• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbankan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Booklet Perbankan Indonesia, 2009). Industri Perbankan memiliki peranan penting bagi Stabilitas Sistem Keuangan dengan dikuasainya 80% dari sistem keuangan di Indonesia (Bank Indonesia, 2011). Hal ini telah menjadikan kondisi industri perbankan sebagai fokus utama dalam Stablilitas Sistem

Keuangan Indonesia. Sistem keuangan merupakan serangkaian prosedur yang memfasilitasi pembayaran dan penyaluran kredit yang memungkinkan pertukaran ekonomi dan pengalokasian sumberdaya menjadi efektif dan efisien. Agusman (2010) menyatakan bahwa sistem keuangan merupakan prasyarat penting terjaminnya kehidupan ekonomi. Bahkan menurutnya, stabilitas makro tidak mungkin dapat diperoleh tanpa adanya stabilitas sistem keuangan.Hal ini telah membuat stabilitas sistem keuangan menjadi indikator terpenting untuk

perekonomian suatu negara yangsustainable. Krisis hebat yang melanda perekonomian Indonesia di tahun 1997/1998 dan krisis keuangan global tahun 2008 telah memberikan kesadaran betapa pentingnya stabilitas sistem keuangan bagi suatu negara.

Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Perbankan, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kegiatan menghimpun dana (funding) dapat berbentuk tabungan, rekening giro, dan deposito, yang diberikan balas jasa berupa bunga. Sedangkan kegiatan menyalurkan dana berbentuk pemberian pinjaman kepada masyarakat, serta jasa lainnya yaitu kegiatan yang mendukung kelancaran kegiatan utama bank yaitu menghimpun dan menyalurkan dana.

Hingga saat ini industri perbankan Indonesia telah mengalami banyak perubahan sejak awal pendirinnya. Dimulai dengan pendirianDe JavascheBank pada 24 Januari 1828 di zaman penjajahan Hindia Belanda hingga kondisi perbankan saat ini yang semakin stabil dan mandiri dengan jumlah bank dan kompetisi yang semakin menurun tetapi dengan tingkat stabilitas yang terus meningkat. Perubahan struktural dialami perbankan Indonesia di tahun 1980 an ketika pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan deregulasi yang memudahkan kebijakan pendirian bank baru di Indonesia yang menyebabkan peningkatan signifikan pada jumlah bank dari 111 buah di tahun 1988 menjadi 240 buah di tahun 1994-1995.

Moral hazardyang dilakukan bank-bank swasta di tahun 1988 hingga 1994/1995 serta liberasi keuangan yang terjadi telah melemahkan industri perbankan

Indonesia. Sehingga ketika krisis ekonomi di tahun 1997-1998 menimpa Indonesia yang berdampak pada bergejolaknya pasar keuangan global

menyebabkan industri perbankan Indonesia tidak mampu bertahan. Modal bank yang terkuras habis akibat kesulitan likuditas, kualitas aset memburuk, gagal

menciptakanearningtelah menyebabkan 23 bank dilikuidasi yang semakin meningkatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap rupiah dan perbankan nasional. Hal ini semakin memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang telah dilanda krisis, sehingga pada Desember 1997 kebijakan konsolidasi mulai diterapkan pada perbankan Indonesia dan menjadi lampu merah bagi

pertumbuhan jumlah bank di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan tanah air yang pada akhirnya berdampak positif bagi kondisi

perekonomian Indonesia.

Tabel 1. Kebijakan Mikro Perbankan Indonesia Tahun 1983-2010

Tahun Kebijakan

Deregulasi

1983 Menghilangkan kontrol atas suku bunga deposito bank pemerintah dan tingkat pinjaman pada perbankan.

1988 1. Membuka industri perbankan untuk bank swasta danjoint venturebaru dengan cara menurunkan persyaratan modal minimum.

2. Menghilangkan restriksi dan memberikan kemudahan seperti pembukaan cabang baru, kemudahan pinjaman antar bank, dan memperbolehkan bank untuk mendesain produk deposito mereka.

1992 1. Memperbolehkan investor asing untuk membeli saham perbankan domestik yang tercatat pada bursa saham. 2. Secara parsial melakukan privatisasi dengan

memperbolehkan bank pemerintah untuk listing di pasar modal.

