• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.8. Batasan Operasional

• Episiotomi : tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya dinding vagina, septum rektovagina, otot, dan kulit sebelah depan perineum.

• Pertolongan persalinan dilakukan dengan menggunakan prinsip persalinan bersih dan aman. selanjutnya dilakukan tindakan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya dengan menggunakan larutan Providone Iodine 10%.

• Penjahitan luka episiotomi dilakukan dengan menggunakan benang Chromic cat gut no 00 (sachet) pada lapisan dalam dengan teknik penjahitan jelujur, kulit dengan penjahitan simpel.

• Masa penilaian luka dilakukan selama dua hari setelah melahirkan.

• Penilaian luka episiotomi dianggap infeksi bila terdapat tanda-tanda :

o Tanda minor (tanda inflamasi) : tepi luka kemerahan, luka basah, nyeri di tempat luka

o Tanda mayor (tanda infeksi) : jahitan terbuka, luka bernanah

• Dikatakan terjadi infeksi lokal bila didapatkan :

o 3 kriteria minor,

o Dua kriteria minor + satu kriteria mayor,

o Satu kriteria mayor.

• Anemia : kadar Hemoglobin < 11 gr%

• Status gizi ditentukan dengan menghitung, BMI (Body mass index) :

- BMI = berat badan (kg) dibagi tinggi (m2) - BMI < 19,8 = underweight - BMI 19,8 – 26 = normoweight - BMI > 26 = overweight Prosedur menjahit luka episiotomi

Persetujuan medik, persiapan alat, pencegahan infeksi sebelum tindakan :

Mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan

Melakukan tindakan asepsis di daerah vulva, perineum dan anus dengan larutan antiseptik 22,23

Penjahitan luka epiriotomi :

Bila diperlukan disuntikkan lidocain 1% infiltrasi lokal di daerah luka episiotomi / robekan perineum 9

Melakukan eksplorasi apakah terdapat laserasi lain selain luka episiotomi

Memasang tampon bola dalam vagina bila diperlukan. Menjahit luka episiotomi dimulai dari ujung bagian dalam sekitar 1 cm atas ujung luka selanjutnya dilakukan penjahitan seluruh lapisan dinding vagina secara jelujur (cromic 00) dengan menggunakan jarum bulat sampai batas robekan himen. Akhirnya dilakukan pengikatan dengan benang pada batas robekan himen, Kuli dijahit secara simpel. Periksa kembali apakah ada alat atau kassa yang tertinggal dalam vagina. Masukkan jari ke dalam anus untuk melihat apakah ada jahitan yang mengenai mukosa rektum

Cuci vulva dan perineum dengan larutan antiseptik.

Kumpulkan bahan habis pakai yang terkena darah atau cairan tubuh dan masukkan ke dalam tempat sampah. Setelah melepaskan sarung tangan kemudian cuci tangan dengan sabun atau larutan antiseptik dalam air mengalir.

Perawatan pasca tindakan : periksa tanda vital , catat kondisi pasien, buat instruksi pengobatan dan pemantauan.

Pengambilan apus luka episiotomi pada hari kedua (>48 jam) dilakukan dengan menggunakan lidi kapas steril dengan media agar (biakan kuman aerob dan anaerob).

Hasil biakan dikatakan positif bila dalam waktu satu hari setelah pembiakan bakteri ditemukan pertumbuhan koloni kuman.

Hasil biakan dikatakan positif bila setelah pembiakan bakteri ditemukan pertumbuhan koloni kuman.

Hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik dikatakan sensitif bila terdapat hambatan pertumbuhan bakteri di sekitar cakram antibiotik pada media biakan sesuai dengan diameter standar yang telah ditetapkan

Hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik dikatakan resisten bila tidak terdapat hambatan pertumbuhan bakteri di sekitar cakram antibiotik pada media biakan.

