• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42 minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000 gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm (Sondakh, 2013).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sondakh, 2013).

Menurut Sondakh (2013) bayi baru lahir dikatakan normal jika masuk dalam kriteria sebagai berikut:

a. Berat badan lahir bayi antara 2500-4000 gram. b. Panjang badan bayi antara 48-50 cm.

c. Lingkar dada bayi 32-34 cm. d. Lingkar kepala bayi 33-35 cm.

e. Detak jantung pertama antara 180 kali/menit, kemudian turun sampai 140-120 kali/m pada saat bayi berumur 30 menit.

f. Pernafasan cepat pada menit pertama kira-kira 80 kali/m disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal, serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit.

g. Kulit kemerahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan dilapisi verniks caseosa.

h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik. i. Kuku telah agak panjang dan lemas.

j. Genetalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora telah menutupi labia minora (pada bayi perempuan).

k. Refleks hisap, menelan, dan moro telah terbentuk.

l. Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket.

2. Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir a. Adaptasi Pernapasan

1) Pernapasan awal dipicu oleh faktor fisik, sensorik, dan kimia. a) Faktor fisik, usaha yang diperlukan untuk

mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps (misalnya, perubahan dalam gradient tekanan). b) Faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan

penurunan suhu.

c) Faktor kimia, meliputi perubahan dalam darah (penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbon dioksida, dan penurunan pH).

2) Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30-60 kali/m. 3) Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk, dan

muntah, terutama selama 12-18 jam pertama (Sondakh, 2013).

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik setelah kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal system saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya (Sondakh, 2013). b. Adaptasi Kardiovaskuler

1) Denyut nadi berkisar 120-160 kali/m saat bangun dan 100 kali/m saat tidur.

Dengan berkembangnya paru-paru, alveoli terjadi peningkatan tekanan oksigen. Sebaliknya, tekanan karbon dioksida mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan resistansi pembuluh darah dan arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus erteriosus tertutup. Setelah tali pusat dipotong, aliran darah dari plasenta terhenti dan foramen ovale tertutup (Sondakh, 2013).

c. Adaptasi Gastrointestinal

1) Enzim-enzim aktif saat lahir dapat menyokong kehidupan ekstrauterin pada kehamilan 36-38 minggu, seperti perkembangan otot-otot dan refleks yang penting untuk menghantarkan makanan

2) Kelenjar saliva yang membuat sedikit saliva diolah sampai bayi berusia 3 bulan.

3) Pengeluaran mekonium berwarna hitam kehijauan, lengket, dan mengandung darah samar

4) Beberapa bayi baru lahir menyusui segera bila diletakkan pada payudara, sebagian lainnya memerlukan 48 jam untuk menyusu secara efektif (Sondakh, 2013).

d. Adaptasi Ginjal

Penurunan kemampuan untuk mengekskresikan obat-obatan dan kehilangan cairan yang berlebihan mengakibatkan ketidakseimbangan cairan. Sehingga sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 kali

sehari pada hari ke 1-2 dan setelah itu akan berkemih 5-20 kali selama 24 jam (Sondakh, 2013).

e. Adaptasi Hati

Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin (Sondakh, 2013).

f. Adaptasi Imun

Imaturitas jumlah system pelindung secara signifikan meningkatkan risiko infeksi pada periode bayi baru lahir.

1) Respon inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif

2) Fagositosis lambat.

3) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu.

4) Imunoglobulin A hilang dari saluran pernapasan dan perkemihan, kecuali jika bayi tersebut menyusu ASI.

3. Asuhan Bayi Baru Lahir

Asuhan bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan pada bayi selama jam pertama setelah kelahiran. Aspek penting dari asuhan segera setelah lahir adalah:

a. Menjaga agar bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu, caranya sebagai berikut:

1) Pastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu.

2) Ganti handuk/kain yang basah, dan bungkus bayi tersebut dengan selimut dan memastikan bahwa kepala telah terlindung dengan baik untuk mencegah keluarnya panas tubuh.

3) Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi setiap 15 menit.

