• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

C. Latar Belakang Masalah

Setiap pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, guru merupakan sentral pelaksanaan kurikulum, guru yang harus lebih mengenal, memahami, dan, melaksanakan hal-hal yang tertuang dalam kurikulum, tanpa guru kurikulum hanyalah benda mati yang tiada arti, guru merupakan profesi mulia dan terpuji, berkat pengabdian guru dalam mendidik peserta didik mencuatlah sederet tokoh yang piawai dalam menggelindingkan roda pemerintahan, atau pakar ilmu pengetahuan, berkat sentuhan tangan seorang guru, lahir pula sederet tenaga profesional yang benar-benar dibutuhkan,9 dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam ketertinggalannya dari segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan zaman atau global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu adanya pembaharuan dalam sistem pendidikan secara terarah dan terencana.

Maka Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang menjelaskan bahwa :

9

6

“Sistem pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan pembaharuan kehidupan, lokasi, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.10

Sementara yang dimaksud dengan pendidikan sendiri adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara dekat dalam kehidupan masyarakat.11

Melalui proses pendidikan seseorang dapat mengetahui apa yang tidak diketahuinya, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. QS. Al-Alaq ayat 5:













Artinya: “ Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.12

Sebagaimana yang tertera dalam UU SISDIKNAS BAB I (ketentuan umum) pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara”13

10

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendidikan Baru (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2008), h. 10.

11

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajarannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 3.

12

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahannya (Bandung : Diponegoro, 2006), h. 479.

13

7

Sedangkan Pendidikan Agama Islam yaitu Upaya mendidikkan agama islam atau ajaran islam dan nilai-nilainya, agar menjadi Way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian yang kedua dapat berwujud : 1) setiap kegiatan yang dilaksanakan seseorang untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuh kembangkan ajaran islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidup, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari, atau tumbuh kembangnya; 2) segenap fenomena atau peristiwa penjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya dan tumbuh kembangnya ajaran islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.14

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan khususnya pendidikan Islam merupakan suatu wadah atau lembaga untuk mencetak manusia yang menguasai ilmu dan dapat mengembangkan potensi dirinya sebagai manusia yang memiliki akhlak yang luhur dan mulia serta dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam undang-undang SISDIKNAS BAB II (Dasar, Fungsi dan Tujuan) pasal 3 bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Adapun tujuan pendidikan menurut Arifin Sebagaimana dikutip Abdullah Idi ialah: “merealisasikan manusia yang beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan

14

Muhaimin, Pengembangan Pendidikan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Raja Grafindo, 2012), h. 7.

8

yang mampu mengabdikan dirinya kepada sang khalik dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri kepadaNya daam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridoanNya”.15

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan khususnya pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan kepribadian manusia baik jasmaniah, spiritual, intelektual, ilmiah, agar menjadi anak yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, dan berilmu, oleh karena pentingnya pendidikan khususnya pendidikan Islam maka perlu ditingkatkan pula kemampuan akademik dan professional serta meningkatkan jaminan kesehatan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal.

Dalam proses pendidikan, belajar merupakan pendidikan yang paling sentral. Hal ini mengandung arti bahwa, keberhasilan dalam proses pendidikan ditentukan oleh berhasil tidaknya suatu proses belajar itu sendiri, arah pendidikan pada dasarnya berusaha untuk mengembangkan potensi individu, dimana individu tersebut dapat dibekali berbagai kemampuan dan pengembangan berbagai hal seperti: prinsip konsep, kreativitas, tanggung jawab, serta keterampilan, dengan kata lain arah pendidikan ini adalah peserta didik yang mengalami perkembangan dan perubahan dalam tiga aspek pendidikan yaitu: afektif, kognitif, dan psikomotorik.

Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satusama lain, belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai

15

Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 61.

9

subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukkan padaapa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada pelajar agar dapat menerima, menanggapi, dan menguasai bahan pelajaran itu, dimana kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena saling mendukung.

Dengan demikian salah satu faktor yang menentukan berhasilnya proses belajar mengajar dikelas adalah pendidik, oleh karena itu guru merupakan ujung tombak demi tercapainya usaha pendidikan. Sebagaimana fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing murid dan pada realisasinya apabila sebuah lembaga pendidikan tidak menghasilkan out put sepertiapa yang diharapkan orang tua dan masyarakat maka mereka lebih menyoroti guru sebagai penyebab kegagalan itu dari pada faktor lain.