Tabel 1 (Lanjutan)

Tahun Kebijakan

Regulasi Kembali

1995-1997

1. Mengontrol kembali peminjaman yang dapat diberikan oleh bank.

2. Meningkatkan kontrol dalam hal penerbitan surat berharga oleh perbankan.

3. Meningkatkan pengawasan atas lembaga keuangan non bank.

4. Memperketat ijin pembukaan cabang baru.

5. Mengenakan denda bagi bank yang melakukan ekspansi lebih cepat dari yang diperbolehkan.

6. Meningkatkan rasio cadangan minimum dan memperketat aturan prudensial perbankan.

Konsolidasi 1997 1. Likuidasi 23 bank.

2. Rekapitulasi bank.

3. Merger 4 bank pemerintah menjadi Bank Mandiri. 2003 Privatisasi bank-bank yang dibail-outdibawah skema

Indonesia-Banking Restructuring Agency(IBRA). 2004 Pembuatan Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

2004-2010

Serangkaian merger dan konsolidasi perbankan dilakukan untuk memenuhiSingle Presence Policydan kebutuhan modal minimum.

Sumber: Chua (2003) dan Bank Indonesia(2010)

Kebijakan konsolidasi yang dimulai tahun 1997 telah menyebabkan menurunnya jumlah perbankan Indonesia. Proses konsolidasi terus berlanjut hingga

diperkenalkannya Kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada tahun 2004 yang merupakan kerangka dasar sistem perbankan di Indonesia hingga saat ini. Melalui 6 pilar yang dimilikinya, kebijakan API memiliki dampak terhadap struktur, kinerja, dan stabilitas perbankan Indonesia. Dibawah kebijakan API, terdapat dua kebijakan yang secara langsung dapat mempengaruhi struktur dan kompetisi perbankan di Indonesia, yaitu jumlah modal minimum yang diatur dengan Peraturan BI No. 10/15/PBI/2005 serta kebijakan kepemilikan tunggal

(single presence policy) yang tertuang pada Peraturan Bank Sentral No.8/16//PBI/2006 (Tri Mulyaningsih, 2011).

Dalam kurun waktu 10 tahun, proses konsolidasi telah menyebabkan 15 merger dan akuisisi terjadi pada industri perbankan Indonesia. Peraturan kepemilikan tunggal yang diterapkan telah mengatur struktur kepemilikan bank pada kondisi dimana satu pihak yang memegang proporsi saham terbesar dalam satu bank, dan bank-bank dengan kepemilikan yang sama didorong untuk melakukan merger sehingga semakin mendorong terjadinya struktur pasar yang tidak sempurna dalam perbankan Indonesia. Selain itu, peraturan jumlah minimum modal yang terhitung 31 Desember 2010 sebesar 100 milyar telah meningkatkan modal perbankan yang dapat diperoleh dari pemilik lama, melakukan merger, menjual saham di pasar modal, atau diakuisis oleh bank yang lebih besar. Dalam 10 atau 15 tahun kedepan, bank sentral bahkan berencana untuk menurunkan jumlah bank di Indonesia menjadi 60 buah, yang terdiri dari 2-3 bank internasional, 3-5 bank nasional, dan 30-50 bank spesialis (Tri Mulyaningsih, 2011).

Tabel 2. Daftar Merger dan Akuisis Perbankan Tahun 2000-2010

Kategori Bank

No Bank yang di Merger Tahun Nama bank yang dibentuk Bank Kecil 1 Bank Pikko Bank CIC Bank Danpac 2001 2001 2004 PT Bank Mutiara Tbk

2 Bank Artha Graha Bank Inter-Pacific Tbk 2005 PT Bank Artha Graha International Tbk 3 Commonwealth Indonesia

Artha Niaga Kencana

2007 PT Bank

Commonwealth 4 Bank Multicor

Bank Windu Kentjana

2007 PT Bank Windu Kentjana

International Tbk Berlanjut

Tabel 2 (Lanjutan)

Kategori Bank

No Bank yang di Merger Tahun Nama bank yang dibentuk 5 Bank Harmoni

International

Bank Index Selindo

2008 PT Bank Index Selindo 6 Bank Haga Bank Hagakita 2008 Rabobank Duta Bank 7 Bank OCBC Bank NISP 2009 PT Bank OCBC-NISP Tbk Bank ukuran Sedang

