BAB I PENDAHULUAN
2. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 3
Berdasarkan Pasal 13 dan 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 24/KMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 Tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus, Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat diterbitkan dalam hal:
a. Wajib Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu,
b. Penanggung Pajak memindahkan barang-barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan usahanya di Indonesia.
c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan: 1) Membubarkan badan usahanya,
2) Memindahtangankan usahanya, 3) Menggabungkan usahanya, 4) Memekarkan usaha,
5) Melakukan perubahan bentuk usahanya, d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara atau
e. Terjadi penyitaan atas barang-barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Penerbitan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus yaitu:
a. Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran, b. Tanpa didahului Surat Teguran,
c. Sebelum jangka waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan, atau d. Sebelum penerbitan Surat Paksa.
2. Melaksanakan Tindakan Penagihan mulai dari Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Teguran, Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Paksa, Pelaksanaan Penyitaan, dan Pelaksanaan Pelelangan.
a. Penerbitan Surat Teguran
Mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 Tentang tata cara pelaksanaan penagihan seketika sekaligus dan pelaksanaan surat paksa Pasal 5, Surat Teguran diterbitkan apabila utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo . Surat teguran yaitu surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memberikan peringatan kepada Wajib Pajak untuk segera melunasi utang pajaknya.
Mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 Tentang tata cara pelaksanaan penagihan seketika sekaligus dan pelaksanaan surat paksa Pasal 9, Surat Paksa diterbitkan oleh Kepala KPP yang menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah yang menjadi dasar penagihan apabila:
1) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; 2) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus; atau
3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
c. Pelaksanaaan Penyitaan
Menurut Mardiasmo (2000: 286) penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Tujuan dari penyitaan ini yaitu memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak.
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk
yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang,dan pernyataan modal pada perusahaan lain dan/atau 2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi
kotor tertentu.
Penyitaan terhadap penanggung pajak badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh jurusita pajak untuk melunasi utang pajak dan penagihan pajak.
1. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata, dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut:
a. Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran berita acara pelaksanaan sita
b. Membuat berita acara pelaksanaan sita
2. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut:
a. Menghirung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan lampiran berita acara pelaksanaan sita.
b. Membuat berita acara pelaksanaan sita.
c. Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada penanggung pajak atau menitipkannya pada bank.
3. Penyitaan terhadap kekayaan penanggung pajak yang disimpan di bank berupa tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai berikut:
a.Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyimpanan salinan surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan.
b. Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari pejabat dan membuat berita acara pemblokiran, serta menyampaikan salinannya kepada pejabat dan penanggung pajak.
c. Jurusita pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan penangggung pajak untuk member kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada jurusita pajak
d. Dalam hal penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.
e. Setalah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, jurusita pajak melaksanakan penyitaan dan membuat berita acara pelaksanaan sita, dan menyampaikan salinan berita acara pelaksanaan sita kepada penanggung pajak dan bank yang bersangkutan.
f. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
g. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan penanggung pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
4. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pemblokiran rekening efek pada kustodian dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dai Direktur Jendral Pajak atau
pejabat yang ditunjuknya kepada ketua badan pengawasan pasar modal dengan menyebutkan nama pemegang rekening atau nomor pemegang rekening sebagai penanggung pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan.
b. Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud huruf a, ketua badan pengawasan pasar modal dapat menyampaikan perintah tertulis
kepada kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening efek penanggung pajak.
c. Berdasarkan perintah tertulis dari ketua badan pengawas pasar modal, kustodian melakukan pmblokiran.
d. Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang rekening efek pada kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur Jendral Pajak harus memuat nama pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut.
e. Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang rekening efek pemegang rekening membuat berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan. f. Berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan
tersebut disampaikan kepada DJP dan salinannya disampaikan kepada ketua pengawas pasar modal dan rekening sebagai penanggung pajak, selambat – lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut dilakukan.
g. Jurusita pajak melaksanakan penyitaan atas efek dan/atau dana dalam rekening efek pada kustodian segera setelah menerima berita acara pemblokiran rekeningdan berita acara pemberian keterangan.
h. Jurusita pajak yang melakukan penyitaan harus membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak, dan saksi – saksi.
i. Dalam hal penanggung pajak tidak hadir, berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh jurusita pajak dan saksi – saksi.
j. Berita acara pelaksanaan sita disampaikan kepada penanggung pajak, dan salinannya disampaikan kepada ketua badan pengawas pasar modal dan kustodian.
k. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap rekening efek penanggung pajak kepada kustodian, setelah penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
l. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap rekening efek penanggung pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
m. Efek yang diperdagangkan dibursa yang telah disita, dijual di bursa melalui perantara pedagang efek anggota bursa atas permintaan pejabat.
5. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham , dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi dam membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan nilai nominal, atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran berita acara pelaksanaan sita.
b. Membuat berita acara pelaksanaan sita.
c. Membuat berita acara pengalihan hak surat berharga atas nama dan penangung pajak kepada pejabat.
6. Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran berita acara pelaksanaan sita.
b. Membuat berita acara pelaksanaan sita.
c. Membuat berita acara persetujuan pengalihan hak menagih piutang dari penanggung pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada penanggung pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.
7. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada suratnya dilaksanakan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatau daftar yang merupakan lampiran berita acara pelaksanaan sita.
b. Membuat berita acara pelaksanaan sita.
c. Membuat akte persetujuan pengalihan hak penyertaan modal pada perusahaan lain dari penanggung pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaaan tempat penyertaan modal.
Penyitaan terhadap barang barang yang telah disita oleh kejaksaan atau kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada penanggung pajak. Barang yang telah
disita dititipkan kepada penanggung pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan jurusita pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor pejabat atau di tempat lain. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, barang yang telah disita dititipkan kepada aparat pemerintah daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita. Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita adalah kantor pegadaian, bank, kantor pos, atau tempat lain yang ditetapan oleh Menteri Keuangan.
Barang bergerak memiliki penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak adan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.
c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.
d. Buku – buku yang bertalian dengan jabatan atau pekarjaan penanggung pajak dan alat – alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari – hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp.20.000.000.
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungan.
Lelang menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah dilakukaanya penyitaan, maka Jurusita Pajak Negara berwenang melakukan penjualan secara Lelang. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media masa. Tujuan utama dari dilaksanakannya lelang ini yaitu untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan tetap memberi perlindungan kepada Penanggung Pajak agar lelang tidak dilaksanakan secara berlebihan.
Apabila utang pajak dan/atau baiaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwnang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui kantor lelang. Pengecualian penjualan lelang dilakukan terhadap objek sita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening korang, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan barang sitaan mudah rusak atau cepat busuk.
a. Prosedur Lelang
1) Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media 2) Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah
penyitaan
3) Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tidak bergerak 2 kali
4) Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp. 20.000.000 tidak harus diumumkan di media massa
5) Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada kantor lelang sebelum lelang dilaksanakan 6) Pejabat jurusita pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan
yang di lelang. Larangan ini berlaku juga terhadap istri , keluarga sedarah, dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat 7) Pejabat atau yang mewakiliny menghadiri pelaksanaan lelang untuk
menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli risalah lelang
8) Pejabat jutusita pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam no 6 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang – undangan
9) Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa.
b. Pelaksanaan Lelang
1) Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yng diajukan oleh wajib pajak belum memproleh keputusan keberatan
2) Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh penanggung pajak 3) Lelang tidak dapat dilaksanakan apabila penanggung pajak telah
melunasi utang dah biaya penaguhan pajak, atau bedasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau objek lelang musnah.
1) Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya membayar utang pajak.
2) Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang
3) Dalam hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada
4) Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak segera setelah pelaksanaan lelang 5) Hak penanggung pajak atas barang yang telah dilelang berpindah
kepada pembeli kepadanya diberikan risalah lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak.
3. Melakukan Pemblokiran Rekening.
Istilah pemblokiran berdasarkan pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.04/2000 Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. Harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank meliputi rekening, simpanan dan bentuk simpanan lain yang lazim dalam praktek perbankan. Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk wajib melaksanakan pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak dimaksud seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari KPP. Sebelum dilakukan pemblokiran, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan
kepada kepala KPP menggunakan harta yang diblokir tersebut untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
4. Melaksanakan Penyanderaan
Penyanderaan dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa di Indonesia merupakan salah satu upaya penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu, yaitu rumah tahanan Negara yang terpisah dari tahanan lain. Penyanderaan Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. Sekalipun terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penyanderaan, tindakan penagihan tidak terhenti dan tetap dilakukan.