Guru adalah sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, menjadikan peserta didik tumbuh berkembang, terdidik, pintar dan berkepribadian baik. Dalam Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa :

“Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.16

Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan yang harus mendapat perhatian sentral, pertama dan utama.

10

Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan, guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah, guru juga menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar.17

Dengan demikian tugas seorang guru tidaklah mudah, dituntut keseriusan, keikhlasan, dilakukan secara sadar benar dan tepat dalam menjalankannya serta dibutuhkan adanya kompetensi dalam dirinya, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:





































Artinya: “Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu,

Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.18 (QS.

Al-An‟am : 135)

Berdasarkan firman Allah diatas dapat dipahami bahwa pendidik adalah tugas yang membutuhkan suatu keseriusan karena profesi guru bukanlah hal yang mudah, disini dibutuhkan kemampuan khusus atau kompetensi dalam menjalankan tugasnya,

17

E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), h. 5.

18

11

jika seorang guru tidak memiliki kompetensi yang harus dimiliki maka tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai dengan optimal.

Guru yang baik adalah guru yang bertanggung jawab, guru akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya apabila dia memiliki kompetensi yang diperlukan Setiap tanggung jawab memerlukan sejumlah kompetensi.

Dalam Undang- Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 10 disebutkan ”Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.19

Menurut Syaiful Sagala, kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan ketrampilan (daya fisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan, dengan kata lain kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, dapat juga dikatakan bahwa kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi, dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjelaskan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata.

12

Jadi kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalannya.20

Selaras dengan pernyataan yang dikemukakan oleh kepala Madrasah Tsanawiyah Mardhotilah. Kabupaten Pesisir Barat juga menerangkan bahwasanya:

“Komponen pembelajaran mata pelajaran aqidah akhlak yang terdiri dari guru, peserta didik dan bahan pelajaran sudah mulai membaik walaupun masih ada kekurangan. Hal ini dapat dilihat sebagaimana, Guru/pendidik, yaitu guru aqidah akhlak sebelum melakukan proses pembelajaran mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan menerapkannya dengan memberikan bahan pelajaran semaksimal mungkin. Bahan pelajaran/materi, yang akan disampaikan oleh pendidik bersumber pada buku paket dan buku-buku penunjang lainnya, hanya saja sebagian peserta didik, dalam pelaksanaan proses pembelajaran, walaupun demikian dalam menerima materi yang disampaikan oleh pendidik memang belum sepenuhnya aktif dan bersemangat semua.21

Berdasarkan hasil Pra Survey tersebut, terlihat bahwa guru mata pelajaran aqidah akhlak sudah memiliki salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu dapat membuat perencanaan pelaksanaan pembelajaran, akan tetapi guru tersebut masih mengalami kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran, hal ini selaras dengan pernyataan yang diutarakannya yakni:

“Dalam proses pembelajaran, untuk mentransfer ilmu saya sudah berusaha dengan sebaik mungkin agar apa yang saya sampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, hanya saja karena media yang sangat terbatas yang tersedia, saya mengalami kesulitan untuk menyampaikannya secara maksimal. Dan motivasi peserta didikpun cukup baik akan tetapi pedagogik, kompetensi

20

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan Kompetensi (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), h. 39.

21

Syairullah Syam, S. Pd. Kepala Madrasah tsanawiyah Mardhotillah, Kab. Pesisir Barat, wawancara, 20 maret 2016.

13

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh dari pendidikan profesi”.22

Dalam penelitian ini, penulis hanya menjelaskan satu dari empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sebagaimana tertera dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang guru dan Dosen, yaitu kompetensi pedagogik.

Kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Seorang guru dikatakan memiliki kompetensi pedagogik dapat dilihat dari indikator sebagai berikut yaitu:23

1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; 2. Pemahaman terhadap peserta didik;

3. Pengembangan kurikulum/silabus 4. Perencanaan pembelajaran

5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis 6. Evaluasi hasil belajar;

7. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Dari beberapa indikator kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik yang profesional apabila ia melaksanakan tugasnya dengan penuh kesiapan dan penguasaan materi, pengelolaan pembelajaran, dan pemahaman terhadap karakter peserta didik dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik, sehingga dalam proses belajar pendidik dapat

22

Redaksi Sinar Grafika, Op. Cit., h. 9.

