• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

D. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan Dalam Pasal 1381 KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena :

a. Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhiperjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran oleh seorang debitur atau pihak yang berhutang berarti Debitur telah melakukan prestasi sesuai perjanjian. Dengan dilakukannya pembayaran oleh Debitur maka perjanjian kredit/hutang menjadi hapus atau berakhir. b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang diikuti denganpenitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. Untuk menerangkan maksud kalimat ini perlu diberikan contoh, misalnya

37

Eghasyamgrint.Wordpress.Com/2011/05/21/Fungsi-Perjanjian (diakses tanggal 1 Mei 2015).

seorang debitur bernama Mr. X memperoleh pinjaman dari Bank 5 juta rupiah dengan bunga 6% pertahun dan jangka waktu satu tahun. Sebelum jangka waktu berakhir debitur memiliki uang yang cukup sehingga menawarkan kepada kreditur untuk melunasi hutang pokok tersebut sebelum jangka waktu berakhir. Jika kreditur menyetujui tawaran debitur tersebut maka terjadilah pembayaran tunai yang mengakhiri perjanjian. Tetapi kalau kreditur menolak tawaran tersebut maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan di Pengadilan Negeri. Ketentuan pembayaran tunai yang diikuti penitipan ini prosedurnya diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412 KUH Perdata. Tetapi hanya berlaku untuk perjanjian yang prestasinya“memberi barang-barang bergerak” sedangkan untuk memberi barang tidak bergerak Undang-undang tidak mengatur.

c. Pembaharuan hutang;

Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri suatu perjanjian. Novasi atau pembaruan utang adalah suatu perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUHPerdata menetapkan 3 (tiga) macam cara untuk terjadinya Nova d. Perjumpaan hutang atau kompensasi;

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak

berkedudukan baik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.38

e. Kompensasi atau perjumpaan utang kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis

(generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal

balik, dimana masing-masing pihak berkedudukanbaik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.39

f. Percampuran hutang; percampuran hutang terjadi apabila kedudukan Kreditur dan Debitur bersatu pada satu orang, maka demi hukum atau otomatis suatu percampuran utang terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus atau berakhir. Contoh terjadinyapernikahan antara kreditur dan debitur dan ada persatuan harta pernikahan maka terjadi percampuran hutang.

g. Pembebasan hutangnya Pasal 1438-1443 KUH Perdata

Undang-undang tidak memberikan definisi apa yang disebutkqn dengan pembebasan utang. Namun, menurut Mariam Darus Badrulzaman pembebasan utang adalah pembuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur.40 Menurut Pasal 1439 KUH Perdata, pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi hari dibuktikan. Misalnya, pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur, merupakan bukti tentang pembebasan hutangnya

38

Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 280

39

Ibid.

40

h. Musnahnya barang yang terhutang;

Apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan Debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan barangnya kepada kreditur.

i. Pembatalan; Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan. Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semuladianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUHPerdata).

j. Lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri

Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian

tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu :41

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal

1250 KUHPerdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun.

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus sesuai dengan Pasal 1603 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

4. Karena persetujuan para pihak.

5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat sementara.

6. Musnahnya barang yang terhutang apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan

41

Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 387

barangnya kepada kreditur. Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi perjanjian yang disebabkan peristiwa musnahnya atau hilangnya barang. 7. Pembatalan perjanjian jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak

dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan.Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka Debitur diwajibkan menyerahkan kepada Kreditur

8. Karena pembebasan utang.

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan Kreditur denganmenyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur. Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada Debitur yang isinya Kreditur membebaskan hutangnya dan Debitur

menerima pemberitahuan itu atau membalas surat Kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut.

Apabila dalam suatu perjanjian semua perikatan-perikatan telah berakhir, maka berakhir pulalah seluruh perjanjian tersebut. Dalam hal demikian berakhirnya seluruh perikatan yang terdapat dalam suatu perjanjian menyebabkan perjanjian berakhir, namun sebaliknya berakhirnya suatu perjanjian dapat mengakibatkan berakhirnya seluruh perikatan yang ada dalam perjanjian tersebut. Hal ini dapat terjadi pada perjanjian yang berakhir karena pembatalan berdasarkan wanprestasi. Pembatalan perjanjian tersebut menyebabkan seluruh perikatan-perikatan yang ada berakhir. Perikatan-perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan segala apa yang telah dipenuhi harus berakhir. Akan tetapi dapat juga terjadi suatu perjanjian berakhir untuk waktu selanjutnya dan kewajiban yang telah ada tetap ada.

Adapun mengenai berakhirnya suatu perjanjian dapat terjadi karena : a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian. Suatu perjanjian berakhir

pada saat yang telah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian.

b. Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang, misalnya hak untuk membeli kembali suatu barang yang telah dijual tidak boleh diperjanjikan lebih dari 5 (lima) tahun (Pasal 1520 KUHPerdata) c. Apabila terjadi suatu peristiwa tertentu yang oleh para pihak atau

berakhirnya perjanjian, misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (pasal 1603 KUHPerdata). 42

Jadi perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal didalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat di dalam Buku II KUHPerdata43. Akibat hukum suatu perjanjian dibatalkan karena syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian tidak dipenuhi atau karena dibatalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu:

1) Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula sebelum adanya perjanjianPara pihak harus mengembalikan hak-hak yang telah dinikmati misalnya Debitur yang telah menerima uang pinjaman maka Debitur segera mengembalikan sebesar uang yang diterimanya. Pembeli yang telah menerima barangnya segera mengembalikan barangnya. Penjual yang telah menerima pembayaran segera mengembalikan uang Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUH Perdata. Berlakunya suatu syarat batal 2) Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang lahirnya atau

berakhirnyadigantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa itu masih belum tentu terjadi. Suatu perikatan yang lahirnya digantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa dinamakan perikatan dengan syarat tangguh. Apabila syarat batal dipenuhi maka akan menghentikan perjanjian itu dan membawa kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian, akibatnya semua pihak dalam perjanjian itu harus mengembalikan ke dalam keadaan semula.

42

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta,1997), hal.69

43

Misalnya, seorang yang berutang telah menerima uangnya, dan Kreditur menerima jaminannya, maka si berutang harus mengembalikan hutangnya dan Kreditur memberikan dokumen jaminannya (Pasal 1265 KUH Perdata).

Dokumen terkait