• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III. METODE PENELITIAN

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

3.5.2. Batasan Operasional

Penelitian hanya menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk, dan curahan tenaga kerja terhadap produksi padi di tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Utara. Data primer tentang jumlah input dan output usahatani padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari musim tanam padi pada tahun 2011.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4. 1.1. Administrasi, Geografi dan Topografi

Wilayah Kabupaten Aceh Utara terletak antara 96.52.000 - 97.31.000 Bujur Timur dan 4.46.000 - 5.00.400 Lintang Utara dan mempunyai hamparan daratan seluas 3.296,86 Km2 atau 329.686 Ha, yang tebagi dalam 27 kecamatan, 70 kemukiman, dan 852 desa. Batas wilayah sebelah Utara dengan Pemkot Lhokseumawe dan Selat Malaka, sebelah Selatan Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah. Batas sebelah Timur Kabupaten Aceh Timur dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bireun.

Topografi Aceh Utara bervariasi mulai dari pantai, dataran rendah, dan perbukitan. Namun demikian, sebagian besar wilayah dalam Kabupaten Aceh Utara terdapat pada daerah dataran, sehingga kisaran suhu rata-rata sepanjang tahun 2010 sebesar 20,0oC – 31,0oC. Kecepatan angin maksimum berkisar antara 10 – 27 knot walaupun rata-rata kecepatan angin hanya sebesar 4-5 knot.

Kabupaten Aceh Utara termasuk dalam iklim muson dan termasuk dalam iklim tipe C, curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1000-2500 mm, dimana curah hujan maksimal pada bulan Oktober-November dengan kelembaban udara berkisar antara 84 – 89 %. Dalam 5 tahun terakhir, perubahan cuaca dan musim yang ekstrem juga terjadi terutama hawa panas akibat efek global warming.

4.1.2. Luas Wilayah dan Penggunaannya

Luas wilayah Aceh Utara terdiri atas lahan sawah seluas 44.266 ha dan bukan lahan sawah seluas 190.388 ha. Secara rinci berikut data tentang penggunaan lahan di wilayah kabupaten Aceh Utara.

Tabel 7. Jenis dan Penggunaan Lahan di Aceh Utara Tahun 2010

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Sawah 44.266

14.68

2. Pekarangan/ Bangunan 38.495 12.77

3. Tagalan/ Kebun 38.101 12.64

4. Ladang/ Huma 21.011 6.97

5. Pengembalaan/ Padang rumput 5.814 1.93

6. Sementara tidak diusahakan 8.351 2.77

7. Hutan rakyat 34.200 11.34

8. Hutan Negara 42.325 14.04

9. Perkebunan 54.260 18.00

10. Lain-lain 9.217 3.06

11. Kolam/ Empang 645 0.21

12. Rawa-rawa 4.812 1.60

Jumlah 301.497 100,00

Sumber :Biro Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, 2011.

Dari total luas lahan sawah di Kabupaten Aceh Utara terdapat pola penggunaan yang bervariasi yaitu lahan sawah yang ditanam satu kali per tahun seluas 6.504 Ha, dua kali per tahun 32.528 Ha, tiga kali per tahun 3.982, tidak ditanam padi 743 Ha, dan sementara tidak diusahakan seluas 509 Ha. Lahan yang belum dimanfaatkan baik lahan sawah maupun bukan lahan sawah dikarenakan beberapa faktor diantaranya penyediaan air kurang mencukupi akibat curah hujan

yang tidak menentu, keterbatasan permodalan petani dan kendala teknis lainnya.

Selanjutnya, jenis tanah dominan di Kabupaten Aceh Utara adalah Inceptisols dan Ultisols (Podsolik Merah Kuning), selebihnya terdiri atas jenis tanah Entisol dan Alfisols. Sebagian besar dari jenis tanah tersebut merupakan lahan kering yang mempunyai banyak kendala untuk pengembangan pertanian, karena tingkat kesuburannya rendah, bereaksi masam, umumnya berlereng dan kondusif terhadap erosi. Sementara itu, kedalaman efektif tanah di kabupaten ini adalah : (i) 69,73 persen dari luas wilayahnya memiliki kedalaman efektif diatas 90 centimeter; (ii) 10,65 persen dengan kedalaman efektif 60-90 centimeter; dan (iii) 19,62 perrsen dengan kedalaman efektif 30-60 centimeter. Kedalaman efektif tanah tersebut akan mempengaruhi jenis tanaman yang diusahakan, terutama dilihat dari kedalamanperakaran tanaman yang bersangkutan (perakaran dangkal atau dalam) (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara, 2011)