1 Bank Dai-Ichi Kanggo Bank IBJ Indonesia

2000 PT Bank Mizuho Indonesia

2 Bank Bali

Bank Artha Media Bank Universal Bank Prima Express Bank Patriot

2001 PT Bank Permata Tbk

3 PT Bank Sumitomo Mitsuo Indonesia Sakura Swadarma Bank

2001 PT Bank

Sumitomo Mitsuo Indonesia

4 UFJ Indonesia Bank Tokai Lippo Bank

2001 UFJ Indonesia Bank 5 UFJ Indonesia PT Bank of Tokyo Mitsubishi 2006 PT Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ Ltd 6 Bank Haga Bank Hagakita Bank Rabobank Duta

2008 PT Rabobank International Indonesia Bank 7 Bank Buana

Bank UPB Indonesia

2010 PT Bank UOB Buana Tbk Bank Besar 1 Bank Niaga Bank Lippo 2008 PT Bank CIMB Niaga Tbk Sumber: Laporan Tahunan keuangan bank, Bank Indonesia

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dalam kurun waktu 10 tahun terdapat 15 merger dan akuisisi perbankan di Indonesia. 7 buah merger dilakukan oleh bank kecil dan 7 buah merger juga dilakukan oleh bank berukuran sedang. Satu merger bank besar dilakukan oleh Bank Niaga dan Bank Lippo di tahun 2008 untuk memenuhi kebijakan kepemilikan tunggal.

Serangkaian merger dan akuisisi tersebut tentunya menurunkan jumlah bank yang menurunkan pula kompetisi dan meningkatkan konsentrasi industri perbankan Indonesia. Akibatnya akan mendorong industri menjauhi struktur pasar

persaingan sempurna yang akan meningkatkan profitabilitas bank itu sendiri. Namun,Berger(1995) mengungkapkan bahwa peningkatan profit terjadi karena keunggulan efisiensi bank dan pangsa pasar dengan cara merger namun hanya pada beberapa kondisi-kondisi tertentu. Hasil dari penelitian ini juga didukung oleh Sanuri (2011) danAbbasoglu et al(2012) yang menemukan bahwa peningkatan profit bank terjadi karena efisiensi yang dimiliki Bank.

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Gambar 1. Perkembangan jumlah bank umum di Indonesia Tahun 2006 2014

Sejak pemberlakuan kebijakan konsolidasi di tahun 1997 jumlah perbankan di Indonesia perlahan mengalami penurunan. Di tahun 2006 hingga 2014, hampir seluruh kelompok bank dalam bank umum mengalami penurunan jumlah. Hanya Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa yang berfluktuasi serta Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang tetap konstan. Dari tahun 2006 hingga 2008

0 5 10 15 20 25 30 35 40 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non Devisa

jumlah Bank Persero di Indonesia berjumlah 5 buah, hingga mengalami penurunan menjadi 4 buah di tahun 2009 dan tetap hingga saat ini. Tahun 2009 merupakan tahun dimana perekonomian Indonesia mengalami tantangan yang tidak ringan akibat tekanan krisis yang mengalami puncaknya pada triwulan akhir 2008. Ketidakpastian kondisi perekonomian global sebagai dampak krisis 2008 telah mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan Indonesia tahun 2009 mengalami tekanan berat dengan tren pertumbuhan ekonomi yang menurun akibat kontraksi ekspor yang cukup dalam, kondisi ini pada gilirannya telah menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi di sektor keuangan dan sektor rill Indonesia. Sedangkan untuk BUSN Devisa berjumlah 35 buah dari tahun 2006 hingga 2007, sebelum akhirnya menurun di tahun 2008 menjadi 32 buah sebagai salah satu dampak dari krisis global 2008. Namun di tahun 2009 jumlah BUSN Devisa meningkat menjadi 34 buah dan meningkat kembali menjadi 36 buah di tahun 2010 hingga tahun 2013 yang kemudian menjadi 38 buah di akhir 2014. Sama halnya dengan Bank persero, Bank campuran juga mengalami penurunan sejak 2006 hingga 2014. Di tahun 2006 jumlah Bank campuran sebanyak 17 buah dan di tahun 2014 jumlah Bank campuran kini hanya berjumlah 12 buah. Untuk jumlah Bank asing di Indonesia tahun 2006 dan 2007 berjumlah 11 buah, sebelum akhirnya menurun di tahun 2008 menjadi 10 buah yang juga merupakan dampak dari tekanan krisis global tahun 2008 dan jumlah ini tetap bertahan hingga 2014. Menurut Rizky Yudaruddin (2014), praktik oligopoli kolusif telah terjadi dalam kompetisi perbankan di Indonesia yang terlihat dengan sulit turunnya suku bunga kredit sertamarket shareperbankan yang dikuasai oleh beberapa bank.

