• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan .1 Shift Kerja

2.2.6 Beban Kerja

dengan P value 0,839 sehingga dapat dinyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja shift dengan kelelahan pada pekerja.

2.2.5 Status Kesehatan

Kelelahan dapat berasal dari gaya hidup yang biasa disebut dengan non work related fatigue. Salah satu penyebab kelelahan non work related fatigue adalah kondisi kesehatan pekerja (Better health channel, 2006 dalam safitri, 2008). Menurut Setyawati, (1994) dalam Safitri, (2008) menyatakan bahwa secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya. Diketahui jam kerja yang panjang lebih berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan jika dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus menerus dipelihara selama bekerja bahkan sampai setelah berhenti bekerja.

2.2.6 Beban Kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan, dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain, bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban tersebut berupa beban fisik maupun beban mental. Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seseorang tenaga kerja dapat

23

digunakan untuk menentukan berapa lama seseorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan.

Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja. Beban kerja fisik dalam kategori berat akan menyebabkan beban kardiovaskuler meningkat sehingga kelelahan akan cepat muncul (Tarwaka et al, 2004). Pada penelitian yang dilakukan pada pekerja bongkar muat menyatakan terdapatnya hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja (Tarwaka et al, 2004).

Beban kerja dapat ditentukan dengan merujuk kepada jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan per satuan waktu. Estimasi panas metabolik dapat dilakukan dengan menilai pekerjaan. Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan

Kategori Kcal/Jam

Pekerjaan Ringan Sampai dengan 200 kcal/jam Pekerjaan Sedang 200-350 kcal/jam

Pekerjaan Berat Lebih dari 350 kcal/jam Sumber : ACGIH 1997 dalam Dowell 2004

24 2.2.7 Lingkungan Kerja

Di tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja (Tarwaka et al, 2004). Menurut Fitriarni (2000) bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kebisingan, pencahayaan, vibrasi, dan ventilasi akan berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap mental, dan kelelahan kerja.

a. Tekanan Panas

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja, definisi iklim kerja atau tekanan panas adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan, gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaanya.

Temperatur yang dianjurkan di tempat kerja adalah 24 - 26º C.(suhu kering) pada kelembaban 85% - 95% dan suhu basah antara 22 - 30º C, suhu tersebut merupakan suhu nikmat di Indonesia (Suma’mur, 1996). Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar yang terjadi tidak lebih dari 20% untuk suhu panas dan 35% untuk suhu dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Sedangkan batas toleransi untuk suhu tinggi adalah 35ºC-40ºC, kecepatan gerakan udara 0,2 m/detik, kelembaban udara 40%-50% dan perbedaan suhu permukaan 40ºC. Sehingga suhu optimal dari dalam tubuh untuk mempertahankan fungsinya adalah 36,5ºC-39,5ºC

25

(Grandjean dalam Tarwaka dan kawan-kawan, 2004). Semakin aktif seorang pekerja maka semakin rendah suhu yang diperlukan supaya ideal. Tenaga kerja akan melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan suhu di tempat kerja dengan menjaga keseimbangan panas tubuh.

Lingkungan kerja yang panas umumnya lebih banyak menimbulkan permasalahan dibandingkan lingkungan kerja dingin. Hal ini terjadi karena pada umumnya manusia lebih mudah melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah dari pada suhu udara yang tinggi (Ardyanto, 2005). Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Santoso, 2004).

Untuk menilai hubungan iklim kerja dan efek terhadap seseorang perlu diperhatikan seluruh faktor yang meliputi lingkungan, manusia dan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi iklim kerja tersaji dalam tabel 2.3:

Tabel 2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas Faktor Lingkungan Faktor Manusia Pekerjaan Suhu Kelembaban Angin Radiasi Panas Debu Aerosol Gas Fume Usia Jenis Kelamin Kesegaran Jasmani Ukuran Tubuh Kesehatan Aklimatisasi Gizi Motivasi Kompleksnya Tugas Lama Tugas Beban Fisik Beban Mental Beban Dria Beban Sendiri Ketrampilan Disyaratkan

26 Tekanan Barometris Pakaian Pendidikan Kemampuan Fisik Kemampuan Mental Kemampuan Emosi Sifat-sifat Kebangsaan

Sumber : Suma’mur (1996). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja

Untuk menentukan kriteria beban kerja dapat dilihat dari jumlah nadi kerja dalam satu menit, yang tersaji dalam tabel 2.4 :

Tabel 2.4 Kriteria beban Kerja

Beban Kerja Denyut Nadi Per-menit

Ringan 75 – 100

Sedang 100 – 125

Berat 125 - 150

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja ditetapkan bahwa nilai ISBB tempat kerja tersaji dalam tabel 2.4:

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Tekanan Panas

Variasi Kerja

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) 0C Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat Bekerja terus-menerus 30,0 26,7 25,0 Kerja 75% - istirahat 25% 30,6 28,0 25,9 Kerja 50% - istirahat 50% 31,4 29,4 27,9

27

Kerja 25% - istirahat 75% 32,2 31,1 30,0 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999

b. Kebisingan

Kebisingan merupakan bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki (Suma’mur, 1996). Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres, kelelahan, hilang efisiensi dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002).

Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel (dBA). Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter (Depnaker, 2004).

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51 tahun 1999, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dBA dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.

Dokumen terkait