• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Melatar belakangi Pembuatan Addendum dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah BPR Mustaqim Sukamakmur

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sebagaimana wilayah lain di Indonesia di Provinsi Aceh juga banyak tumbuh dan berkembang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) termasuk dalam hal ini Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Mustaqim Sukamakmur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembentukan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat milik pemerintah daerah diawali dengan pembentukan Lembaga Kredit Kecamatan (LKK) di 19 (sembilan belas) kecamatan yang tersebar di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 412.21/22/1984 tanggal 24 Januari 1984 tentang Pembentukan Lembaga Kredit Kecamatan (LKK) Provinsi Daerah Istimewa Aceh.75

Pada perkembangan selanjutnya, bentuk LKK ini diubah menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perusahaan Daerah Bank 75Annonimous, Sejarah Bank Perkreditan Rakyat BPR Mustaqim Suka Makmur, http://www.bprmustaqim.co.id/ html, Diakses 15 Juni 2016 Pukul 20.30 Wib.

Perkreditan Rakyat (PD BPR) di Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Pembentukan PD BPR dari LKK ini telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/64/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999.

Dalam perjalanannya selama hampir 9 (sembilan) tahun perusahaan tidak menunjukkan usaha yang maksimal dan berujung pada dihentikannya operasional dan ditambah lagi dengan kondisi konflik dan bencana tsunami Aceh pada Desember 2004, sehingga pemegang saham memutuskan melakukan merger pada tahun 2008. Dengan memperhatikan kondisi bank yang sangat tidak sehat, pemegang saham pengendali memandang perlu untuk melakukan penggabungan (merger) terhadap BPR yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam guna perbaikan kondisi kesehatan PD BPR secara struktural dan menyeluruh agar mampu berperan secara optimal dalam menunjang perekonomian daerah.

Kemudian dengan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 62 Tahun 2007 (setara Perubahan Anggaran Dasar) dan Persetujuan Prinsip DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor: 580/4.034 tanggal 15 November 2006 serta Akta Notaris Teuku Irwansyah, SH Nomor 113 tanggal 31 Oktober 2007, maka dilakukan merger terhadap 12 (dua belas) BPR di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi : PD BPRM Sukamakmur, PD BPRM Lhoong, PD BPRM Kaway XVI, PD BPRM Seunagan, PD BPRM Kuala Batee, PD BPRM Kluet Utara, PD BPRM Tangan-tangan, PD BPRM Blangkejeren, PD BPRM Lawe Alas, PD BPRM Meuraxa, PD BPRM Seulimum dan PD BPRM Kuala menjadi PD BPR Mustaqim Sukamakmur. Penggabungan (merger) ini telah mendapat persetujuan dari

Bank Indonesia dengan Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 10/4/KEP.DpG/2008 tanggal 15 April 2008.

Dalam pelaksanaan penyaluran kredit dan pembiayaan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mustaqim ini juga tidak terlepas dari adanya permasalahan dimana dalam praktik juga ditemukan adanya nasabah yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Tidak terlaksananya kewajiban nasabah ini tentunya berakibat pada permasalahan tunggakan pembiayaan yang disalurkan oleh pihak bank. Terhadap adanya tunggakan pembiayaan tersebut pihak bank sebagai pemberi pembiayaan akan melakukan upaya penyelesaian tunggakan tersebut.

Dalam hal melakukan penyelamatan atau penyelesaian tunggakan, BPR Mustaqim Sukamakmur pada tahun 2016 melakukan addendum pada 10 debitur, secara lebi jelas dapat dilihat table dibawah ini :

