fase perlakuan yang meliputi:
1) Pengangkatan dari bekisting modul (stripping) a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal,
atau membetuk sudut
b. Lekatan permukaan beton dengan bekisting dan kejut, lihat tabel
c. Jumlah dan lokasi peralatan angkat
20
d. Berat produk pracetak dan beban-beban tambahan, seperti bekisting yang
e. terbawa saat produk diangkat
2) Penempatan ke lokasi penyimpanan (yard handling and storage)
a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut
b. Lokasi titik-titik angkat sementara
c. Lokasi sokongan sehubungan dengan produk-produk lain yang juga disimpan d. Perlindungan dari sinar matahari langsung 3) Transportasi ke lokasi (transportation to the job site)
a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut
b. Lokasi sokongan vertikal maupun horisontal c. Kondisi kendaraan pengangkut, jalan, dan
batas-batas berat muatan dari jalan yang akan dilalui
4) Pertimbangan dinamis saat transportasi4. Pemasangan (erection)
a. Orientasi produk apakah horisontal, vertikal, atau membetuk sudut.
b. Lokasi dan jumlah titik-titik angkat.
c. Lokasi dan jumlah titik-titik sokongan.
d. Beban sementara, seperti pekerja, peralatan selama pekerjaan, dan berat beton overtopping.
2.8 Konsep Bangunan Tahan Gempa
Membangun bangunan yang tahan gempa sepenuhnya sangat tidak dianjurkan karena dinilai memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena itu prioritas utama dalam membangun bangunan tahan gempa adalah terciptanya suatu bangunan yang dapat mencegah terjadinya korban, serta memperkecil kerugian harta benda (Budiono 2011 dalam Suhaimi, dkk 2014). Dari hal tersebut filosofi dan konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa terbagi 3 macam, yaitu:
1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non- struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb).
2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non- strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non- struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.
Untuk menciptakan bangunan tingkat tinggi sesuai kriteria diatas maka penggunaan Dinding geser (Shear wall) merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekakuan struktur dalam arah horisontal untuk menahan gaya-gaya lateral.
Sebagai salah satu komponen vertikal, dinding geser memiliki berbagai bentuk potongan melintang yang kebanyakan tidak beraturan. Dengan adanya variasi bentuk potongan melintang, maka sangat diperlukan suatu sistim pemodelan yang tepat untuk analisa dinding geser (Windah 2011).
2.9 Konsep Desain Kapasitas
Dalam perencanaan struktur, perencanaan limit states designnya disebut Capacity Design atau desain kapasitas yang berarti bahwa ragam keruntuhan struktur akibat pembebanan yang besar ditentukan lebih dahulu dengan elemen-elemen kritisnya dipilih sedemikian rupa agar mekanisme keruntuhannya dapat memancarkan energi yang sebesar-besarnya.Agar elemen-elemen kritis dapat dijamin pembentukannya secara sempurna maka elemen- elemen lainnya harus direncanakan khusus, agar lebih kuat dibandingkan elemen-elemen kritis. Salah satu filsafat yang dikenal dalam perencanaan capacity design disebut Kolom Kuat-Balok Lemah. (Pandaleke dan Kahiking 2013).Berikut
22
macam-macam mekanisme keruntuhan, seperti yang terdapat pada
Gambar 2. 16 Macam-macam mekanisme keruntuhan pada portal Sumber : Jack P.Moehle et al, 2008
2.10 Sistem Ganda (Dual System)
Berdasarkan SNI-1726-2012 yaitu Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, untuk merencanakan bangunan tahan gempa, struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, dan mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan.Hal itulah yang menjadikan
dasar pemilihan sistem struktur ganda pada proposal tugas akhir ini.
Selain itu sistem ganda memiliki 3 ciri dasar. Pertama, sistem rangka pemikul momen khusus berfungsi memikul beban gravitasi. Kedua, pemikul beban lateral dilakukan oleh dinding geser dengan sistem rangka pemikul momen khusus, dimana sistem rangka pemikul momen khusus harus sanggup memikul sedikitnya 25% dari beban dasar geser nominal. Ketiga, dinding geser dan sistem rangka pemikul momen khusus direncanakan memikul secara bersamasama seluruh beban latetal dengan memperhatikan sistem ganda dinding geser dan sistem rangka pemikul momen khusus direncanakan memikul secara bersamasam
seluruh beban latetal dengan memperhatikan sistem ganda (ASCE,2002).
2.11 Dinding Geser ( Shearwall )
Bangunan beton bertulang, di dalam perilaku strukturnya, terdiri dari elemen pelat, balok dan kolom.Namun ada satu tipe elemen lain yang serupa dengan pelat arah vertikal, dan elemen ini dinamakan dinding geser seperti terlihat pada gambar 1. Desain dan detailing yang cocok dari bangunan yang menggunakan dinding geser sejauh ini telah memperlihatkan kinerja yang sangat baik pada saat mengalami beban gempa.
