• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persalinan atau kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi karena cukup bulan (36-42 minggu) dan bersifat spontan kurang dari 18 jam tanpa faktor penyulit dan komplikasi baik bagi ibu maupun janin (Yongky, dkk. 2012).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan

atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2013). Persalinan dan kelahiran adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Prawirohardjo, 2006).

Jadi dapat disimpulkan persalinan adalah proses pengeluaran janin cukup bulang (36-42 minggu) lahir spontan dengan belakang kepala yang berlangsung 18 jam tanpa faktor penyulit dan komplikasi baik bagi ibu maupun janin.

2. Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut: a. Persalinan spontan

b. Persalinan buatan

c. Persalinan anjuran (partus presipitatus) (Manuaba, 2013).

Beberapa istilah yang berkaitan dengan usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan menurut Manuaba (2013) yaitu:

1) Abortus, terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan; usia kehamilan 28 minggu; berat janin kurang dari 1000 g.

2) Persalinan prematuritas. Persalinan sebelum usia kehamilan 28 sampai 36 minggu; berat janin kurang dari 2499 g.

3) Persalinan aterm. Persalinan antara usia kehamilan 37 dan 42 minggu; berat janin diatas 2500 g.

4) Persalinan serotinus. Persalinan melampaui usia kehamilan 42 minggu. Pada janin terdapat tanda postmaturitas.

5) Persalinan presipitatus. Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam.

3. Proses Terjadi Persalinan

Terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan His. Menurut Manuaba (2013) ada dua hormon yang dominan, yaitu :

a. Estrogen, meningkatkan sensitivitas otot rahim, memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsagan prostaglandin, rangsangan mekanis.

b. Progesteron, menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi (Manuaba, 2013).

4. Permulaan terjadi persalinan

Hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan :

a. Turunnya kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada primigravida minggu ke-36 dapat menimbulkan sesak di bagian bawah, diatas simfisis pubis dan sering ingin berkemih atau sulit kencing karena kandung kemih tertekan kepala.

c. Muncul nyeri di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya pleksus Frankenhauser yang terletak sekitar serviks (tanda persalinan palsu).

d. Terjadi pelunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim e. Terjadi pengeluaran lendir, lendir penutup serviks dilepaskan

(Manuaba, 2013). 5. Tanda persalinan

Tanda persalinan menurut (Manuaba, 2013) yaitu:

a. Terjadinya his persalinan. Pinggang terasa nyeri yang menjalar ke depan, sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan) kekuatan semakin bertambah.

b. Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda). His persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan lendir darah yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

c. Pengeluaran cairan. Ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

6. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan a. Power/Tenaga

Merupakan tenaga yang dikeluarkan untuk melahirkan janin, yaitu kontraksi uterus atau his dari tenaga mengejan ibu. Tenaga kedua yaitu tenaga mengejan terutama pada kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Tenaga ini digunakan dalam kala II persalinan. Tenaga dipakai untuk mendorong bayi keluar dan merupakan kekuatan ekspulsi (Sondakh, 2013).

Menurut Sondakh (2013) kontraksi uterus atau his yang normal mempunyai sifat-sifat, yaitu: Kontraksi simetris, fundus dominan, involuntir (terjadi diluar kehendak), relaksasi, intermitten: terjadi secara berkala (berselang-seling), terasa sakit, terkoordinasi.

Menurut Manuaba (2013) terdapat beberapa kelainan kontraksi otot rahim, diantaranya:

1) Inertia Uteri : His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang terbagi menjadi :

a) Inertia Uteri Primer: apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah

b) Inertia Uteri Sekunder: his pernah cukup kuat tapi kemudian melemah.