4. 1.3. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 pada bulan Mei sebanyak 529.751 jiwa yang terdiri dari 262.351 jiwa laki-laki dan 267.400 jiwa perempuan. Penduduk terbanyak terdapat di kecamatan Lhoksukon sebesar 43.998 jiwa yang merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Utara.Terbanyak kedua terdapat di kecamatan Dewantara sebesar 43.442 jiwa. Untuk kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah kecamatan Geurudong Pase sebanyak 4.448 jiwa. Wilayah Kabupaten Aceh Utara yang memiliki luas wilayah 3295,86 km2 memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 161 jiwa/km yang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di

Kabupaten Aceh Utara. Namun penyebarannya tidaklah merata. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat kepadatan penduduk di kecamatan Dewantara yang memiliki luas wilayah 39,47 km2 sangat tinggi yakni sekitar 10.325 jiwa. Ini disebabkan karena banyaknya pendatang yang berdomisili di wilayah tersebut.

Berbeda dengan kecamatan Geurudong Pase memiliki penduduk sangat jarang yakni rata-rata per kilometernya sekitar 16 jiwa dengan luas wilayah 271,45 km2.

Berikut data jumlah penduduk, rumah tangga, kepadatan penduduk dan rata-rata penduduk per rumah tangga menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Utara.

Tabel 8. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Kepadatan Penduduk Dan Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga Menurut Kecamatan

No

No

3.296,86 529.751 122.82

5 161 4

Sumber : Badan Pusat Statistik Aceh Utara Tahun 2011.

4.2. Budidaya Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Aceh Utara

Berdasarkan data hasil survey diketahui bahwa umumnya petani di lokasi penelitian menanam tanaman padi di lahan sawah milik sendiri dan hanya 14 orang dari 90 sampel yang mengusahakan lahan orang lain dengan sistem sewa atau bagi hasil. Besarnya sewa/ bagi hasil yang harus dibayar penggarap bervariasi di antara daerah penelitian. Sampel di Kecamatan Sawang hanya satu orang sebagai petani penggarap dengan dengan sistem pembagian hasil 50:50, yaitu 50% dari hasil yang diperoleh diserahkan untuk pemilik lahan sawah. Di Kecamatan Meurah Mulia terdapat 10 orang sampel sebagai petani penggarap

dengan sistem sewa lahan sebesar 200-250 kg gabah untuk setiap 1600 m2. Sedangkan di Kecamatan Tanah Pasir, terdapat 4 orang petani penggarap dengan sistem sewa sebesar 72-200kg per 1600m2 dan ada juga yang menyewakan 45 kg per 170 kg gabah. Perbedaan ini terjadi kerena perbedaan kualitas lahan yang dilihat dari perolehan produksi padi pada setiap musim tanam dan juga ketersediaan irigasi.

Rata-rata total luas lahan yang diusahakan petani sampel adalah 0.29 Ha, dengan luas lahan minimal 0.06 Ha dan luas lahan maksimal 1.3 Ha. Budidaya tanaman padi sudah dilakukan secara turun temurun oleh petani di daerah penelitian. Untuk sekali musim tanam yang dimulai dari pembenihan sampai panen membutuhkan waktu 100 hari. Hal yang pertama dilakukan adalah penyiapan lahan yang terdiri dari pembajakan, pembuatan pematang, dan persiapan tempat persemaian. Benih yang akan digunakan terlebih dahulu dikecambahkan selama 5 hari (2 hari direndam dalam air dan 3 hari dibiarkan ditempat yang lembab dan disiram) kemudian ditabur di tempat persemaian.

Setelah berumur 21 hari benih dicabut dan dipindahkan ke lahan sawah yang sudah dibersihkan. Dinas Pertanian menganjurkan jarak tanam untuk tanaman padi adalah 25x25 cm. Namun kebanyakan petani tidak dapat memastikan berapa jarak tanam yang mereka gunakan, mereka hanya mereka-reka tanpa menggunakan patokan khusus seperti jajar tandur. Sehingga ada sebagian petani yang menanam terlalu rapat dan ada juga yang menggunakan jarak tanam yang lebih dari yang dianjurkan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar (lebih dari

95%) petani di daerah penelitian tidak pernah mengikuti pelatihan/ bimbingan dari lembaga penyuluhan.

