Setelah mempelajari lingkup karya teater dan mengetahui langkah-langkah kreativitas dalam seni teater, coba kamu presentasikan di depan kelas mengenai konsep naskah pertunjukan dan ekspresikan secara kelompok sesuai sumber
Prolog
Lakon atau cerita ini terjadi entah dimana, tetapi kita sadari mungkin napasnya tercium membaui sekeliling kita. Seperti racun atau pun parfum yang dapat mempengaruhi orang untuk bersikap dan bertindak. Namun itu semua perlu waktu dan waspada.
Lakon ini lebih cocok dipanggungkan di atas proscenium, agar jarak estetis terjalin dengan baik dengan penonton. Setting pertunjukan secara keseluruhan bersifat presentatif, bahkan lebih sederhana dari itu. Bentuk pemanggungan pun dapat diolah dengan kontemporer, ataupun dibawa kearah tradisional.
Babak I
Musik overture sebagai gambaran peristiwa mengawali pertunjukan. Denting bunyi dan suara menyayat terdengar banyak komposisi musikal keagamaan dari arah penjuru negeri. Cyclorama tampak silhouette tempat ibadah. Keempat pemuka agama masuk saling bergantian dengan gumaman tasbih-tasbih keagamaan, diawali dengan konigurasi terpola, acak dan akhirnya bersatu dalam napas komposisi tematik perceptual dan visual. Atmosir yang dibangun perasaan gelisah dan bimbang menghadapi zaman yang chaos dan tak menentu.
Babak II
Adegan 1 :
Empat tokoh agama ke luar, mengalun musik bernuansa kekisruhan, tapi bukan rebut sebagai pengantar masuknya tiga orang tokoh yang tengah menjalin intrik dan politik di suatu tempat. Tarian persekongkolan digelar untuk beberapa saat oleh tiga orang tokoh, hingga membentuk pose seperti patung dengan formasi tertata apik. Kostum mereka nyaris sama hadir mewakili kaum borjuis angkuh dan rakus.
Adegan 2 :
Tiga orang tokoh melakukan pose, musik berubah bernada aksen mengantar tiba-tiba turunnya tiga layar kain putih dengan posisi gigiwalang tidak menghalangi tokoh. Musik pengantar tarian goda mulai digelar. Masuk enam penari Goda dari arah kanan-tangah-kiri panggung langsung meresponse kain putih yang disorot lampu atas berwarna merah. Namun ketika ada kontak dengan tiga orang tokoh yang mematung berubah muka menjadi perempuan bertopeng dengan wajah menyeramkan dan penuh misteri. Dibalik ketidaksadarannya tiga orang patung kembali hidup dan bujuk rayu tiga orang itupun terbius rayuan dan ke luar panggung dengan arah yang berbeda.
Adegan 3 :
Penari goda dan tiga tokoh hitam (dapat dimainkan oleh tokoh perempuan) keluar. Masuk para penari balon sabun dengan property diupayakan apa yang dilakukan membentuk balon-balon sabun menggelung, sehingga panggung terkesan lautan busa yang penuh daya mimpi.
Babak III
Adegan 1:
Padang ilalang yang terbentang dengan romantisme perkampungan nan elok. Masuk empat tokoh anak berkalung ketepel dari berbagai arah. Berjalan mundur beberapa langkah menuju satu fokus panggung sambil memutar-mutar koleceran, sehingga tercipta komposisi tarian anak dengan properti koleceran dan katepel dengan akhir semua anak membentangkan katepel ke arah langit (atas) dengan posisi berbeda. Seketika bentangan katepel dilepas dengan fokus cyclorama tengah, maka cyclorama pun berubah jadi silhuoutte menyala merah dengan dentuman dan rintihan, kepanikan orang-orang. Keempat anak pun terkesima dan beberapa saat tertegun menyaksikan dan memperkuat silhouette. Baru setelah mendengar suara lolongan seorang ibu anak menjadi sadar kembali dengan suasana galau dan tangis.
Ibu : Tolong…! tolong … ! to… long…! Anak-anak : Ema … Abah …, ibu… bapak …, dst. (diucapkan dengan pengolahan irama dan dialek etnis yang berbeda, hingga ke luar panggung).
