• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Dinamika perkembangan industri nasional akan semakin kompetitif setelah Indonesia resmi memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di akhir tahun 2015. Dengan semakin luasnya arena bisnis global, setiap perusahaan dituntut untuk lebih meningkatkan daya saingnya agar mampu bertahan di tengah persaingan, bahkan jika memungkinkan mampu memenangkan persaingan usaha. Persaingan usaha mengharuskan setiap perusahaan untuk selalu berinovasi dan memperkuat kondisi keuangan guna memaksimalkan nilai perusahaan. Kegagalan perusahaan dalam menghasilkan laba perusahaan akan menyebabkan kebangkrutan karena perusahaan tidak akan memiliki dana yang cukup untuk menjalankan usahanya dan akhirnya tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya baik kepada pihak internal maupun pada pihak eksternal.

Menurut Purnajaya dan Merkusiwati (2014) kebangkrutan ialah “suatu kondisi dimana perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya”. Sedangkan kebangkrutan menurut Syahyunan (2015:116) merupakan “kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya”. Perusahaan dapat menghindari terjadinya kebangkrutan dengan menjaga kinerja keuangan dan memperoleh peringatan awal kebangkrutan melalui analisis potensi kebangkrutan perusahaan. Perusahaan yang tidak mampu membaca sinyal-sinyal kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang telah dilakukan oleh investor. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan bisa 10

mendeteksi kemungkinan kesulitan keuangan dengan menggunakan indikator kesulitan keuangan. Semakin awal potensi kebangkrutan diketahui akan semakin baik, karena perusahaan dapat dengan cepat melakukan perbaikan yang diperlukan ataupun melakukan persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk.

Untuk menganalisis kebangkrutan perusahaan diperlukan prosedur perhitungan rasio melalui laporan keuangan. Laporan keuangan yang sehat dapat dikenali dengan beberapa indikasi antara lain, mampu menghasilkan laba yang tinggi, likuiditasnya memadai, serta hutang yang tidak membebani. Terkait hal tersebut, terdapat beberapa model yang dapat digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan, yakni model Altman Z-score (1968), Springate (1978), dan Zmijewski (1983). Ketiga model analisis ini banyak digunakan untuk memprediksi kebangkrutan karena relatif mudah untuk diaplikasikan, serta tingkat akurasinya cukup tinggi.

Model Altman Z-score menggunakan metode Multiple Discriminant Analisis

yang di kembangkan oleh Edward I Altman dengan meramalkan apakah suatu perusahaan akan bangkrut, berada di daerah kelabu, atau berada dalam posisi aman untuk beberapa tahun mendatang. Terdapat lima jenis rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman Z-score yaitu rasio modal kerja terhadap total aset, rasio laba ditahan terhadap total aset, rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset, dan rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai buku utang.

Model untuk memprediksi kebangkrutan yang lain yakni model Springate yang dikembangkan oleh Gordon Springate dengan menggunakan metode

Multiple Discriminant Analysis. Spingate menggunakan 40 perusahaan sebagai sampelnya dan menggunakan empat dari sembilan belas rasio finansial yang umum untuk memprediksi kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut, yaitu rasio modal kerja terhadap total aset, rasio laba sebelum beban bunga dan pajak terhadap total aset, rasio laba sebelum pajak terhadap utang lancar, dan rasio penjualan terhadap total aset.

Selain model Altman Z-score dan model Springate, terdapat model Zmijewski yang digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan. Zmijewski menggunakan rasio laba bersih terhadap total aset, rasio total utang terhadap total aset, dan rasio aset lancar terhadap utang lancar. Model-model prediksi kebangkrutan ini dapat digunakan sebagai peringatan dini bagi perusahaan agar perusahan dapat mengukur kinerja keuangan perusahaan dan mengetahui kemungkinan kebangkrutan lebih awal. Kondisi keuangan perusahaan yang mengalami penurunan secara berkepanjangan dan terus menerus harus mewaspadai terjadinya kebangkrutan.