Penyiangan dilakukan sekali selama musim tanam yaitu pada saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam. Biasanya sekali musim tanam dilakukan dua kali penyiangan tetapi selama padi diserang keong mas yang juga memakan rumput maka penyiangan cukup dilakukan sekali saja. Namun demikian, ada sebagian dari petani sampel khususnya di Kecamatan Tanah Pasir tidak melakukan penyiangan/ pemberantasan gulma sama sekali. Pemupukan yang dilakukan oleh petani sampel terdiri dari urea, SP-36, KCL, dan NPK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua petani menggunakan pupuk Urea walaupun dengan dosis yang bervariasi sesuai kemampuan ekonomi. Pupuk SP-36, dan KCL digunakan oleh sebagian besar petani sampel di semua lokasi penelitian, kecuali desa Me Merbo Kecamatan Tanah Pasir yang sama sekali tidak menggunakan KCL. Sementara pupuk NPK hanya digunakan oleh sebagian kecil sampel yang ada di Kecamatan Meurah Mulia dan Tanah Pasir. Pupuk yang digunakan oleh petani sampel berbeda dengan yang dianjurkan oleh dinas pertanian Kabupaten Aceh Utara, baik dosis maupun waktunya. Umumnya petani sampel memberikan pupuk dua kali dengan cara dicampur semua jenis dan ditaburkan setelah padi ditanam. Sedangkan tentang jenis pupuk, dosis dan waktu pemupukan yang dianjurkan berdasarkan spesifik lokasi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis Pupuk, Dosis, serta Waktu Pemupukan Tanaman Padi Sawah

No Kecamatan Pupuk (Kg /Ha) Waktu Pemupukan Urea SP-36 KCl

1 Sawang 250 50 100 Urea: 50% satu hari sebelum tanam dan 50% 21 hari setelah tanam

Sp-36: Satu hari sebelum tanam KCl: Satu hari sebelum tanam 2 Meurah

Mulia

200 100 50 3 Tanah Pasir 200 <75 50

Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara, 2011

Untuk perawatan tanaman padi petani menggunakan berbagai jenis pestisida yang disemprotkan pada tanaman yang terserang hama. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara menganjurkan penggunaan pestisida sebanyak 2 liter untuk setiap hektar tanaman padi. Namun, hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar petani sampel tidak mengetahui takaran dan jenis pestisida yang digunakan karena biasanya pemberantasan hama ditangani oleh tenaga kerja upahan dengan biaya per tangki Rp. 15.000-Rp.20.000 termasuk ke dalamnya biaya obat-obatan. Hasil survey di lapangan diketahui bahwa pada musim tanam tahun 2011, tanaman padi di Kecamatan Meurah Mulia dan Tanah Pasir banyak terserang hama wereng, tikus dan penyakit tugro.

Usahatani padi sawah di daerah penelitian menggunakan tenaga kerja dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga terdiri dari orang tua dan anak-anak yang umumnya ikut membantu kegiatan usahatani. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja pria dan wanita yang di bayar dengan upah sebesar 50.000/ HOK.

Setelah berumur seratus hari tanaman sudah menguning dan siap untuk dipanen. Pemanenan dilakukan dengan memotong batang tanaman menggunakan sabit. Satu hari setelah pemotongan tanaman padi dikumpulkan dan bijinya

kering dan bisa langsung dijual atau disimpan. Ada juga sebagian petani yang langsung menjual gabahnya tanpa dijemur terlebih dahulu dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan gabah yang sudah dijemur. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan diketahui bahwa sebagian besar petani sampel menjual hasil panennya sekitar 30-50 % untuk menutupi hutang usahatani dan kebutuhan rumah tangga sedangkan sisanya disimpan untuk kebutuhan sehari-hari.

4.3. Karakteritik Responden

Diskripsi petani sampel dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, jumlah anak, dan pengalaman berusahatani padi sawah. Berikut data tentang karakteristik responden.

Tabel 10. Karakteritik Responden

Uraian Satuan Range

Rata-rata Terendah Tertinggi

Umur Tahun 25 83 48,02

Pendidikan Tahun 3 17 7.78

Jumlah anak Orang 1 12 4,02

Pengalaman Tahun 2 60 26,73

Sumber : Data primer (diolah), 2012.