23

14

mentransfer ilmu pengetahuan secara baik dan seorang peserta didik dapat memahaminya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-harinya.

Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan terletak pada komponen dalam proses pendidikan yaitu guru, salah satunya adalah komponen kurikulum pendidikan guru harus disusun atas dasar kompetensi yang diperlukan oleh setiap guru, yaitu tujuan, program pendidikan, sistem penyampaian, evaluasi dan hendaknya direncanakan sedemikianrupa agar relevan dengan tuntutan kompetensi guru secara umum, dengan demikian seorang guru dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin.

Dengan kompetensi yang dimiliki, selain menguasai materi, mengelola program belajar mengajar, kepribadian baik dan bersosialisasi dengan masyarakat, guru pada umumnya dan khusus guru mata pelajaran aqidah akhlak juga dituntut dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik.

Motivasi belajar adalah “keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan.24 Motivasi belajar sangat penting dalam proses belajar siswa, “karena fungsinya yang mendorong, menggerakkan, mengarahkan kegiatan belajar.25

Pendapat lain dikemukakan oleh Thomas M. Risk yang dikutif oleh Daradjat, motivasi adalah we may now define motivation, in a pegagogical sense, as the conscious effort on the part of the teacher to establish in studens motives leading to

24

Djali, Psikologi Pendidikan (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), h. 101.

25

Oemar Hamalik, Perencanaan pengajaran berdasarkan pendekatan sistem (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 156.

15

sustained actifity toward the leaning goals. “Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri siswa yang menunjang kegiatan kearah tujuan-tujuan belajar.”26

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan motivasi adalah daya penggerak yang menjadikan manusia melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya. demikian pula halnya peserta didik yang sedang menjalani aktivitas belajar disekolah, karena didorong oleh motivasi dalam diri masing-masing, dan seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Motivasi belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relativ permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan dan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.

26

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 140.

16

Motivasi belajar merupakan landasan mental untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, peserta didik yang memiliki motivasi tinggi pasti akan rajin dan giat dan lebih cepat menguasai materi pelajaran dibanding dengan peserta didik yang tidak memiliki motivasi yang tinggi, karena tidak ada yang merubah kecuali peserta didik itu sendiri. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT yakni:







































































Artinya: “bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.27

(Q.S. Ar-Rad : 11)

Oleh karena itu motivasi belajar peserta didik harus ditumbuhkan dengan baik, agar peserta didik memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar dan dapat ditingkatkan keberhasilannya.

Menurut Hamzah B. Uno dalam buku teori motivasi dan pengukuran menyatakan bahwa indikator motivasi belajar dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil;

Hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar dan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya disebut motif berprestasi, yaitu motif untuk berhasil

27

17

dalam melakukan suatu tugas dan pekerjaan atau motif untuk memperoleh kesempurnaan. Motif semacam ini merupakan unsur kepribadian dan prilaku manusia, sesuatu yang berasal dari „‟dalam‟‟ diri manusia yang bersangkutan. Motif berprestasi adalah motif yang dapat dipelajari, sehingga motif itu dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui proses belajar. Seseorang yang mempunyai motif berprestasi tinggi cenderung untuk berusaha menyelesaikan tugasnya secara tuntas, tanpa menunda-nunda pekerjaanya. Penyelesaian tugas semacam ini bukanlah karena dorongan dari luar diri, melainkan upaya pribadi.

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;

Penyelesaian suatu tugas tidak selamanya dilatar belakangi oleh motif berprestasi atau keinginan untuk berhasil, kadang kala seorang individu menyelesaikan suatu pekerjaan sebaik orang yang memiliki motif berprestasi tinggi, justru karena dorongan menghindari kegagalan yang bersumber pada ketakutan akan kegagalan itu. Seorang anak didik mungkin tampak bekerja dengan tekun karena kalau tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik maka dia akan mendapat malu dari gurunnya, atau di olok-olok temannya, atau bahkan dihukum oleh orang tua. Dari keterangan diatas tampak bahwa „‟keberhasilan‟‟anak didik tersebut disebabkan oleh dorongan atau rangsangan dari luar dirinya.

