• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Bentuk Tanggung Jawab Direksi dalam Pemberian Kuasa

Sebagai “artificial person”, perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang memiliki

49

kehendak yang akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola, dan mengurus perseroan ini, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas disebut dengan istilah ”organ perseroan” yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Masing-masing organ dalam perseroan memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam melakukan pengelolaan dan pengurusan perseroan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT).

Ketentuan mengenai tugas dan wewenang organ-organ perseroan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perseroan Terbatas yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang Perseroan Terbatas yang terdahulu, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Segala ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perseroan Terbatas masih tetap berlaku meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah mengalami perubahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Berdasarkan ketentuan dalam UUPT, salah satu organ perseroan yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan/kepengurusan perseroan adalah direksi. Oleh karena itu keberadaan direksi bagi

50

perseroan sangatlah penting. Sekalipun perseroan terbatas sebagai badan hukum yang mempunyai kekayaan terpisah dengan direksi, tetapi hal itu hanya berdasarkan fiksi hukum, bahwa perseroan terbatas dianggap seakan-akan sebagai subjek hukum, sama seperti manusia.42

Semakin besar peranan direksi dalam pengelolaan/kepengurusan perseroan, maka semakin besar pula tangung jawab direksi dalam suatu perseroan yang dijalankannya. Dalam pengurusan, direksi menjalankan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.43 Pasal 97 ayat (3) UUPT mengatur bahwa pengurusan suatu perseroan juga tidak terlepas dari tanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila direksi terbukti bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut menunjukkan bahwa dalam menjalankan pengelolaan/kepengurusan perseroan terlekat adanya suatu tanggung jawab pribadi/privat pada diri direksi. Tanggung jawab privat/pribadi yang melekat pada diri direksi memberikan suatu konsekuensi bahwa dalam menjalankan tugas kepengurusannya direksi harus bekerja secara profesional dan berhati-hati.

Selain tanggung jawab direksi, diatur pula dalam UUPT beberapa hak direksi. Salah satu hak direksi adalah hak untuk mengangkat seorang kuasa apabila direksi yang bersangkutan berhalangan/mempunyai benturan kepentingan dalam menjalankan suatu urusan tertentu yang

42 Try Widiyono, 2005. Direksi Perseroan Terbatas : Keberadaan, Tugas, Wewenang, dan Tanggung jawab. Ghalia Indonesia, Bogor. Hal. 7.

51

berkaitan dengan perseroan. Pemberian kuasa oleh direksi merupakan suatu hal yang telah diatur dalam Pasal 103 UUPT bahwa “direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 103 UUPT tersebut, dapat diketahui bahwa undang-undang telah memberikan kewenangan kepada direksi untuk menunjuk satu orang atau lebih karyawan ataupun orang lain dalam suatu bentuk kuasa tertulis untuk bertindak atas nama perseroan mewakili kepentingan direksi dalam melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Kata “tertentu” pada Pasal 103 UUPT menunjukkan bahwa kuasa yang diberikan hanya mencakup hal-hal tertentu yang secara tegas dan tertulis (schriftelijke machtiging) dinyatakan dalam surat kuasa.

Menurut penjelasan Pasal 103 UUPT, yang dimaksud dengan kuasa adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa. Kuasa khusus (bizondere machtiging) adalah pemberian kuasa yang hanya meliputi pelaksanaan satu/lebih kepentingan tertentu dari pemberi kuasa. Perbuatan hukum/kepentingan dimaksud harus disebutkan/dirumuskan secara tegas dan detail/terperinci.

Pengaturan mengenai surat kuasa juga diatur dalam Pasal 1792-1819 BW. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) telah memberikan suatu pengaturan yang jelas mengenai kewajiban dan

52

tanggung jawab dari pemberi dan penerima kuasa. Adapun salah satu tanggung jawab penerima kuasa berdasarkan ketentuan Pasal 1801 ayat (1) BW adalah bahwa penerima kuasa tidak saja bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga tentang kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya. Selanjutnya, mengenai tanggung jawab pemberi kuasa berdasarkan ketentuan Pasal 1811 BW menentukan bahwa jika seorang kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk mewakili suatu urusan yang merupakan urusan mereka bersama, maka masing-masing dari mereka adalah bertanggungjawab untuk seluruhnya terhadap penerima kuasa mengenai segala akibat dari pemberian kuasa tersebut.