Umur seseorang berpengaruh terhadap keputusan dan kemampuan aktifitas fisiknya. Umur berkaitan jelas dengan kinerja dan produktifitasnya. Semakin bertambah usia seseorang maka kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan cenderung menurun. Rata-rata umur sampel adalah 48,02 tahun, menunjukkan bahwa sampel tergolong usia produktif. Simanjuntak (1985) mengelompokkan usia produktif adalah mereka yang berada pada kelompok umur 15-55 tahun. Pada kelompok usia produktif, kemampuan untuk melakukan usahatani diperkirakan masih relatif tinggi.

Sumber daya manusia yang diukur dari tingkat pendidikan yang merupakan faktor penting dalam mengakomodasi teknologi maupun ketrampilan dalam usahatani padi. Kategori pendidikan meliputi pendidikan formal yang secara kuantitatif diukur dengan jumlah tahun mengikuti pendidikan yang selanjutnya disetarakan dengan tahapan tingkat pendidikan umum. Pembahasan mengenai pendidikan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan sampel dalam mengelola usahataninya. Hal ini terkait dengan berbagai informasi diantaranya pengetahuan sampel terhadap pemupukan dan pembudidayaan yang sesuai untuk tanaman padi sawah. Data yang tersaji memperlihatkan bahwa rata-rata pendidikan sampel adalah 7.78 tahun atau setara dengan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Maka pengelolaan usahatani padi lebih hanyak hanya menitikberatkan pada kemampuan teknis yang diperoleh secara turun temurun, disamping mendapatkan pelatihan tehnis dari instansi terkait. Sehingga dengan berbekal pengalaman tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil produksi padi.

Jumlah anak yang menjadi tanggungan sangat mempengaruhi pengeluaran sampel. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin tinggi pengeluaran untuk barang konsumtif. Bila tidak didukung dengan pendapatan rumah tangga yang memadai maka sampel akan mengurangi jumlah pengeluaran untuk usahatani, dan hal ini juga akan mempengaruhi pola usahatani padi sawah yang dikelola oleh sampel tersebut. Jumlah tanggungan sampel rata-rata sebanyak 4 orang. Selain itu, jumlah tanggungan juga menunjukkan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang siap digunakan dalam usahatani padi. Petani sampel mempunyai pengalaman yang bervariasi dalam usahatani padi yaitu berkisar antara 2-60 tahun. Secara rata-rata, petani sampel memiliki pengalaman

berusahatani padi selama 26,73 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel adalah petani tradisional yang secara naluri mampu mengelola faktor-faktor produksi.

4.4. Sarana dan Prasarana Penunjang

Untuk memperlancar kegiatan ekonomi ataupun non-ekonomi diperlukan sarana pendukung yang berupa fisik maupun non fisik yang memadai. Secara umum sarana dan prasarana transportasi yang ada di daerah penelitian berada dalam kondisi yang kurang baik sehingga arus lalu lintas sarana produksi dan hasil-hasil pertanian tidak berjalan lancar dan membutuhkan biaya yang relatif tinggi. Sarana perekonomian yang ada secara umum relatif sudah tersebar di seluruh wilayah desa, misalnya kios-kios sarana produksi. Di samping itu,

tersedianya Balai Penyuluhan Pertanian yang memungkinkan bagi petani untuk mendapatkan pengetahuan tentang usahataninya. Adanya kondisi ini

memungkinkan masyarakat untuk melakukan dan mengembangkan usahataninya secara tepat dan benar.

4.5. Rata-rata Produksi dan Nilai Produksi Per Hektar Per Kecamatan

Setelah proses penanaman dan pemeliharaan, tahap akhir dari kegiatan usahatani padi adalah panen dan pasca panen. Dengan proses panen dan pasca panen yang baik dan benar akan mendukung peningkatan produksi padi yang berkualitas. Untuk mengetahui rata-rata produksi, harga produksi dan nilai produksi per hektar dapat dic ermati pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11. Rata-Rata Produksi, Harga Produksi Dan Nilai Produksi Per Hektar Per Kecamatan

No Kecamatan Produksi (Kg/ Ha)

Harga Produksi (Rp/kg)

Nilai Produksi (Rp)

1. Sawang 8.768,36 3.410 29.9000.91.78

2. Meurah Mulia 4.996,2 3.640 18.186.168,0 3. Tanah Pasir 3.346,46 3.838 12.843.713,5

Sumber : Data primer (diolah), 2012

Dari Tabel 11 tersebut menunjukkan bahwa daerah penghasil padi tertinggi adalah Kecamatan Sawang kemudian diikuti oleh Meurah Mulia dan Tanah Pasir. Harga produksi padi rata-rata di Kecamatan Sawang sebesar RP.

