• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN KETENTUAN SANKSI PIDANANYA

Dalam kerangka ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, yakni:18

1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide telah berwujud dan asli.

Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah konsep bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan misalnya buku, sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan substansinya. Dari prinsip dasar ini telah melahirkan dua subprinsip, yaitu:

a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang keaslian, sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.

b. Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita belum merupakan suatu ciptaan.

2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)

18

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam bentuk yang berwujud yang dapat berupa buku. Dengan adanya wujud dari suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat dimumkan dan dapat tidak diumumkan. Suatu ciptaan yang tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.

3. Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta

Suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan kedua-duanya dapat memperoleh hak cipta.

4. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.

5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut)

Hak cipta bukan suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu limited monopoly. Hal ini dapat terjadi karena hak cipta secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sehingga mungkin saja seorang pencipta menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta terlebih dahulu.

A. Pelanggaran Hak Cipta

Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama. Namun, ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi dibandingkan kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu Hak Atas Kekayaan Intelektual yang sangat rentan dieksploitasi

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

sehingga diperlukan pengaturan komprehensif di setiap negara sebagai langkah antisipatif.19

Baru setelah menonjol nilai ekonomis dari hak cipta, terjadilah pelanggaran terhadap hak cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan lagu atau musik, buku dan penerbitan, film dan rekaman video serta komputer.

Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada.

Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa mencuri barang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta adalah hak milik yang berharga, hak yang diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan secara kreatif dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa.

Perlindungan hak cipta secara individual pada hakikatnya merupakan hal yang tidak dikenal di Indonesia. Suatu ciptaan oleh masyarakat dianggap secara tradisional sebagai milik bersama. Tumbuhnya kesadaran bahwa ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu mempunyai nilai ekonomi. Adapun dalam pandangan tradisional segi nilai moral hak cipta lebih menonjol daripada nilai ekonomisnya.

19

Dr. Ahmad M. Ramli, SH.MH, Fathurahman, Film Independen dalam Perspektif Hukum

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya tersebut berasal dari karya ciptaannya. Hak cipta juga dilanggar bila seluruh atau bagian substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi.

Tindak pidana hak cipta biasanya dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan perdagangan. Motifnya adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara melanggar hukum. Modus operandinya yang terbanyak adalah menggandakan dalam jumlah besar untuk dijual kepada masyarakat. Adapun alat yang digunakan berteknologi cukup canggih, seperti alat-alat komputer, mesin-mesin industri, alat-alat kimia, alat transportasi, serta dokumen-dokumen penunjang lainnya guna mensukseskan usaha mereka. Hasil produksi bajakannya pun sangat baik, sehingga sulit untuk membedakan antara karya cipta yang asli dengan hasil bajakan.

Lokasi untuk melakukan tindak pidana hak cipta pada umumnya dilakukan di lokasi pabrik pembuatan hasil produksinya dan di rumah-rumah perorangan yang dianggap aman dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Korban atau sasaran mereka adalah pencipta ataupun pengusaha/pedagang yang memegang hak cipta dari pencipta untuk memperbanyak ciptaan dari penciptanya.

Pembajakan buku dan rekaman (book and recording piracy) adalah tindak pidana kejahatan pelanggaran Hak Cipta. Perbuatannya liar, tersembunyi, tidak dapat diketahui orang banyak apalagi oleh petugas pajak. Pembajak (pirate) tidak mungkin membayar pajak kepada negara. Pembajak ciptaan jelas merugikan pencipta/pemegang Hak Cipta dan merugikan negara. Pembajak ciptaan atau rekaman merupakan salah satu dampak negatif kemajuan ilmu pengetahuan dan

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

teknologi di bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (illegal).

Berdasarkan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 (Konsolidasi), ada 2 (dua) klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran Hak Cipta, yaitu:

a. Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku utama adalah pembajak Ciptaan atau rekaman.

b. Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, pihak yang menyewakan Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan.

Menurut siaran IKAPI 15 Februari 1984, kejahatan pelanggaran Hak Cipta dibedakan menjadi dua macam, yaitu20

a. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri. Perbuatan ini dapat terjadi antara lain pada buku, lagu dan notasi lagu.

:

b. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta, penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut pembajakan (piracy). Perbuatan

20

Prof. Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

ini banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset lagu, kaset lagu dan gambar (VCD).

Undang-undang Hak Cipta telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat dipergunakan sekaligus untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yakni sarana hukum pidana dan hukum perdata. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dituntut secara pidana dan perdata sekaligus.

Dalam Pasal 42 ayat (3) lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997 dinyatakan bahwa:

Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta.

Berdasarkan Pasal 42 ayat (3) lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997, pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, selain dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana. Demikian Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 juga telah menyediakan dua sarana hukum untuk yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan hukum perdata. Bahkan, dalam Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, penyelesaian sengketa lainnya dapat dilakukan di luar Pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 dinyatakan bahwa:

Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran Hak Cipta.

Ini berarti berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, pelaku pelanggaran Hak Cipta, selain dapat dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana.

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Berhubung hak moral tetap melekat pada penciptanya, pencipta atau ahli waris suatu ciptaan berhak untuk menuntut atau menggugat seseorang yang telah meniadakan nama penciptanya yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan itu, atau mengubah isi ciptaan itu tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Hak ini dinyatakan dalam Pasal 41 undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Pasal 65 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:

a. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu: b. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;

c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan itu; atau d. mengubah isi Ciptaan.