perbankan Indonesia ialah persaingan monopolistik berdasarkan estimasinya terhadapmarket power50 negara termasuk Indonesia dalam periode 1991-2001.

Dalam industri perbankan, kekuatan pasar (market power) dapat tercermin dari struktur pasarnya . Jumlah bank yang semakin menurun telah menurunkan

kompetisi dalam industri perbankan Indonesia. Hal ini menyebabkan peningkatan profitabilitas perbankan di Indonesia dengan menjauhnya industri perbankan Indonesia dari struktur pasar yang sempurna.

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Gambar 2. Perkembangan laba bersih bank umum pada 2006-2014

Merger dan akuisisi yang menurunkan jumlah bank telah menurunkan kompetisi dan meningkatkan laba bersih Bank persero. Jumlah Bank persero yang menurun sejak 2006 hingga 2014 diikuti dengan jumlah laba bersih yang terus meningkat. Bahkan di tahun 2014 ketika laba bersih kelompok bank lain mengalami penurunan, hanya laba bersih Bank persero dan Bank asing yang tetap tumbuh. Sama halnya dengan Bank persero, BUSN Non Devisa, Bank campuran, dan Bank asing juga mengalami penurunan jumlah bank dari tahun 2006 hingga 2014,

0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non Devisa

BPD Bank Campuran Bank Asing Milyar Rp

profitabilitas dari ketiga bank tersebut terlihat relatif stabil. Sedangkan untuk BUSN Devisa yang mengalami peningkatan jumlah bank selama 8 tahun terakhir, mengalami penurunan terbesar profit perbankan di tahun 2008. Menjelang triwulan akhir 2008, krisis finansial meluas ke berbagai negara yang menyebabkan runtuhnya stabilitas ekonomi global. Intensitas krisis yang semakin besar menjelang akhir 2008 telah memberikan gejolak yang cukup besar bagi pasar modal dan pasar uang Indonesia. Seiring dengan kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia melalui upaya peredaman volatilitas di pasar valuta asing, hal ini berdampak pada penurunan profit BUSN Devisa sebesar 59%, jumlah ini relatif sangat tinggi dibandingkan penurunan profit kelompok bank umum lain yang hanya berkisar 1-21%. Hanya Bank asing yang tercatat memiliki peningkatan profit tinggi sebesar 42% ketika krisis global yang melanda Indonesia tahun 2008.

Semakin terkonsentrasinya industryi perbankan di Indonesia telah menyebabkan semakin menurunnya tingkat persaingan pada bank-bank di Indonesia. Tidak hanya berdampak pada profitabilitas, peningkatan konsentrasi yang terjadi juga berdampak pada stabilitas perbankan di Indonesia. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, terdapat dua hipotesis mengenai hubungan antara tingkat konsentrasi dan stabilitas perbankan. Dua hipotesis tersebut yaitu concentration-stabilitydanconcentration-fragility. Hipotesisconcentration-stabilitymemiliki arti bahwa bank yang memiliki tingkat konsentrasi yang rendah lebih mudah terkena krisis keuangan. Hasil penelitian yang mendukung hipotesis ini

diantaranya penelitian yang dilakukan olehAllen & Douglas(2003),Beck et al. (2006),Boyd et al.(2006),Chang et al(2007),Yeyati & Micco(2007),Evrensel

(2008),Schaeck et al(2009),Deltuvaite(2010),Koopman(2011),Tabak et al. (2011), sertaFernandez & Garza-Garciab(2012). Sedangkan, concentration-fragilitymemiliki arti sebaliknya dimana bank yang terkonsentrasi lebih mudah terkena krisis keuangan. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan olehDe Nicolo et al.(2003),Berger et al.(2008),Schaeck et al.(2009),Uhde & Heimeshoff(2009), danBeck et al.(2012).