3.410, Meurah Mulia sebesar Rp. 3.640, dan di Kecamatan Tanah Pasir sebesar Rp. 3.838. Untuk nilai produksi per hektarnya, Kecamatan Sawang menempati urutan tertinggi dan Tanah Pasir sebagai urutan terendah. Rendahnya produksi padi di Kecamatan Meurah Mulia dan Tanah Pasir disebabkan petani di daerah tersebut kurang efisien dalam menggunakan faktor produksi yang ada seperti luas lahan, jumlah benih serta pupuk. Selain itu juga dalam teknik penanamam yang digunakan terlalu rapat sehingga produksi yang diperoleh lebih sedikit. Hal demikian dihadapkan pada fenomena penggunaan benih pada daerah penelitian sebagian besar adalah benih konvensional yang berasal dari hasil panen terdahulu.

4.6. Analisis Finansial dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Aceh Utara

Biaya usahatani yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari biaya sewa lahan, benih, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, dan tenaga kerja. Besarnya

Tabel 12. Analisis Biaya Produksi Usahatani Padi Sawah per Hektar Musim Tanam Periode Oktober 2011-Januari 2012

No Jenis Jumlah Biaya (Rp) Persentase

(%)

/Petani /Ha

1. Sewa Lahan 1.266.594,67 4.372.929,26 33,55 2. Biaya Benih 175.040,56 604.329,06 4,64 3. Biaya Pupuk Urea 113.022,22 390.210,22 2,99 4. Biaya Pupuk SP-36 115.262,22 397.943,84 3,05 5. Biaya Pupuk KCl 125.477,78 433.213,13 3,32 6. Biaya Tenaga Kerja 1.979.388,89 6.833.857,60 52,44 Total Biaya 3.774.786,33 13.032.483,11 100,00

Sumber : Lampiran 3

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa biaya usahatani padi sawah per hektar adalah sebesar Rp. 13.032.483,11. Dari biaya tersebut, pengeluaran terbesar adalah untuk membayar upah tenaga kerja yaitu sebesar 52,44%.

Keadaan ini menggambarkan bahwa usahatani padi sawah di daerah penelitian adalah jenis kegiatan yang padat karya (labor intensive). Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam dan luar keluarga sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja sebagian merupakan pendapatan keluarga (family Revenue). Lahan sawah yang digunakan sebagian besar merupakan milik pribadi/ keluarga sehingga biaya sewa lahan umumnya juga termasuk bagian dari pendapatan keluarga petani. Setelah menyelesaikan analisis biaya produksi, selanjutnya dilakukan analisis pendapatan dan analisis kelayakan usahatani padi sawah yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah per Hektar Musim Tanam Periode Oktober 2011-Januari 2012

No Uraian Satuan Nilai Satuan

/Petani /Ha

1. Produksi Kg

1.489,22 5.141,55 2. Nilai Produksi (Revenue) Rp 5.348.511,1

1

18.465.781,8 0 3. Biaya Produksi (Cost) Rp 3.774.786,3

3

13.032.483,1 2 4. Pendapatan Bersih (Net Revenue) Rp 1.573.724,7

8 5.433.298,68 5. Pendapatan Keluarga (Family

Revenue)

Sumber : Pengolahan Data Primer

Dari Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa ternyata usahatani padi sawah di daerah penelitian adalah usahatani yang menguntungkan. Hal tersebut tergambar dari pendapatan bersih yang bernilai positif (rata-rata Rp. 1.573.724,78 / petani atau Rp. 5.433.298,68/ Ha). Secara ekonomis, usahatani padi sawah layak untuk diusahakan (dikembangkan) yang ditunjukkan oleh nilai RCR > 1(nilai rata-rata 1,42). Hal tersebut berarti dengan pengorbanan (biaya produksi) sebesar Rp. 1,00 maka petani akan memperoleh penerimaan (nilai produksi) sebesar Rp. 1,42 sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 1,28. Dengan mengacu pada keadaan ini, maka usahatanipadi sawah di daerah penelitian layak untuk dijaga kelestariannya bahkan untuk dikembangkan.