Dari kedua pasal yang mengatur mengenai kewajiban penerima dan pemberi kuasa dapat diketahui bahwa penerima kuasa wajib

bertanggungjawab atas kelalaian maupun kesengajaan akibat

perbuatannya yang ditimbulkan dalam melaksanakan pemberian kuasa tersebut, dan pemberi kuasa juga wajib untuk bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh penerima kuasa akibat pemberian kuasa tersebut sepanjang kuasa yang diberikan.

Dalam surat kuasa khusus, penerima kuasa hanya dapat melakukan satu kepentingan atau lebih sebagaimana telah ditegaskan dalam surat kuasa tersebut. Hal ini menimbulkan suatu konsekuensi bahwa apabila penerima kuasa melakukan hal-hal yang tidak dinyatakan secara jelas dalam surat kuasa, maka penerima kuasa wajib

53

bertanggungjawab secara pribadi atas kesalahan yang ditimbulkan akibat perbuatan melampui batas pemberian kuasa yang ditentukan dalam surat kuasa yang diberikan. Ketentuan mengenai kuasa khusus juga ditegaskan dalam Pasal 123 ayat (1) HIR yang pada intinya menentukan bahwa jika dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditanda tanganinya dan dimasukkan sebagaimana diatur dalam ayat pertama Pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut Pasal 120 HIR, maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang dibuat surat gugat.

Melihat dari makna yang terkandung pada pasal tersebut, apabila ditinjau dari sudut pandang pengaturan pembuatan pemberian kuasa, surat kuasa khusus dalam format pasal ini sangatlah sederhana, hanya dengan memberikan judul khusus pada surat kuasa, kemudian dibuat dalam bentuk tertulis. Selanjutnya, berdasarkan SEMA Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994 adapun persyaratan pembuatan surat kuasa khusus untuk menangani perkara, yaitu :

a. Dalam surat kuasa khusus harus menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan.

b. Menyebutkan tentang kompetensi relatif.

54

d. Menyebut secara ringkas dan kongkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.

Pada Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 36/PID.SUS/ 2011/PN.Mks tanggal 12 Maret 2012 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 32/PID.SUS.KOR/2012/PT.MKS, tanggal 13 Juli 2012, dimana Muhammad Ruslan,SE selaku direktur PT. Multi Sao Prima yang memberikan kuasa tertulis kepada Andi Makkarau untuk mengerjakan proyek pengadaan peralatan pendidikan dan laboratorium di Akademi Pariwisata Makassar merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kewenangan direksi sebagaimana yang diatur pada Pasal 103 UUPT.

Adapun pemberian kuasa yang diberikan oleh Muhammad Ruslan, SE kepada Andi Makkarau dinyatakan secara tertulis yang dibuat di hadapan Notaris Abdul Muis pada tanggal 5 Maret 2009, dimana dalam surat kuasa tersebut juga menyebutkan secara rinci mengenai identitas para pihak dan hal-hal yang dikuasakan dan harus dilaksanakan oleh Andi Makkarau selaku penerima kuasa. Adapun objek pelaksanaan kuasa adalah proyek pengadaan peralatan pendidikan Laboratorium Akademi Pariwisata Makassar.

Penyebutan secara rinci dalam surat kuasa mengenai hal-hal yang harus dilaksanakan oleh Andi Makkarau selaku penerima kuasa, menunjukkan bahwa kuasa yang diberikan oleh Muhammad Ruslan, SE adalah berbentuk kuasa khusus sebagaimana mestinya bentuk surat kuasa yang harus dibuat oleh direksi pada suatu perusahaan. Dengan

55

demikian, maka langkah hukum yang dilakukan oleh Muhammad Ruslan, SE telah memenuhi syarat formil pemberian kuasa oleh direksi terkait dengan perwakilan suatu kepentingan tertentu.

Pemberian kuasa ini adalah sah karena perbuatan yang dikuasakan adalah perbuatan pengadaan peralatan pendidikan dan laboratorium yang akan digunakan di Akademi Parawisata Makassar sehingga perbuatan ini tidak melanggar undang-undang.