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Gambar 3. Hubungan Antara Tingkat Konsentrasi dan Stabilitas Perbankan di Indonesia

Dari Gambar 3 terlihat bahwa secara umum antara tingkat konsentrasi yang mencerminkan struktur pasar dan Z-Score yang mencerminkan stabilitas perbankan memiliki hubungan yang positif. Peningkatan konsentrasi yang menurunkan kompetisi dalam pasar industri perbankan berdampak pada semakin stabilnya perbankan di Indonesia. Sejak tahun 2001 tingkat konsentrasi industri perbankan di Indonesia semakin meningkat akibat kebijakan konsolidasi yang diterapkan Bank Indonesia sebagai upaya penyehatan perbankan nasional. Hal tersebut juga berdampak pada semakin stabilnya industri perbankan di Indonesia

-4.000 -3.000 -2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 ZS TK Angka Indeks

dengan semakin tingginya nilai rasio Z-Score perbankan Indonesia. Penurunan stabilitas perbankan Indonesia hanya terjadi di tahun 2008 saat terjadinya gejolak keuangan global akibat krisissubprime mortagedi Amerika Serikat. Inflasi yang semakin tinggi sejalan dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak dan berbagai komoditi pokok semakin menjadi tekanan bagi industri perbankan Indonesia dan merupakan sumber instabilitas perbankan yang paling utama di tahun 2008. Namun, di tahun 2009 membaiknya kondisi perekonomian Indonesia pasca krisis keuangan global tahun 2008 telah meningkatkan kembali rasio stabilitas perbankan di Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga Surat Utang Negara yang sempat tertekan di tahun 2008 kembali menguat di tahun 2009 yang semakin meningkatkan kondisi pasar keuangan Indonesia. Efisiensi yang dimiliki oleh bank juga merupakan faktor lain yang mempengaruhi stabilitas perbankan selain dari struktur pasar yang terjadi pada industri perbankan tersebut. Smirlock (1985) menemukan bahwa tingkat konsentrasi bukan sebagai kejadian acak, tetapi sebagai hasil dari keunggulan efisiensi yang dimiliki oleh perusahaan sehingga memiliki pangsa pasar yang besar. Meskipun pangsa pasar dan profitabilitas berkorelasi, tetapi ini tidak ada hubungannya antara tingkat konsentrasi dan profitabilitas.

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Gambar 4. Hubungan Antara Efisiensi Bank dan Stabilitas Perbankan Indonesia

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa efisiensi bank dan stabilitas perbankan di Indonesia memiliki hubungan yang positif. Stabilitas perbankan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan peningkatan efisiensi yang dilakukan oleh Bank dengan rasio BOPO yang semakin menurun. Penurunan stabilitas perbankan di tahun 2005, 2006, 2008, dan 2014 juga dibarengi dengan semakin tidak efisien nya perbankan di Indonesia dengan rasio BOPO yang semakin meningkat.

Selain dari sisi perbankan, stabilitas perbankan juga dipengaruhi dari sisi makroekonomi Negara tersebut. Seperti hal nya penelitian yang dilakukan oleh Adam Mugume (2013), Rizki Yudaruddin (2014), Saibu Olifemi Muibi

(2015),serta Yong Tan and Cristos Floros (2013) yang menggunakan variabel inflasi sebagai variabel makroekonomi yang mempengaruhi kompetisi perbankan di berbagai Negara. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 3.5000 4.0000 4.5000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 ZS BOPO

Djoko Retnadi (2003) menyatakan bahwa dari sisi portofolio liabilitas, DPK merupakan sumber utama pendanaan bank-bank di Indonesia. Sedangkan dari sisi portofolio aset, kredit merupakan porsi paling dominan dari total pendanaan perbankan. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia 2014, kredit memegang proporsi terbesar dalam komposisi aset Perbankan Indonesia yaitu sebesar 67% yang kemudian disusul oleh surat berharga 12% dan penempatan di BI 11%. Sehingga hal tersebut telah menjadikan sebagian besar penggunaan DPK disalurkan dalam bentuk kredit. Penempatan dalam bentuk kredit akan memberikan pendapatan bunga bagi bank sehingga akan berdampak pada

profitabilitas bank tersebut. Dalam perbankan Indonesia, pendapatan bunga kredit merupakan proporsi terbesar yang mendominasi pendapatan bank-bank di

Indonesia (Taswan, 2008).

