• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.9. Uji Benedict

Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+

yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Pereaksi benedict lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan glukosa dalam urine dari pada pereaksi fehling karena beberapa alasan. Apabila dalam urine terdapat asam urat atau kreatinin, kedua senyawa ini dapat mereduksi pereaksi benedict. Disamping itu pereaksi benedict lebih peka dari pada pereaksi fehling. Penggunaan pereaksi benedict juga lebih mudah karena hanya terdiri atas satu macam larutan, sedangkan pereaksi fehling terdiri atas dua macam larutan. (Poedjiadi, 1994).

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

1. Tabung reaksi pyrex 2. Pipet Ukur pyrex

3. Water Bath -

4. Neraca Analitis -

5. Spatula -

6. Spectronic Genesys 400 nm 7. Botol Aquadest

3.2 Bahan –bahan 1. Amonia 100 g/l

2. AgNO3 100 g/l

3. Dekstrose 4. Aquadest 5. Sampel 4E8

3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Uji Tollens

a. sampel 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 b. dekstrose 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi 2

c. ditambahkan masing-masing kedalam tabung reaksi 5 ml amonia

d. dikocok hingga larutan bercampur

e. dimasukkan ke dua tabung reaksi kedalam water bath 60oC selama 5 menit.

f. stelah lima menit keluarkan

g. ditambahkan 0.25 ml AgNO3 dan dibiarkan 5 menit ditempat yang gelap

h. Ukur % T pada panjang gelombang 400 nm i. bandingkan warna yang terbentuk.

Positive : jika warna yang terbentuk didalam tabung sampel berwarna lebih gelap dari pembanding dekstrose.

Negative : jika warna yang terbentuk didalam tabung sampel berwarna lebih terang dari pembanding dekstrose.

3.4 Alat-alat

1. Neraca Analitis 2. Spatula

3. Water Bath

4. Pipet Ukur pyrex

5. Tabung reaksi pyrex 6. Botol Aquadest

3.5 Bahan –bahan

a. Larutan benedict dengan cara melrutkan 173 gram kristal Natrium Sitrat dan 100 gram Natrium Karbonat anhidrous didalam 800 mL aquadest aduk dan

saring, Tambahkan 17,3 gram tembaga sulfat yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquadest yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquadest. Add kan hingga 1 L sampel 4E8.

3.6 Prosedur Percobaan

3.6.1 Uji Benedict terhadap Refined gliserin

a. Timbang 6,3 gram sampel kedalam tabung reaksi

b. tambahkan 1 mL ( 15 tetes ) larutan benedict kedalam tabung reaksi yang berisi sampel, aduk hingga bercampur.

c. Panaskan dalam penangas yang berisi air mendidih selama 5 menit.

d. setelah 5 menit, angkat dan lihat perubahan warna yang terbentuk.

Hasil Perubahan warna

Negative Biru

Negative Biru kehijauan

Positive 1 Hijau

Positive 2 Hijau kekuningan

Positive 3 endapan Merah bata

3.7 Alat-alat 1. Steam Bath

2. APHA Colorimeter, Obeco Helige 3. Neraca Analitik

4. Pipet Ukur pyrex 10 ml

5. Beaker Glass pyrex 100 ml 6. Timer

7. Erlenmeyer pyrex 250 ml

3.8 Bahan –bahan

1. H2SO4 , reagen grade 97 % 2. Sampel 4E8

3.9 Prosedur Percobaan 3.9.1 Uji Lonza

a. Timbang 95 ±1 gram sampel didalam erlenmeyer 250 ml dan dalam keadaan pengadukkan yang baik, dtambahkan dengan cepat 5 ml H2SO4 pekat.

b. Letakkan beaker 100 ml bersih dan kering di atas erlenmeyer 250 ml dan letakkan dalam penangas uap pada 100 oC selama 30 menit c. Pindahkan erlenmeyer dari penangas uap dan segera tentukan

APHA Color seperti pada EOM-WI-A-029 d. laporkan hasilnya sebagai satuan warna APHA.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Dari hasil analisa yang dilakukan, maka diperoleh data dalam sampel tabel berikut:

Data bulan April 2011

Tanggal Waktu Sampel Lonza Maks 100

Tollens 98.0%

Benedict Pass

02-04-11 08.00 4E8 60,0 98.4 (-)

03-04-11 08.00 4E8 40,0 98.2 (-)

06-04-11 08.00 4E8 60,0 98.1 (-)

08-04-11 08.00 4E8 60,0 98.6 (-)

10-04-11 08.00 4E8 60,0 98.4 (-)

13-04-11 08.00 4E8 60,0 98.4 (-)

