• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk spasial koefisien korelasi antara Curah Hujan dengan ENSO dan IOD dan IOD

Dalam dokumen IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO (Halaman 47-55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan

4.1.3. Bentuk spasial koefisien korelasi antara Curah Hujan dengan ENSO dan IOD dan IOD

Berdasarkan hasil analisis korelasi hubungan antara Curah Hujan dengan ENSO dan IOD, pada periode DJF dan MAM terjadi peningkatan curah hujan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pengaruh ENSO dan IOD mulai berkurang, dimana terjadi perubahan tanda koefisien korelasi yaitu dari negatif pada SON menjadi positif pada DJF. Melemahnya pengaruh Iklim Regional tersebut terhadap curah hujan dikarenakan pada periode ini pengaruh ENSO dan IOD sudah menghilang dan juga merupakan puncak musim hujan di wilayah Indonesia. Sehingga bentuk spasial hanya dilakukan pada bulan JJA dan SON, untuk memberikan informasi daerah-daerah mana saja yang terpengaruh kuat, sedang dan lemah terhadap ENSO dan IOD sehingga dapat menjadi informasi dan pengambilan kebijakan pola tanam padi dan irigasi bagi pemerintahan daerah setempat.

Di wilayah Indramayu, curah hujan hanya berkorelasi signifikan serta berkorelasi negatif dengan ENSO pada periode JJA, sedangkan IOD tidak mempengaruhi intensitas curah hujan. Gambar 11. adalah koefisien korelasi antara ENSO dengan curah hujan pada JJA dengan interval kontur 0,1. Warna putih menunjukkan koefisien korelasi yang tidak signifikan atau wilayah yang tidak terpengaruh oleh adanya ENSO. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar Indramayu bagian Utara merupakan daerah yang terpengaruh tingkat lemah (r≥-0,4) oleh ENSO dengan luas sebesar 61,32%, hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut pada periode JJA ketika terjadi ENSO curah hujan intensitasnya mulai berkurang. Dan hanya sebagian kecil wilayah Indramayu yang terpengaruh sedang oleh ENSO (3,24%).

Gambar 11. Koefisien korelasi antara CH dengan ENSO pada Periode JJA di Kabupaten Indramayu (interval kontur 0,1)

Tabel 5. Luas wilayah yang terpengaruh oleh ENSO dan IOD di Kabupaten Indramayu

Luas (Ha)

Nino-JJA % Nino-Son % DMI-Son %

Kuat - - 101327 49,28 23675 11,51

Sedang 6669 3,24 74169 36,07 120754 58,73

Lemah 126073 61,32 29366 14,28 58316 28,36

Non 72862 35,44 743 0,36 2860 1,39

Pada periode SON, koefisien korelasi antara ENSO dan IOD dengan curah hujan signifikan serta memiliki nilai koefisien korelasi negatif terdapat diseluruh wilayah Indramayu. Sebagian besar wilayah Indramayu terpengaruh kuat oleh adanya ENSO dengan luas wilayah sebesar 49,28% dan terpengaruhi sedang oleh

32

IOD dengan luas sebesar 58,73%. Sebagian kecil wilayah yang memiliki tingkat korelasi lemah (r≥-0,4) terhadap ENSO dan IOD yaitu seluas 14,28% dan 28,36% (Tabel 6). Pengaruh ENSO lebih kuat mempengaruhi intensitas curah hujan dari pada IOD. Pada wilayah Indramayu bagian tengah (wilayah berwarna merah tua) merupakan wilayah dengan nilai korelasi r≤-0,5, dimana wilayah tersebut memerlukan antisipasi sarana dan prasarana yang lebih saat memasuki bulan SON untuk mengurangi dampak ENSO. Pada saat El Nino dan didukung dengan DM positif maka pada musim kemarau di wilayah tersebut menjadi lebih panjang dan kering sehingga memperlambat awal tibanya musim hujan.

Gambar 12. Koefisien korelasi antara CH dengan ENSO pada Periode SON di Kabupaten Indramayu (interval kontur 0,1)

Gambar 13. Koefisien korelasi antara CH dengan IOD pada Periode SON di Kabupaten Indramayu (interval kontur 0,1)

Gambar 14. Koefisien korelasi antara CH dengan IOD pada periode JJA di Kabupaten Cianjur (interval kontur 0,1)

Gambar 15. Koefisien korelasi antara CH dengan IOD pada periode SON di Kabupaten Cianjur (interval kontur 0,1)

34

Tabel 6. Luas wilayah yang terpengaruh oleh IOD di Kabupaten Cianjur Luas (Ha) JJA % SON % Kuat 30228 7,89 111552 29,12 Sedang 126667 33,07 79947 20,87 Lemah 62425 16,30 34151 8,92 non 163702 42,74 0 0,00