Tabel 1

Akad Pembiayaan Bermasalah di PT. Bank BPR Mustaqim Sukamakmur Tahun 2016

No Jenis Pembiayaan Cara Penyelesaian Jumlah

1 Mudharabah Rescheduling 5 Debitur

2 Murabahah Reconditioning 5 Debitur

Total 10 Debitur

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tata cara yang ditempuh oleh pihak bank guna penyelesaian tunggakan adalah dengan menawarkan restrukturisasi pembiayaan melalui pembuatan addendum berupa perubahan isi perjanjian dalam akad pembiayaan. Adapun mekanisme pembuatan adendum akad pembiayaan dalam proses penyelesaian tunggakan apabila ditelaah dari penjelasan tersebut di atas,

dilakukan dalam berbagai bentuk. Menurut Samsul Bahri bentuk yang paling sering dilakukan bank BPR Mustaqim adalah :

a. BPR Mustaqim mengundang nasabah untuk menempuh upaya penjadwalan kembali (rescheduling) terhadap kewajiban nasabah dalam melaksanakan pembayaran angsuran pembiayaan;

b. Bank BPR Mustaqim mengupayakan pemberian kesempatan atau persyaratan baru kepada nasabah dengan melihat kondisi nasabah (reconditioning). Hal ini dilakukan dengan merubah sebagian atau seluruh persyaratan dalam akad pembiayaan;

c. Bank BPR Mustaqim mengupayakan penataan kembali (restructuring) melalui upaya memberikan penambahan fasilitas pembiayaan bank, penggabungan akad, maupun perubahan jenis akad bahkan atas persetujuan nasabah dapat mengambil alih pengelolaan usaha nasabah yang dibiayai bank dengan melakukan pembinaan.76

Ketiga bentuk upaya penyelesaian tunggakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan bank yang dapat dilakukan guna membantu nasabah bank dalam menjalankan kewajibannya termasuk juga upaya bank menghindari terjadinya pembiayaan bermasalah dalam jangka waktu yang lama. Adanya tindakan penyelesaian tunggakan tersebut termasuk melalui addendum dapat dilakukan atas inisiatif pihak bank sebagai upaya pengawasan terhadap pembiayaan yang disalurkan

76 Samsul Bahri, Kepala Bagian Peneyelesaian Sengketa BPS Mustaqim Sukamakmur,

dan dapat pula dilakukan atas permintaan atau permohonan dari nasabah bank yang mengalami hambatan dalam menjalankan kewajibannya atas pembiayaan yang diterimanya.77

Hasil penelitian pada BPR Mustaqim Sukamakmur diketahui bahwa bahwa pelaksanaan kebijakan dan prosedur penyelesaian tunggakan sebagaimana diuraikan di atas saat ini dikenal dengan restrukturisasi pembiayaan. Adapun penyelesaian tunggakan pembiayaan atau restrukturisasi pembiayaan mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Penetapan pejabat atau petugas bank yang khusus untuk menangani restrukturisasi pembiayaan.

2. Penetapan limit wewenang memutus pembiayaan yang direstrukturisasi. 3. Kriteria pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.

4. Sistem danStandard Operating Procedure(SOP) restrukturisasi pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai khusus yang ditunjuk dan penyerahan kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola Pembiayaan.

5. Sistem informasi manajemen restrukturisasi pembiayaan, antara lain berupa laporan berkala mengenai perkembangan penanganan pembiayaan yang direstrukturisasi.

77Marlina, Kepala Kantor Pusat Operasional BPR Mustaqim Sukamakmur di Lampeneurut,

Adanya pendataan terhadap nasabah penerima pembiayaan yang menunggak atau bermasalah ini dibenarkan oleh beberapa nasabah yang ditemui dan sedang dilakukan upaya penyelesaian guna menghindari perselisihan. Para nasabah yang didatangi oleh pihak bank biasanya adalah yang termasuk dalam data bank layak untuk direstrukturisasi untuk diberitahukan dan sekaligus dilakukan survey terhadap kondisi nasabah dan pihak bank yang memberitahukan tentang adanya kebijakan bank untuk dilakukannya upaya penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi.78

Kepada nasabah yang bermasalah tersebut juga disarankan agar dapat memilih mekanisme penyelesaian tunggakan pembiayaan yang bermasalah. Dalam hal ini nasabah juga diberi kesempatan untuk memperoleh kebijakan restrukturisasi atau dilakukan tindakan penarikan objek jaminan atas pembiayaan yang disalurkan atau mengajukan permohonan untuk dilakukan restrukturisasi.79

Adapun bentuk atau tata cara diupayakan penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi pembiayaan yang selama ini dilaksanakan oleh Bank BPR Mustaqim Sukamakmu pada dasarnya adalah sama pada keseluruhan jenis pembiayaan. Namun sebagai contoh diuraikan mengenai penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi akad pembiayaan sebagai berikut.