Sebagaimana telah diketahui bahwa direksi merupakan salah satu organ perseroan yang memegang peranan penting dalam menjalankan perseroan. Oleh karena itu, keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan yang harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang disertai dengan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Terkait dengan rincian tugas direksi, dalam UUPT tidak diatur, tetapi hanya menyatakan bahwa pengaturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi ditetapkan oleh RUPS yang kemudian dituangkan dalam anggaran dasar. Oleh karena itu untuk mengetahui rincian tugas direksi harus dilihat dalam anggaran dasar perseroan tersebut.44

Dalam kaitannya dengan permasalahan yang diteliti, berdasarkan akta notaris Nomor 28 Tanggal 7 September 1994, yang dibuat di hadapan Sri Hartini Widjaja, tentang pendirian PT. Multi Sao Prima, disebutkan bahwa Muhammad Ruslan, SE selaku direktur PT. Multi Sao

44Agus Budiarto, 2009.Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Ghalia Indonesia, Bogor. Hal. 64.

56

Prima mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana yang tercantum dalam anggaran dasar, yang pada pokoknya adalah :

a) Direksi bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya yang ditujukan untuk kepentingan perseroan dalam mencapai maksud dan tujuannya.

b) Setiap anggota direksi wajib menjalankan sebaik-baiknya dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar ini.

c) Direksi berhak mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan.

d) Direktur utama berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama direksi serta mewakili perseroan.

Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 97 ayat (1) UUPT pada intinya menegaskan bahwa terdapat 2 (dua) hal pokok yang harus diperhatikan oleh direksi perseroan. Dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan, setiap anggota direksi wajib bertanggung jawab melaksanakan kepentingan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dari kalimat tersebut, maka unsur pentingnya adalah : (1) kepentingan usaha perseroan, dan (2) itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Selanjutnya, apabila tugas dan wewenang Muhammad Ruslan, SE sebagaimana yang tercantum dalam anggaran dasar dikaitkan dengan pertimbangan hukum hakim yang menyatakan bahwa Muhammad Ruslan, SE terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara

bersama-57

sama dengan Andi Makkarau Mapangara yang merupakan penerima kuasa, penulis berpendapat bahwa pertimbangan hakim dalam hal ini kurang tepat karena yang melaksanakan secara riil perbuatan yang dikuasakan adalah Andi Makkarau Mapangara. Perusahaan Muhammad Ruslan, SE selaku pihak pemenang pelelangan pekerjaan pengadaan peralatan pendidikan Laboratorium Akademi Pariwisata Makassar telah

memberikan kuasa kepada Andi Makkarau Mapangara untuk

melaksanakan pekerjaan pengadaan tersebut. Muhammad Ruslan, SE selaku pemberi kuasa sudah pasti mengetahui pekerjaan pengadaan tersebut karena Muhammad Ruslan, SE :

- Sebagai pemenang lelang berdasarkan Surat Keputusan Abdu Rahman, SE, MSi, Ak selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) No. 068/ KU.103/II/AKPAR-2009 tanggal 28 Februari 2009 tentang Penunjukan Penyedia Barang/Jasa sebagai pelaksana pengadaan peralatan pendidikan dan laboratorium Akpar Makassar bahwa yang bertindak selaku penyedia barang atau rekanan adalah PT. Multi Sao Prima dgn Direktur Utama Muhammad Ruslan, SE.45

- Sebagai pihak dalam Kontrak No. 072/KU.103/ III/ AKPAR-09 tanggal 06 Maret 2009 yg dibuat dengan Akademi Pariwisata Makassar yang disepakati bahwa masa pelaksanaan kegiatan selama 4 bulan sejak tanggal 06 Maret 2009 sampai dengan 05 Juli 2009.46

45 Putusan Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 36/PID.SUS/2011/PN.Mks tanggal 12 Maret 2012, hal.37 46 Putusan Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 36/PID.SUS/2011/PN.Mks tanggal 12 Maret 2012., hal. 43

58

Muhammad Ruslan, SE selaku direksi PT. Multi Sao Prima yang memenangkan tender pengadaan peralatan tersebut mengetahui pekerjaan pengadaan tersebut akan tetapi yang melaksanakan pekerjaan pengadaan adalah Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa dari Muhammad Ruslan, SE berdasarkan surat kuasa tanggal 05 Maret 2009. Oleh karena itu, perbuatan Andi Makkarau Mapangara yang merugikan negara karena terjadi kemahalan menurut hasil audit investigasi BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan No. LHAI – 836/ PW 21/ 5/ 2011 tanggal 13 Juli 2011, adalah tanggung jawab pribadi Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1801 alinea pertama BW karena Andi Makkarau Mapangara telah melakukan penyimpangan dari kuasa tersebut, yaitu menyerahkan barang atau peralatan pendidikan dan Laboratorium yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak sesuai dengan harga sehingga terjadi kemahalan, padahal berdasarkan Pasal 1979 BW perbuatan ini tidak diperbolehkan.