Wilayah Cianjur, pada bulan JJA dan SON sama-sama hanya berkorelasi signifikan serta berkorelasi negatif terhadap IOD. Wilayah Cianjur bagian utara merupakan wilayah yang tidak terpengaruh iklim regional, dimana bagian utara merupakan wilayah sawah terluas di Cianjur. Wilayah bagian selatan merupakan wilayah yang terpengaruhi oleh IOD, pada bulan SON pengaruhnya terlihat menguat ditandai dengan warna merah tua (r≤-0,5). Daerah yang tepengaruh oleh IOD memiliki luasan sebesar 57,26% pada JJA dan meningkat pada periode SON sebesar 58,91% (Gambar 14 dan 15). Dari Informasi yang di dapatkan dari Dinas Pertanian, petani di daerah selatan Cianjur ini lebih banyak menanam tanaman kacang tanah dimana daerah tersebut merupakan daerah sentra produksi kacang tanah.

Hal ini sesuai dengan penelitian Saji et al. (1999), pada bulan SON berkurangnya curah hujan di Sumatra bagian Selatan, Jawa dan Nusa Tenggara pada saat terjadi DMI. Periode SON ini merupakan puncak aktivitas DMI, dimana anomali angin tenggara di daerah Jawa dan Sumatra bagian Selatan sangat tinggi. Semakin menguatnya angin tenggara yang sifatnya kering menyebabkan berkurangnya curah hujan di daerah tersebut.

4.2. Dinamika waktu dan luas tanam terhadap ENSO dan IOD 4.2.1. Hubungan dampak ENSO dan IOD terhadap luas tanam

Sepanjang periode tahun 1990 sampai 2007, El-Nino terjadi pada tahun 1991/1992, 1994/1995, 1997/1998, 2002/2003 dan 2006/2007 sedangkan IOD positif terjadi tahun 1991, 1994, 1997, 1998, 2004, 2006, dan 2007. Munculnya kedua fenomena tersebut akan mengakibatkan penurunan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, bahkan saat terjadi bersamaan akan mengakibatkan kekeringan yang hebat seperti pada tahun 1997/1998.

Indramayu 0 400 800 1200 1600 2000 2400

sep oct nov dec jan feb mar apr may jun jul aug

Bulan R at a-rat a luas ta nam ( H a) r ≤-0.5 -0.4<r<-0.5 r ≥-0.4

Pada daerah yang dipengaruhi oleh iklim regional, perbedaan puncak tanam menunjukkan fluktuasi yang tegas. Daerah Indramayu dipengaruhi kuat oleh ENSO dan IOD dengan korelasi r≤-0,5 memiliki puncak tanam tertinggi pada bulan Desember dan Mei dengan waktu tanam paling rendah bulan Maret, Agustus sampai Oktober. Pada wilayah yang memiliki tingkat korelasi sedang oleh ENSO dan IOD dengan korelasi -0,4<r<-0,5 memiliki puncak tanam pada bulan Januari dan Mei. Sedangkan pada daerah yang memiliki tingkat korelasi lemah (korelasi r≥-0,4) memiliki puncak tanam pada bulan Desember dan Mei (Gambar 16 dan 17).

Gambar 16. Luas tanam di Kabupaten Indramayu yang terkena dampak ENSO

Indramayu 0 400 800 1200 1600 2000

sep oct nov dec jan feb mar apr may jun jul aug

Bulan R a ta -r a ta lu a s ta n a m ( H a ) r ≤-0.5 -0.4<r<-0.5 r ≥-0.4

Gambar 17. Luas tanam di Kabupaten Indramayu yang terkena dampak IOD Daerah dengan tingkat korelasi kuat tersebut mengalami pergeseran waktu tanam hingga 1 dasarian dibandingkan dengan daerah yang terpengaruh lemah oleh ENSO dan IOD. Secara keseluruhan peningkatan luas tanam dari bulan September sampai mencapai puncaknya pada Januari serta penaman kedua pada bulan Maret sampai mencapai puncaknya pada bulan Mei. Wilayah yang tidak terpengaruh oleh ENSO dan IOD pada umumnya memiliki rata-rata luas tanam

36

lebih tinggi dan terlihat jelas pada pola peningkatan luas tanam dari bulan September sampai Januari, sedangkan wilayah dengan tingkat korelasi kuat memiliki kecenderungan luas tanamnya lebih rendah ketika penanaman memasuki bulan SON.