4.7. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi 4.7.1. Kecamatan Sawang

Produksi padi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah penggunaan sarana produksi yang terdiri dari lahan, benih, pupuk, dan tenaga

kerja. Rata-rata luas lahan sawah petani sampel di Kecamatan sawang adalah 0,18Ha. Benih yang digunakan oleh petani di Kecamatan Sawang umumnya adalah benih unggul bersertifikat yang dijual dengan harga yang relatif murah oleh kios saprodi yang bekerjasama dengan lembaga pertanian setempat. Jumlah benih rata-rata yang digunakan petani adalah sebanyak 42,13 kg/Ha. Pupuk yang digunakan oleh petani terdiri dari Urea: 278 kg/Ha, SP-36: 188 kg/Ha, dan KCL:

259,7 kg/Ha. Jika dibandingkan dengan dosis anjuran maka terjadi kelebihan urea sebanyak 28 Kg, SP-36 sebanyak 138 Kg, dan KCl sebanyak 159,7 Kg. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam dan luar keluarga, untuk setiap satu hektar luas lahan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 190,55 HOK. Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi tersebut terhadap produksi padi di Kecamatan Sawang dilakukan analisis regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut:

Tk

=1, jika memakai SP-36

=0, jika tidak memakai SP-36

K : KCl (Kg)

Tk : CurahanTenaga Kerja (HOK)

Berdasarkan hasil analisis regresi menggunakan soft ware SPSS versi 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 14. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Kecamatan Sawang

Variabel Koefisien Nilai signifikan

(Constant) -360.388 .027

luas lahan 62.073 .967

Benih -6.835 .669

Urea 2.155 .433

SP-36 -187.164 .228

KCL 1.077 .776

TK 56.610 .000

Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa hanya curahan tenaga kerja yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi padi di Kecamatan Sawang. Koefisien regresi diperoleh sebesar 56,610 menunjukkan bahwa peningkatan curahan tenaga kerja sebanyak 1 HOK/ Ha dalam usahatani padi sawah di Kecamatan Sawang akan meningkatkan produksi padi sebanyak 56,610 kg/ Ha. Hal ini berarti bahwa penggunaan tenaga kerja dalam usahatani padi sawah di Kecamatan Sawang masih kurang terutama dalam hal pemeliharaan/ pengendalian gulma. Luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi di Kecamatan Sawang karena lahan yang luas jika kurang pemeliharaan juga tidak akan memberikan hasil yang baik. Benih memiliki koefisien regresi yang negatif berarti bahwa petani yang menggunakan banyak benih memiliki tingkat produksi yang lebih rendah. Di daerah penelitian diketahui bahwa petani yang menggunakan banyak benih adalah petani yang memiliki lahan sawah dengan serangan hama keong mas sehingga membutuhkan penyulaman.

Walaupun penyulaman telah dilakukan namun produksi tetap turun karena

pertumbuhan tanaman terganggu. Koefisien regresi pupuk SP-36 juga negatif yang menunjukkan bahwa petani yang menggunakan pupuk SP-36 memiliki produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakannya. Namun demikian, pupuk SP-36 dan benih secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi padi. Pupuk tidak berpengaruh yang signifikan terhadap produksi padi kemungkinan disebabkan karena pada dasarnya lahan sawah di Kecamatan Sawang memiliki kesuburan yang cukup baik dan pemupukan yang dilakukan oleh petani juga berbeda dengan dosis maupun waktu yang dianjurkan. Hal ini sesuai dengan teori pemupukan yang mengatakan bahwa pupuk akan berpengaruh terhadap produksi jka diberikan dengan dosis yang tepat ( Anonymous, 2006)

4.7.2. Kecamatan Meurah Mulia

Rata-rata luas lahan sawah petani sampel di Kecamatan Meurah Mulia adalah 0,35 Ha. Benih yang digunakan oleh petani di Kecamatan Meurah Mulia umumnya benih unggul bersertifikat yang dibeli dengan harga Rp.7.000-Rp.15.000 per Kg dan hanya sebagian kecil petani yang menggunakan benih konvensional. Jumlah benih rata-rata yang digunakan petani adalah sebanyak 65,20 kg/Ha, hampir tiga kali lipat dari jumlah yang dianjurkan pemerintah.

Pupuk yang digunakan oleh petani terdiri dari Urea: 206,02 kg/Ha, SP-36: 164 kg/Ha, dan KCL: 168,74 kg/Ha. Jika dibandingkan dengan dosis anjuran maka terjadi kelebihan urea sebanyak 6,02 Kg, SP-36 sebanyak 64 Kg, dan KCl sebanyak 118,7 Kg. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam dan luar keluarga, untuk setiap satu hektar luas lahan membutuhkan tenaga kerja sebanyak

Dokumen terkait