2) Tetania Uteri : His yang terlalu kuat dan terlalu sering, tidak terdapat kesempatan relaksasi otot rahim. Akibat dari tetania

uteri dapat terjadi: Persalinan Presipitatus, trauma janin, trauma jalan lahir ibu, asfiksia intra uterin sampai kematian janin dalam rahim

3) Inkoordinasi otot rahim : Dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim.

b. Passages (Jalan Lahir)

Janin harus berjalan lewat rongga panggul atau serviks dan vagina sebelum dilahirkan, janin harus mengatasi tahanan resisten yang ditimbulkan oleh struktur dasar panggul dan sekitarnya (Sondakh, 2013). Menurut Sondakh (2013) passages terdiri dari: 1) Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul):

a) Os. Coxae (1) Os. Illium (2) Os. Ischium (3) Os. Pubis

b) Os. Sacrum = promontorium c) Os. Coccygis

2) Bagian lunak: otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen Pintu Panggul

a) Pintu Atas Panggul (PAP) b) Ruang tengah panggul (RTP) c) Pintu Bawah Panggul (PBP).

Adapun bidang hodge menurut Sondakh (2013), yaitu: 1) Hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran pintu atas

panggul (PAP) dengan bagian atas symphisis dan promontorium.

2) Hodge II : sejajar dengan hodge I, terletak setinggi bagian bawah symphysis.

3) Hodge III : sejajar dengan hodge I dan II, terletak setinggi spina ischiadica kanan dan kiri.

4) Hodge IV : sejajar dengan hodge I, II, III, terletak setinggi os coccygis.

c. Passanger

Passenger utama lewat jalan lahir adalah janin dan bagian janin yang paling penting adalah kepala janin selain itu disertai dengan plasenta selaput dan cairan ketuban atau amnion (Sondakh, 2013).

d. Penolong

Peran penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan (Sondakh, 2013).

7. Tahapan persalinan

Menurut Prawirohardjo (2006) persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:

a. Kala I

Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Fase akselerasi/fase aktif, pada fase ini pembukaan serviks dapat mencapai maksimal antara 10cm. Kala I ini ditandai dengan kontraksi uterus yang kuat dan semakin lama frekuensinya semakin sering (Yongky, 2012).

b. Kala II

Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

c. Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

d. Kala IV

Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam post partum. Selama kala IV,

pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan (Yongky, 2012).

Menurut Manuaba (2013) tahapan persalinan yaitu sebagai berikut :

a. Kala I

Berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan untuk multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan mutligravida 2 cm/jam (Manuaba, 2013).

b. Kala II atau kala pengusiran

Gejala utama kala II (pengusiran) adalah:

1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50 sampai 100 detik

2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah dan ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak

3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengenjan, karena tertekannya pleksus Frankhaunser

4) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi kepala membuka pintu, suboksiput sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, kepala seluruhnya

5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala terhadap punggung

6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan: kepala dipegang pada os oksiput dan dibawah dagu, ditarik cunam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan cunam ke atas untuk melahirkan belakang, setelah kedua bahu lahir, ketika dikait untuk sisa badan bayi, bayi baru lahir diikuti oleh sisa air ketuban

7) Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan untuk multipara 30 menit (Manuaba, 2013).

c. Kala III (pelepasan uri)

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi perdarahan. Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede pada fundus uteri (Manuaba, 2013).

d. Kala IV (observasi)

Melakukan observasi karena perdarahan postpartum sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan

darah, nadi, dan pernapasan, kontraksi uterus, terjadi perdarahan. Perdarahan masih dianggap normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500cc (Manuaba, 2013).

8. Mekanisme Persalinan

Pada minggu terakhir kehamilan, segmen bawah rahim meluas untuk menerima kepala janin, terutama pada primigravida, sedangkan pada multigravida, peluasan tersebut terjadi pada saat dimulainya partus (Mochtar, 2012).

9. Asuhan pada persalinan a. Tujuan Asuhan Persalinan

Adalah memahami jalannya persalinan normal, pengenalan komplikasi persalinan dan dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat sehingga pengelolaan persalinan menjadi lebih baik dengan tingkat komplikasi yang rendah.