Menurut Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta suatu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan:

a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan wajar dari Pencipta;

b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;

c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:

(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

(ii)pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; d. perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra

dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

e. perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f. perubahan yang dilakukan beradasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;

g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Mengacu pada Undang-undang Hak Cipta, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Untuk ciptaan yang ada dalam ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta ciptaan ini dilindungi dalam wilayah dalam negeri maupun luar negeri, sementara itu untuk ciptaan yang terdapat pada ketentuan Pasal 10 Undang-undang Hak Cipta sifat perlindungannya hanya berlaku ketika ciptaan itu digunakan oleh orang asing.

Salah satu Ciptaan yang mendapat perlindungan Hak Cipta adalah buku.21

Pelanggaran terhadap hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan semakin meluas dan saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta. Dalam pengertian yang lebih luas, pelanggaran tersebut juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas-luasnya.

Suatu karya tulis yang diterbitkan penerbit dengan wujud buku yang memuat tulisan tentang esai ilmu hukum adalah suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta karena buku semacam ini merupakan ciptaan baik yang termasuk ilmu pengetahuan (= ilmu hukum), maupun seni (= susunan perwajahan karya tulis), dan sastra (= esai). Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.

21

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

B. Ketentuan Sanksi Pidana

Hukum pidana mempunyai objek penggarapan mengenai perbuatan melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi. Bekerjanya hukum pidana didukung dan dilaksanakan oleh alat perlengkapan negara yang biasanya disebut aparatur penegak hukum yang tata kerjanya pun bisa unique dalam suatu sistem penegakan hukum.

Pelanggaran Hak Cipta tidak hanya dapat digugat untuk menggantikan kerugian yang diderita pencipta yang berhak, tetapi juga dapat dituntut sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, karena pelanggaran Hak Cipta tidak hanya dapat merugikan kepentingan pribadi dari pencipta, tetapi juga merugikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.22

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta

Menurut Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pelanggaran bersifat pidana adalah pelanggaran yang secara sengaja dilakukan untuk mereproduksi atau mempublikasikan materi hak cipta. Pelanggaran ini dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana untuk memperlihatkan, mendistribusikan atau menjual materi hasil pelanggaran atas hak cipta.

Pasal 72

22

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Dalam Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta menerangkan bahwa ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara.

Menurut Pasal 74 Undang-undang Hak Cipta, pelanggaran bersifat pidana adalah pelanggaran yang secara sengaja dilakukan untuk mereproduksi atau mempublikasikan materi hak cipta. Pelanggaran ini dikualifikasikan sebagai pelanggaran pidana untuk memperlihatkan, mendistribusikan atau menjual materi hasil pelanggaran atas hak cipta.

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

BAB III

PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU

Hukum merupakan sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan hukum ini bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh huku m formal.

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Jika hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Tugas penegakan hukum tidak hanya diletakkan di pundak polisi. Penegakan hukum merupakan tugas dari semua subjek hukum dalam masyarakat. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik, pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab melakukan penegakan hukum.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:

a. faktor hukumnya sendiri;

b. faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;

c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

e. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Hukum material yang telah ditetapkan tidak akan berjalan efektif sebagaimana diharapkan apabila tidak dilengkapi dengan ketentuan aturan formal tentang bagaimana menegakkan hukum material di dalam kehidupan sehari-hari. Masalah penegakan hukum (law enforcement) merupakan sisi lain dari mata uang sistem perlindungan hak cipta, sehingga perlu dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang memadai untuk dijadikan pegangan dalam implementasinya.

Penegakan hukum hak cipta dimaksudkan tidak lain untuk mewujudkan cita-cita hukum yang terkandung di dalam Undang-undang Hak Cipta. Dengan kata lain dimaksudkan untuk mencapai tujuan perlindungan hak cipta itu sendiri. Tujuan itu dapat dilihat di dalam konsiderans Undang-undang Hak Cipta. Apabila tujuan itu terlaksana, maka ada pihak-pihak tertentu yang mendapatkan kerugian, baik berupa kerugian ekonomi maupun kerugian moral. Kerugian ini terjadi akibat adanya pelanggaran hukum hak cipta. Pihak-pihak yang memiliki risiko kerugian akibat pelanggaran ini, antara lain:

1. Pencipta dan pelaku karena tidak mendapatkan pembayaran sejumlah uang yang seharusnya mereka peroleh;

2. Penerbit dan produsen rekaman karena tidak mendapatkan keuntungan dari investasi finansial dan keahlian yang telah mereka tanamkan;

3. Penjual dan distributor karena tidak dapat bersaing secara sehat dengan pihak lain yang melakukan pelanggaran;

4. Konsumen dan masyarakat karena membeli ciptaan yang berkualitas rendah dan tidak mendapatkan semangat untuk menciptakan sesuatu yang baru dan/atau lebih baik;

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

5. Pemerintah karena terjadinya pelanggaran hukum perpajakan yang dilakukan oleh pelanggar hak cipta.

Di Indonesia semenjak zaman Hindia Belanda, zaman Orde Lama, dan zaman Orde Baru, hingga sekarang ini pengaturan yuridis tentang salah satu ciptaan yang dilindungi hukum yaitu buku telah mendapat tempatnya dalam perundang-undangan nasional pelbagai negara. Beberapa diantaranya adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Bab IV: Pembangunan Lima Tahun Keenam, di bawah judul Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan dan Kebudayaan, butir Kesejahteraan Sosial, huruf r telah memberi arahan bagi pengembangan perbukuan dalam Pelita VI, dengan rumusan sebagai berikut:

Penulisan, penerjemahan, dan penggandaan buku pelajaran, buku bacaan, khususnya bacaan anak yang berisikan cerita rakyat, buku ilmu pengetahuan dan teknologi, serta terbitan buku pendidikan lainnya digalakkan untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan dan memperluas cakrawala baerpikir serta menumbuhkan budaya baca. Jumlah dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan serta disebarkan merata di seluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu dikembangkan iklim yang dapat mendorong

Dokumen terkait