• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan konstruksi di Indonesia saat ini menjadi perhatian utama . Hal ini disebabkan akibat adanya pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi yang semakin pesat. Dengan adanya pertambahan dari segi permintaan (demand) akan tempat tinggal ( rumah atau bangunan tingkat tinggi) maka perlu diimbangi dengan penyediaan sarana pembangunan konstruksi bangunan. Selain itu, pembangunan konstruksi bangunan didesain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tipe pertambahan jumlah dan kepadatan penduduk serta penggunaan tata guna lahan. Maka, para desainer bangunan sering menggunakan tipe bangunan bertingkat ( apartemen ) untuk kepadatan penduduk yang tinggi seperti di kota – kota besar. Jadi, pembangunan dari bangunan tingkat tinggi sering digunakan sebagai standar pertumbuhan penduduk. Namun, perlu adanya kebijakan untuk mengatur dan mengatasi masalah – masalah yang mungkin timbul baik dari segi demografi maupun segi teknis struktural bangunan sendiri. Dari kedua sektor ini yang berperan penting dalam kaidah pembangunan gedung bertingkat adalah kenyamanan bagi penghuni dan ketahanan bangunan sendiri dalam mendukung beban. Sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk membahas mengenai ketahanan struktur bangunan dalam menghadapi kemungkinan beban yang mungkin terjadi seperti gaya gempa maupun angin. Hal ini disebabkan banyak kasus seperti kejadian gempa bumi yang mengguncang kota besar lalu mengakibatkan bangunan yang sebelumnya dianggap kokoh menjadi collapse ( runtuh ).

Kejadian gempa bumi sering kali melanda permukiman penduduk yang padat dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Peraturan mengenai building code perlu direvisi supaya dapat meminimalisir resiko kemungkinan terjadinya retak dan bangunan menjadi runtuh. Dengan demikian, pembangunan gedung atau bangunan bertingkat dapat membuat penghuni yang tinggal merasa nyaman dan aman terhadap kemungkinan bencana yang mungkin terjadi seperti gempa bumi.

Penerapan ide bangunan tahan gempa menjadi kajian atau isu yang sering dibicarakan oleh para peneliti dan teknisi ( enginner ) dalam membahas kaitan antara hubungan struktur dengan ketahanan gempa. Konsep keselamatan penghuni dan ketahanan struktur menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam mendesain bangunan struktur tahan gempa.

Gambar 1 : Kerusakan bangunan akibat gempa

( Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2014. The Use of Steel Damper for Enhancing the Seismic Performance of R/C Frame with Soft First Story, Journal of Civil Engineering Research 2014, 4(3A): 191-202)

Gempa bumi mengakibatkan terjadinya gerakan vertikal dan horizontal pada permukaan bumi yang tergantung pada jenis dan kondisi tanah. Dengan adanya faktor amplifikasi ( amplification factor ) gempa yang terjadi menjadi lebih besar dari keadaan

semula sehingga perlu adanya sistem perkuatan pada bagian yang menahan gaya lateral seperti kolom. Pada dasarnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mereduksi atau memperkecil kerusakan yang terjadi, yaitu :

1. Membuat sistem pengaku ( bracing ) pada bagian struktur tertentu seperti sambungan antara kolom.

2. Memasang shear wall ( dinding geser ) atau core untuk menambah kekakuan struktur

3. Membuat sistem seismic devices seperti damper ( peredam) atau basic isolator .

4. Memperkecil jarak antar sengkang pada kolom atau memperbesar ukuran kolom sehingga daktilitas daripada struktur menjadi lebih kokoh.

Dari keempat hal diatas, yang menjadi pokok pembahasan atau kajian utama dari peneliti atau ilmuwan adalah seismic devices seperti damper dan basic isolator. Hingga saat ini, banyak alat untuk meredam energi gempa telah diciptakan untuk memperkecil ( mereduksi ) kerusakan yang terjadi. Kajian damper pada sistem struktur menjadi topik yang hangat dibicarakan karena kebanyakan struktur memakai sistem seperti ini. Ada dua sistem damper yang sudah dibuat yaitu damper aktif dan damper pasif.