Sumber : Statistik Keuangan Indonesia Tahun 1995-2014

Gambar 5. Pangsa Pasar Kredit Rupiah dan Valas Menurut Kelompok Bank 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 1990 1995 2000 2005 2010 2015 Bank Persero BPD

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa Bank Umum Swasta Nasional (Devisa dan Non Devisa) memegang pangsa pasar terbesar sejak 1995. Meskipun mengalami penurunan pangsa pasar yang signifikan di tahun 1998 akibat krisis ekonomi yang terjadi. Di tahun 1998, Bank Umum Swasta Nasional mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 4,95% dari 44,62% menjadi 39,67%. Di tahun yang sama pasar dikuasai oleh Bank Persero dengan peningkatan pangsa pasar dari 40,53% di tahun 1997 menjadi 45,28% di tahun 1998. Peningkatan pangsa pasar juga terjadi di Bank Asing dan Campuran yaitu sebesar 0,84%. Namun di tahun 2002, Bank Umum Swasta Nasional kembali bangkit dengan meningkatkan kembali pangsa pasarnya. Di tahun 2003 Bank Umum Swasta Nasional kembali mampu menguasai pasar industri perbankan Indonesia dan terus mengalami pertumbuhan yang stabil hingga saat ini. Sebaliknya, penurunan pangsa pasar justru terjadi pada Bank Persero sejak tahun 2010 hingga tahun 2012. Sejak tahun 2000 Bank Persero mengalami penurunan yang berfluktuasi dan terus berlangsung hingga tahun 2009 sebelum mengalami penurunan yang berkelanjutan di tahun 2010. Sama halnya dengan Bank Persero, Bank Asing dan Campuran juga mengalami penurunan pangsa pasar bahkan sejak tahun 2001. Pada tahun 2001 pelemahan posisi Rupiah telah mengakibatkan daya beli masyarakat menurun serta angka pengagguran yang membengkak. Kondisi ini semakin diperburuk dengan iklim politik dan keamanan Indonesia yang tidak stabil. Berbeda dengan Bank Persero serta Bank Asing dan Campuran, BPD justru terus mengalami peningkatan pangsa pasar sejak tahun 2000 hingga tahun 2012.

Bank Umum Swasta Nasional masih mendominasi pasar perbankan Indonesia hingga saat ini. Pada Oktober 2015, bank-bank milik swasta nasional terlihat

masih mendominasi pasar Perbankan Indonesia. Namun, bank-bank berplat merah masih memiliki posisi pangsa pasar yang cukup besar dalam industri Perbankan Indonesia.

Sumber: viva.co.id

Gambar 6. Presentase Bank Dengan Aset dan Pangsa Pasar Terbesar Agustus 2015

Dari Gambar 6 dapat terlihat bahwa pada Agustus 2015, bank dengan jumlah aset dan pangsa pasar terbesar dipegang oleh PT Bank Mandiri Tbk dengan menguasai 13,63% pangsa pasar perbankan di Indonesia, yang kemudian diikuti oleh Bank Negara Indonesia dengan pangsa pasar 10,74%, Bank Central Asia 7,61%, Bank CIMB Niaga 4,76%, Bank Danamon Indonesia 3,87%, Pan Indonesia Bank 3,59%, dan Bank Permata 2,67%. Pencapaian Bank Mandiri sebagai bank dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia salah satunya didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank ini. Di tahun 2014 pertumbuhan kredit bank mandiri tercatat meningkat 12,2% dibandingkan tahun 2013.

Pentingnya kondisi industri perbankan bagi perekonomian Indonesia telah menyebabka perkembangan dalam industri perbankan Indonesia menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Penurunan jumlah perbankan yang terjadi menjadi lebih menarik dibahas mengingat dampaknya terhadap kekuatan pasar bank yang akan mempengaruhi stabilitas perbankan di Indonesia yang memegang peranan penting bagi perekonomian suatu negara.

Dokumen terkait