Diantara perusahaan-perusahaan yang terdapat di Indonesia saat ini, ada satu sub sektor yang mengalami penurunan penjualan dan sangat berpotensi mengalami kebangkrutan yaitu sub sektor Automotive and Component. Kondisi ekonomi Indonesia yang terus melemah pada tahun 2015 berdampak pada daya beli masyarakat umum dan bisnis sehingga mendorong konsumen Automotive and Component Indonesia untuk menunda pembelian kendaraan. Berikut disajikan total volume penjualan nasional kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua:

Tabel 1.1

Total Volume Penjualan Nasional Kendaraan Roda Empat dan Roda Dua No. Jenis

Kendaraan

Total Volume Penjualan (dalam Unit)

2011 2012 2013 2014 2015

1 Roda empat 894.164 1.116.230 1.229.901 1.208.028 1.013.291 2 Roda dua 8.012.540 7.064.457 7.743.879 7.867.195 6.480.155

Sumber: www.gaikindo.or.id dan www.aisi.or.id (Data Diolah)

Berdasarkan data Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa total volume penjualan nasional kendaraan roda empat pada tahun 2011 hingga 2013 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2014 mulai terjadi penurunan total volume penjualan nasional sebesar 2%, yakni dari 1.229.901 unit pada tahun 2013 menjadi 1.208.028 unit pada tahun 2014. Sedangkan pada tahun 2015, tercatat total volume penjualan sebesar 1.013.291 unit yang berarti mengalami pertumbuhan negatif sebesar 16% dibandingkan tahun 2014. Pelemahan kondisi perekonomian nasional dan daya beli konsumen juga berpengaruh besar pada pasar sepeda motor domestik. Pada tahun 2011 hingga 2015, total volume penjualan jenis kendaraan roda dua mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012 terjadi penurunan volume penjualan sebesar 12% dari 8.012.540 unit menjadi 7.064.457 unit. Sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 terjadi kenaikan total volume penjualan menjadi 7.743.879 unit dan 7.867.195 unit. Namun pada tahun 2015 kembali mengalami penurunan total volume penjualan menjadi 6.480.155 unit atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 18% dibandingkan tahun 2014.

Stimulus untuk mendorong pembelanjaan domestik dengan dikeluarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penurunan uang muka minimum untuk pembiayaan barang konsumsi tidak berdampak signifikan pada penjualan

Component khususnya di segmen mobil bersaing untuk mempertahankan tingkat produksi yang ekonomis namun memberikan harga dan diskon dalam upaya mendongkrak angka penjualan. Beberapa kebijakan pemerintah juga berdampak negatif terhadap peningkatan biaya pada segmen automotive, seperti pemberlakuan kenaikan bea masuk untuk impor kendaraan CBU (completely built up unit). Selain itu, kondisi pelemahan Rupiah juga mengakibatkan kenaikan biaya bahan baku komponen yang sebagian besar masih harus diimpor, semakin memperlemah tingkat marjin operasional yang dicapai oleh sektor Automotive and Component. Hal ini merupakan suatu peringatan bagi perusahaan Automotive and Component dalam menghadapi kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Berikut disajikan beberapa perusahaan Automotive and Component di BEI yang juga mengalami penurunan laba (rugi):

Tabel 1.2

Daftar Beberapa Perusahaan Automotive and Component yang Mengalami Penurunan Laba

No. Nama

Perusahaan Kode

Laba Bersih/Rugi Bersih

(dalam jutaan Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

2012 2013 2014 2015 1 Astra International Tbk ASII 22.742.000 22.297.000 22.131.000 15.613.000 2 Astra Otoparts Tbk AUTO 1.135.914 999.766 954.086 322.701 3 Goodyear Indonesia Tbk GDYR 6.673.997* 4.634.391* 2.780.572* (110.978)* 4 Gajah Tunggal Tbk GJTL 1.132.247 120.330 283.016 (313.326) 5 Indomobil Sukses Internasional Tbk IMAS 899.090 621.139 (64.879) (22.489) 6 Indospring Tbk INDS 134.068 147.608 127.819 1.933 7 Multistrada Arah Sarana Tbk MASA 319.747* 3.601.565* 550.096* (26.859.073)* Sumber: www.idx.co.id (Data Diolah)