Gambar 2 : Struktur dengan pengaku bracing

( Sumber : Symans,dkk.2008.Energy Dissipation Systems for Seismic Applications: Current Practice and Recent DevelopmentsVol. 134, No. 1 )

Damper pasif relatif lebih murah dan mudah dipasang sedangkan kekurangannya bila terjadi gaya gempa yang bersifat menerus dan acak. Jadi, pembangunan gedung harus memperhatikan beberapa faktor tersebut. Damper yang dipasang umumnya berada di bagian yang mengalami penyerapan energi gempa yang besar. Sehingga dalam mendesain bangunan yang tahan terhadap gempa harus memperhatikan banyak aspek diantaranya daktilitas, keretakan , soft story, dan sebagainya.

Gambar 3 : Perbedaan frame dengan device dan tanpa device

( Sumber : Symans,dkk.2008.Energy Dissipation Systems for Seismic Applications: Current Practice and Recent DevelopmentsVol. 134, No. 1 )

Posisi dan perletakan damper menjadi penting dalam bangunan terutama untuk penghematan biaya (cost). Penempatan yang benar akan membuat bangunan menjadi kokoh dan stabil. Selain itu, penempatan damper memiliki analisis tertentu yang membuat posisinya berada pada daerah sumbu terlemah baik akibat gaya, momen maupun torsi. Jika dilakukan analisis tiga dimensi pada struktur bangunan secara menyeluruh maka dapat diperhitungkan dampak yang timbul serta alternatif pencegahannya secara dini. Pemasangan damper dapat meredam energi tambahan akibat respon dari gempa yang signifikan tersebut melalui deformasi inelastis atau gesekan yang terjadi tergantung pada jenis damper, seperti : metallic yielding damper.

Gambar 4 : Perkuatan bangunan dengan pemasangan steel damper

( Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2014. The Use of Steel Damper for Enhancing the Seismic Performance of R/C Frame with Soft First Story, Journal of Civil Engineering Research 2014, 4(3A): 191-202)

Damper telah banyak dikembangkan oleh para ahli dan digunakan secara meluas dalam dunia konstruksi. Beberapa jenis steel hysteretic damper yaitu X – ADAS, TADAS, Rhombic, Shear Panel, Slit damper, Honeycomb damper, DFMD damper, CPD damper, buckling restrained brace dan tipe koordinasi antara tube.

Gambar 5 : Tipe hysteretic steel damper

(Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2015.Experimental Study of Hysteretic Steel Damper for Energy Dissipation Capacity, Hindawi Publishing Corporation,Volume 2015, Article ID 631726)

1.2. Studi Literatur

Damper adalah struktur yang berfungsi sebagai disipator energi dengan mekanisme mereduksi simpangan atau deformasi yang terjadi bila sebuah struktur dieksitasi gaya gempa.

Chopra (1995) menganalisis persamaan matematis gaya damper menjadi :

fD = c.u

dimana fD = gaya damping dan c adalah koefisien damping

Damper merupakan struktur yang berhubungan dengan daktalitas dan kestabilan bangunan dimana pemasangan damper dapat mengurangi deformasi dari struktur sehingga dapat meningkatkan daktalitas yang berpengaruh terhadap kurva hysteretic damper. (Dowrick ,1977) .

Clough dan Penzien (1993) menyatakan bahwa metode paling sederhana untuk menentukan damping ratio adalah melalui percobaan free vibration pada struktur dan ditentukan dari besaran reduksi simpangan yang berurutan antara dua gelombang simpangan. Sementara itu, Widodo (2000) menganalisis bahwa struktur damper dapat mereduksi energi gelombang yang terjadi dan secara efektif dapat meningkatkan kestabilan dari struktur.

Charleson (2008) membahas desain bangunan dengan sistem damper atau seismic device untuk struktur bangunan tahan gempa dan menyatakan bahwa sistem metallic damper dan jenis damper lainnya dapat memperkecil resiko kerusakan dan meningkatkan daktalitas struktur karena pemasangannya tepat di bagian struktur dengan penyaluran energi gempa yang paling besar.

Pembahasan tentang damper telah banyak dibuat oleh para ahli dan praktisi desain bangunan. Beberapa hasil penelitiannya yaitu :

Menurut Symans,dkk (2008) penambahan energi disipator berupa damper memberikan pengaruh dalam mereduksi DM ( Damage Measure ) dari struktur bangunan secara signifikan bila diberikan penambahan damping. Pengaruh pemberian effective

damper pada bangunan mampu menyerap dan mengurangi energi yang diserap oleh struktur. Damper mampu mendissipasi energi gempa dengan membentuk hysterestic loop dari keadaan elastis menjadi plastis. Hubungan antara penambahan damper dan DM adalah berbanding terbalik.