Perawatan vulva hygiene pascasalin di ruangan dilakukan dengan menggunakan kompres larutan Povidone iodine 10%.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9. Pengolahan Data dan Analisa Statistik

Data diolah dari formulir penelitian yang telah diisi oleh peneliti. Data dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan penelitian dan dianalisis menggunakan program komputer.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian kejadian infeksi luka episiotomi dan pola bakteri pada persalinan normal di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK-USU, RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, dilakukan terhadap 42 sampel yang termasuk kriteria penelitian, pada bulan November, Desember 2008 hingga Januari 2009. Dijumpai 3 kasus (7.1%) yang dinyatakan terkena infeksi pada luka episiotomi.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Myers dan Helfgott di Amerika Serikat 2001 yang mendapatkan insidensi infeksi luka episiotomi sebesar 0,35 - 3%, Di Viet Nam 2005 infeksi terjadi 0,5 - 4,6%.28

Tabel 4. 1. Karakteristik Subjek Penelitian RSHAM RSPM KARAKTERISTIK n % n % USIA (TAHUN) < 25 7 41.2 9 36.0 26 - 35 9 52.9 12 48.0 ≥ 36 1 5.9 4 16.0 PENDIDIKAN Pendidikan Dasar Pendidikan Lanjutan 12 5 70.6 29.4 7 18 28.0 72.0 GRAVIDA 1 - 2 ≥ 3 13 4 76.5 23.5 22 3 88.0 12.0 T O T A L 17 100.0 25 100.0 Uji Chi-Square

Di RSHAM, peserta penelitian dengan usia dibawah 25 tahun sebanyak 7 orang (41.2%), antara 26-35 tahun sebanyak 9 orang (52.9%), diatas 36 tahun sebanyak 1 orang (5.9%). Peserta dengan pendidikan dasar sebanyak 12 orang (70.6%), pendidikan lanjutan 5 orang (29.4%). Peserta berdasarkan jumlah kehamilan antara 1-2 sebanyak 13 orang (76.5%), dengan jumlah kehamilan di atas atau sama dengan 3 sebanyak 4 orang (23.5%).

Di RSPM, peserta penelitian dengan usia dibawah 25 tahun sebanyak 9 orang (36.0%), antara 26-35 tahun sebanyak 12 orang (48.0%),

diatas 36 tahun sebanyak 4 orang (16.0%). Peserta dengan pendidikan dasar sebanyak 7 orang (28.0%), pendidikan lanjutan 18 orang (72.0%). Peserta berdasarkan jumlah kehamilan antara 1-2 sebanyak 22 orang (88.0%), dengan jumlah kehamilan di atas atau sama dengan 3 sebanyak 3 orang (12.0%).

Tabel 4.2. Kejadian Infeksi Luka Episiotomi pada Persalinan Normal di RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF NAMA RS n % n % n % RSHAM 2 11.8 15 88.2 17 100.0 RSPM 1 4.0 24 96.0 25 100.0 TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0 *Uji Chi-Square p = 0.338

Di RSHAM, peserta penelitian yang dijumpai infeksi pada luka episiotomi sebanyak 2 orang (11.8%) dari 17 peserta (100.0%).

Di RSPM, peserta penelitian yang dijumpai infeksi pada luka episiotomi sebanyak 1 orang (4.0%) dari 25 peserta (100.0%).

Tabel 4.3. Hubungan antara Hemoglobin dengan Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF HEMOGLOBIN n % n % n % < 11 gr% 3 10.7 25 89.3 28 100.0 ≥ 11 gr% 0 0.0 14 100.0 14 100.0 TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0 *Uji Chi-Square p = 0.204

Dari tabel tampak terjadi infeksi luka episiotomi sebanyak 3 orang (7.1%) dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr%, pada 42 peserta.

Uji statistik tampak hubungan kejadian infeksi luka episiotomi dengan kadar hemoglobin pasien tidak bermakna secara statistik.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Vorherr 2002 mengatakan bahwa keadaan anemia mempengaruhi kejadian infeksi nifas, dari hasil penelitian Guyansyah 1994 yang menyimpulkan tidak ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap kejadian infeksi luka episiotomi.

Tabel 4.4. Hubungan antara Status Gizi Ibu dengan Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF BMI n % n % n % Normoweight 1 3.1 31 96.9 32 100.0 Overweight 2 20.0 8 80.0 10 100.0 TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0 *Uji Chi-Square p = 0.071

Pada tabel di atas tampak hubungan antara status gizi pasien dengan kejadian infeksi luka episiotomi tidak bermakna secara statistik. Status gizi pasien pada penelitian ini rata-rata mempunyai status gizi baik menurut perhitungan basal metabolisme index (BMI), sehingga secara statistik tidak terdapat pengaruh status gizi pasien terhadap kejadian infeksi luka episiotomi.