Gambar 2. 17 Sistem Ganda (Dual System) Sumber : Purwono, 2005
Sebenarnya, dinding geser yang dipasang pada bangunan yang berada di area gempa kuat memerlukan suatu detailing yang khusus. Namun, kenyataannya, gedung-gedung yang memiliki dinding geser yang tidak sepenuhnya didesain secara justru sampai sekarang masih tetap berdiri dan jauh dari tahap keruntuhan akibat beban gempa yang terjadi. Sekarang ini, bangunan yang menggunakan dinding geser banyak diminati di negara- negara yang memiliki resiko terjadi gempa yang cukup tinggi. Sebab dinding geser sangat mudah untuk dirancang karena detailing penguatannya yang tidak terlalu rumit serta mudah diimplementasikan di area konstruksi. Dari segi efisiensi, dinding geser tergolong yang paling baik dari segi biaya konstruksi ataupun kemampuan meminimalisir kerusakan akibat
24
gempa pada elemen structural maupun non struktural dari suatu bangunan ( Manalip, Kumaat dan Runtu 2015).
2.12 Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM )
Menurut SNI 1726:2012 sistem rangka pemikul momen merupakan sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang yang berfungsi untuk memikul beban gravitasi secara lengkap. Sedangkan beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.18. SRPM ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB), Sistem rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM), dan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
Gambar 2. 18 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Sumber : Purwono (2005)
Berdasarkan SNI 2847:2013, perencanaan pembangunan gedung bertingkat untuk daerah dengan resiko gempa tinggi mengunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Struktur beton bertulang yang berada pada wilayah gempa dan resiko gempa kuat (kerusakan merupakan resiko utama), maka komponen struktur harus memenuhi syarat perencanaan dan pendetailan dari SNI 2847:2013 pasal 21.5.
BAB III METODOLOGI
Secara umum pengerjaan tugas akhir digambarkan dengan diagram alir pada Gambar 3.1.
Mulai
Studi L iteratur dan Pengumpulan Data
Preliminary Design
Perencanaan Struktur Sekunder
Permodelan dan Analisa Struktur Utama
Kontrol Pembebanan Struktur
Perencanaan Basement dan Pondasi
Gambar Rencana
Selesai Tidak
Ya
Perencanaan Sambungan Struktur Perhitungan Struktur Utama
Penulangan Struktur Pracetak
Penulangan Struktur Cor Setempat Kontrol
Metode Pelaksanaan Kontrol
Stabilitas Tidak Ya
Tidak Ya
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir
Perencanaan dimulai dengan melakukan pencarian studi literatur dan pengumpulan data sebagai landasan dalam
26
pengerjaan tugas akhir. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan kriteria desain untuk struktur utama dan struktur sekunder. Lalu dilakukan permodelan struktur utama dan analisa terhadap hasil permodelan. Langkah-langkah metode penyelesaian tugas akhir dijelaskan secara detail sebagai berikut:
3.1. Studi Literatur dan Data Perencanaan 3.1.1. Literatur Terkait Perencanaan Gedung
Mencari literatur dan peraturan (Building Code) yang akan menjadi acuan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, adapun beberapa literatur dan peraturan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 2847:2013)
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 1726:2012)
3. PCI Design Handbook: Precast and Prestressed Concrete edisi keenam (PCI, 2004)
4. Wulfram I. Ervianto. 2006. Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi.
5. Wahyudi, Herman. 1999. Daya Dukung Pondasi Dalam.
Surabaya : ITS PRESS
3.1.2 Pengumpulan Data Perancangan Gedung
• Gambar arsitektur (gambar denah, tampak, dan potongan)
• Data tanah (soil investigation) menggunakan data tanah drilling log.
3.1.3. Data-Data Perencanaan Pengumpulan Data
Data-data perencanaan secara keseluruhan mencakup data umum bangunan, data bahan dan data tanah.
1. Data Umum Bangunan
 Nama gedung :Gedung Wang Residence
 Lokasi : Jalan kavling 18 Kedoya, Jakarta
 Fungsi : Apartemen
 Jumlah lantai : 15 lantai dan 1 basement
 Tinggi bangunan : + 61.00 m
 Struktur utama : Beton pracetak (non prategang)
2. Data Bahan :
 Kekuatan tekan beton (f’c) : 35 MPa
 Tegangan leleh baja (fy) : 420 Mpa
 Data Tanah : (Terlampir) 3. Data Gambar
 Gambar Sruktur : (Terlampir)
 Gambar Arsitektur : (Terlampir) 3.2. Preliminary Design
Pada preliminary design ini akan menentukan dimensi elemen struktur gedung untuk digunakan dalam tahap perancangan selanjutnya.
3.2.1. Pengaturan Denah
Dalam pengaturan denah yang perlu diperhatikan adalah fungsi bangunan dan peruntukan tata ruang. Konfigurasi denah juga perlu disesuaikan agar lebih simetris, tanpa mengubah fungsi gedung semula.
3.2.2. Penentuan Dimensi Elemen Struktur 3.2.2.1 Perencanaan Dimensi Kolom
Menurut SNI 2847:2013 pasal 9.3.2.2 aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur untuk komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa, maka faktor reduksi (𝛟) dapat ditentukan.
𝐴 = 𝑊
ф 𝑥 𝑓𝑐′ ( 3. 1 )
Dimana,
W = Beban aksial yang diterima kolom.
fc' = Kuat tekan beton karakteristik.
A = Luas penampang kolom.
3.2.2.2. Perencanaan Dimensi Balok Induk
Tabel minimum balok non-prategang apabila nilai lendutan
Tabel minimum balok non-prategang apabila nilai lendutan