4) Apabila telapak bayi terasa dingin, periksa suhu aksila bayi. 5) Apabila suhu bayi kurang dari 36,5oC, segera hangatkan bayi

(Yongky dkk, 2012).

b. Mengusahakan adanya kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya sesegera mungkin, caranya sebagai berikut:

1) Berikan bayi kepada ibu secepat mungkin. Kontak dini antara ibu dan bayi penting untuk kehangatan mempertahankan panas yang benar pada bayi baru lahir dan ikatan batin dan pemberian ASI.

2) Doronglah ibu untuk menyusui bayinya apabila bayi tetap siap dengan menunjukkan rooting reflek.

3) Jangan pisahkan bayi sedikitnya satu jam setelah persalinan (Yongky dkk, 2012).

c. Menjaga pernafasan, caranya sebagai berikut:

1) Memeriksa pernafasan dan warna kulit setiap 5 menit.

2) Jika tidak bernafas, lakukan hal sebagai berikut: keringkan bayi dengan selimut atau handuk hangat, gosoklah punggung bayi dengan lembut.

3) Jika belum bernafas setelah 1 menit mulai resusitasi.

4) Bila bayi sianosis/kulit biru, atau sukar bernafas/frekuensi pernafasan 30>60 kali/m, berikan oksigen dengan kateter nasal (Yongky dkk, 2012).

d. Merawat mata, caranya sebagai berikut:

1) Berikan eritromicin 0,5% atau tetrasiklin 1%, untuk pencegahan penyakit mata.

2) Berikan tetes mata perak nitrat atau neosporin segera setelah lahir (Yongky dkk, 2012).

4. Reflek pada bayi normal

Menurut Sondakh (2013) Bayi lahir normal mempunyai berbagai macam reflek antara lain:

a. Reflek menggenggam dilakukan dengan cara mendekatkan jari pemeriksa ketelapak tangan bayi apakah bayi berusaha menggenggam atau tidak

b. Reflek rooting dilakukan apabila kita memberikan sentuhan ke pipi bayi apakah bayi akan mencari sentuhan atau tidak

c. Reflek moro/terkejut merupakan gerak terkejut bayi yang dilakukan dengan cara memberi sentuhan dengan jari maupun tangan secara tiba tiba

d. Reflek sucking / Menghisap untuk mengetahui apakah bayi berusaha menghisap dengan cara memasukkan putting/ dot kedalam mulut bayi

e. Reflek slowing untuk mengetahui apakah bayi bisa menelan ASI yang diberikan atau tidak

f. Glabella reflek merupakan kedipan mata dan pengerutan pada kening bayi pada saat bayi disentuh pada daerah os glabella dengan jari tangan pemeriksa

g. Gland reflek merupakan usaha mengankat kedua paha bayi jika lipatan paha kanan dan kiri disentuh oleh pemeriksa

h. Tonick Neck untuk mengetahui usaha bayi mengangkat kepalanya jika bayi digendong.

5. Penanganan bayi baru lahir

Menurut Prawihardjo (2009) tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir, ialah: Membersihkan jalan nafas, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, pencegahan infeksi.

6. Penilaian bayi baru lahir

Menurut Manuaba (2013) Penilaian bayi baru lahir dilakukan dengan menggunakan sistem nilai Apgar. Dalam melakukan pertolongan persalianan merupakan kewajiban untuk melakukan: a. Pencatatan (jam dan tanggal kelahiran, jenis kelamin bayi,

pemeriksaan tentang cacat bawaan).

b. Identifikasi bayi (identifikasi sangat penting untuk menghindari bayi tertukar, gelang identitas tidak boleh dilepaskan sampai penyerahan bayi).

Tabel 2.7 Nilai Apgar Skor

Sumber : Manuaba, 2013 7. Inisiasi Menyusu Dini

Inisiasi dilakukan dengan cara bayi diletakkan di dada ibu minimal satu jam dimulai segera setelah lahir untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibunya dengan cara mencium bau ibunya. Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernafasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial, kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir. Skin to skin dengan bayi membuat bayi lebih tenang sehingga bayi tidur nyenyak. Dengan demikian, berat badan dapat meningkat serta menguatkan ikatan batin antara bayi dan ibunya (Prawirohardjo, 2010).