Menurut Vorherr 2002 keadaan malnutrisi mempengaruhi kejadian infeksi nifas. Keadaan ini tidak merupakan hal yang bertentangan, karena faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi bersifat multifaktor sehingga bukan semata-mata ditentukan oleh status gizi pasien.

Tabel 4.5. Hubungan antara Lama Persalinan dengan Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF LAMA PERSALINAN n % n % n % < 8 jam 1 6.7 14 93.3 15 100.0 ≥ 8 jam 2 7.4 25 92.6 27 100.0 TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0 *Uji Chi-Square p = 0.929

Dari tabel 4.5. Dapat dilihat sebaran penelitian berdasarkan lama proses persalinan normal dari 42 peserta penelitian, sebanyak 15 kasus proses persalinan selesai dalam 8 jam, terjadi infeksi pada luka episiotomi sebanyak 1 orang (6.7%) dan 27 kasus selesai diatas 8 jam, diantaranya terdapat infeksi luka episiotomi sebanyak 2 orang (7.4%).

Dari hasil penelitian ini lama persalinan dalam penelitian ini tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian infeksi luka episiotomi (p=0.929). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Bennet 2004 dan Vorherr 2002 yang menyatakan lama persalinan mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi. Penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Guyansyah 1994 dimana disimpulkan bahwa lama persalinan tidak mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi.

Tabel 4.6. Hubungan Lama Ketuban Pecah terhadap Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF LAMA KETUBAN PECAH n % n % n % < 8 jam 1 2.6 38 97.4 39 100.0 ≥ 8 jam 2 66.7 1 33.3 3 100.0 TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0 *Uji Chi-Square p = 0.000

Lama ketuban pecah dalam 8 jam dijumpai 1 orang (2.6%) yang terjadi infeksi pada luka episiotomi dan 2 orang diatas 8 jam di jumpai 2 orang (66.7%).

Lama ketuban pecah pada penelitian ini berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian infeksi luka episiotomi. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Bennet 2004 dan Vorherr 2002 yang menyatakan lama ketuban pecah mempengaruhi kejadian infeksi nifas.

Tabel 4.7. Jenis Bakteri Aerob yang Ditemukan pada Luka Episiotomi (n=42) JENIS BAKTERI AEROB LUKA EPISIOTOMI (n=42) % Staphylococcus aureus Citrobakter diversus Pseudomonas aeruginosa Escherichia coli Klebsiella oxytoca Candida albicans Candida tropicalis Citrobakter freundi Staphylococcus epidermidis Providencia rettegeri Klebsiella pnemoniae 11 5 5 5 4 3 2 2 2 1 2 26.2 11.9 11.9 11.9 9.5 7.1 4.8 4.8 4.8 2.4 4.8 T O T A L 42 100.0

Dari tabel 4.7. Tampak pada luka episiotomi jenis bakteri aerob yang sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus sebanyak 11 orang

(26.2%). Citrobakter diversus, Pseudomonas aeruginosa dan

Escherichia coli masing-masing dijumpai sebanyak 5 orang (11.9%).

Klebsiella oxytoca 4 orang (9.5%), Candida albicans 3 orang (7.1%),

Candida tropicalis 2 orang (4.8%), Citrobakter freundi 2 orang (4.8%),

Staphylococcus epidermidis 2 orang (4.8%), Providencia rettegeri 1 orang, Klebsiella pnemoniae 2 orang (4.8%).

Mikroorganisme aerob yang normal ditemukan pada luka episiotomi adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Candida albicans, Candida tropicalis. 37

Mikroorganisme aerob yang abnormal ditemukan Citrobakter diversus , Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella oxytoca,

Citrobakter freundi, Providencia rettegeri, Klebsiella pnemoniae,

merupakan flora normal yang sering dijumpai di usus besar dan tinja.37

Tabel 4.8. Jenis Bakteri Anaerob yang Ditemukan pada Luka Episiotomi (n=2) JENIS BAKTERI ANAEROB LUKA EPISIOTOMI (n=2) % - Actinomyces - Chlostridia perfrigens - Tidak ada pertumbuhan

bakteri 1 1 40 2.4 2.4 95.2 T O T A L 42 100

Dari tabel 4.8. Tampak pada luka episiotomi jenis bakteri anaerob yang dijumpai Chlostridia perfrigens dan bakteri anaerob ditemukan