Akad pembiayaan bermasalah yang dilakukan restrukturisasi dengan melalui mekanisme sebagai berikut:

78Zulkarnain dan Ardani, nasabah penerima pembiayaan yang bermasalah pada BPR Mustaqim Sukamakmur,WawancaraTanggal 12-15 Juni 2016

79Nurul Sa’adah dan Purwati, nasabah penerima pembiayaan yang bermasalah pada BPR Mustaqim Sukamakmur,WawancaraTanggal 12-15 Juni 2016

a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi pembiayaan dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank.

Sebagai contoh :

Nasabah yang pada akad pembiayaan menerima pembiayaan sebesar Rp. 50.000.000,- dengan angsuran Rp. 3.000.000,- perbulannya dengan jangka waktu 24 bulan. Namun karena tidak mampu membayar setelah masa pembiayaan berjalan dilakukan addendum akad pembiayan dengan penurunan angsuran sebesar Rp. 2.600.000,- perbulan dengan jangka waktu ditambah menjadi 36 bulan.

b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. Sebagai contoh :

Nasabah yang pada akad pembiayaan awal menerima pembiayaan sebesar Rp. 50.000.000,- dengan angsuran Rp. 3.000.000,- perbulannya dengan jangka waktu 24 bulan dan jaminan berupa BPKB kenderaan bermotor roda empat. Namun karena tidak mampu membayar setelah masa pembiayaan berjalan dilakukan addendum akad pembiayaan dengan penurunan angsuran sebesar Rp. 2.600.000,- perbulan dengan jangka waktu ditambah menjadi 36 bulan

dan akibat penurunan harga objek jaminan kemudian ditambah persyaratan untuk menyediakan jaminan lain baik benda bergerak maupun benda tetap. c. Penataan kembali(restructuring) dengan melakukan konversi piutang sebesar

sisa kewajiban nasabah, namun mekanisme penataan kembali ini jarang dilakukan dari satu jenis pembiayaan ke pembiayaan lainnya. Dimana sisa kewajiban nasabah dalam penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi piutang menjadi jumlah pokok dan margin yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.80

Namun demikian, dalam praktik model yang ketiga sangat jarang dilakukan pada Bank BPR Mustaqim Sukamakmur, di mana pihak nasabah lebih memilih untuk menambah jangka waktu pembiayaan, penambahan pembiayaan atau bahkan menyelesaikan denganmenjual objek jaminan. Penataan kembali ini biasanya dilakukan terhadap nasabah yang tidak lagi mampu membayar angsuran dengan usaha yang dijalankannya sehingga ada yang diambil alih oleh bank. Oleh karena itu, apabila nilai objek jaminan memungkinkan untuk dilakukan penambahan nilai pembiayaan atau pengambilalihan usaha.

Zulkarnain dan Ardani membenarkan bahwa upaya penyelesaian tunggakan pembiayaan melalui restrukturisasi ini pernah dilakukan terhadap mereka. Adanya kesempatan tersebut telah membantu usaha yang selama ini dikelolanya kembali dapat berjalan normal setelah adanya kebijakan tersebut di mana pihak bank telah

80Marlina, Kepala Kantor Pusat Operasional BPR Mustaqim Sukamakmur di Lampeneurut,

menambah jangka waktu pembayaran angsuran dan mengurangi jumlah angsuran untuk setiap bulannya.81

Penyelesaian tunggakan atau restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah termasuk terhadap akad pembiayaan pada Bank BPR Mustaqim Sukamakmur KPO Lampeneurut dilakukan dengan sebuah addendum. Addendum akad pembiayaan tersebut dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap akad pembiayaan awal baik dengan menambah, menghilangkan atau mengganti dengan klausul tertentu yang secara fisik terpisah dari akad pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok.

