• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1. Latar Belakang

Statistik area kecil (small area statistics) saat ini telah menjadi perhatian para statistisi dunia secara sangat serius. Telah banyak penelitian yang dikembangkan baik untuk perbaikan teknik dan pengembangan metode maupun aplikasi dalam berbagai kasus dan persoalan nyata yang dihadapi. Fay dan Herriot (1979) merupakan peneliti pertama yang mengembangkan pendugaan area kecil (small area estimation, SAE) berbasis model. Model yang dikembangkannya kemudian menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian pendugaan area kecil lebih lanjut sampai dengan saat ini.

Perhatian yang besar ini terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan pemerintah dan para pengguna statistik (termasuk dunia bisnis) terhadap informasi yang lebih rinci, cepat, dan handal, tidak saja untuk lingkup superpopulasi seperti negara tetapi pada lingkup yang lebih kecil (sub-populasi) seperti kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan atau sub-populasi lain yang dibangun oleh karakteristik jenis kelamin, status sosial ekonomi, pendidikan, ras dan yang lainnya. Bagi kita di Indonesia, pentingnya statistik area kecil semakin dirasakan seiring dengan era otonomi daerah dimana sistem ketatanegaraan bergeser dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada level pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian kebutuhan statistik sampai pada level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/ kota untuk menyusun sistem perencanaan, pemantauan dan penilaian pembangunan daerah atau kebijakan penting lainnya.

2

Pendugaan area kecil merupakan konsep terpenting dalam pendugaan parameter di suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei (survey sampling). Metode pendugaan area kecil digunakan untuk menduga karakteristik dari sub-populasi (domain yang lebih kecil). Pendugaan langsung (direct estimation) pada sub-populasi tidak memiliki presisi yang memadai karena kecilnya jumlah contoh yang digunakan untuk memperoleh dugaan tersebut. Alternatif metode lain adalah dengan cara menambahkan informasi pada area tersebut dari area lain melalui pembentukan model yang tepat. Pendugaan parameter area kecil dengan pendekatan seperti ini disebut pendugaan tidak langsung (indirect estimation) dalam arti bahwa dugaan tersebut mencakup data dari domain yang lain. Chand dan Alexander (1995) menyebutkan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan informasi area sekitarnya (neighbouring areas) dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh melalui pembentukan model yang tepat untuk meningkatkan efektifitas ukuran contoh. Secara umum pendugaan area kecil dapat dikatakan sebagai suatu metode untuk menduga parameter pada suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei dengan memanfaatkan informasi dari luar area, dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei.

Perkembangan penelitian dalam pendugan area kecil saat ini menunjukkan kemajuan yang pesat. Berbagai persoalan di dalamnya dicoba untuk dicarikan penyelesaiannya oleh banyak peneliti. Namun demikian, dalam aplikasinya SAE masih menemui berbagai kendala seperti yang juga ditemukan penulis pada saat melakukan tahapan eksplorasi metode. Kendala-kendala yang ditemukan dalam SAE baik yang ditemukan penulis maupun dikemukakan oleh peneliti-peneliti lain diantaranya :

1. rasio keragaman antar area kecil (komponen ragam) dibandingkan dengan keragaman total masih cukup besar,

3

2. ketidakcocokan model dalam model yang melibatkan peubah penyerta (auxiliary variable) masih sering terjadi,

3. penduga keragaman antar area kecil dengan metode kemungkinan maksimum terkendala (restricted/residual maximum likelihood, REML) masih bisa diperoleh nol (Lahiri, 2009),

4. permasalahan pola hubungan antara data survei dengan informasi spasial, dimana informasi spasial biasanya terbentuk dari seluruh area dalam populasi sedangkan area dalam survei mungkin tidak mencakup seluruh populasi (Chandra, Salvati dan Chambers, 2007), dan

5. sering ditemukannya data-data pencilan sehingga mengganggu akurasi pendugaan parameter (Chambers dan Tzavidis, 2006).

Pembahasan lebih lanjut dalam disertasi ini dibatasi untuk dua kendala pertama yaitu (i) masalah rasio keragaman antar area kecil terhadap keragaman total yang masih cukup besar serta (ii) masih sering terjadinya ketidakcocokan model dalam model yang melibatkan peubah penyerta.

Kendala pertama mengakibatkan penduga tidak langsung untuk model baku empirical best linear unbiased prediction (EBLUP) atau empirical Bayes (EB) yang dihasilkan selalu akan lebih kuat dipengaruhi oleh nilai penduga langsungnya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan model dasar pendugaan area kecil Fay dan Herriot (1979), penduga terbaik (best prediction, BP) bagi parameter yang menjadi perhatian pada area ke-i (

i

)

dengan meminimumkan kuadrat tengah galat (mean square error, MSE) adalah

2

ˆ

BP

|

, ,

1

T

i

E

i

y

i i

y

i i

x

i

4

dengan

i

2/



2 

i2

dan

2 adalah keragaman antar area kecil serta

i2 adalah keragaman karena galat contoh (sampling error) di dalam setiap area kecil. Dengan demikian, jika

2

sangat besar

dibandingkan

2 2

i

maka

i akan mendekati satu dan

ˆ

iBP cenderung akan sama dengan penduga langsungnya (

y

i).