Tabel 4.9. Jenis Bakteri yang Ditemukan pada Luka Episiotomi dengan tanda-tanda infeksi

JENIS BAKTERI LUKA EPISIOTOMI yang infeksi (n=3) Citrobakter diversus Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis 1 1 1 T O T A L 3

Dari tabel 4.9. Tampak pada infeksi luka episiotomi dengan tanda-tanda infeksi sebanyak 3 orang, jenis bakteri yang ditemukan adalah

Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

Pada pasien yang dijumpai bakteri Citrobakter diversus yang pada umumnya di jumpai di usus besar (tinja) penyebab terjadinya infeksi pada luka episiotomi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena perawatan luka episiotomi di ruang nifas dilakukan oleh pasien yang merupakan sisi yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan sosioekonomi dan pendidikan yang rendah.

Pada pasien lainnya yang terinfeksi pada luka episiotomi pada penelitian ini yang dijumpai bakteri Staphylococcus aureus adalah flora normal yang dijumpai di vagina, Staphylococcus epidermidis adalah flora normal di jumpai pada kulit. Status gizi pasien ini mempunyai status gizi yang baik, kadar hemoglobin di bawah 11 gr%,

sosioekonomi dan pendidikan serta daya tahan tubuh yang rendah pasien tersebut, faktor ini kemungkinan dapat mempengaruhi terjadinya infeksi pada luka episiotomi yang bersifat multifaktor.

Tabel 4.10. Hasil Uji Kepekaan Bakteri Aerob yang ditemukan pada Luka Episiotomi dengan tanda-tanda infeksi Terhadap Antibiotik

Citrobakter diversus (n=5) Staphylococcus aureus (n=10) Staphylococcus epidermidis (n=2) ANTIBIOTIK BAKTERI AEROB S I R S I R S I R Penicillin 0 0 0 0 0 10 0 1 1 Ampicilin 0 0 5 0 1 10 0 0 2 Amoxicilin 0 0 5 2 1 8 0 0 2 Methicilin 0 0 0 0 3 5 1 0 0 Cefepime 5 0 0 9 1 1 2 0 0 Cefotaxime 2 2 1 8 3 0 2 0 0 Vancomycin 0 0 0 2 5 3 0 2 1 Ceftriaxone 3 1 1 6 3 2 2 0 0 Amikacin 5 0 0 11 0 0 2 0 0 Gentamicin 3 1 1 4 5 2 2 0 0 Ciprofloxacine 5 0 0 10 1 0 2 0 0 Chloramphenicol 3 2 0 5 4 2 1 1 0 Tetracyclin 0 1 4 0 3 8 0 0 2 Erythromycin 0 0 0 0 4 6 0 2 0 Sulbactam/Cefoperazo 5 0 0 11 0 0 2 0 0 Meropenem 4 0 1 11 0 0 2 0 0 Sulfamethazole 0 1 4 3 2 5 0 1 1 Ceftazidin 3 1 1 5 3 2 2 0 0 Cefuroxime 1 1 3 5 3 2 1 1 0 Kanamycin 0 0 0 3 4 2 1 2 0 Ofloxacin 2 1 3 7 2 0 2 0 0 Piperacillin 2 1 0 6 0 0 1 0 0 Carbenicillin 1 1 0 4 1 0 0 1 0

Keterangan : S = Sensitif I = Intermediate R = Resisten

Dari tabel 4.10. Tampak antibiotik yang sensitif terhadap bakteri aerob : Citrobakter diversus masih sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloram-phenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Piperacillin.

Staphylococcus aureus sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Ciprofloxacine, Chloram-phenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Cefuroxime Kanamycin, Ofloxacin, Piperacillin dan Carbenicillin.

Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotika Methicilin, Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Cefuroxime, Ofloxacin dan Piperacillin.