Hasil penelitian juga menunjukkan dalam hal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan bermasalah yang dibuat melalui adanya addendum yang dilakukan terhadap akad pembiayaan bermasalah pada Bank BPR Mustaqim Sukamakmur KPO Lampeneurut adalah bertujuan untuk penyehatan pembiayaan yang berdasarkan analisa yang dilakukan oleh pihak bank terhadap kemampuan nasabah untuk melaksanakan kewajibannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zulkarnain dan Ardani bahwa addendum dimaksud merupakan bagian dari upaya bank dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian(prudential principle),prinsip syariah dan prinsip akuntansi yang merupakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam manajemen risiko untuk menghindari kerugian pada bank terhadap pembiayaan yang telah disalurkan.82

81Zulkarnain dan Ardani, nasabah penerima pembiayaan yang bermasalah pada BPR Mustaqim Suka Makmur,WawancaraTanggal 12-15 Juni 2016

82Marlina dan Samsul Bahri, Kepala Kantor Pusat Operasional dan Kepala Bagian Penyelesaian Sengketa BPR Mustaqim Sukamakmur di Lampeneurut,WawancaraTanggal 13 dan 14 Juni 2016

Bank BPR Mustaqim Sukamakmur KPO Lampeneurut mempunyai kriteria tersendiri terhadap nasabah yang dianggap wanprestasi terhadap pembiayaan yang diterimanya, yaitu meliputi:

a) Nasabah penerima pembiayaan tidak memenuhi kewajiban pembiayaan, maksudnya, yaitu nasabah tidak melakukan pembayaran nisbah/bagi hasil dan pokok pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pembiayaan pokok dan nisbah/bagi hasil.

b) Nasabah penerima pembiayaan dalam melakukan pembayaran tidak berkesinambungan.

Dalam hal ini untuk menjaga agar nasabah dapat selalu lancar melaksanakan kewajibannya. Pihak bank secara berkesinambungan melakukan analisa terhadap nasabah dengan mengkategorikan atas lima macam, yaitu lancar, perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Upaya penyehatan pembiayaanyang dilakukan adalah terhadap nasabah yang dinilai dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet kemudian diupayakan untuk dilakukan restrukturisasi termasuk melalui addendum akad pembiayaan.83

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab yang melatar belakangi pembuatan addendum dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah BPR Mustaqim Sukamakmur antara lain :

83 Samsul Bahri, Kepala Bagian Penyelesaian Sengketa BPR Mustaqim Sukamakmur di Lampeneurut,WawancaraTanggal 13 Juni 2016

1. Faktor adanya tunggakan pembiayaan nasabah yang menimbulkan perselisihan Awal dari adanya suatu perselisihan dalam penyaluran pembiayaan adalah sejak terjadinya tunggakan terhadap angsuran atau kewajiban nasabah dalam pelunasan pembiayaan. Kondisi ini tentunya berujung pada timbulnya perselisihan antara nasabah debitur dengan bank sebagai kreditur. Akibat terjadinya perselisihan antara nasabah dan bank karena tidak terlaksanakan kewajiban nasabah dalam pembayaran angsuran pembiayaan merupakan salah satu faktor yang mendorong dilakukannya upaya penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi oleh pihak bank setelah melakukan analisis terhadap nasabah tersebut. Perselisihan timbul karena nasabah mengalami hambatan dalam melaksanakan kewajibannya sedangkan bank diharuskan menjaga agar pembiayaan yang disalurkan dapat ditarik kembali. Kondisi ini mengharuskan bank untuk melakukan upaya restrukturisasi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

2. Faktor adanya upaya bank menjaga kualitas pembiayaan

Bank dalam menjalankan operasional jasa perbankan khususnya penyaluran dana selalu berupaya untuk tetap menjaga kestabilan dan menghindari terjadinya pembiayaan yang bermasalah. Upaya bank dalam menyalurkan pembiayaan selain mengharapkan adanya keuntungan dari bagi hasil juga diharapkan bank terhindar dari kerugian. Upaya menghindari risiko kerugian dan menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkan. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian yang

disebabkan oleh pembiayaan bermasalah, bank dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran, dan masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.