* dalam US$

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat daftar beberapa perusahaan Automotive and Component yang mengalami penurunan laba. Perusahaan Astra Internasional

Tbk (ASII) mengalami penurunan laba bersih kurang dari 2% dari tahun 2013 hingga 2014, namun pada tahun 2015 terjadi penurunan laba sebesar 29%, yakni dari Rp 22.131.000.000.000 pada tahun 2014 menjadi Rp 15.613.000.000.000 pada tahun 2015. Perusahaan Astra Otoparts Tbk (AUTO) mengalami penurunan laba bersih pada tahun 2013 dan 2014 sebesar 12% dan 5% dibanding tahun sebelumnya, namun pada tahun 2015 penurunan laba bersih mencapai 66%, yakni dari Rp 954.086.000.000 pada tahun 2014 menjadi Rp 322.701.000.000 pada tahun 2015. Perusahaan Goodyear Indonesia Tbk (GDYR) mengalami penurunan laba bersih pada tahun 2013 dan 2014 sebesar 31% dan 41%, sedangkan pada tahun 2015 penurunan laba bersih mencapai 103% yakni dari US$ 2.780.572 pada tahun 2014 menjadi negatif US$ 110.978 pada tahun 2015. Perusahaan Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mengalami penurunan laba bersih pada tahun 2013 sebesar 89% dibandingkan tahun 2012 yakni menjadi Rp 120.330.000.000, dan pada tahun 2015 terjadi penurunan laba sebesar 210% yang mengakibatkan perusahaan mengalami rugi bersih sebesar Rp 313.326.000.000. Perusahaan Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) mengalami penurunan laba bersih sebesar 30% pada tahun 2013, yakni dari Rp 899.090.000.000 pada tahun 2012 menjadi Rp 621.139.000.000 pada tahun 2013. Pada tahun 2014 terjadi penurunan laba bersih sebesar 110% dibandingkan tahun 2013 yang mengakibatkan rugi bersih sebesar Rp 64.879.000.000 pada tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi penurunan laba bersih sebesar 65% dibandingkan tahun 2014 yang mengakibatkan rugi bersih sebesar Rp 22.489.000.000 pada tahun 2015. Perusahaan Indospring Tbk (INDS) mengalami penurunan laba pada tahun 2014

dan 2015. Pada tahun 2014 terjadi penurunan laba bersih sebesar 13% dibandingkan tahun 2013, yakni sebesar Rp 147.608.000.000 pada tahun 2013 dan Rp 127.819.000.000 pada tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi penurunan laba bersih sebesar 99% dibandingkan tahun 2014, yakni menjadi sebesar Rp 1.933.000.000 pada tahun 2015. Perusahaan Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) mengalami penurunan laba perusahaan pada tahun 2014 dan 2015. Pada tahun 2014 terjadi penurunan laba bersih sebesar 84% dibandingkan tahun 2013, yakni sebesar US$ 3.601.565 pada tahun 2013 dan US$ 550.096 pada tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi penurunan laba bersih sebesar 4.983% dibandingkan tahun 2014 yang mengakibatkan perusahaan mengalami rugi bersih sebesar US$ 26.859.073 pada tahun 2015. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat disimpulkan bahwa beberapa perusahaan Automotive and Component mengalami pertumbuhan laba tidak stabil, bahkan cenderung mengalami penurunan yang berkelanjutan. Untuk menilai kondisi keuangan perusahaan dapat menggunakan beberapa model pengukuran seperti model Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski karena berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan perbedaan pada hasil penelitiannya. Penelitian Sondakh et al. (2014) menyatakan bahwa analisis Springate memiliki tingkat keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan model Altman Z-score dan Zmijewski. Sedangkan penelitian Yami dan Ririh (2015) menyatakan bahwa model Zmijewski memiliki tingkat keakuratan tertinggi dibandingkan model Springate dan Altman Z-score.

Adapun penelitian Hadi dan Atika (2008) menyatakan bahwa Altman Z-score

merupakan prediktor kebangkrutan terbaik dibandingkan dengan model Springate dan Zmijewski.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Potensi Kebangkrutan pada Perusahaan Automotive and Components Terbuka di Bursa Efek Indonesia dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski”.

Dokumen terkait