Tabel 4.11. Hasil Uji Kepekaan Bakteri Anaerob Terhadap Antibiotik Actinomyces (n=1) Chlostridia perfrigens (n=1) ANTIBIOTIK BAKTERI ANAEROB S I R S I R Ampicilin 0 0 1 0 0 1 Amoxicilin 0 0 1 0 0 1 Cefepime 1 0 0 1 0 0 Ceftriaxone 0 0 1 0 0 1 Amikacin 1 0 0 1 0 0 Gentamicin 1 0 0 1 0 0 Ciprofloxacine 1 0 0 1 0 0 Chloramphenicol 0 0 1 1 0 0 Sulbactam/Cefoperazo 1 0 0 1 0 0 Metronidazole 0 0 1 1 0 0 Meropenem 1 0 0 1 0 0 Sulfamethazole 0 0 1 0 0 1 Ceftazidin 0 0 1 0 1 0 Ofloxacin 1 0 0 1 0 0 Piperacillin 1 0 0 1 0 0

Dari tabel 4.11. Tampak antibiotik yang sensitif terhadap bakteri

Actinomyces adalah Cefepime, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Sulbactam, Meropenem,Ofloxacin dan Piperacillin.

Chlostridia perfrigens sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Metronidazole, Meropenem, Ofloxacin dan Piperacillin.

Hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik.

Dari hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik tidak ditemukan antibiotik yang efektif terhadap semua jenis bakteri penyebab infeksi yang ditemukan. Semua jenis bakteri penyebab infeksi pada penelitian ini Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis resisten terhadap Penicillin, Ampicilin, Amoxicilin, Tetraciklin, Erythromycin dan Sulfamethazole. Sebagian besar bakteri sensitif terhadap Amikasin, Sefuroksim, Siprofloksasin, Cefotaxime, Ceftazidin dan Sulbactam.

Dari hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik didapatkan semua bakteri yang ditemukan pada kasus infeksi pada penelitian ini tidak sensitif terhadap Penicillin, Ampicilin, Amoxicilin, Tetraciclin, Erythromycin dan Sulfamethazole, sehingga penggunaan untuk tujuan pengobatan infeksi luka episiotomi perlu dipertimbangkan kembali.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Penelitian kejadian infeksi luka episiotomi dan pola bakteri pada persalinan normal di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK-USU, RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, dilakukan terhadap 42 sampel yang termasuk kriteria penelitian, pada bulan November, Desember 2008 hingga Januari 2009, dijumpai 3 kasus (7.1%) yang dinyatakan terkena infeksi pada luka episiotomi.

2. Pola bakteri terbanyak pada luka episiotomi : Staphylococcus aureus, Citrobakter diversus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,

Klebsiella oxytoca, Candida albicans, Candida tropicalis, Citrobakter

freundi, Staphylococcus epidermidis, Providencia rettegeri,

Klebsiella pnemoniae.

3. Pola bakteri penyebab infeksi pada luka episiotomi : Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

4. Bakteri penyebab infeksi pada luka episiotomi pada penelitiaan ini sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Methicilin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Piperacillin, Cefuroxime, Kanamycin, Ofloxacin, dan Carbenicillin.

5.2. SARAN

1. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pencegahan infeksi disarana pelayanan ruang bersalin, ruangan nifas dan pelaksanaan perawatan luka episiotomi, sehingga akan menurunkan kejadian infeksi pada luka episiotomi.

2. Perlu ditingkatkan ketaatan dari pelaksana pelayanan kesehatan yang sesuai dengan prosedur panduan tindakan medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen kesehatan. Pengendalian infeksi di rumah sakit. Diunduh

dari : http://www. depkes .go.id/index.php.option.news&task.viewarticle&sid.

2. Yokoe SD,Christiansen LC,Jhonson R. Epidemiologi of survailance for Post Partum Infection. Emerging Infectious Disease. 2001;7:837-41. 3. Althabe F, Belizan MJ, Bergel E. Episiotomy rates in primiparous

women in latin America : hospital based descriptive study. Diunduh dari : http://www.bmj.com. cgi/ content/full/324/7343.

4. Haynes K, Stone C, King J. Episiotomy and perineal laceration in morbidities associated with childbirth in Victoria. The consultatvie Council on Obstetrics and Paediatric Mortality And Morbidity. 2004;11. 5. Weber MA, Meyn L. Episiotomy use in The United States,1979-1997.

Obstetrics and Gyecology. 2002;100;1177-82.

6. Ebanyat OAF, Manside J, Were G. Management of 2 nd Stage of Labour. Safe Motherhood Module. 2001;76-83.

7. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Puerpural Infection. Dalam : Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD, penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke -22. Philadelphia : Mc Graw Hills. 2007 : 711-24.

