• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Kajian Teori

2.1.2 Teori Belajar

Perubahan tingkah laku yang merupakan hasil dari belajar pada umunya dapat dipelajari berdasarkan teori-teori yang disampaikan oleh para ahli. Teori- teori tersebut kemudian disebut sebagai teori belajar. Dalam dunia pendidikan perubahan tingkah laku yang dipelajari adalah perkembangan intelektual siswa. Menurut Suherman et al. (2003: 27), teori belajar terdiri atas dua hal, yakni: (1) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual siswa; dan (2) uraian tentang kegiatan intelektual siswa mengenai hal-hal yang dapat dipikirkan pada usia tertentu.

Ada beberapa teori belajar yang menjadi dasar penelitian ini. Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut.

2.1.2.1Teori Experiential Learning

Experiential Learning Theory (ELT) telah berkembang dan digunakan lebih dari 40 tahun. Teori ini dikemukakan oleh Kolb pertama kali pada tahun 1973. Teori ini dibangun berdasarkan teori-teori sebelumnya yang sudah ada seperti teori yang dikemukakan oleh Kurt Lewin dan John Dewey.

Salah satu hal utama yang disampaikan dalam ELT adalah pengalaman mempunyai peran yang sangat penting dalam proses belajar. Pengetahuan sebagai hasil dari belajar diperoleh melalui transformasi pengalaman. Dalam pembelajaran

di kelas, siswa diarahkan untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui kegiatan-kegiatan yang didasari pengalaman siswa sendiri. Siswa diarahkan untuk menggali pengetahuan lamanya, mengadakan percobaan, dan menemukan konsep baru. Melalui kegiatan itulah siswa kemudian memperoleh konsep atau pengetahuan yang baru.

Menurut Kolb & David (2008: 4 – 5) ELT menyatukan dasar-dasar kerja dari belajar melalui pengalaman berdasarkan 6 bagian yang dibagikan dalam proses belajar, yakni sebagai berikut.

1. Learning is best conceived as a process. 2. All learning is re-learning.

3. Learning requires the resolution of conflictsbetween dialectically opposed modes of adaption to the world.

4. Learning is holictic process of adaption.

5. Learning results from synergetic transactios between the person and environment.

6. Learning is the process of creating knowledge. 2.1.2.2Teori Perkembangan Piaget

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka (Trianto, 2007: 14). Teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget berdasarkan pada asimilasi dan akomodasi. Piaget menyatakan bahwa melalui proses akomodasi dan asimilasi, siswa membentuk pengetahuan dari pengalamannya (Rifa’i & Catharina, β009: ββ5).

Pengetahuan yang didapatkan siswa diperoleh dengan proses asimilasi atau menggabungkan pengetahuan yang ia miliki dengan pengetahuan sebelumnya. Pada proses asimilasi, tidak semua hal dapat digabungkan dengan tepat karena pengetahuan sebelumnya tidak cocok dengan pengetahuan yang baru ia miliki.

Oleh karena itu, pada proses akomodasi, pengetahuan sebelumnya dimodifikasi atau menciptakan pengetahuan baru sehingga bisa tepat untuk digabungkan dengan pengetahuan yang ia miliki. Kemudian proses asimilasi berlangsung kembali. Rangkaian proses tersebut digunakan untuk mengkonstruk pengetahuan berdasarkan pengalamannya.

2.1.2.3Teori Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti Piaget, yakni siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis yang menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus- respon; dan faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental untuk perkembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.

Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya (Trianto, 2007: 27). Sebagai contoh, pada kegiatan pembelajaran, pada kegiatan pendahuluan, guru membantu siswa untuk mengingat pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan melakukan tanya jawab. Kemudian guru mulai mempersilahkan siswa untuk mengamati, mencoba, atau berdiskusi secara mandiri untuk menemukan konsep atau pengetahuan yang baru. Pada akhirnya, siswa dapat mempelajari konsep secara mandiri tanpa bantuan dari guru.

Berdasarkan teori Vygotsky, dalam proses pembelajaran guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan pengetahuan secara mandiri melalui pengalamannya. Proses untuk menemukan pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan percobaan, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi. Dengan demikian siswa diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

2.1.2.4Teori Bruner

Bruner, melalui teorinya, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga) (Suherman et al., 2003: 43). Ini berarti adanya media pembelajaran seperti alat peraga dapat membantu siswa untuk menemukan konsep dengan mencoba sendiri. Dengan demikian, siswa tidak hanya mampu menemukan konsep secara mandiri tetapi juga memahami konsep sehingga konsep tersebut dapat dipergunakan siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan konsep tersebut.

Bruner dalam Suherman et al. (2003: 44) mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak melewati 3 tahap yang dijabarkan sebagai berikut.

1. Tahap Enaktif

Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.

2. Tahap Ikonik

Tahap ikonik kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.

3. Tahap Simbolik

Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.

Dari tiga tahap dalam teori Bruner tersebut, siswa diarahkan untuk belajar secara mandiri dengan mencoba sendiri. Dengan kata lain, konsep atau pengetahuan yang mereka dapat setelah mencoba merupakan transformasi dari pengalaman siswa selama pembelajaran. Hal ini bersesuaian dengan model eperiential learning. Tahap enaktif diterapkan pada tahap reflective observation pada model experiential learning. Tahap ikonik diterapkan pada tahap abstract conceptualization. Sedangkan tahap simbolik diterapkan pada tahap active experimentation pada model experiential learning.

2.1.3 Pengertian Pembelajaran dan Pembelajaran Matematika

Dokumen terkait