15-04-11 08.00 4E8 60,0 98.4 (-)

29-04-11 08.00 4E8 60,0 98.4 (-)

09-02-13 08.00 4E8 70,0 92.2 (-)

Data bulan mei 2011

Tanggal Waktu Sampel Lonza Maks 100

Tollens 98.0%

Benedict pass

01-05-11 08.00 4E8 60,0 98.6 (-)

04-05-11 08.00 4E8 80,0 98.4 (-)

06-05-11 08.00 4E8 80,0 98.8 (-)

20-05-11 08.00 4E8 70,0 98.4 (-)

22-05-11 08.00 4E8 100,0 98.2 (-)

Data bulan Juli 2011

Tanggal Waktu Sampel Lonza

Maks 100

Tollens 98.0%

Benedict pass

01-07-11 08.00 4E8 60,0 98.4 (-)

03-07-11 08.00 4E8 60,0 98.3 (-)

08-07-11 08.00 4E8 60,0 98.3 (-)

Data bulan November 2012

Tanggal Waktu Sampel Lonza

Maks 100

Tollens 98.0%

Benedict

05-11-12 08.00 4E8 20,0 68,8 (+)

06-11-12 08.00 4E8 89,7 (+)

07-11-12 08.00 4E8 89,9 (+)

08-11-12 08.00 4E8 93,2 (+)

09-11-12 08.00 4E8 25,0 94,5 (+)

11-11-12 08.00 4E8 25,0 - (+)

4.2 Pembahasan

Dari data hasil percobaan diperoleh Jika data yang kita peroleh kita bandingkan, maka akan terlihat jelas perbedaannya. Dimana Lonza dengan sistem pelaporan warna (APHA), uji tollens dalam bentuk % transmitansi dan uji benedict dalam bentuk Postif atau negative.

Adanya sifat mereduksi disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisa yang telah dilakukan dilaboratorium, diperoleh data yang dapat menunjukkan bahwa adanya zat pereduksi didalam pemurnian gliserin yang dapat kita lihat dengan menggunakan parameter analisa Reducing substance dengan uji tollens dan uji benedict serta Lonza. Dan dari data yang diperoleh dapat kita lihat baik atau buruk tingkat kemurnian gliserin yang dihasilkan dengan adanya zat preduksi didalamnya serta dengan parameter ini pula yang menjadi tinjauan untuk melihat tingkat kejenuhan karbon aktif yang sedang digunakan, bahwasanya :

1. Pada bulan November 2012 nilai hasil analisa metode lonza adalah 20,0 – 25,0 maka akan menunjukkan semakin banyak zat preduksi didalam Gliserin yang tidak dapat diadsorpsi oleh karbon aktif sehingga warna pada gliserin yang dihasilkan tidak sesuai dengan standart yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwasanya karbon aktif yang sedang digunakan adalah jenuh.

2. Pada bulan November 2012 nilai hasil analisa metode uji tollens menunjukkan angka dibawah 98 % maka akan menunjukkan semakin banyak zat preduksi didalam Gliserin yang seharusnya dapat diadsorpsi oleh karbon aktif sehingga menunjukkan bahwasanya karbon aktif yang sedang digunakan adalah jenuh.

3. Pada bulan November 2012 nilai hasil analisa metode Benedict menunjukkan (+) maka akan menunjukkan banyaknya zat preduksi

didalam Gliserin yang seharusnya diadsorpsi oleh karbon aktif sehingga menunjukkan bahwasanya karbon aktif yang sedang digunakan adalah jenuh yang disebabkan karena karbon aktif tidak dapat mengadsorpsi zat pengotor yang ada di dalam gliserin.

5.2 Saran

Dalam pemurnian gliserin dengan menggunakan karbon aktif sebagai penyerapan zat-zat yang tidak diinginkan sebaiknya diganti berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji tollens, uji benedict dan Lonza, hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan di PT. Ecogreen oleochemicals medan plant.

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, E. A. 1992. Standar Methods For The Examination Of Water And Waste .

Fessenden, R. J. Dan Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga.Erlangga. Jakarta.

Http :// id.wikipedia.org/wiki/asam lemak. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013 Http ://www. Seafast.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI- Press. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. Dan Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada universitity Press. Yogyakarta.

Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Cetakan Pertama. UI-Press. Jakarta.

Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran dan Program Stara I Fakultas Bioeksakta. EGC. Jakarta.

Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit ( Usaha Budidaya, Pemanfaatan hasil dan Aspek Pemasaran ). Penebar Swadaya. Jakarta.

Gambar 2.2 diagram alir proses distilasi gliserin 4D1

Dokumen terkait