8. Durfee RB. Episiotomy. Dalam: Pernoll ML, Benson RC, Penyunting. Current Obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. Edisi ke-10. Norwalk : Appleton & Lange; 2007:186-9.

9. Rusda M. Anastesi infiltrasi pada episiotomi. Digitalizied by USU digital Library 2004.

10. Leeman M. Spearman M, Rogers R. Repair of obstetric perineal laceration. American Family Physician 2003. Diunduh dari: www.aaaafp.org/afp.

11. Episiotomy. Managing complications in pregnancy and childbirth.

Diunduh dari:

www.who.int/reproductive-ealth/impac/Procedures/Episiotomy_P71_P75.html.

12. Repair of vaginal and perineal teears.Managing complications in pregnancy and childbirth. Diunduh dari : www.who.int /

reproductive-health / impac / Procedures / Repair vaginal P71, P75.html.

13. Hartmann K, Viswanathan, Palmieri R. Outcome of routine episiotomy : A systematic review. JAMA 2005; 293 (17) : 2141-48.

14. Hartmann K, Viswanathan, Palmieri R. The use of episiotomy in obstetrical care : A systematic review. Agency for health care and Quality 2005. Diunduh dari : www.arhq.gov.

15. Lipscomb GH. Wound healing, suture material and surgical instrumentation. Dalam: Rock AJ, Jones HW, penyunting. Te linde’s operative gynecology. Edisi ke-10. Philadelphia : Lippincott Williams & wilkins; 2008 : 226-42.

16. Setiawan Y. Infeksi nifas post partum 2008. Diunduh dari : www.siaksoft milik anda.com.

17. Guyen VQ. Hospital acquired infections 2007. Diunduh dari: http;//emedicine. com/ped/Topic619.html.

18. Puerpual infection. Diunduh dari http://www.wrongdiagnosis.com/p/ puerperal fever/ books-disease-7g.html.

19. Kennnedy SL. Pregnancy, post partum infection 2007;100-11. Diunduh dari http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC482.HT.

20. Col RJ. Necrotising perineal infection : A fatal outcome of ischiorectal

fossa abscess 2000,281-284. Diunduh dari http://resed.ac.uk/journal/vol45,5/ 4550002.htm.

21. General care practice.Managing complication in pregancy and childbith. Diunduh dari : www.who.int /reproductive-health /impac/clinical principles/ general.

22. Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Peleyanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Antiseptik, Jakarta, 2004;B-1.

23. Centers for disease control and prevention. Wash your hand. Diunduh dari : http://www.cdc.gov/Features/Handwashing.

24. RoseHC, Blessitt L K, Araghidazeh F. Episiotomy dehiscence that required intestinal diversion. American Journal of Obstetric and Gynecology 2005,17590.

25. Saiman L, O’Keefe M, Graham III L P. Hospital transmission of community-acquired Methicillin-resistant staphylococcus aureus. Clinical Infectious Diseases 2003;37:1313-9.

26. Hseueh RP, Chen HW, Luh TK. Relationships between antimicrobial use and antimicrobial resistance in Gram-negative bacteria causing nasocomial infections from 1991-2003 at a university hospital in Taiwan. International Journal of Antimicrobial Agents 26(2005)463-472.

27. Flynn P, Franiek J, Janssen P. How can second stage management prevent perineal trauma?. Can Fam Physician 1997;43:73-84.

28. Ngoc TNN, Sloan LN, Thach ST. Incidence of postpartum infection after vaginal delivery in Viet Nam. J Health Popul Nutr 2005 Jun;23(2):121-130.

29. Rose HC, Blessitt LK, Araghizadeh F. Episiotomy dehicence that required intestinal diversion. American Journal of Obstetrics and Gynecology (2005) 193, 1759-60.

30. Romano SP, Yasmeen S, Schembri EM. Coding of perineal lacerations and other complications of obstetric care in hospital discharge data. American College of Obstetricians and Gynecologists (2005); 106:717-25.

31. Guimaraes REE, Chianca MCT, de Oliveira CA. Puerperal Infection from the perspective of humanized delivery care at a public maternity hospital. Rev Latino-am Emfermagem. 2007 julho-agosto; 15(4):536-42. 32. Depkes. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi. Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik. Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2003. 33. Sidabutar G. Pola pertumbuhan bakteri dan uji kepekaan antibiotik dari

isolat usap vagina pada ketuban pecah dini dan non ketuban pecah dini di RSUP H. Adam Malik- RSUD Pirngadi- RSU Sundari, Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan 2008.