Muhammad Ruslan, SE selaku direktur PT. Multi Sao Prima (pihak rekanan) telah memberi kuasa kepada Saksi Andi Makkarau Mapangara untuk melakukan pekerjaan pengadaan ini karena Muhammad Ruslan, SE mengetahui bahwa penyusunan dokumen penawaran pelelangan dilakukan oleh Andi Makkarau Mapangara berdasarkan survey pasar dengan mengumpul brosur di toko-toko, hasil searching internet, dan harga Pasar kota Surabaya, memperhitungkan PPN dan PPH termasuk didalamnya biaya pemasangan serta biaya jasa. Penawaran pelelangan

59

yang diajukan inipun harganya masih dibawah Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh Panitia Lelang. Yang menimbulkan permasalahan ketika Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa dalam melaksanakan pengadaan alat pendidikan dan laboratorium tersebut, menyerahkan barang / peralatan pendidikan dan Laboratorium yang tidak sesuai dengan kualitas dan spesifikasi dalam dokumen penawaran pada saat ikut lelang pengadaan. Muhammad Ruslan, SE selaku pemberi kuasa tidak mengetahui hal ini karena tidak pernah ada keberatan dari pihak Akademi Parawisata Makassar selaku pengguna barang ketika barang diterima olehnya. Demikian pula pada waktu Muhammad Ruslan, SE menanda tangani berita acara pembayaran juga tidak ada keluhan atau keberatan atas barang yang telah diterimanya sehingga pembayaran yang dilakukan secara bertahap masuk kerekening Muhammad Ruslan, SE tetap berjalan lancar.

Akibat dari perbuatan Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa Muhammad Ruslan, SE yang memasok barang tidak sesuai dengan dokumen penawaran sehingga perbuatan tersebut merupakan tindak pidana maka berdasarkan Pasal ini 1797 BW dan Pasal 1801 alinea pertama BW ini merupakan tanggung jawab Andi Makkarau Mapangara secara pribadi selaku penerima kuasa. Dalam surat kuasa yang diberikan oleh Muhammad Ruslan, SE kepada Andi Makkarau Mapangara untuk melaksanakan pengadaaan peralatan sesuai dengan apa yang telah ditawarkan dalam dokumen penawaran. Akan tetapi ketika

60

Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa melakukan penyimpangan yaitu memasokkan barang yang tidak sesuai dengan kualitas dan spesifikasi yang ditawarkan dalam dokumen penawarannya maka itu adalah tanggung jawab pribadi dari Andi Makkarau Mapangara bukan tanggung jawab Muhammad Ruslan, SE selaku pemberi kuasa. Perbuatan Andi Makkarau Mapangara memasokkan barang yang tidak sesuai dengan kualitas dan spesifikasi yang ditawarkan dalam dokumen penawarannya sehingga terjadinya kemahalan dan negara dirugikan maka perbuatan Andi Makkarau Mapangara ini termasuk tindak pidana karena memenuhi semua unsur-unsur delik Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Moeljatno, “orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

(dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana.47 Perbuatan Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa dilakukan tidak sesuai atau menyimpang dari kuasa yang diberikan Muhammad Ruslan, SE selaku direksi PT. Multi Sao Prima. Oleh karena itu menurut Pasal 1797 BW dan Pasal 1801 alinea pertama BW, yang bertanggung jawab atas akibat dari perbuatan Andi Makkarau Mapangara selaku

47Chairul Huda, Dari ”Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” Menuju Kepada ”Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan”, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, hal. 20 sebagaimana mengutip dari Moeljatno, Asas- Asas Hukum Pidana(Jakarta: Bina Aksara, 1987, 155

61

penerima kuasa adalah Andi Makkarau Mapangara pribadi bukan Muhammad Ruslan, SE selaku pemberi kuasa. Pertanggungjawaban pidana tidak dibebankan kepada Muhammad Ruslan, SE apabila yang bersangkutan tidak melakukan kesalahan. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas, tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Green Straf Zonder

Schuld) merupakan dasar dari dipidananya si pembuat. Meskipun azas ini

tidak tegas tercantum dalam KUHP maupun peraturan lainnya, namun berlakunya azas ini sudah tidak diragukan lagi. Hal ini nampak dalam ketentuan pidana di Indonesia selalu ada kata ”barang siapa yang ... ” ini menunjukkan bahwa yang akan dikenakan pasal pidana tersebut adalah pelakunya langsung, tidak dapat dikuasakan. Berdasarkan ketentuan demikian, penulis berpendapat bahwa Muhammad Ruslan, SE selaku direksi PT. Multi Sao Prima dalam menjalankan tugasnya tidak bisa dipidana akibat dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang yang diberi kuasa untuk melakukan suatu perbuatan yang halal, yaitu mengadakan peralatan pendidikan dan laboratorium.