8. Pengaturan Suhu pada Bayi

a. Konduksi : kehilangan panas tubuh bayi melalui benda-benda padat yang berkontak dengan kulit bayi.

Gejala 0 1 2

Denyut jantung janin Tidak ada <100 denyut/menit >100 denyut/menit Pernafasan Tidak ada Lemah, menangis

lemah

Baik, menangis kuat

Otot Lemas Refleks lemah Gerak aktif, refleks

baik Reaksi terhadap

rangsangan

Tidak ada Meringis Menangis Warna kulit Biru/pucat Badan merah/

ekstremitas pucat

b. Konveksi : kehilangan panas bayi melalui aliran udara disekitar bayi. Kehilangan panas juga terjadi jika aliran udara dari kipas angin, dan AC yang kuat

c. Evaporasi : kehilangan panas bayi melalui penguapan air pada kulit bayi yang basah.

d. Radiasi : kehilangan panas pada bayi melalui benda padat dekat bayi yang tidak berkontak secara langsung dengan kulit bayi, misalnya jendela pada musim dingin (Prawirohardjo, 2010)

9. Tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir

Menurut Vivian (2011) tanda bahaya pada bayi baru lahir adalah: a. Pernapasan sulit atau lebih dari 60 kali per menit

b. Terlalu hangat (≥ 38º C)

c. Kulit bayi kering (terutama 24 jam pertama), biru, pucat, atau memar

d. Isapan saat menyusu lemah, rewel, sering muntah, dan mengantuk berlebihan

e. Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, berbau busuk, dan berdarah

f. Kejang.

10. Penyulit pada neonatus a. Asfiksia neonatorum

Adalah keadaan bayi yang tidak bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan

CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut.

1) Faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)

a) Ganguan sirkulasi menuju janin, gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)

b) Faktor ibu : Gangguan His (tetania uteri/hipertoni), penurunan tekanan darah mendadak: perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta, vasokontriksi arterial: hipertensi pada hamil dan gestosis pre-eklamsia atau eklamsia, gangguan pertukaran nutrisi atau O2 (solusio plasenta) (Manuaba, 2013).

2) Resusitasi janin baru lahir

Sebagian besar janin bernapas beberapa detik setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu telah terjadi pernapasan intrauteri, rangsangan perbedaan suhu diluar rahim, rangsangan tekanan toraks dijalan lahir, perubahan susunan atau tekanan gas oksigen atau karbondioksida. Segera setelah lahir bayi dinilai. Dengan menggunakan penilaian sebagai berikut:

a) Apgar (0-3), asfiksia berat (asfiksia pallida)

b) Apgar (4-6), asfiksia ringan-sedang (asfiksia livida) c) Apgar (7-10), bayi sehat (normal) (Manuaba, 2013).

b. Kelainan kongenital

Kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pembuahan. Kelainan kongenital penyebab terjadinya keguguran, lahir mati/kematian setelah persalinan pada minggu pertama. Kelainan kongenital dapat mencapai kehidupan yang lebih besar, karena itu pada setiap kehamilan perlu melakukan pemeriksaan antenatal untuk dapat mengetahui kemungkinan kelainan kongenital diantaranya dengan pemeriksaan USG, pemeriksaan air ketuban, pemeriksaan darah janin. Penyebab kelainan kongenital menurut Manuaba (2013) adalah sebagai berikut: Kelainan genetik dan kromosom, faktor mekanisme, infeksi, pengaruh pada saat pembentukan organ, faktor usia, faktor gizi dan kelainan hormon.

c. Infeksi neonatorum

Penyakit infeksi ini dapat terjadi melalui: infeksi antenatal (terjadi sejak masih dalam kandungan), infeksi intranatal (terjadi saat berlangsungnya persalinan), infeksi postnatal (terjadi setelah bayi berada diluar kandungan) (Manuaba, 2013).

d. Sepsis neonatorum dan meningitis

Gejala klinis infeksi neonatorum menurut Manuaba (2013) sebagai berikut: Malas minum, bayi tertidur, tampak gelisah, pernapasan cepat, berat badan cepat menurun, terjadi diare dengan segala manifestasinya, panas badan bervariasi, pergerakan makin menurun, pada pemeriksaan mungkin dijumpai

bayi berwarna kuning, pembesaran hati dan limpa, purpura dan kejang-kejang (Manuaba, 2013).

