• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini sedang dihadapkan terhadap masalah kemiskinan. Pada umunya di negara berkembang, seperti Indonesia permasalahan pendapatan yang rendah dengan masalah kemiskinan merupakan permasalahan utama dalam pembangunan ekonomi. Ini dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin yang begitu besar, yang mayoritas tinggal di daerah pedesaan yang sulit untuk diakses. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia, karena selama ini pemerintah belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang tepat, yakni program pemberdayaan masyarakat miskin yang benar-benar berpihak kepada lapisan yang paling miskin.

BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic

needs approach), untuk mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung head count index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

Seringkali masalah kemiskinan timbul bersama dengan masalah pengangguran. Kedua masalah ini erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki suatu wilayah. Jika di sederhanakan dalam contoh yaitu,

apabila seseorang miskin maka tidak dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Dengan rendahnya pendidikan seseorang membuat dirinya terbatas untuk mencari lapangan pekerja.

Maka salah satu cara untuk menanggulangi kemiskinan dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia merupakan penggerak suatu perekonomian wilayah. Indikator baik atau tidaknya kualitas sumber daya manusia yaitu salah satunya melalui Angka Melek Huruf. Penanggulangan kemiskinan menjadi penting karena jika tidak diatasi segera kemiskinan akan berdampak pada level yang lebih jauh seperti kualitas kehidupan manusia dan kesehatan (Groce, 2011).

Strategi pembangunan di sebagian besar negara memprioritaskan pada pembangunan kualitas modal manusia dengan melakukan perbaikkan sistem pendidikan dan support anggaran (subsidi) yang besar. Investasi dalam pendidikan dapat meningkatkan modal manusia dalam perekonomian. Rasidin dan Bonar (2005) menyatakan bahwa pada kenyataannya dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang

dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin dapat disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan.

Kemiskinan di Indonesia sekarang ini telah menjadi suatu masalah nasional yang bahkan pemerintah pun tengah mengupayakan usaha pengentasan penduduk Indonesia dari masalah kemiskinan. Kemiskinan adalah masalah yang mempunyai keterikatan terhadap masalah-masalah sosial di Indonesia. Sebagai contohnya, keluarga yang miskin mempunyai tingkat penghidupan dan kesehatan yang relatif minim dibandingkan orang yang kehidupannya tercukupi.

Dalam menelaah kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan, perlu terlebih dahulu diperhatikan faktor-faktor penyebab kemiskinan atau dalam analisis kemisikinan disebut determinan kemiskinan. Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada program pengentasan kemiskinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut. Faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik makro, sektor, komunitas, rumah tangga, dan individu (World Bank, 2002).

Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998 - 2011 terus menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan hak-hak dasar mereka.

Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World Bank, di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Tercatat pada rentang 2005 - 2009 Indonesia mampu menurunkan laju rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin per tahun sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian negara lain semisal Kamboja, Thailand, Cina, dan Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1% per tahun. Bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan penduduk miskin.

Kendati Indonesia adalah negara yang paling berhasil menurunkan angka kemiskinan, akan tetapi masih terdapat disparitas antar provinsi. Ada provinsi yang berhasil menurunkan prosentase penduduk miskinnya dengan cepat dan ada pula yang lambat. Provinsi DKI Jakarta memiliki angka kemiskinan paling rendah, yaitu sebesar 3,72%, sedangkan Provinsi Papua memiliki tingkat kemiskinan tertinggi, yaitu sebesar 31,53%. Sementara itu, Provinsi Sumatera Utara termasuk provinsi yang cukup berhasil dalam menurunkan tingkat kemiskinan karena berada di bawah angka kemiskinan nasional yaitu sebesar 10,39%, sedangkan tingkat kemiskinan nasional sebesar 11,47%. Namun secara kabupaten/kota tingkat kemiskinan juga termasuk tinggi, karena hampir setengah daerah memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata Sumatera Utara. Oleh karena itu, pemerintah Sumatera Utara harus berusaha lebih giat lagi untuk menurunkan tingkat kemiskinan, karena kemiskinan merupakan salah satu masalah makro yang akan menghambat pembangunan daerah.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Gambar 1.1

Tingkat Kemiskinan di Sumatera Utara, Tahun 2008 - 2012 Tingginya kemiskinan di suatu daaerah disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kualitas sumber daya manusia yang dilihat dari indikator angka melek huruf, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Tingginya pembangunan manusia di Sumatera Utara dapat dilihat dari tingginya sumbangan pendidikan, dimana dapat dilihat dari indikator angka melek huruf yang berada di atas rata-rata nasional (Gambar 1.2).

Bank Dunia dalam Laporan Monitoring Global tahun 2005 menjelaskan, bahwa pertumbuhan ekonomi memainkan peran sentral dalam upaya menurunkan kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan global. Bisa dikatakan bahwa pengurangan penduduk miskin tidak mungkin dilakukan jika ekonomi tidak berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah syarat utama dalam mengatasi persoalan kemiskinan.

Sumber: BPS, Sumut Dalam Angka, berbagai Tahun Terbitan

Gambar 1.2

Angka Melek Huruf Nasional dan Sumatera Utara, Tahun 2004 - 2013 Secara absolut, seseorang dikatakan miskin apabila tingkat pendapatan atau standar hidupnya berada dibawah tingkat subsisten. Ukuran subsistensi tersebut dapat diproksikan dengan garis kemiskinan. Suatu rumah tangga yang memiliki pendapatan sedikit di atas garis kemiskinan, ketika pertumbuhan pendapatannya sangat lambat, lebih rendah dari laju inflasi, maka barang dan jasa yang dapat dibelinya menjadi lebih sedikit. Laju inflasi tersebut juga akan menggeser garis kemiskinan ke atas. Kombinasi dari pertumbuhan pendapatan yang lambat dan laju inflasi yang relatif tinggi akan menyebabkan rumah tangga tersebut jatuh ke bawah garis kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas harga terjaga, maka pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin akan menurun.

Pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, yang diharapkan mampu mengatasi masalah kemiskinan melalui perluasan lapangan

86 88 90 92 94 96 98 100 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumut Nasional

kerja dan peningkatan distribusi pendapatan untuk kelompok berpendapatan rendah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera utara pada tahun 2012 sebesar 6,45%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 6,23%.

Inflasi merupakan masalah yang sering dihadapi dalam pertumbuhan ekonomi di setiap negara dan tidak mudah untuk menyelesaikannya, inflasi yang dibiarkan berlangsung lama akan memperparah kondisi perekonomian. Sama halnya di Provinsi Sumatera Utara, inflasi dapat mempengaruhi daya beli masyarakat terutama masyarakat miskin yang akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan konsumsi mereka berkurang akibat dari kenaikan harga barang. Inflasi Sumatera utara pada tahun 2013 sebesar 10,18%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 8,38%.

Maka berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauh manakah pengaruh angka melek huruf, inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Utara. Sehingga dari hal ini, penulis menulis skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Sumatera Utara”.

Dokumen terkait