• Tidak ada hasil yang ditemukan

14 berat/volume pNP laurat dilarutkan dalam 5mM sodium asetat (pH 5) yang mengandung 1% triton X-

100 kemudian dipanaskan pada air mendidih selama 2 menit agar didapatkan larutan yang sempurna kemudian didinginkan pada suhu ruang.

Jumlah substrat, enzim, dan buffer yang digunakan dalam kontrol A, kontrol B, sampel, dan blangko mengacu pada komposisi Tabel 4. Sampel diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam dan kemudian diinaktivasi enzimnya pada air mendidih selama 5 menit. Pada masing-masing sampel ditambahkan air dengan jumlah sesuai dengan prosedur kerja. Sampel-sampel lalu disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit dan dibaca pada UV spektrofotometer 410 nm. Pengujian daya inhibisi lipase dilakukan sebanyak dua kali ulangan dan duplo. Kontrol positif yang digunakan pada pengujian ini adalah Orlistat yakni berupa tablet xenical 1.2 mg/ml yang diperoleh pelarutan 1 tablet xenical (120 mg Orlistat) dalam 100 ml air destilata.

Kontrol A digunakan untuk mengetahui absorbansi dari pNp (produk hidrolisis berwarna kuning) ketika reaksi berlangsung optimal tanpa adanya senyawa penghambat dari ekstrak teh hijau, sedangkan sampel digunakan untuk mengetahui absorbansi dari pNp ketika reaksi berlangsung dengan adanya senyawa penghambat dari ekstrak teh hijau. Blanko digunakan untuk mengetahui absorbansi dari substrat awal tanpa adanya ekstrak teh hijau sedangkan kontrol B digunakan untuk mengetahui absorbansi dari substrat awal ditambah ekstrak teh hijau.

Tabel 4. Komposisi larutan pada analisis inhibisi lipase

Blangko Kontrol A Kontrol B Sampel

Ekstrak - - 50 50

Buffer 400 400 400 400

Enzim - 150 - 150

Substrat 450 450 450 450

Aquades 4150 4000 4100 3950

Sumber: McDougall GJ et al, 2009, modifikasi

Aktivitas inhibisi sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: % inhibisi = %

Keterangan: A1 = Absorbansi kontrol A - Absorbansi blanko A2 = Absorbansi sampel - Absorbansi kontrol B

D. ANALISIS DATA

Data-data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap dua faktor (Univariate Analysis), Rancangan Faktorial (One Way Anova), dan uji beda berpasangan (T-Test Praid) serta uji korelasi (Pearson Correlation). RAL dua faktor (Univariate Analysis) dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penyeduhan (suhu, waktu, dan interaksi antar keduanya) terhadap daya inhibisi, nilai pH awal, total fenol, dan kadar tanin terkondensasi ekstrak teh hijau. Jika perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan analisis beda Duncan pada taraf 5% untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Rancangan Faktorial (One Way Anova) dilakukan untuk membandingkan daya inhibisi enzim lipase ekstrak teh hijau dengan Orlistat. Uji t-test dua berpasangan digunakan untuk mengetahui pengaruh simulasi pH pencernaan pada ekstrak teh hijau terhadap daya inhibisi enzim lipase, total fenol, dan kadar tanin terkondensasi. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara daya inhibisi dengan total fenol dan daya inhibisi dengan kadar tanin terkondensasi ekstrak teh hijau.

15

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI TEH HIJAU

Pada penelitian ini, proses ekstraksi teh hijau dilakukan dengan cara penyeduhan. Menurut Astill et al. (2001), perbedaan cara penyeduhan teh dapat memengaruhi komposisi senyawa kimia yang terdapat pada produk akhir minuman teh. Perbedaan cara penyeduhan yang dimaksud diantaranya ialah jumlah teh dan air yang digunakan (konsentrasi teh), jumlah pengadukan, suhu penyeduhan, waktu penyeduhan dan penambahan bahan lain seperti gula. Penelitian ini menggunakan teh hijau sebanyak 2 gram yang diseduh dengan 100 ml air. Menurut Laresolo (2008), penyeduhan teh sebanyak 2 gram dalam 100 ml air akan menghasilkan teh dengan cita rasa yang pas. Formulasi ini juga sesuai dengan konsumsi masyarakat Indonesia pada umumnya. Air yang digunakan untuk menyeduh teh juga berpengaruh terhadap kualitas minuman teh. Pada penelitian ini, teh diseduh dengan menggunakan air destilata. Menurut Rohdiana (2006), penggunaan air yang mengandung mineral Ca/Mg atau air sadah akan mempersulit proses ekstrak teh sehingga ekstraksi menjadi tidak maksimal dan hasilnya menjadi kurang pekat.