Kriteria penanggung pajak yang akan disandera:
a) Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang meliputi seluruh jenis pajak dan tahun pajak. Jumlah tersebut merupakan syarat kuantitatif dan sekaligus menunjukkan bahwa penyanderaan tidak ditujukan kepada Penanggung Pajak yang berpenghasilan kecil.
b) Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak, yang merupakan syarat kualitatif.
c) Tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak, dan
d) Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia. Jangka Waktu Penyanderaan
5. Pencairan Tunggakan Pajak
Mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir menjadi Undang-Undang 28 Tahun 2007, penagihan pajak secara aktif akan dilakukan bila terdapat tunggakan pajak.
Tunggakan pajak timbul karena adanya utang pajak dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar sampai dengan jangka waktu tertentu. Jangka waktu seluruh ketetapan diatas menurut ketentuan Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2007 adalah 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya.
1) Pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP)
Pembayaran pencairan tunggakan pajak dilakukan di kantor pos dan bank-bank yang ditunjuk sebagai penerima pembayaran pajak dengan menggunakan SSP. Sekarang hampir semua bank merupakan bank yang bisa menerima pembayaran pajak. Jadi, pembayaran pajak tidak dilakukan di kantor pajak. Kantor Pelayanan Pajak hanya mengadministrasikan pelaporan pajak serta melakukan pengawasan terhadap kebenaran pelaporan tersebut. Pembayaran pajakpun bisa dilakukan di mana saja tidak tergantung pada tempat domisili Wajib Pajak atau tempat kedudukan Kantor Pelayanan Pajak. 2) Pencairan melalui Pemindahbukuan (Pbk)
Selain SSP wajib pajak juga dapat menggunakan cara pembayaran melalui Pemindahbukuan (Pbk) yaitu suatu cara pembayaran pajak yang dilakukan dengan cara saldo kekayaan Wajib Pajak dipindahbukukan ke rekening Kas Negara dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak dengan penyetor adalah Juru Sita. Setelah utang pajak lunas, rekening Wajib Pajak akan diusulkan dibuka kembali.
3) Pencairan karena Keberatan
Keberatan merupakan suatu cara yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak apabila merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Dari syarat untuk mengajukan keberatan, yaitu dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, maka Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Dengan adanya pengajuan keberatan tersebut maka, tunggakan pajak akan cair minimal sejumlah yang disetujui wajib pajak
4) Pencairan karena Banding
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. Syarat banding tersebut salah satunya yaitu Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%. Oleh sebab itu apabila wajib pajak ingin melakukan banding terhadap keputusan keberatan, maka tunggakan pajak akan cair.
5) Pencairan karena peninjauan kembali
Apabila pihak yang bersangkutan tidak atau belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali. Sama dengan pengajuan keberatan dan Banding, apabila wajib
pajak ingin mengajukan Peninjauan Kembali, maka wajib pajak tersebut harus membayar atau mencairkan tunggakan-tuggakan pajaknya.
Dari lima pencairan tunggakan pajak diatas, yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu pencairan melalui SSP dan Pbk, karena untuk pencairan karena keberatan, wajib pajak di KPP Pratama Lubuk Pakam, untuk tahun 2009 tidak pernah melakukan keberatan, dikarenakan wajib pajak sekarang takut untuk mengajukan keberatan. Dengan ketentuan yang berlaku sekarang, apabila wajib pajak melakukan keberatan, kemudian ditolak, maka pembayarannya menjadi 4 (empat) kali lipat dari tunggakan sebelumnya. Dikarenakan tidak adanya keberatan, maka proses banding dan peninjauan kembali pun tidak mencairkan tunggakan, karena banding dan peninjauan kembali merupakan proses lanjutan dari keberatan.
1.6 Definisi Konsep
Definisi konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33)
Dikaitkan dengan penelitian, maka definisi konsep penelitian ini adalah:
1. Evaluasi adalah proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu, (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan lain-lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.
2. Pelaksanaan tugas adalah kegiatan meliputi menentukan, mengelompokkan, mencapai tujuan, penugasan orang-orang dengan memperhatikan lingkungan fisik sesuai dengan hubungan kewenangan yang dilimpahkan terhadap setiap individu untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
3. Jurusita Pajak Negara yaitu pelaksana tindakan Penagihan Pajak yang meliputi Penagihan seketika dan Sekaligus, pemberitauan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, melaksanakan pemblokiran, dan melaksanakan Penyanderaan (gijzeling) berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
4. Pencairan Tunggakan Pajak merupakan realisasi penerimaan pajak yang berasal dari pencairan piutang pajak dari hasil tindakan penagihan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak Negara
5. Evaluasi Pelaksanaan Tugas Jurusita Pajak Negara dalam Pencairan