Selanjutnya kendala kedua mengakibatkan lemahnya pengaruh peubah penyerta dalam memberikan koreksi terhadap penduga langsung. Hal ini disebabkan ketidaktepatan model dalam menggambarkan pola hubungan antara peubah yang menjadi perhatian dengan satu atau lebih peubah penyerta. Seperti diketahui, model dasar pendugaan area kecil menggunakan model linier, padahal dapat terjadi sesungguhnya data tidak mengikuti pola hubungan linier.

Beberapa penelitian yang terkait dengan masalah di atas diantaranya pengembangan model-based design estimator (MBDE), general regression (GREG), serta callibration model. Chambers dan Chandra (2006) menyampaikan bahwa MBDE memberikan indikasi yang lebih baik (robust) dibandingkan dengan EBLUP jika terjadi ketidakcocokan pada model area kecil yang sedang diteliti. Lebih lanjut Chandra, Salvati dan Chambers (2007) menyampaikan hasil kajiannya tentang kemampuan MBDE dalam mengatasi pengaruh spasial dalam model linier SAE. Namun demikian, masih ada beberapa masalah yang dihadapi seperti:

(i) kemungkinan pembobot yang dihasilkan untuk MBDE bernilai negatif sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan dalam pendugaan. Pertanyaannya adalah bagaimana cara memodifikasi pembobot tersebut sehingga memiliki sifat strictly positive,

5

(ii) kemungkinan hubungan yang tidak linier antara data survei dengan peubah penyerta, sehingga diperlukannya upaya transformasi atau teknik lainnya, dan

(iii) Chandra, Salvati dan Chambers (2007) dalam papernya masih mengasumsikan seluruh area memiliki contoh (sample units) walaupun disadari hal ini dalam prakteknya sulit untuk terpenuhi.

Beberapa penelitian lain yang sejalan dengan kendala yang dihadapi penulis adalah yang dilakukan oleh Zheng dan Little (2004) yang menggunakan pendekatan P-spline untuk menyelesaikan pengaruh acak dalam penarikan contoh acak gerombol dua tahap. Sementara itu, Kurnia dan Notodiputro (2008) telah melakukan kajian awal tentang penggunaan generalized additive mixed models (GAMM) serta Kurnia, Notodiputro dan Ibrahim (2007) menggunakan pendekatan nonparametrik P-spline untuk mengurangi pengaruh ketidakcocokan model. Hasil kajian awal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan mampu memberikan perbaikan akurasi dan presisi jika dibandingkan dengan pendekatan baku EBLUP maupun empirical Bayes (EB). Pendekatan P-spline juga cukup memberikan perbaikan yang memuaskan jika data mengandung pengaruh spasial seperti yang disampaikan Opsomer, et.al (2008). Namun demikian, seperti yang dilaporkan dalam Kurnia dan Notodiputro (2008) maupun Kurnia, Notodiputro dan Ibrahim (2007), karena masalah utama yang dihadapi adalah rasio keragaman antar area kecil dibandingkan dengan keragaman total yang cukup besar, maka metode yang digunakan walaupun menunjukkan perbaikan tetapi belum memuaskan karena pengaruhnya yang relatif kecil.

Dua masalah yang menjadi fokus pada disertasi ini sudah dicoba oleh beberapa peneliti untuk dicarikan solusinya dari berbagai cara pandang seperti yang kemukakan oleh Chambers dan Chandra (2006) melalui pendekatan MBDE, Chambers dan Tzavidis (2006) melalui pendekatan

6

regresi M-Quantile, Li (2006) mengembangkan pendekatan Automated GREG, Kurnia dan Notodiputro (2008) mengembangkan model aditif, serta Zheng dan Little (2004), Kurnia, Notodiputro dan Ibrahim (2007) dan Opsomer et.al (2008) mengembangkan model pendekatan nonparametrik. Namun demikian, persoalan yang dihadapi tersebut belum mampu dijawab secara tuntas. Dengan kekhasan kasus data yang dihadapi, yaitu bersifat contextual covariate (peubah penyerta hanya tersedia pada taraf area) serta pola sebaran peubah yang menjadi perhatian tidak simetrik atau pola hubungan peubah yang menjadi perhatian dengan peubah penyerta tidak linier, dalam penelitian ini dikembangkan solusi alternatif melalui pendekatan transformasi logaritma pada peubah yang menjadi perhatian serta teknik pendugaan parameternya menggunakan metode prediksi terbaik empirik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengajukan tiga pokok pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam disertasi ini. Pokok-pokok pertanyaan tersebut adalah :

1. Apakah dengan melakukan transformasi logaritma pada peubah yang menjadi perhatian mampu mendapatkan penduga yang lebih baik ?

2. Bagaimana bentuk kuadrat tengah galat dari penduga yang diperoleh ?

3. Bagaimana sifat statistik dan performa dari penduga yang diperoleh ?

Dokumen terkait