Ekstraksi teh dilakukan dengan memvariasikan suhu dan waktu. Suhu awal penyeduhan yang digunakan adalah 70˚C, 85˚C, dan 100˚C. Suhu 70˚C digunakan karena merupakan suhu air hangat pada dispenser. Sebagian masyarakat Indonesia melakukan penyeduhan teh dengan menggunakan air panas pada dispenser dan sebagian lagi menggunakan air yang dimasak hingga mendidih. Suhu 100˚C merupakan suhu dimana air mendidih. Sementara untuk suhu 85˚C digunakan karena merupakan suhu yang terletak diantara keduanya. Suhu penyeduhan ini cenderung menurun seiring lamanya waktu penyeduhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecekan suhu akhir dengan tujuan untuk mengetahui kisaran temperatur selama penyeduhan. Data suhu akhir ekstrak teh hijau ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Suhu akhir ekstrak teh hijau

Perlakuan penyeduhan Suhu Akhir (˚C)

70˚C 5 menit 58 70˚C 10 menit 53 70˚C 15 menit 47 85˚C 5 menit 67 85˚C 10 menit 59 85˚C 15 menit 48 100˚C 5 menit 68 100˚C 10 menit 60 100˚C 15 menit 56

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu waktu penyeduhan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Hal ini dilihat dari kebiasaan masyarakat Indonesia, yaitu teh yang baru diseduh, didiamkan terlebih dahulu guna menunggu teh dengan suhu tidak terlalu panas saat diminum. Variasi waktu penyeduhan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar total fenol, kadar tanin terkondensasi, dan nilai inhibisi enzim lipase oleh komponen bioaktif yang terdapat di dalam teh yang diseduh dengan waktu berbeda.

16

B. NILAI pH EKSTRAK TEH HIJAU

Pengukuran pH merupakan prosedur penting karena pH menentukan banyak peranan penting dar struktur dan aktivitas makromolekul biologi seperti aktivitas katalitik enzim (Lehninger, 1993). Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah pH berarti semakin tinggi tingkat keasamannya (Lehninger, 1982). Pengukuran nilai pH pada ekstrak awal teh hijau dilakukan dengan tujuan mengetahui kisaran pH ekstrak teh hijau sebelum diperlakukan simulasi sistem pencernaan. Nilai pH ekstrak awal teh hijau adalah 5.83 (70˚C 5’), 5.90 (70˚C 10’), 5.65 (70˚C 15’), 5.66 (85˚C 5’), 5.73 (85˚C 10’), 5.73 (85˚C 15’), 5.74 (100˚C 5’), 5.64 (100˚C 10’), dan 5.58 (100˚C 15’). Dari data tersebut terlihat bahwa nilai pH ekstrak awal teh hijau bersifat asam yaitu berada di pH 5.5 sampai dengan 5.9. Lehninger (1982) menyatakan bahwa larutan yang mempunyai pH lebih kecil dari 7 akan bersifat asam karena konsentrasi H+ lebih besar daripada konsentrasi OH-. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai pH ekstrak teh hijau yang dihasilkan bersifat asam. Dari Lampiran 1, diketahui bahwa perlakuan suhu, lamanya waktu penyeduhan, dan interaksi antara suhu dan waktu penyeduhan teh hijau tidak berpengaruh pada nilai pH ekstrak teh hijau (p > 0.05).

Setelah diketahui nilai pH awal, ekstrak teh hijau disimulasikan sesuai dengan sistem pH pencernaan. Ekstrak diturunkan pH nya menjadi pH 2 yang merupakan kondisi pH pada lambung, ditunggu 30 menit, dan kemudian dinaikkan lagi pH nya menjadi pH 6.8 yang merupakan pH usus halus. Lamanya waktu yang dibutuhkan makanan untuk berada di dalam tergantung dari jenis makanan dan jumlah yang dimakan. Aryani (2011) menyatakan bahwa diperlukan waktu sekitar 30 menit untuk makanan cair atau minuman mengalir dari lambung ke usus kecil. Sementara itu kondisi di lambung sangat asam yakni pH nya sekitar 1-2. Miller (1998) menambahkan bahwa waktu yang diperlukan lambung untuk mencerna minuman adalah sekitar 30 menit. Setelah keluar dari lambung, makanan setengah cair yang memiliki pH sekitar netral akan bercampur dengan enzim-enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas (Siregar, 2004), seperti enzim lipase yang merupakan enzim pencernaan lipid.

C. KADAR TOTAL FENOL

Senyawa fenolik ialah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin aromatik (Vermerris dan Nicholson, 2008). Pengukuran kadar total fenol dilakukan pada ekstrak awal teh hijau dan juga pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan. Penentuan kadar total fenol dilakukan dengan tujuan mengetahui kadar total fenol pada ekstrak teh hijau baik sebelum maupun setelah simulasi sistem pencernaan. Senyawa polifenol ini diduga merupakan senyawa yang akan menghambat aktivitas enzim lipase di dalam pencernaan. Sudah banyak penelitian yang melaporkan bahwa senyawa polifenol memiliki andil dalam menghambat aktivitas enzim. Haslam et al. (1999) diacu dalam Ali (2002) menyatakan bahwa pembentukan kompleks protein-fenol disebabkan salah satunya oleh adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil fenolik dengan gugus NH- dan CO- pada protein dan juga terjadinya ikatan kovalen dan hidrofobik pada reaksi tersebut. Polifenol teroksidasi berinteraksi lebih kuat dengan protein (Siebert1999 diacu dalam Ali 2002) dan dapat berinteraksi dengan asam amino yang dapat menghambat aktivitas enzim (Millic et al. 1968 diacu dalam Ali 2002).

Penentuan kadar total fenol didapatkan dari kurva larutan standar asam galat seperti dapat dilihat pada Lampiran 3. Penentuan kadar total fenol dilakukan menggunakan metode Folin

17

Dokumen terkait