Pasal 97 ayat (3) UUPT menegaskan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya yang tidak dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Ketentuan ini menunjukkan bahwa adanya tanggung jawab penuh yang dilekatkan kepada direksi apabila ia bersalah ataupun lalai dalam menjalankan tugas kepengurusannya serta tidak melaksanakannya dengan itikad baik dan

62

penuh tanggung jawab. Namun hal ini mendapatkan pengecualian sebagaimana diatur Pasal 97 ayat (5) UUPT bahwa :

Anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan apabila ia dapat membuktikan :

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan makasud dan tujuan perseroan.

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yangt mengakibatkan kerugian; d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

Dari ketentuan tersebut, penulis dapat berkesimpulan bahwa meskipun Muhammad Ruslan,SE selaku direksi dinyatakan lalai dalam menjalankan kepengurusannya, namun apabila ia dapat membuktikan sebaliknya bahwa ia tidak bersalah, maka secara a contrario Muhammad Ruslan, SE tidak wajib untuk bertanggung jawab penuh secara pidana.

Dalam fakta hukum yang terungkap dipersidangan, Muhammad Ruslan, SE selaku direksi PT. Multi Sao Prima, memberi kuasa kepada Andi Makkarau Mapangara untuk memasokkan/mengadakan peralatan pendidikan dan laboratorium, sama sekali tidak mengetahui bahwa peralatan yang dipasok oleh penerima kuasa, tidak sesuai dengan klasifikasi dalam dokumen penawaran. Karena kegiatan pengadaan barang tersebut dikerjakan sendiri oleh penerima kuasa. Demikian pula ketika tahapan pembayaran masuk kerekening Muhammad Ruslan, SE.,

63

maka ini dianggap oleh Muhammad Ruslan, SE bahwa semua sudah berjalan semestinya sehingga telah dibayar secara bertahap hingga lunas. Adapun kemudian terungkap bahwa barang yang diserahkan oleh Andi Makkarau Mapangara kepada pihak Akademi Parawisata Makassar tidak sesuai dengan dokumen penawaran sehingga terjadi kemahalan yang menimbulkan kerugian negara, itu sudah bukan tanggung jawab Muhammad Ruslan, SE, karena dalam surat kuasa sama sekali tidak menguasakan kepada Andi Makkarau Mapangara untuk melakukan perbuatan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen penawaran. Oleh karena itu perbuatan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen penawaran yang dilakukan oleh Andi Makkarau Mapangara selaku penerima kuasa adalah merupakan perbuatan yang menyimpang dari perbuatan yang dikuasakan oleh Muhammad Ruslan, SE. Berdasarkan ketentuan Pasal 1797 BW, bahwa penerima kuasa dilarang untuk melakukan perbuatan yang melampaui kuasanya dan Pasal 1801 BW mengatur “si kuasa tidak saja bertanggung jawab tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga tentang kelalaian-kelalaian dalam menjalankan kuasanya.” Ini berarti penerima kuasa wajib bertanggung jawab atas kerugian maupun kelalaian yang ditimbulkan terhadap segala tindakan yang dengan lalai maupun sengaja dalam menjalankan kuasanya. Akibat yang terjadi dari perbuatan yang melampaui kuasanya atau penyimpangan kuasa yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah tanggung jawab penerima kuasa sendiri, tidak

64

boleh melibatkan pemberi kuasa. Apabila Pemberi Kuasa juga dipidana akibat kesalahan yang dilakukan oleh penerima kuasa yang melebihi atau menyimpang dari kuasa yang diberikan maka ini telah bertentangan dengan pasal-pasal tersebut diatas dan melanggar azas kesalahan yang menyatakan dengan tegas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Green

Straf Zonder Schuld) yang merupakan dasar dipidananya si pembuat.

C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi terhadap