Adegan 2-3
Silhoutte masih tampak bahkan lebih dahsyat dengan percikan kembang api. Masuk empat tokoh Agama secara bergantian dengan tergesa-gesa dari arah yang berbeda. Semua terkesima. Saat itu pula terbangunkan oleh suara tangisan anak, berpencar dan mencari dengan konigurasi mengolah ruang panggung. Tiba-tiba masuk empat orang anak dengan pakaian yang berbeda dan arah berbeda, menabrak, dan rubuh. Keempat anak dibopong oleh masing-masing Pemuka Agama, sebelum ke luar panggung terjadi kontak penyatuan persepsi dengan olahan konigurasi gerak dan olahan ruang.
Adegan 4 :
Bopongan anak oleh para Pemuka Agama ke luar panggung ditandai dengan suara orang-orang ribut dan teriakan dalam suasana penjarahan. Masuk para penari penjarah dengan properti buntalan, hingga tewas berguguran karena saling berebutan, saling menyelamatkan dan saling mencederai. Akhirnya terkapar dengan posisi acak tertata.
Adegan 5 :
Muncul tiga sosok manusia; pertama, seorang Kakek seolah terbangun dari tidur dari arah kiri panggung meresponse mayat-mayat yang terbujur kaku, tak lama mendengar suara tangisan bayi diantara kaparan mayat. Sang Kakek mencari dan mengaisnya dengan penuh kasih sayang. Tak lama kemudian menggeliat Tiga orang Anak percis baru bangun dari tidur. Ia cepat berkemas dan bergegas bertanya pada Sang Kakek.
Anak : Hai …, engkau siapa ? Kakek : Kita sisa dari yang tersisa… Anak : Kenapa banyak orang tertidur? (menghampiri Si Kakek)
Kakek : Mereka mayat, saudara kita …
Anak : Makamkan dan berilah penghormatan ! (Menggandeng tangan kemudian berjalan) Kakek : Bukan itu yang mereka harapkan. Mereka butuh kasih sayang dan kelayakan seperti kau! Anak : … dan Kakek?
Kakek : Menunggu kematian!
(Beberapa saat, lampu blackout)
Babak IV
Peristiwa berlangsung di suatu ruangan dengan peralatan mirip kursi Singgasana Kerajaan dan pelataran luas dalam situasi keraton. Tampak kain abu atau putih yang disorot lampu dengan ilter merah memanjang dari atas ke bawah dengan motif atau lambang tertentu membentengi Singgasana. Pilar-pilar kemegahan terpasang dengan kukuh mengisi ruang-ruang panggung yang kosong.
Adegan 1 :
Masuk Tiga Orang Tokoh Hitam berjas, bersepatu dan berkacamata hitam. Mereka menuntun kucing hitam bertali. Mereka melakukan tarian kepuasan
dengan response dan property dominan pada kucing.
Adegan 2 :
Tepukan tangan tiga kali mentengarai masuknya para Dayang untuk menjemput Tiga Orang Tokoh Hitam dan menempatkan kucing-kucing tersebut pada tiang-tiang mas yang tersedia. Para Dayang memberi makan dan minum dalam wadah pundi-pundi istimewa, kemudian mengipasi singgasana tanpa berpenghuni dari arah kiri dan kanan.
Adegan 3 :
Tiba-tiba muncul sosok kepala tanpa tubuh di atas singgasana tergambar pada kain abu atau putih di tengah panggung dengan menggunakan lampu efek gobo. Tak lama muncul Tiga Orang Tokoh Hitam berkata dan mendapat jawaban entah dari mana suara itu datangnya.
Tokoh Hitam : Daulat Tuanku, titah Baginda telah hamba laksanakan! Suara : Wahai sahabatku, perjuangan kita belum
selesai! (Tiga Tokoh Hitam saling menatap dan manggut) Para Dayang jamu mereka
sepuasnya! (Para Dayang setengah berdiri dan berkata ) Hamba laksanakan!
(Silhoutte perlahan menghilang dan kain
tersorot lampu merah tajam bercampur warna lain)
Adegan 4 :
Tepukan tangan tiga kali. Masuklah beberapa para penari persembahan
dengan property bokor tenteng dalam irama gairah dengan nuansa imaji
mimpi yang glamour.
Adegan 5 :
Para Penari Persembahan ke luar, para Tokoh Hitam bangkit dari tempat duduknya mengantar kepergian para penari. Seketika membalik membelakangi penonton. Tiba-tiba masuklah Tarian Lapar. Ketiga Tokoh Hitam perlahan membalik ke arah penonton dalam pose diam tak bersuara.