Untuk lebih jelasnya pola penurunan luas tanam terhadap pengaruh dampak ENSO dan IOD dapat dilihat dari nilai anomalinya. Di wilayah Indramayu, anomali ENSO mulai meningkat memasuki bulan Juli hingga Oktober (Gambar 18), akibatnya luas tanam menurun pada periode tersebut baik pada wilayah yang berkorelasi rendah maupun sedang dan wilayah yang terpengaruh kuat pada umumnya memiliki penurunan luas tanam tertinggi. Gambar 19 menunjukkan fluktuasi IOD dan Luas Tanam Padi Sawah dapat dilihat bahwa penurunan luas tanam bersamaan dengan peningkatan anomali IOD pada wilayah-wilayah yang berkorelasi rendah, sedang maupun kuat. Pada umumnya pada wilayah yang terpengaruh ENSO dan IOD penurunan luas tanam pada Juli- Oktober lebih tinggi dibandingkan dengan Februari - Maret.

Indramayu -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

Sep Oct Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

Bulan A nom al i Kuat Sedang Lemah Nino

Gambar 18. Fluktusi ENSO dan Luas Tanam Padi Sawah di Kabupaten Indramayu Indramayu -2.00 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

Sep Oct Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

Bulan An o m a li Kuat Sedang Lemah DMI

Berkaitan dengan pola tanam, Indeks Pertanaman padi di Indramayu sebagian besar dilakukan dua kali penanaman dalam setahun. Dimana total luas areal penanaman padi sekitar 200.000 ha per tahunnya (Boer et al., 2002). Hasil wawan cara petani diketahui bahwa di bagian utara Indramayu, penanaman dilakukan pada bulan November menghadapi resio terjadinya banjir, sedangkan penanaman pada MK I menghadapi resiko terjadinya kekeringan. Pada penanaman kedua, terutama pada tahun-tahun kering, air irigasi terbatas sementara air hujan tidak mencukupi. Mengingat hal tersebut, banyak informasi yang dibutuhkan terutama terhadap fluktuasi curah hujan yang sangat penting dibutuhkan guna untuk keputusan mulai bertanam.

Meskipun secara keseluruhan hubungan antara iklim regional baik IOD maupun ENSO dengan luas tanam tidak nyata, tetapi saat memasuki SON pada daerah yang terpengaruh oleh kedua fenomena tersebut, kenaikan anomali kearah negatif diikuti dengan penurunan luas tanam begitu pula sebaliknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani lebih memilih menghindari resiko menanam pada saat terjadi penurunan curah hujan pada periode tersebut sehingga terjadi perbedaan puncak tanam antara wilayah yang terkena dampak IOD dan ENSO dengan yang tidak terkena dampak.

Cianjur 0 400 800 1200 1600 2000 2400

Sep Oct Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

Bulan R ata -r ata lu as ta na m ( H a) nyata non .

Gambar 20. Luas tanam diKabupaten Cianjur yang terkena dampak IOD Berbeda pada daerah Cianjur yang hanya dipengaruhi oleh DMI, menunjukkan adanya dua puncak tanam yang kurang begitu tegas dan pergeseran luas tanam relatif tidak terlihat. Secara keseluruhan puncak tanam tertinggi terdapat pada bulan Nopember dan April. Puncak tanam terendah terdapat pada bulan September dan Februari. Pada wilayah yang dipengaruhi kuat oleh IOD

38

memiliki dinamika luas tanam paling rendah bila dibandingkan dengan wilayah yang tidak terpengaruh (Gambar 20).

Cianjur -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

Sep Oct Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

Bulan An o m al i Nyata Non DMI Nino

Gambar 21. Fluktusi IOD dan Luas Tanam Padi Sawah di Kabupaten Cianjur Berdasarkan nilai anomalinya diketahui bahwa penurunan luas tanam terjadi pada bulan Juni sampai September. Kenaikan luas tanam terlihat pada bulan Oktober dan mencapai puncaknya pada bulan November. Besarnya penurunan luas tanam pada bulan Juni – September dibandingkan dengan dengan Januari – Maret relatif seragam (Gambar 21).

Di daerah Cianjur luas penanaman padi terbesar terdapat pada bagian Utara hal ini bisa disebabkan karena wilayah tersebut tidak dipengaruhi oleh iklim regional dengan pola tanam padi-padi-palawija. Sedangkan pada daerah Selatan Cianjur yang terpengaruh oleh IOD diketahui bahwa pola penanaman padi-ladang, dimana petani hanya melakukan penanaman padi sekali dalam setahun. Penanaman palawija berupa kacang tanah, ubi kayu, kedelai atau jagung.

Dalam dokumen IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO (Halaman 47-55)

Dokumen terkait