e. Aspirasi pneumonia

Gejala penyakit ini mungkin tidak khas tetapi perlu dicurigai bila menghadapi bayi dengan gejala sering tidur, berat badan cepat turun, kurang minum dan terjadi serangan apneu (Manuaba, 2013).

f. Diare

Bayi yang baru lahir sudah disiapkan untuk dapat langsung minum kolostrum yang mengandung protein, kasein, kalsium sehingga dapat beradaptasi dengan ASI. Jika bayi aterm dan pemberian ASI benar sangat kecil kemungkinan terjadi penyakit diare. Kuman yang sering menyebabkan diare, escherichia coli (E. Coli), mempunyai sifat patogen dalam tubuh manusia. Gejala klinis yang perlu diperhatikan adalah feses jumlahnya banyak, cair, berwarna hijau atau kuning, dan berbau khas.

g. Tetanus neonatorum

Tetanus neonatorum menyebabkan kerusakan pada pusat motorik, jaringan otak, pusat pernapasan, dan jantung. Masa inkubasinya sekitar 3-10 hari (Manuaba, 2013). Gambaran klinis tetanus neonatorum adalah sebagai berikut: Kejang-kejang sampai pada otot pernapasan, leher kaku diikuti spasme umum, dinding abdomen keras, mulut mencucu seperti mulut ikan, Angka

kematian yang tinggi disebabkan oleh aspirasi pneumonia dan sepsis (Manuaba, 2013).

h. Ikterus neonatorum

Disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya menjadi darah dewasa. Penghancuran darah janin inilah yang menyebabkan ikterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai gambaran bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg% sedangkan bayi belum cukup bulan 10 mg%. Diatas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia, yang dapat menimbulkan kernikterus. Kernikterus adalah akumulasi bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat menganggu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai tempat akumulasi tersebut (Manuaba, 2013). i. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Dua penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 g, yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2013). Faktor penyebab berat badan lahir rendah (BBLR) menurut Manuaba (2013) sebagai berikut:

1) Faktor ibu : Gizi saat hamil yang kurang, usia ibu <20 tahun atau >35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat , penyakit menahun ibu

2) Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil

3) Faktor janin : Cacat bawaan, Infeksi dalam rahim.

11. Kunjungan neonatal menurut (PERMENKES NO. 53, 2014), yaitu : a. KN-1 : pada saat bayi berumur (satu) kali pada umur 6-48 jam b. KN-2 : pada saat bayi berumur 3-7 hari

c. KN-3 : pada saat bayi berumur 8-28 hari

Penatalaksanaan pada kunjungan neonatal berdasarkan waktu kunjungan :

a. Pelayanan neonatal esensial 0-6 jam meliputi : menjaga bayi tetap hangat, IMD, pemotongan dan perawatan tali pusat, pemberian suntikan vitamin K1, pemberian salep mata antibiotic, pemberian imunisasi Hepatitis B0, pemeriksaan fisik BBL, pemantauan tanda bahaya, penanganan asfiksia BBL, pemberian tanda identitas diri, dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

b. Pelayanan neonatal esensial yang dilakukan setelah lahir 6 jam-28 hari meliputi : menjaga bayi tetap hangat, perawatan tali pusat, pemeriksaan BBL, perawatan dengan metode kanguru pada bayi berat lahir rendah, pemeriksaan status vitamin K1 profilaksis dan imunisasi, penanganan BBL sakit dan kelainan bawaan, dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

Penatalaksanaan pada kunjungan neonatal berdasarkan waktu kunjungan menurut Profil Kesehatan Indonesia (2014) yaitu : a. KN 1 Dilakukan pada umur 6-48 jam

Tindakan yang dilakukan antara lain jaga kehangatan bayi, memberikan ASI eksklusif, pencegahan infeksi, merawat tali pusat, berikan imunisasi Hb 0

b. KN 2 dilakukan pada umur 3-7 hari

Tindakan yang dilakukan antara lain menjaga tali pusat dalam keadaan kering dan bersih, memberikan ASI eksklusif, menjaga suhu tubuh bayi, pemeriksaan tanda bahaya, konseling ASI eksklusif dan pencegahan hipotermi

c. KN 3 dilakukan pada umur 8-28 hari

Tindakan yang dilakukan yaitu sama dengan kunjungan pada umur 3-7 hari hanya ditambahkan pemberian imuunisasi BCG.