Tarian tersebut sangat tidak menyenangkan mereka, membuat takut, meronta dan mau menerkam. Tiga Tokoh Hitam bertepuk tangan bersamaan ke luar orang membawa kopor berisi uang kertas, kemudian diambil dan ditaburkan hingga berserakan memenuhi panggung. (para penari lapar tidak meresponse secara kuat karena bukan itu yang dibutuhkan). Ketiga Tokoh Hitam, tiba-tiba membuka jas hitam dan melemparkan ke tengah orang-orang lapar. Tampak dibagian dalam berpakaian kemeja merah berdasi warna kontras. Kucing mengerang dan seketika itu, para Penari Lapar menyerbu makanan dan minuman yang ada pada pundi-pundi mas. Ketiga Tokoh Hitam jelang menyaksikan perilaku para Penari Lapar, segera menjemput jas yang berserakan kemudian disimpannya dipundak dan diambilnya kucing-kucing tersebut dengan penuh elusan dan kasih sayang. Ketiga Tokoh Hitam ke luar. Satu persatu para Penari Lapar bangkit dan kemudian rubuh terkapar,
akhirnya mati.
Babak V
Di sebuah pelataran atau lapang terbuka. Orang-orang tengah asyik mendengarkan suara propaganda yang bersumber dari efek gobo dengan gambar matahari yang tersenyum.
Adegan 1 :
Layar dibuka semua orang terfokus pada suara propaganda, ditata secara apik tanpa bersuara, hanya response-response kecil saja yang tampak. Jelang beberapa saat muncullah dua sosok berkedok kucing putih dan hitam dari kerumunan orang. Kedua sosok Kucing tersebut berkelahi dengan penataan yang apik dan nuansa tarian kucing. Akhirnya kedua Kucing tersebut berbalik menerkam rakyat tang terpecah menjadi dua. Kedua Kucing mengeluarkan erangan secara bergantian dan seketika itu suara erangan memekikan telinga, rakyat berjatuhan satu persatu dan mati. Kedua Kucing saling menatap, bersahabat dan akhirnya ke luar dengan penuh keakraban ke arah kiri panggung.
Adegan 2 :
Di tengah mayat yang terbujur kaki memenuhi area panggung, datanglah empat Pemuka Agama dalam posisi rampak kemudian berpencar larut dalam Susana penguburan masal yang ditutup kain putih lebar. Keempat Pemuka Agama pun mundur bersama dan membalik bersama dan akhirnya membuat lingkaran di poros panggung.
Adegan 3 :
Di balik silhouette berwarna merah, muncul tiga Tokoh Hitam dengan menggandeng para istrinya berpakaian pesta penuh kebahagiaan. Musik mulai reda mengalun dan berganti dalam suasana duka, mereka menyalami para Pemuka Agama. Mereka bergegas ke luar arah kiri panggung, seraya Pemuka Agama mengantar dan kemudian mundur bersama beberapa langkah dan segera membalik, pose merenung sebentar dan ke luar bersama menuju arah kanan panggung.
Adegan 4 :
Empat Pemuka Agama nyaris ke luar panggung, masuk para anak dengan berpakaian mewakili ibadat masing-masing dari arah kiri panggung seolah menyusul para Pemuka Agama. Tak lama muncul silhouette empat rumah beribat di layar belakang diiringi dengan suara dan denting bunyi suasana peribadatan yang kemudian berubah dengan matahari garang dan panas.
Anak : Bapak…
Suara : Anakku, kukuh teguh pada jati dirimu … Dunia itu fana tak ada keabadian ! (Pemuka Agama dan Para Anak tertegun mendengar suara dan merespon datangnya suara, kemudian mendekat).
Anak : Bapak …! Lelah sudah dalam impian… lama-lama kita akan tergoda karena ulahnya!
Pemuka Agama : Tidak anakku! (Menghampiri anak, jongkok kemudian menatihkannya dalam posisi berdiri dan berputar) Percayalah …! Matahari ada dipundakmu…
Anak : Bapak … apa yang harus perbuat ?
(Keempat Pemuka Agama saling menatap, mengolah panggung seolah berembug dan seraya berkata).
Pemuka Agama : Makmurkan … tempat-tempat ibadatmu! Kencangkan tali silaturahim…
(Semua pose berdoa dan tengadah memohon.
Silhoutte berubah menjadi warna-warni cahaya minimal empat warna simbol keagamaan dengan efek lampu dari bawah ke atas. Musik pun kembali pada suasana memuja dan memuji Sang Kuasa)
Epilog
Tak ada keabadian dalam hidup
Semua hanyalah titipan dan ujian semata Semua mengharap sang kuasa
Dari tiada kembali tiada.