34. Nichols L R, Henderson, Hiat R J. Guidline for prevention of surgical site infection. Bulletin of the american college of surgeons. 2000.

35. Horan C T, Andrus M, Dudeck A M.CDC/NHSN surveilence definition of health care associated infection and criteria for spesific types of infections in acute area setting,AJIC major article 2008.

36. Surgical site infection in Post pregnancy genital tract and wound infections. Diunduh dari : www.Medscape.com.

37. Shulman ST. Pengenalan penyakit infeksi. Dalam: Shulman ST, Phair JP, Sommers HM, penyunting. The biologic and clinical basis of infectious diseases. Edisi ke-4. Philadelphia : WB Saunders ;1994 : 1-15.

38. Gottrup F, Melling A, Hollander DA. An overview of surgical site infections : aetiology, incidence and risk factors. EWMA.2005;5:11-15. 39. Falanga V, Ford HR, Wilson FE. Reducing surgical site infections. A

supplement to contemporary surgery. 2003:1-8.

40. Barnard BM . Fighting surgical site infections. Diunduh dari : www. Ruhof.com

41. Kette C, Johanson RB. Continuous versus interrupted sutures for perineal repair. J obstet gynaecol. 2007;4: 485-89.

42. Australian council for safety and quality in health care. National strategy to address health care associated infections. 2003.

43. Department of reproductive health and research, Wolrd Health Organization. Antibiotic therapy, Managing complications in pregnancy and childbirth. 2003.

44. Antimicrobial prophylaxis. Diunduh dari : www.Medscape.com.

45. Infection Prevention Guidelines. Preventing maternal and newborn infections.2003.

46. Weinstein RA, Siegel JD, Brennan PJ . Infection-control report cards- securing patient safety. N Engl j med. 2005;353:225-7.

47. Allerberger F, Gareis R, Janata O, Krause R, Meusburger S, Mittermayer H. Guidelines to Further Develop and Define Antibiotic Use in Hospitals. Dalam: Allerberger F, Gareis R, Janata O, Krause R, Meusburger S, Mittermayer H. Penyunting. Antibiotics strategies. Edisi ke- 2. Austria : Federal Ministry of Health and Women. 2004. http://www.antibiotika-strategien.at.

48. Fong IW, Drlica K. Emerging Infectious Diseases of the 21st Century.

Dalam : Fong IW, Drlica K. Antimicrobial Resistance and Implications for the Twenty-First Century. New York : Springer Science. 2008.

49. Anton G, Grabein B, Schönberger D, Weissenbacher ER. Antibiotics for the treatment of pelvic infections. http://www.emedicine.antibiotics for the treatment.

50. Bennet J Bartscht KD, Delaney JOL. Episiotomi. Dalam Sciarra JJ, Dilts PV. Eds.Gynecology and Obstetrics vol 2 revised edistion. Philadelphia. JB Lippincott Company, 2004,157-81.

51. Vorherr H. Purpueral infection. Dalam Sciarra JJ. Gynecology and Obstetrics. Philadelphia:JB Lippincott, 2002,4-7.

52. Guyansyah A. Hasil evaluasi pengobatan luka episiotomy pasca salin pada primi para dengan dan tanpa antibiotic profilaksis, Unifersitas padjadjaran, Bandung 1994.

53. Walling AD, Nahum GG, et al. Antibiotic use in pregnancy and lactation. What is and is not known about teratogenic and toxic risks. Obstet Gynecol May 2006;107:1120-3

LAMPIRAN 2

LEMBARAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :……….

Usia : ………

Alamat :……….

No. MR :……….

Setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan serta manfaat penelitian yang berjudul :

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H ADAM

MALIK, RSUD. Dr PIRNGADI MEDAN

Menyatakan bersedia untuk diikutsertakan sebagai subjek penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun. Medan , ……….2008

Yang membuat pernyataan (………..)

LAMPIRAN 3

FORMULIR PENELITIAN

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H ADAM

MALIK, RSUD. Dr PIRNGADI MEDAN

Dokumen terkait