Zheng, dkk (2012) dalam penelitian mengenai damper memberikan hasil bahwa penambahan partikel damper dapat mereduksi respons dinamik primer dari struktur. Beberapa jenis beban seperti free vibration dan gaya gempa yang dieksitasi secara nyata dapat dikurangi dan menjaga keberlangsungan transfer beban dalam struktur kolom.

Kiran dan Shivalingappa (2013) dalam studi penambahan damper pada struktur bangunan bermassa banyak ( MDOF ) dengan 3 lantai memberikan dampak yang signifikan terhadap perpindahan ( displacement ). Pemberian damper pada struktur memberikan reduksi beban secara berkala serta memperkuat daktilitas dari segi ketahanan terhadap gempa.

Dalam penelitian Tovar dan Lopez (2004) tentang efek damper pada analisa mengenai interstory drift memberikan pengaruh yang baik serta dapat mengurangi resiko simpangan yang besar.

Pembahasan dan evaluasi yang dilakukan oleh Florin dan Sunai (2010) memberikan hasil bahwa pemberian damper dapat memodifikasi respons dengan damping kritikal sebesar 5 % dan 8 %.

Gambar 6 : Struktur bracing dengan penambahan damper

( Sumber : Symans,dkk.2008.Energy Dissipation Systems for Seismic Applications: Current Practice and Recent DevelopmentsVol. 134, No. 1 )

Penelitian yang dilakukan oleh Daniel R.Teruna,dkk (2014) tentang analisa damper yang dimodelkan dalam bentuk hysteretic memberikan hasil bahwa damper yang baik harus stabil dan memiliki kurva hysteretic yang besar serta kapasitas rotasional harus kuat untuk menahan deformasi inelastik .

Elemen damper dapat dilihat sebagai seismic device ditambah dengan dua bracing dan kekakuan horizontal damper dapat dirumuskan sebagai :

Dimana : Ka = kekakuan horizontal damper

Kb = kekakuan bracing

Pemodelan dari steel damper dipengaruhi oleh kekakuan elastis (Ke) , perpindahan yielding (dy) , gaya yielding ( Py ) dan dapat dibuat dalam bentuk model bilinear. Energi hysteretic bisa dilihat dalam bentuk persamaan :

Dimana : Wd = luasan kurva hysteretic

= Kp / Ke ( rasio kekakuan elastik dan kekakuan plastis )

Gambar 7 : Kinerja dari steel damper dalam konfigurasi Chevron

(Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2015.Experimental Study of Hysteretic Steel Damper for Energy Dissipation Capacity, Hindawi Publishing Corporation, Volume 2015, Article ID 631726)

Daniel R.Teruna,dkk (2015) melakukan eksperimen tentang karakteristik energi hysteretic damper dengan empat spesimen yaitu DHSD1, DHSD2, DHSD3, dan DHSD4. Hasilnya adalah kuva hysteretic yang menunjukkan hubungan antara gaya dengan perpindahan masing – masing jenis spesimen.

Gambar 8 : Empat spesimen dalam percobaan uji damper

(Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2015.Experimental Study of Hysteretic Steel Damper for Energy Dissipation Capacity, Hindawi Publishing Corporation,Volume 2015, Article ID 631726)

DHSD - 1

Gambar 9 : Kurva histeretik empat spesimen dalam percobaan uji damper

(Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2015.Experimental Study of Hysteretic Steel Damper for Energy Dissipation Capacity, Hindawi Publishing Corporation, Volume 2015, Article ID 631726)

DHSD - 3

Gambar 10 : Kurva skeleton dan Bauschinger

(Sumber : Teruna.D.R,Majid.T.A,Budiono.B.2015.Experimental Study of Hysteretic

Steel Damper for Energy Dissipation Capacity, Hindawi Publishing Corporation ,Volume 2015, Article ID 631726)

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Daniel R.Teruna, dkk (2013) tentang efek eksitasi gempa terhadap bangunan 7 lantai dengan steel damper mendapatkan hasil bahwa maksimum interstory drift, energi hysteretic didistribusikan hampir mendekati pertengahan dari jumlah lantai.

Dokumen terkait