3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan;

Harapan didasari pada keyakinan bahwa orang dipengaruhi oleh perasaan mereka tantang gambaran hasil tindakan mereka contohnya orang yang

18

menginginkan kenaikan pangkat akan menunjukkan kinerja yang baik kalau mereka menganggap kinerja yang tinggi diakui dan dihargai dengan kenaikan pangkat.

4. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar;

Baik simulasi maupun permainan merupakan salah satu proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang menarik menyebabkan proses belajar menjadi bermakna. Sesuatu yang bermakna akan selalu diingat, dipahami, dan dihargai. Seperti kegiatan belajar seperti diskusi, brainstorming, pengabdian masyarakat dan sebagainya.

5. Adanya penghargaan dalam belajar;

Pernyataan verbal atau penghargaan dalam bentuk lainnya terhadap prilaku yang baik atau hasil belajar anak didik yang baik merupakan cara paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar anak didik kepada hasil belajar yang lebih baik. Pernyataan seperti „‟bagus‟‟, „‟hebat‟‟ dan lain-lain disamping akan menyenangkan siswa, pernyataan verbal seperti itu juga mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru, dan penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan didepan orang banyak.

19

6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang peserta didik dapat belajar dengan baik.28

Pada umumnya motif dasar yang bersifat pribadi muncul dalam tindakan individu setelah dibentuk oleh lingkungan, oleh karena itu motif individu untuk melakukan sesuatu misalnya untuk belajar dengan baik, dapat dikembangkan, diperbaiki, atau diubah melalui belajar dan latihan, dengan perkataan lain melalui pengaruh lingkungan belajar yang kondusif salah satu faktor pendorong belajar anak didik, dengan demikian anak didik mampu memperoleh bantuan yang tepat dalam mengatasi kesulitan atau masalah dalam belajar.

Adapun menurut Sardiman, peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang baik dapat dilihat dari indikasi sebagai berikut yaitu:

1. Tekun menghadapi tugas 2. Ulet menghadapi kesulitan

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah bagi orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, dan lain sebagainya)

4. Lebih sering bekerja mandiri

5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (yang bersifat mekanis, berulang-ulang, sehingga kurang kreatif)

6. Dapat mempertahankan pendapatnya 7. Tidak mudah melepas hal yang diyakini

8. Senang mencari dan memecahkan masalah-masalah sosial.29

Dari pendapat diatas dapat disimpukan bahwa tinggi rendahnya motivasi belajar peserta didik dapat dilihat juga pada perbuatan atau perilakunya pada saat

28

Hamzah B. Uno, Teori Motivasi Dan Pengukurannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. Ke VIII, h. 23.

29

Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 83.

20

melaksanakan proses pembelajaran. Jika motivasi belajar peserta didik tinggi maka dalam berlansungnya proses belajar peserta didik akan mengikuti proses pembelajaran dengan tertib dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya proses belajar. Sebaliknya jika motivasi belajar peserta didik tersebut rendah maka ia akan menunjukkan perilaku atau perbuatan yang buruk pula.

Tujuan pendidikan bukan hanya ditentukan oleh sekolah, struktur, isi, kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing peserta didik, jika guru dianalogikan dengan sebuah tombak, maka dialah tombak bermata dua. Satu mata harus memiliki ketajaman dalam penguasaan materi dan hakikat ilmu yang akan diajarkannya, sedangkan satu mata tajam lainnya adalah karena memiliki kemampuan atau keterampilan dalam meramu dan menyajikan materi sehingga peserta didik dapat belajar dengan bermakna, serta memberikan kegunaan yang dapat dirasakan dari proses pembelajaran yang diikutinya.30

30

Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 2. h. 13.

21 0 5 10 15 20 25 Motivasi Tinggi Motivasi Sedang Motivasi Rendah Diagram 1.1

Data awal Motivasi Belajar Peserta Didik Di MTs Mardotillah tahun ajaran 2015/2016

Sumber data: hasil Observasi di MTs Mardhotillah kecamatan pesisir selatan

Dari hasil diatas peneliti berencana untuk melakukan penelitian kuantitatif yaitu mengetahui adakah pengaruh kompetensi pedagogik guru aqidah akhlak terhadap motivasi belajar peserta didik. Dengan menggunakan observasi hal ini terbukti bahwa hasil observasi dari 36 peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi 5 orang atau 14%, yang memiliki motivasi sedang sebanyak 8 orang atau 22%,

Dokumen terkait