3. Faktor adanya keinginan bank membantu nasabah

Dalam proses penyaluran pembiayaan,membantu nasabah untuk tetap melaksanakan kewajibannya merupakan bagian dari fungsi bank dalam menyalurkan pembiayaan. Tindakan restrukturisasi melalui addendum ini dilakukan terhadap nasabah yang memiliki iktikad baik untuk melaksanakan kewajibannya dalam pelunasan. Hal ini dilakukan untuk membantu nasabah agar tetap amanah dalam melaksanakan kewajibannya dan nama baiknya tetap terjaga.

4. Kepatuhan bank terhadap ketentuan Bank Indonesia

Pelaksanaan penyelesaian tunggakan pembiayaan atau pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi pembiayaan ini sebagaimana dijelaskan sebelumnya di atas merupakan bagian dari ketentuan Bank Indonesia dalam penanganan kredit bermasalah. Dengan kata lain, alasan dilakukannya restrukturisasi kredit merupakan bagian dari penerapan prinsip-prinsip tersebut sebagai bentuk

kepatuhan bank dalampengendalian risiko melalui peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.84

Menurut analisis penulis, faktor penyebab bank Bank BPR Mustaqim Sukamakmur KPO Lampeneurut memilih penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi sebagaimana dijelaskan di atas merupakan merupakan hal yang sangat wajar. Tindakan bank ini dilakukan karena perselisihan yang terjadi akibat tidak terlaksananya kewajiban nasabah dalam pembayaran angsuran dan pembiayaan tersebut berpotensi macet. Selain itu, juga dimaksudkan guna menghindari risiko kerugian dan menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkan, membantu nasabah untuk tetap melaksanakan kewajibannya dan nama baik nasabah tetap terjaga dan merupakan sikap dari kepatuhan Bank BPR Mustaqim Sukamakmur KPO Lampeneurut terhadap ketentuan Bank Indonesia. Dengan kata lain, penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi pembiayaan merupakan jalan yang dilakukan untuk penyelamatan pembiayaan bermasalah dan upaya melakukan pembinaan bagi nasabah sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank Indonesia.

Pemilihan upaya pembuatan addendum dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah BPR Mustaqim Sukamakmur memalui restrukturisasi pembiayaan merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan penyediaan dana 84Samsul Bahri, Kepala Bagian Penyelesaian Sengketa BPR Mustaqim Sukamakmur di Lampeneurut,WawancaraTanggal 13 Juni 2016

terhadap nasabah yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Pelaksanaan kegiatan ini mengikuti ketentuan yang berlaku yaitu fatwa Dewan Syariah Nasional dan Standar Akutansi Keuangan yang berlakuk bagi bank syariah.

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa, pembuatan addendum dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah BPR Mustaqim Sukamakmur bertujuan melakukan penyelamatan pembiayaan dan merupakan upaya dan langkah langkah penyelesaian tunggakan melalui restrukturisasi yang dilakukan bank dengan mengikuti ketentuan yang berlaku agar pembiayaan yang tidak lancar menjadi lancar kembali. Jika dalam ketentuan-ketentuan Bank Indonesia restrukturisasi pembiayaan meliputi: Penurunan imbalan atau bagi hasil, pengurangan tungkakan imbalan atau bagi hasil, pengurangan tunggakan pokok pembayaran, perpanjangan jangka waktu pembiayaan, penambahan fasilitas pembiayaan, pengambilalihan aset dibitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan konversi pembiayaan menjadi penyertaan pada perusahaan debitur.

Menurut penulis langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaanya juga dapat dilakukan secara bersamaan, misalnya memberikan keringanan jumlah kewajiban disertai dengan kelonggaran waktu pelunasan, perubahan syarat perjanjian dan sebagainya. Dalam kombinasi ini tidak diperlukan apabila dengan penjumpaan hutang dan konversi pinjaman menjadi penyertaan, pembiayaan debitur yang sebelumnya bermasalah menjadi lunas sehingga kondisi pembiayaan menjadi lebih baik.

Dokumen terkait