D. NIFAS

1. Definisi Nifas

Kala puerperium (nifas) yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal (Manuaba, 2013).

Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-nikah (Vivian, dkk. 2011).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung lama kira-kira 6 minggu (Prawihardjo, 2006).

2. Tahapan masa nifas: a. Puerperium dini

Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya.

b. Puerperium intermediate

Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu

c. Puerperium remote

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna tertutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Vivian, dkk. 2011).

3. Perubahan fisiologis masa nifas

Perubahan fisiologis menurut Vivian, dkk. 2011 sebagai berikut : a. Uterus

Proses involusi adalah proses kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses involusi sebagai berikut: 1) Iskemia miometrium

Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat

uterus relatif anemia dan menyebabkan serat otot atrofi (Vivian, dkk. 2011).

2) Autolisis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang yang telah sempat mengendur hingga panjangnya 10x dari semula dan lebar lima kali dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron (Vivian, dkk. 2011).

3) Efek oksitosin

Menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uteri sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs/tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan (Vivian, dkk. 2011).

Menurut Mochtar (2012) terjadi perubahan fisiologis pada uterus yaitu uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (berinvolusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Tabel 2.8 Perubahan bentuk uterus

Waktu involusi Tinggi Fundus Berat uteru

Bayi lahir setinggi pusat 1000 gram

Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram 1 minggu pertengahan pusat simfisis 500 gram 2 minggu tidak teraba di atas simfisis 350 gram

6 minggu bertambah kecil 50 gram

8 minggu sebesar normal 30 gram

Sumber : Roestam Mochtar, 2012. b. Involusi tempat plasenta

Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus (Vivian, dkk. 2011).

c. Perubahan ligamen

Ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi (Vivian, dkk. 2011).

d. Perubahan pada serviks

Perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah ada perbatasan

antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin (Vivian, dkk. 2011).

e. Lokhia

Adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Menurut Vivian dkk (2011) Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya sebagai berikut: 1) Lokia rubra/merah (kruenta)

Lokia ini muncul pada hari 1-3 masa postpartum. Warnanya merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa darah.

2) Lokia sanguinolenta

Lokia ini muncul pada hari 3-5 hari postpartum. Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma darah.

3) Lokia serosa

Lokia ini muncul pada hari ke 5-9 postpartum. Warnanya kekuningan/kecokelatan. Lokia ini terdiri atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari atas luekosit, dan robekan jalan lahir.

4) Lokia alba

Lokia ini muncul lebih dari hari ke 10 postpartum. Warnanya lebih pucat, putih, kekuningan, serta lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati (Vivian, dkk. 2011).

f. Perubahan pada vagina dan perineum

Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi.

Menurut Prawirohardjo (2006) perubahan fisiologis masa nifas sebagai berikut: Perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran lokhia, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh lainnya, perubahan psikis.

4. Fase psikologis ibu nifas

a. Fase taking in : Fase ketergantungan ibu yang berlangsung 1-2 hari pasca melahirkan. Dalam fase taking ini ibu berfokus pada dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.

b. Fase taking hold : Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu selalu merasa khawatir atas ketidakmampuannya

dan tanggung jawab merawat anak. Periode taking hold dianggap masa perpindahan dari keadaaan ketergantungan menjadi keadaan mandiri

c. Fase letting go : Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan (Bethsaida, dkk. 2012).

5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Menurut Profil Kesehatan 2015 : 144 kunjungan masa nifas dilakukan sebanyak 3 kali yaitu :

a. KF-1 : 6 jam sampai hari 3

b. KF-2 : hari ke 4 sampai hari ke 28 hari pasca persalinan c. KF-3 : pada hari ke-29 sampai hari ke-42 pasca persalinan.

Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari: a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, dan

suhu)

b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri) c. Pemeriksaan lokhia dan cairan pervaginam lain

d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI Eksklusif

Dokumen terkait