Tujuan Khususnya sebagai berikut: Mempersiapkan alat-alat untuk tindakan persalinan dengan tingkat kebersihan dan sterilitas yang baik, mendiagnosis ibu dalam proses persalinan, mengelola ibu dalam proses persalinan, membantu ibu dalam proses kelahiran, memberikan pertolongan pada bayi baru lahir, mencegah perdarahan pascapersalinan.

b. Asuhan persalinan normal 1) Asuhan kala 1

Menurut JNPK-KR (2014) persiapan asuhan persalinan pada kala 1 yaitu : menyiapkan kelahiran (ruangan dan perlengkapan persalinan), menyiapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang dibutuhkan, memberikan asuhan sayang ibu kala 1 persalinan, kaji prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu, mengatur posisi, pencatatan pada partograf (DJJ, HIS, Nadi setiap ½ jam, pembukaan, penurunan bagian terendah janin, TD, dan suhu setiap 4 jam, produksi urine setiap 2-4 jam.

2) Asuhan kala 2 dan kala 3

Pertolongan persalinan dengan menggunakan APN 58 langkah menurut JNPK-KR (2014):

1) Mengenali gejala dan tanda kala II

a) Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala II (1) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran, ibu

merasakan regangan yang semakin meningkat pada ruktum dan vagina, perineum tampak menonjol, vulva dan spingterani membuka.

2) Menyiapkan pertolongan persalinan

a) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial utk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk persiapan meja resusitasi yaitu tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk

bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.

(1) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi.

(2) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

b) Pakai celemek plastik

c) Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih. d) Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan periksa dalam. e) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan

tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).

3) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik

a) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.

b) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.

c) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.

relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)

(1) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal (2) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan data, DJJ

dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada patograf

4) Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran

a) Beritahukan ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

(1) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada.

(2) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

b) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

c) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran :

(1) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.

(2) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai. (3) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai

pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).

(4) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.

(5) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu.

(6) Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum). (7) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

(8) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).

d) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

5) Persiapan pertolongan kelahiran Bayi

a) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan Bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

b) Letakkan kain bersih yang telah dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

c) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

d) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. 6) Persiapan pertolongan kelahiran Bayi

Lahirnya Kepala :

a) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.

b) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.

(1) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

(2) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara 2 klem tersebut.

c) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

Lahirnya Bahu :

d) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah

dan distal hingga bahu depan muncul di bawah akus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahi belakang.

Lahirkan Badan dan Tungkai :

e) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala. Lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

f) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

7) Penanganan Bayi Baru Lahir a) Lakukan penilaian (selintas)

(1) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?

(2) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap segera lakukan resusitasi (langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bbayi baru lahir dengan asfiksia).

b) Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu

tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan.

(2) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering. (3) Pastikan bayi dalam kondisi mantap diatas perut ibu c) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi

lain di uterus (hamil tunggal).

d) Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik).

e) Dalam waktu 1 menit setelahbayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

f) Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat ( dua menit setelah bayi lahir) pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilickus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan lakukan penjepit kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.

g) Pemotongan dan pengikatan tali pusat :

(1) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah di jepit kemudian lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut.

(2) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan simpul kunci.

(3) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

h) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi

Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.

i) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

8) Penatalaksanaan aktif kala tiga

a) Pindahkan klem pada tali pusat berjarak 5-10 cm dari vulva. b) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas

simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

c) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorsokranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.

atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.

Mengeluarkan plasenta :

d) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).

(1) Jika tali pusat betambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.

(2) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :

Beri dosis ulangan oksitosin 10 unti IM, lakukan katetrerisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh, minta keluarga untuk menyiapkan rujukan, ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya, segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir, bila terjadi perdarahan, lakukan plaseta manual.

e) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

Rangsangan Taktil (massase) uterus

f) Segera setelah plasenta lahir dan selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus, leakkan teapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakkan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). (1) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak

berkontraksi (fundus teraba keras). Menilai perdarahan :

g) Periksa kedua sisi placenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan placenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus. h) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakuan penjahitan.

9) Melakukan asuhan pasca persalinan

a) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

b) Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)

(1) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam waktu 30 – 60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10 -15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.

(2) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam

c) Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotic profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuscular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi. d) Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam

pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral.

(1) Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.

(2) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.

Evaluasi :

e) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.

(1) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan. (2) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan. (3) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan. (4) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan

asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri. f) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan mesase uterus dan

menilai kontraksi.

g) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

h) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15

Dokumen terkait